BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA RINGAN DAN
5. Tindak pidana ringan
Tindak Pidana Ringan (Tipiring) adalah tindak pidana yang bersifat ringan atau tidak berbahaya. tindak pidana ringan ini tidak hanya berupa pelanggaran tapi juga mencakup kejahatan-kejahatan ringan yang tertulis dalam Buku II KUHP yang terdiri dari, penganiayaan hewan ringan, penghinaan ringan, penganiayaan ringan, pencurian ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan, perusakan ringan, dan penadahan ringan.
Hal inilah yang menjadi keistimewaan KUHP Indonesia yang merupakan warisan KUHP Hindia Belanda. Sekalipun KUHP
Hindia-Belanda didasari oleh KUHP Hindia-Belanda namun pembagian bentuk kejahatan biasa dan ringan berasal dari Hindia-Belanda sendiri yang kemudian diadopsi ke dalam KUHP Indonesia.
Kejahatan dan pelanggaran sendiri memiliki beberapa perbedaan. Pengaturan mengenai kejahatan dan pelanggaran diletakkan di tempat yang berbeda dalam KUHP. Pada dasarnya, KUHP terdiri atas 569 pasal
yang dibagi dalam tiga buku. Tiga buku itu :17
“Buku I : Ketentuan-ketentuan umum (juga disebut Bagian
Umum,Algemeen deel) – pasal-pasal 1-103.
Buku II : Kejahatan – pasal-pasal 104-448
Buku III : Pelanggaran – pasal-pasal 449-569.”
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, KUHP Hindia-Belanda yang diadopsi ke dalam KUHP Indonesia mengenal tindak pidana ringan sedangkan Belanda sendiri tidak mengenal lembaga tersebut. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman lembaga tindak pidana ringan semakin
dipertanyakan keberadaannya. Utrecht dalam bukunya “Hukum Pidana 1”
menggunakan istilah kejahatan enteng sebagai padanan kata Lichte
misdrijven dalam bahasa Belanda atau kejahatan ringan atau yang dalam tulisan ini menggunakan istilah Tindak Pidana Ringan.
Definisi mengenai tindak pidana ringan akan sulit ditemukan dalam KUHP, definisi tindak pidana ringan yang cukup dapat dipahami justru dapat ditemukan dalam KUHAP sebagai ketentuan hukum pidana
17
formal dari KUHP. Pasal 205 ayat (1) KUHAP yang mengatur mengenai ketentuan pemeriksaan acara cepat menyatakan bahwa :
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang
ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini”.18
Dari bunyi pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi tindak pidana ringan, yaitu sebuah perkara yang ancaman hukuman penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda paling banyak tujuh ribu lima ratus rupiah.
Apabila ditelusuri lebih jauh bunyi pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP maka setidaknya terdapat sembilan pasal yang tergolong bentuk tindak pidana ringan, yaitu Pasal 302 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan terhadap hewan, Pasal 352 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan, Pasal 364 mengenai pencurian ringan, Pasal 373 mengenai penggelapan ringan, Pasal 379 mengenai penipuan ringan, Pasal 384 mengenai penipuan dalam penjualan, Pasal 407 ayat (1) mengenai perusakan barang, Pasal 482 mengenai penadahan ringan, dan Pasal 315 mengenai penghinaan ringan.
18
B.Tindak Pidana Pencurian 1. Definisi pencurian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata “curi” adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah,
biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti “pencurian” adalah
proses, cara, perbuatan.
Dalam pasal 362 KUHP disebutkan, “barang siapa mengambil
barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.19
Dalam hukum kriminal, pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik. Kata ini juga digunakan sebagai sebutan informal untuk sejumlah kejahatan terhadap properti orang lain, seperti perampokan rumah, penggelapan, penjarahan, perampokan, pencurian toko, penipuan dan kadang pertukaran kriminal. Seseorang yang melakukan tindakan atau berkarir dalam pencurian disebut
pencuri, dan tindakannya disebut mencuri.20
Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur-unsur keadaan yang melekat pada benda untuk dimiliki secara sebagian ataupun
19
Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007, Cet.15.), h.140.
