• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan-tindakan yang termasuk Pemalsuan

Bab III : TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK

B. Tindakan-tindakan yang termasuk Pemalsuan

Kejahatan pemalsuan dan dalam hubungannya dengan merek atau benda, diatur dalam pasal 254, 255, 256, 258, 259, dan 262 KUHP.

1. Membubuhi Benda Emas dan Perak dengan Merek yang Dipalsukan (pasal 254).

Pasal 254 merumuskan sebagai berikut :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun:

negara yang dipalsukan, atau dengan tanda keahlian menurut UU yang au tanda yang asli dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai seolah-olah merek atau tanda

Pengertian Pemalsuan Merek

Istilah merek (merken) dalam kejahatan pemalsuan merek ini

rak, dan tanda atau cap pada benda-benda yang digunakan sebagai alat ukur, alat timbang dan alat penakar (benda-benda tera), serta tanda atau cap yang diharuskan atau dibolehkan UU dilekatkan pada benda tertentu atau bungkusnya, dan tidak termasuk merek dagang dan merek jasa sebagaimana yang dimaksudkan dan diatur dalam UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek (yang diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997).39

a. Barangsiapa membubuhi benda-benda emas atau perak dengan merek dipalsukan atau memalsu merek, at

itu asli dan tidak dipalsu.

wi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 73.

39

b. Barangsiapa dengan maksud yang sama membubuhi benda-benda dengan melawan hukum.

asli atau tanda keahlian

tersebut dengan merek atau tanda, dengan menggunakan cap asli c. Barangsiapa memberi, menambah atau memindah merek negara yang

menurut UU yang asli pada benda emas atau perak yang lain dari pada yang semula dibubuhi merek atau tanda itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai benda itu

da dari semula sudah dibubuhkan pada benda itu.

Ada 3 kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 254 tersebut diatas, masing-masing dirumuskan dalam ayat (1, 2 dan 3). Kejahatan pasal 254 itu adalah tiruan belaka dari kejahatan yang sama dari KUHP Belanda. Maksud diadakannya kejahatan ini yakni untuk melindungi keslian benda-benda yang terbuat dari emas dan perak yang dibuat di negeri Belanda dari pemalsuan. Untuk

ol

emberi/ membubuhi cap tersebut adalah

K d

de em

eh karena benda-benda emas atau perak yang dibuat di negeri belanda itu masuk/dikirim juga ke Indonesia (Hindia Belanda), maka untuk Indonesia diadakan juga kejahatan yang sama dalam KUHP Belanda tersebut, dan dimasukkan kedalam pasal 254 KUHP.

Berhubungan kini Indonesia sudah merdeka, dan Pemerintah Hindia Belanda sudah tiada dan peraturan perihal cap negara atau cap oleh ahli pembuat

seolah-olah merek atau tan

itu maka setiap benda-benda yang dibuat dari emas dan perak harus diberi cap eh negara (rijksmerk) atau oleh orang ahli yang membuatnya (mesterteken).40

Negara yang berwenang m

erajaan Belanda, bukan Pemerintah Hindia Belanda, sedangkan yang dimaksu ngan orang yang berwenang memberi cap adalah orang ahli si pembuat benda

as atau perak itu sendiri. Ol

40

benda emas dan perak seperti itu tidak ada di Indonesia, maka praktis ketentuan pasal 254 tersebut tidak berlaku. Walaupun tidak berlaku lagi, tapi masih penting bagi sejarah hukum di Indonesia.

2. Pemalsuan Cap Tera (pasal 255).

Pasal 255 merumuskan seperti pasal 254 tetapi mengenai cap tera yang diwajibkan oleh UU atau atas permintaan yang berkepentingan pada benda-benda yang digunakan sebagai alat pengukur, penakar dan penimbang.

Kejahatan yang dimaksud, ditempatkan pada pasal 255 yang rumusannya adalah sebagai berikut :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun :

wajib ditera atau yang atas permintaan yang berkepentingan diizinkan untuk ditera atau ditera lagi

su, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai benda itu seolah-olah tanda teranya b. Barangsiapa dengan maksud yang sama membubuhi merek pada benda

ngan menggunakan cap yang asli dengan melawan hukum. c. Barangsiapa memmberi, menambah dan memindahkan tanda tera

ari pada yang semula dibubuhi tanda itu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh nda tera tersebut dari semula diadakan pada benda itu.