20
Wikipedia Ensiklopedia bebas, Pencurian Adalah,
seluruhnya milik orang lain) dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud,
yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).21
2. Unsur-unsur tindak pidana pencurian menurut KUHP
Pasal 362 KUHP tentang pencurian menyebutkan: Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, di ancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.22
Jika diteliti rumusan tindak pidana pencurian tersebut, perbuatan
itu terdiri dari unsur-unsur :23
1. Barang siapa;
2. Mengambil barang sesuatu; 3. Barang kepunyaan orang lain;
4. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Untuk diketahui bahwa Pasal 362 KUHP itu terdiri 4 unsur seperti tersebut di atas tanpa menitikberatkan satu unsur. Tiap-tiap unsur mengandung arti yuridis untuk dipakai menentukan atas suatu perbuatan. Barang siapa; yang dimaksud dengan barang siapa ialah “orang”, subjek hukum yang melakukan perbuatan.
21
Blog Tajmiati-Bloger, Tindak Pidana Pencurian,
http://tajmiati-bloger.blogspot.com/2012/04/tindak-pidana-pencurian.html, diakses tanggal 10 September 2014 pukul 10.12 WIB.
22
Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007, Cet.15.), h.140.
23
Pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu :24 1. Unsur objektif, terdiri dari:
a. Perbuatan mengambil
b. Objeknya suatu benda
c. Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda
tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain 2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:
a. Adanya maksud
b. Yang ditujukan untuk memiliki
c. Dengan melawan hukum
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas.
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau
kedalam kekuasaannya.25
24
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, (Malang: Bayu Media, 2003), h.5.
25
Blog Law For Justice, Pengertian Tindak Pidana Pencurian,
http://kukuhtirtas.blogspot.com/2012/02/pengertian-tindak-pidana-pencurian.html, diakses tanggal 10 September 2014 pukul 10.58 WIB.
Kekuasaan benda apabila belum nyata dan mutlak beralih ke tangan si petindak, pencurian belum terjadi, yang terjadi barulah percobaan mencuri. Dari perbuatan mengambil berakibat pada beralihnya kekuasaan atas bendanya saja, dan tidak berarti juga beralihnya hak milik atas benda itu ke tangan petindak. Oleh karena untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda tidak dapat terjadi dengan perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan hukum,
misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya.26
Jadi benda yang dapat menjadi obyek pencurian ini haruslah benda-benda yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian. Sebagai unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungakan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil, dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
Maksud memiliki melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam pencurian digolongkan ke dalam unsur melawan
26
hukum subujektif. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya
atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu.27
3. Tindak pidana pencurian ringan
Berdasarkan pasal 364 KUHP Yang berbunyi “Perbuatan yang
diterangkan pada pasal 362 dan pasal 363 butir ke-5 apabila tidak dilakukan didalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada dirumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam dengan pencurian ringan dengan pidana paling lama tiga
bulan atau pidana denda dua ratus lima puluh rupiah”. Dari rumusan
ketentuan pidana di atas dapat diketahui, bahwa yang dimaksud pencurian ringan itu dapat berupa :
a. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok;
b. Tindak pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama;
c. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan jalan masuk
ke tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah tidak melakukan pembongkaran, perusakan, pemanjatan atau memakai kunci-kunci palsu atau serangan palsu.
27
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, (Malang: Bayu Media, 2003), h.16.
33
A. Proses Peradilan Pidana Dalam Tahap Penyidikan, Penuntutan Dan Persidangan
1. Penyelidikan dan penyidikan
Proses penyelesaian perkara pidana di mulai dari penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Apabila dilakukan penyelidikan ternyata terdapat cukup bukti bahwa seseorang diduga kuat telah melakukan tindak pidana, maka dilanjutkan dengan mengadakan penyidikan. Kemudian setelah penyidikan selesai, berkas perkara dikirim ke kejaksaan untuk dilakukan penelitian berkas perkara yang dilakukan
oleh Jaksa/atau Penuntut Umum.1
Terhadap suatu peristiwa yang telah dinyatakan sebagai suatu tindak pidana oleh penyelidik, maka tahap selanjutnya adalah melakukan penyidikan untuk mencari tahu siapa pelaku dari tindak pidana tersebut. Berdasarkan Pasal 1 butir 1 KUHAP pejabat yang berwenang untuk melakukan penyidikan adalah pejabat Polisi Negara atau Pegawai Negeri Sipil yang berwenang melakukan penyidikan berdasarkan KUHAP. Penyidik mempunyai wewenang sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 7 KUHAP, di antaranya adalah :2
1
Alfitra, Gugur Atau Batalnya Hak Penuntutan Serta Menjalankan Pidana Menurut Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: Sejahtera Printing, 2009, Cet.1.), h.1.
2
Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui APTB dan APKDH Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), h.53.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Melakukan penyitaan dan pemeriksaan surat;
d. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
e. Mengadakan pemberhentian penyidikan.
Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindak penyelidikan yang diperlukan. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan (Pasal 102 ayat (1) & (2) KUHAP).
Adapun yang dimaksud dengan tindakan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 5 KUHAP). Dalam hal untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa terjadinya suatu tindak pidana, telah termaktub pada Pasal 102 KUHAP sumbernya berupa laporan, pengaduan, tertangkap tangan, dan diketahui oleh petugas.
Peninjauan pada tahap penyidikan juga dapat dilakukan terhadap ketidaklengkapan berkas perkara yang harus dipenuhi sebelum melimpahkan berkas perkara tersebut ke kejaksaan. Ketidaklengkapan
tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu baik secara formal maupun
materiel.3
Ketidaklengkapan persyaratan formal :
a. Tidak terdapat berita acara pemeriksaan tersangka;
b. Tidak ada surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP);
c. Tidak ada berita acara penangkapan.
Ketidaklengkapan syarat materiel :
a. Ketidak sesuaian tindak pidana yang disangkakan;
b. Tidak menguraikan unsur delik secara cermat, jelas dan lengkap.
Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Pada penyerahan berkas tahap pertama, penyidik secara fisik menyerahkan berkas perkara dari penyidik diterima oleh urusan surat-surat, kemudian diserahkan kepada pimpinan selanjutnya pimpinan atau pejabat yang ditunjuk menugaskan seorang jaksa dengan surat perintah untuk
melakukan penelitian berkas perkara.4
2. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menurut cara yang diatur dalam UU ini dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan merupakan Dominus
3
Alfitra, Gugur Atau Batalnya Hak Penuntutan Serta Menjalankan Pidana Menurut Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: Sejahtera Printing, 2009, Cet.1.), h.2.
4
Alfitra, Gugur Atau Batalnya Hak Penuntutan Serta Menjalankan Pidana Menurut Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: Sejahtera Printing, 2009, Cet.1.), h.3.
litis, atau kewenangan mutlak dari penuntut umum, yang artinya bahwa hanya penuntut umum yang berwenang untuk melakukan penuntutan
dalam perkara pidana (Pasal 1 butir 7 jo Pasal 13 KUHAP).5
Ruang lingkup penuntutan terdiri dari tugas seorang jaksa dalam hal mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik, apakah telah cukup bukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana dan menyusun surat dakwaan.
Berhasilnya penuntutan sangat tergantung kepada kemampuan penuntut umum dalam mengajukan alat-alat bukti dan membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana dan memang benar
terdakwa dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.6 Dalam hal
Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas perkara telah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan, kemudian penuntut umum
melimpahkan perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.7
Surat dakwaan adalah dasar bagi pemeriksaan perkara selanjutnya, baik pemeriksaan di persidangan pengadilan negeri maupun pada pemeriksaan tingkat banding dan pemeriksaan kasasi serta pemeriksaan peninjauan kembali (PK), bahkan surat dakwaan merupakan pembatasan tuntutan. Terdakwa tidak dapat dituntut atau dinyatakan bersalah dan
5
Ledeng Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Edisi ke-2), h.20.
6
Alfitra, Gugur Atau Batalnya Hak Penuntutan Serta Menjalankan Pidana Menurut Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: Sejahtera Printing, 2009, Cet.1.), h.13.