Kejahatan ini diadakan untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat dari akibat kerugian karena digunakannya benda-benda yang dipakai sebagai alat pengukur, penakar dan penimbang yang tidak benar dan adalam hubungannya dengan perlindungan hukum atas kepercayaan perihal kebenaran dari benda-benda itu.

Untuk menjamin agar alat pengukur, alat penimbang dan alat penakar yang digunakan dalam perdagang sebagai alat pengukur, alat penakar dan alat

a. Barangsiapa membubuhi benda yang dengan tanda tera Indonesia yang pal asli dan tidak palsu.

tersebut de

Indonesia yang asli kepada benda yang lain d memakai benda itu seolah-olah ta

penimb

benar, maka lalu diberi tanda tertentu yang membu

tera Indonesia yang palsu.

ang yang benar, maka UU (dulu Ordonansi Tera 1828 No. 255 yang diganti dengan UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal) mengharuskan pada pemiliknya atau pemakaiannya agar alat-alat yang digunakan itu diperiksakan pada Jawatan Tera yang setiap tahun (waktu tertentu).

Setelah diperiksa dan

ktikan bahwa alat itu benar dapat digunakan yang setahun kemudian wajib diperiksa atau ditera ulang. Apabila setelah diperiksa ternyata alat tersebut tidak benar, maka diberi tanda apkir, membuktikan alat itu tidak dapat lagi dipakai sebagai alat ukur, alat penakar dan alat penimbang yang benar.

Ada 3 kejahatan pemalsuan cap/tanda tera dalam pasal 255 tersebut, yakni masing-masing dirumuskan dalam butir 1, 2 dan 3.

a. Butir 1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1) Unsur-unsur obyektif :

a) Perbuatan :

(1) Membubuhi tanda

(2) Memalsu tanda tera yang asli. b) Pada :

(1) Benda-benda yang wajib ditera.

(2) Benda-benda yang dimohonkan untuk ditera. (3) Benda-benda yang ditera ulang.

2) Unsur subyektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memaki benda itu seolah-olah tanda teranyaasli dan tidak dipalsu.

Pada dasarnya penjelasan mengenai unsur-unsur pada butir 1 adalah sama dengan penjelasan unsur-unsur pada pasal 253. Perbuatan membubuhi tanda tera a pengukur, penakar dan tera yang palsu, bukan tanda tera yang seharusnya

i, artinya pada enimbang yang sudah ada tanda tera yang asli

h sedemikian rupa terhadap tanda tera ya

ang ditera ulang. utir 1 berupa kesengajaan ada dasarnya sama dengan unsur kesalahan pada nnya hanya pada, menurut pasal 253 ditujukan untuk uruh menggunakan bagi materai yang ditiru atau dipalsu.

butir 1 pasal 255 ditujukan bagi menggunkan atau Indonesia yang palsu, artinya pada benda-bend

penimbang ditaruhkan tanda ditaruhkan pada benda/alat itu.

Sedangkan perbuatan memalsu tanda tera yang asl benda/alat pengukur, penakar atau p

dengan cara bagaimanapun ditaruh tanda tera yang palsu dan menjadi lain dari yang asli tadi. Misalnya dengan cara menguba

ng asli, tanda tera mana berupa tanda apkir, yang artinya alat pengukur, penimbang, penakar itu tidak dapat lagi digunakan, lalu ditaruh tanda tera yang palsu yang lain dari tanda apkir tadi, dan dengan demikian tanda tera yang dipalsu itu menjadi lain dengan tanda tera yang asli. Dengan demikian pula, alat pengukur, penakar dan pnimbang yang sebenarnya sudah apkir tadi menjadi (seolah-olah) dapat digunakan.