7
Alfitra, Gugur Atau Batalnya Hak Penuntutan Serta Menjalankan Pidana Menurut Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: Sejahtera Printing, 2009, Cet.1.), h.14.
dihukum untuk perbuatan-perbuatan yang tidak dicantum dalam surat
dakwaan.8
Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan surat
dakwaan, yakni syarat formil dan syarat materiel.9 Syarat formil diatur
dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP yang meliputi :
a. Surat dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan penuntut
umum pembuat surat dakwaan;
b. Surat dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang
terdiri dari nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. Sesuai KEPJA No. KEP-120/J.A/12/1992, identitas terdakwa tersebut dilengkapi dengan pendidikan.
Syarat materiel diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yang meliputi :
a. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan;
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat
tindak pidana dilakukan.
8
Ledeng Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Edisi ke-2), h.21.
9
Lihat UU No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Mengenai Syarat-Syarat Surat Dakwaan.
3. Pemeriksaan persidangan
Perkara yang telah dilimpahkan oleh Penuntut Umum ke Pengadilan Negeri didasarkan atas permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnnya.
Berbicara kewenangan mengadili maka perlu diketahui
kewenangan dibagi menjadi dua jenis yaitu, kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Kewengan absolut, berkaitan dengan lingkungan peradilan (lingkungan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana dalam Pasal 18 UU 48/2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Sedangkan kewenangan relatif, berkaitan dengan pembagian wilayah hukum setiap pengadilan dalam lingkup peradilan umum. Selanjutnya setelah pelimpahan perkara oleh penuntut umum dilakukan penunjukkan majelis hakim dan penetapan hari sidang. Kemudian dilakukannya pemanggilan terdakwa ke persidangan. Pada permulaan ketua sidang/ketua majelis memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk (Pasal 154 ayat (1) KUHAP) dan selanjutnya menanyakan identitas terdakwa (Pasal 155 ayat (1) KUHAP). Sesudah itu meminta penuntut umum membacakan
surat dakwaan. 10
10
Ledeng Marpaung, Proses Penangan Perkara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Edisi ke-2), h.100.
Kesatuan acara pemeriksaan persidangan dimulai dari pemeriksaan terdakwa, pembacaan surat dakwaan, pengajuan eksepsi atau keberatan, putusan sela, pembuktian, pembacaan surat tuntutan dan pembelaan, replik duplik, dan sampai pada putusan merupakan rangkaian dari hukum acara peradilan yang diatur dalam KUHAP. Hingga pada putusan pengadilan telah dikeluarkan selanjutnya tahap upaya hukum dapat diberikan. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan, bebas, atau lepas dari segala tuntutan. Dalam hal putusan pengadilan berupa pemidanaan, jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana (Pasal 193 ayat (1) KUHAP).
B. Tahap-Tahap Upaya Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana 1. Pengertian upaya hukum
Upaya hukum adalah bagian dari mata rantai proses perkara pidana. Upaya hukum merupakan proses argumentasi melalui dokumentasi dari pada perdebatan. Sebab pada dasarnya para pihak tidak hadir; dan dalam praktiknya hampir tidak pernah ada perkara dimana dalam tingkat upaya hukum para pihak didengar. Sesungguhnya dalam tingkat banding dan
kasasi kehadiran itu dimungkinkan (Vide, Pasal 238 ayat (4) jo Pasal 253
ayat (3) KUHAP).11
Sedangkan menurut Dr. Eggi Sudjana, SH, M.Si yang dimaksud dengan upaya hukum adalah upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan terkait dengan adanya putusan pengadilan. Upaya hukum tersebut dilakukan dengan tujuan mengoreksi dan menselaraskan kesalahan yang terdapat dalam putusan yang telah dijatuhkan, baik putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap maupun belum berkekuatan hukum tetap. Terdapat dua macam upaya hukum, yaitu upaya
hukum biasa dan upaya hukum luar biasa :12
a. Upaya Hukum Biasa
a) Perlawanan (verzet), upaya hukum yang dapat dilakukan terkait
dengan putusan sela;
b) Banding, adalah upaya yang dapat dilakukan agar putusan
peradilan tingkat pertama diperiksa kembali dalam tingkat banding;
c) Kasasi, adalah upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap
putusan pengadilan lain selain Mahkamah Agung.
b. Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Upaya hukum luar biasa terdiri dari :
11
Luhut M.P.Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Djambatan, 2006, Cet.4.), h.84.