Obyek kejahatan ada 3, yakni tanda tera pada benda-benda yang menurut peraturan wajib ditera, tanda tera pada benda-benda yang oleh pemiliknya dimohonkan untuk ditera dan tanda tera pada benda-benda y

Unsur kesalahan dalam kejahatan pada b sebagaimana maksud yang p

pasal 253. Perbedaa menggunakan atau meny Sedangkan maksud pada

menyuruh menggunakan benda-benda pengukur, penakar dan/atau penimbang c dalam rumusan tersebu yang tidak berwen ataukah tidak. c. Buti (1) Memberi. (2) Menambah.

yang tanda teranya palsu atau dipalsu.

b. Butir 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1) Unsur-unsur obyektif :

a) Perbuatan : membubuhi.

b) Obyeknya : dengan cap asli pada benda-benda tersebut. ) Dengan melawan hukum.

2) Unsur subyektif : maksud untuk memakai atau menyuruh memakai benda-benda itu seolah-olah tanda teranya asli.

Unsur-unsur tersebut pada butir 2 diatas pad dasarnya sama dengan unsur-unsur pada pasal 253 ayat 2 tentang membikin materai dengan cap asli secara melawan hukum. Dicantumkannya unsur melawan hukum

t diatas, artinya orang yang menggunaka cap asli tersebut bukanlah orang yang berwenang menurut hukum untuk menggunakan cap asli itu. Walaupun tanda teranya asli, karena orang yang menggunakan adalah orang

ang, menjadikan tanda teranya sebagai tanda tera yang tidak sah, terlepas dari apakah alat penimbang, pengukur dan penakar itu sebagai alat yang dapat digunakan (alat yang tepat penggunaannya)

r 3 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1) Unsur-unsur obyektif :

(3) Memindahkan.

b) Obyeknya : tanda tera Indonesia asli.

c) Pada benda-benda (benda butir 1) lain dari yang semula dibubuhi tanda tera itu.

2) Unsur subyektif : maksud untuk memakai atau menyuruh memakai benda itu seolah-olah tanda teranya tersebut dari semula diadakan pada benda itu.

Pada kejahatan butir 3 diatas, ada 3 perbuatan yang dilarang, yakni :

be

a tanda te

lalu tanda tera Indonesia yang asli ditambahkan pada benda itu yang seharusnya tanda tera Indonesia yang asli tidak ditambahkan pada benda tersebut.

Perbuatan memindahkan, artinya tanda tera Indoneia yang asli yang sudah ada pada suatu benda, dipindahkan kebenda lain yang seharusnya benda itu tidak boleh diberi tanda tear yang dipindahkan.

Unsur kesalahan berupa maksud dari melakukan 3 perbuatan tersebut untuk memakai atau menyuruh memakai benda-benda seolah-olah tanda teranya adalah benar-benar tanda tera yang sejak semula diadakan pada benda itu.

memberi, menambah dan memindahkan tanda tera Indonesia yang asli pada nda-benda lain dari pada yang semula dibubuhkan tanda tera itu.

Perbuatan memberi, artinya sebelumnya pada benda lain belum ad

ra yang asli, lalu padanya diberi tanda tera Indonesia yang asli, yang semestinya tanda tera Indonesia yang asli tidak diberikan pada benda tadi.

Perbuatan menambah, artinya pada sebuah benda telah ada tanda teranya,

41

41

Karena unsur maksud yang demikian ini adalah berupa unsur subyektif, kehendak dalam batin petindak saja, maka digunakan benda bukan merupakan syarat

3. Membubuhi merek lain dari yang tersebut dalam pasal 254 dan 255 (pasal 256).

Pasal 256 merumuskan sebagai berikut :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun :

pasal 254 dan 255, yang menurut ketentuan UU harus atau boleh bungkusnya tersebut, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh b. Barangsiapa dengan maksud yang sama membubuhi merek pada benda

hukum.

au bungkusnya, padahal merek itu bukan untuk benda atau bungkusnya itu, dengan ditentukan untuk benda itu.

Pada dasarnya kejahatan pasal 256 ini sama dengan kejahatan pasal 254, akan tetapi mengenai tanda-tanda/merek (cap) yang lain sebagaimana yang dimaksud pada pasal 254 (cap negara atau cap/tanda dari ahli sipembuat benda emas dan perak), maupun lain dari pada yang dimaksud pasal 255 (tanda tera Indonesia palsu atau tanda tera dipalsu).