12
Eggi Sudjana, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hiyatullah, 2012), h.88.
a) Kasasi demi kepentingan hukum, yaitu kasasi yang hanya dapat diajukan oleh jaksa agung dan tidak akan berpengaruh terhadap perkara yang sedang berlangsung;
b) Peninjauan Kembali, Upaya hukum yang diajukan terkait
adanya keadaan baru yang diduga berpengaruh apabila diajukan pada saat persidangan berlangsung.
Seperti yang telah dipaparkan di atas terdapat perbedaan terkait upaya hukum yang diberikan oleh Undang-undang oleh masing-masing lembaga. Dalam upaya hukum dibedakan kewenangan dari pengadilan berikutnya yaitu Pengadilan Tinggi (PT) dan Mahkamah Agung (MA). Kedua lembaga Yudikatif tersebut memiliki kewenangan yang berbeda, dimana perbedaan tersebut bahwa Pengadilan Tinggi merupakan pemerikasaan ulangan atas putusan Pengadilan Negeri terhadap semua aspek perkara. Sedangkan Mahkamah Agung lebih kepada esensi dari perkara tersebut. Oleh karena itu, Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi disebut Judex factie.13
Sedangkan Mahkamah Agung disebut Judex jurist dikarenakan
MA yang hanya memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum
terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh Judex factie. Dengan demikian,
tingkatan pemeriksaan perkara pidana hanya dua tahap ditambah bila ada
hal-hal luar biasa dengan upaya hukum peninjauan kembali (PK).14
13
Judex Factie menurut kamus hukum adalah Hakim yang berwenang memeriksa fakta dan bukti, dalam hal ini hakim-hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Www. Pn kendari. go.id/index.php/deskinfo?download=8:kamus-hukum dikutip tanggal 1 September 2014 pukul 20.00 WIB.
14
2. Tahap upaya hukum biasa: Banding dan Kasasi
a. Upaya hukum Banding
Upaya hukum banding, diperiksa oleh Pengadilan Tinggi
sebagai Judex factie. Artinya pemeriksaan diulang untuk semua aspek
tapi tanpa kehadiran para pihak sekalipun kehadiran itu dimungkinkan. Upaya hukum banding harus dilakukan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan (Vide, Pasal 233 ayat (2)
KUHAP). Sebagai tindak lanjut, pernyataan banding diajukan satu memori banding yang memuat alasan-alasan tidak diterimanya putusan, namun memori banding itu tidak wajib.
Yang dijadikan bahan-bahan bagi pemeriksaan tingkat banding adalah seluruh catatan-catatan yang telah dibuat oleh panitera selama proses Peradilan Negeri tingkat pertama ditambah berkas perkara yang bersangkutan dan memori-memori banding dari pihak-pihak yang bersangkutan. Jika Pengadilan Tinggi memandang perlu dapat memanggil langsung terdakwa atau saksi dan juga saksi ahli guna didengar keterangannya secara langsung. Dalam hal terdakwa ditahan, maka pengadilan tinggilah yang berwenang untuk menentukan selanjutnya. Selama Pengadilan Tinggi belum memutusakan perkara tersebut, selama itu pula masih diberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk menyerahkan ataupun menambah surat-surat pembelaan atau keterangan lain kepada Pengadilan
Tinggi.15 Dalam hal ini para pihak yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk mengumpulkan beberapa bukti-bukti yang mendukung sebagai upaya pembuktian yang kuat dalam beracara di Pengadilan.
Jika Pasal 233 ayat (1) KUHAP ditelaah dan dihubungkan dengan Pasal 67 KUHAP, maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan negeri) dapat dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa kekecualian. Sebelum kekecualian tersebut dibicarakan, perlu diperhatikan kata yang dipakai oleh KUHAP di Pasal 233 yaitu “terdakwa”.16
Menurut pendapat Andi Hamzah, semestinya di situ digunakan kata “terpidana”, karena perkara yang dibanding itu