Menurut keterangan yang ada dalam MvT Rancangan KUHP Belanda mengenai kejahatan pasal 256 ini, diterangkan bahwa yang dimaksud dengan merek yang lain dari merek negara atau merek yang diberikan oleh sipembuat benda emas dan perak, adalah merek-merek yang dikeluarkan oleh Pemerintah incie dan Gemente). Juga ditegaskan merek dalam pasal 256 adalah untuk timbulnya kejahatan ini.

a. Barangsiapa membubuhi merek lain dari pada yang tersebut dalam dibubuhi pada benda atau bungkusnya secara palsu pada benda atau memakai benda itu seolah-olah mereknya asli dan tidak dipalsu.

atau bungkusnya dengan memakai cap yang asli dengan melawan c. Barangsiapa memakai merek yang asli untuk benda at

maksud untuk memakai benda itu seolah-olah merek tersebut

tidak termasuk merek dagang yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan swasta.

sum

ya uskan pada butir 1, 2

dan 3.

idak palsu.

dimaksudkan dan dengan maksud yang sama seper

larang orang memakai merek asli (selain merek dimaksudkan dalam pasal 254 dan 255) untuk benda sedangkan merek asli itu bukan diperuntukkan bagi benda atau bagi benda atau bungkusnya benda yang lain, atau menyuruh orang lain memakai benda itu ntukkan bagi benda dan/atau bungkusnya.

42

Merek-merek yang dimaksudkan oleh pasal 256 ini misalnya tanda bangan wajib pada kendaraan yang dikeluarkan suatu Pemerintah Daerah. Ada 3 kejahatan yang dirumuskan pada pasal 256 ini, sama dengan kejahatan

ng dirumuskan pada pasal 254, yang masing-masing dirum

Pada rumusan butir 1, melarang orang membubuhkan merek secara palsu dengan merek selain dari pada merek atau tanda sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 254 dan 255, yang menurut ketentuan UU harus atau boleh dibubuhkan pada bendanya atau pembungkusnya, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah merek yang asli dan t

Butir 2 melarang orang untuk menggunakan cap yang asli secara melawan hukum pada benda-benda yang

ti pada butir 1.

Rumusan pada butir 3 me atau tanda tera sebagaimana atau bungkusnya,

bungkusnya benda itu, melainkan dengan maksud untuk memakai seolah-olah merek tersebut benar diperu

42

Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, PT. Intermasa, Jakarta : 1981, hal 191.

4. Memalsukan ukuran dan timbangan yang sudah ditera (pasal 258). Pasal 258 merumuskan sebagai berikut :

a. Barangsiapa memalsu ukuran atau takaran, anak timbangan atau timbangan sesudah dibubuhi tanda tera, dengan maksud untuk memakai

g lain memakai benda itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.

idana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai ukuran atau takaran, anak timbangan atau timbangan yang

h-olah benda itu asli dan tidak dipalsu.

ya ada dalam KUHP kita dan tidak ada dalam engecualian dari asas concordantie. Kalau

da yang digunakan sebagai alat yang telah dibicarakan dimuka adalah

an pada pasal 258 justru bendanya.

a

atau menyuruh oran b. Dipidana dengan p

palsu, seola

Kejahatan pasal 258 ini han KUHP Belanda. Jadi merupakan p

kejahatan-kejahatan mengenai benda-ben pengukur, penakar dan penimbang

mengenai pemalsuan tanda teranya, tetapi kejahat merupakan kejahatan pemalsuan dibidang

Ada 2 bentuk kejahatan dalam pasal 258, masing-masing dirumuskan dalam ayat 1 dan 2 antara lain :

Unsur-unsur pada ayat 1 adalah : a. Unsur-unsur obyektif, yakni :

1) Perbuatan : memalsu. 2) Obyeknya :

) Ukuran (alat pengukur). b) Takaran (alat penakar). c) Timbangan (alat penimbang). 3) Yang sudah diberi tanda tera.

b. Unsur subyektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai benda itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu.

Unsur-unsur pada ayat 2 adalah : 1) Unsur-unsur obyektif : a) Perbuatan : memakai. b ak dipalsu. 2) U emakai atau m

ah benda-benda yang digunakan mengu

untuk menjaga/menjamin kebenaran hasil dari penggunaannya dalam perdagangan ) Obyeknya :

(1) Ukuran yang dipalsu. (2) Takaran yang dipalsu.

(3) Anak timbangan yang dipalsu. (4) Timbangan yang dipalsu. c) Seolah-olah benda itu asli dan tid

nsur subyektif : dengan sengaja.

Kejahatan dalam ayat 1 melarang perbuatan memalsu ukuran, takaran, anak timbangan dan timbangan yang sudah ditera dengan maksud untuk m

enyuruh memakai benda-benda itu seolah-olah benda yang asli dan tidak palsu. Sedangkan ayat 2 melarang perbuatan menggunakan benda-benda yang dipalsu tersebut. Benda-bena yang digunakan ini adalah benda-benda hasil dari kejahatan ayat 1.

Benda-benda obyek kejahatan ini adal

kur panjang (ukuran, meteran), untuk mengukur volume (takaran atau penakar), untuk mengukur berat (timbangan dan anak timbangan). Menurut ketentuan UU Ters LN 1949 No. 175 (diganti dengan UU No. 2 Tahun 1981),

maka dalam 1 tahun sekali harus diperiksakan pada Jawatan Tera. Ratio dari ketentuan ini agar benda-benda yang digunakan sebagai alat pengukur, penakar dan penimbang itu dalam pengunaannya menghasilkan ukuran (panjang, volume dan berat) yang benar. Mengapa harus setahun sekali ? karena benda-benda tersebut dalam pemakaiannya yang terus menerus dapat terjadi perubahan.

tanda tera yang bentuknya tertentu yang maksudnya berupabukti telah ditera atau di

sebaliknya jika terbukti tidak dapat digunakan, maka lalu diberi tanda tertentu

diadakan perbaikan seperlunya.

t telah iberi tanda tera, uktikan kebenaran maupun tanda tera apkir. Perbuatan

da yang sudah ditera itu.

ngan cara bagaimanapun

tau sebaliknya, mengurangi berat anak timbangan atau sebaliknya. Benda-benda yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu

rugikan masyarakat.

lahan dalam pasal 258 (1) adalah dengan maksud untuk -benda alat penakar, pengukur dan penimbang yang dipalsu nda alat penakar, pengukur dan penimbang yang tidak dipalsu. Oleh karena itu apabiladalam pemeriksaan terbukti baik, maka lalu diberi

tera ulang dan merupakan benda yang baik dan dapat digunakan. Tetapi,

yang disebut tanda apkir, yang artinya benda itu tidak dapat dipergunkan lagi sebelum

Obyek kejahatan ini adalah benda-benda tersebu baik tanda tera yang memb

memalsu adalah terhadap benda-ben

Perbuatan memalsu adalah berupa perbuatan de

mengubah terhadap benda-benda tersebut, misalnya berupa memendekkan ukuran atau sebaliknya, mengecilakan takaran a

ini bila digunakan akan me Unsur kesa

menggunakan benda tadi seolah-olah be

Adanya maksud yang demikian ini harus dibuktikan. Sedangkan kesalahan dalam

5. Menghilangkan Tanda Apkir pada Benda yang Ditera (pasal 259). Pasal 259 merumuskan sebagai berikut :

a. Barangsiapa menghilangkan tanda apkir pada benda yang ditera dengan seolah-olah tidak diapkir, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 b. Dipidana dengan pidana yang sama barangsiapa yang dengan sengaja persediaan untuk dijual suatu benda yang dihilangkan tanda apkirnya

ektif : maksud untuk memakai atau menyuruh memakai benda itu seol

b

pasal 258 (2) adalah dengan sengaja.

maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai benda itu tahun 4 bulan.

memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan atau mempunyai seolah-olah benda itu tidak diapkir.

Ada 2 kejahatan dalam pasal 259 masing-masing pada ayat 1 dan 2 antara lain :

Ayat 1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur-unsur obyektif :

1) Perbuatan : menghilangkan.

2) Obyeknya : tanda apkir pada benda yang ditera. b. Unsur suby

ah-olah benda yang tidak diapkir.

Ayat 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur-unsur obyektif :

1) Perbuatan : a) Memakai.

) Menjual. c) Menawarkan.

d) Menyerahkan.

e) Mempunyai persediaan untuk dijual.

2) Obyeknya : benda yang sudah dihilangkan tanda tera apkir.

b. Uns

tanda demikian tidak dapat lagi digunakan. Pada ayat 1,

ang dilarang pada ayat 2 adalah berupa perbuatan (mema

tanda a memak dalam

kesalahan pada ayat 1, yakni maksud (kesengajaan sebagai maksud) untuk

pasal 258 terhadap dua kejahatan, dimana yang pertama berupa kejahatan yang mengadakan/

ur subyektif : dengan sengaja.

Didepan sudah diterangkan bahwa tanda tera dapat berupa tanda tera apkir, artinya benda yang sudah diberi

perbuatan yang dilarang adalah berupa menghilangkan tanda apkir tadi. Menghilangkan artinya, menghapus atau membuang dengan cara bagaimanapun terhadap tanda tera apkir pada sebuah benda, yang akibatnya tanda apkir tadi menjadi hilang atau hapus dari benda itu.

Sedangkan perbuatan y

kai, menjual, dan sebagainya) terhadap bendanya (yang sudah dihilangkan pkirnya) dan bukan terhadap tanda apkirnya. Perbuatan seperti menjual, ai dan lain sebagainya harus telah terwujud untuk selesainya kejahatan ayat 2.

Unsur

menggunakan benda yang telah dihilangkan tanda apkirnya tadi sebagai benda yang tidak diapkir. Sedangkan unsur kesalahan pada ayat 2 adalah berupa kesengajaan (berupa sengaja). Kesengajaan disini harus ditujukan baik terhadap kelima perbuatan tersebut maupun terhadap tanda apkirnya.

mengh

erek dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001 ini adalah ng berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

te

asilkan benda-benda yang tidak asli atau benda-benda dipalsu, sedangkan yang kedua berupa kejahatan dengan menggunakan dan lain sebagainya terhadap bnda yang demikian, maka terhadap dua kejahatan itu dapat dilakukan sekaligus oleh orang yang sama, artinya terjadi perbarengan perbuatan (pasal 65).

Dengan demikian maka menurut sistem penjatuhan pidananya (hisapan yang dipertajam), kepada petindaknya dapat dijatuhi pidana lebih dari 3 tahun atau setinggi-tingginya 4 tahun.

Dengan maksud untuk melengkapi kejahatan-kejahatan pemalsuan merek (KUHP) ini, sebagai penutup ada baiknya dikemukakan sepintas tentang kejahatan merek dalam UU No. 19 Tahun 1992, dan kejahatan yang berhubungan dengan alat ukur, takar dan timbang (kejahatan tera) sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 1981.

Pengertian m “Tanda ya

susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.”

Terdiri dari merek dagang dan merek jasa. Mempunyai arti yang berbeda dengan merek pada rumusan kejahatan-kejahatan Bab XI Pemalsuan Materai dan Merek (Valschheid Zegels en Merken) dalam Buku II KUHP sebagaimana yang lah dibicarakan dimuka. Mengenai kejahatan merek menurut UU No. 15 Tahun 2001, yang dimuat dalam pasal 90, 91, 92, 93 dan 94.

Dalam rumusan kejahatan-kejahatan merek tersebut tidak satu rumusanpun ng tegas mengenai larangan perbuatan meniru atau memalsu merek dagang atau erek jasa mili

ya

m k orang atau badan yang terdaftar lebih dsahulu, melainkan m

elawan hukum.

kejahatan-kejahatan tera dalam UU No. 2 Tahun 1981, dirumu

dicantu akan dipidana

selam hun penjara dan/atau denda setinggi-tingginya satu juta ru

yakni :

empunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh

bang dan/atau perlengkapannya yang tidak

rlengkapannya yang tanda rusak.

d. Alat-alat ukur, takar, timbang dan/atau perlengkapannya yang setelah dipakaikembali ya yang panjang, isi, berat atau penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan berdasarkan pasal 12 huruf c UU No. 8 Tahun 1981 untuk tera ulang.

engenai larangan menggunakan dengan melawan hukum merek milik orang lain

Dokumen terkait