• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK KACA FILM MOBIL LLUMAR DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK KACA FILM MOBIL LLUMAR DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

No.1454/Pid.B/2006/PN.Medan) S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DARA TURSINA SIREGAR NIM : 040200171

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

No.1454/Pid.B/2006/PN.Medan) S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DARA TURSINA SIREGAR NIM : 040200171 Departemen Hukum Pidana

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

ABDUL KHAIR, SH. M.Hum NIP. 131842854

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SYAFRUDDIN HASIBUAN, SH. MH. DFM Dr. MARLINA, SH. M. Hum

NIP. 131 842 853 NIP. 132 300 072

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

(3)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan yang tiada henti-hentinya akan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan Hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan Jalan dan menuntun umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang yang disinari oleh Nur Iman dan Islam.

Penulis menyadari bahwa didalam pelaksanaan pendidikan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hamabatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalm penulisan ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya suatu masukan srta saran yang bersifat membangun dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(4)

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H.,M.Hum sebagai Pembantu Dekan I di Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H.M.H,DFM, sebagai pembatu Dekan II Fakultas Hukum USU sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I.

4. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Abdul Khair, S.H.,M.Hum sebagai ketua Jurusan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Nurmalawaty, S.H.,M.Hum sebagai sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas perhatian dan bimbingan ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

7. Ibu Marlina sebagai Dosen Pembimbing II.

8. Seluruh Staf Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

kekurangan.

Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmatnya dan Hidayah-Nya bagi kita semua. Amin ya Robbalalamin.

Medan, 1 Maret 2009 Penulis

(6)

ABSTRAKSI………..……… vi

Bab I : PENDAHULUAN A. Latar belakang……… 1

B. Perumusan masalah……….... 4

C. Tujuan dan manfaat penulisan………... 5

D. Keaslian penulisan………. 6

E. Tinjauan kepustakaan……… 6

Pengertian tindak pidana………... 6

Pengertian merek………... 8

Fungsi merek……….. 10

Jenis merek……… 11

Persyaratan merek yang dapat di daftar……….... 14

Prosedur pendaftaran merek……….. 17

Jangka waktu perlindungan merek terdaftar………. 20

Pengalihan dan pemberian hak atas merek terdaftar………….... 22

Merek kolektif………... 25

F. Metodologi penulisan……… 28

G. Sistematika penulisan……… 29

Bab II : PENGATURAN TINDAK PIDANA MEREK A. Pengaturan tindak pidana merek di Indonesia menurut UU No. 15 Tahun 2001……….... 32

B. Perlindungan merek secara Internasional……….. 42

Bab III : TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK A. Pengertian Pemalsuan Merek……….... 50

B. Tindakan-tindakan yang termasuk Pemalsuan……….. 50

(7)

B. Sarana Non-penal………... 76 C. Posisi kasus Tindak Pidana Pemalsuan Merek……….. 80 D. Analisis kasus Tindak Pidana Pemalsuan Merek……….. 86

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……… 92 B. Saran……….. 94 DAFTAR PUSTAKA... 95

(8)

dan/atau jasa, sehingga terhadap barang da/atau jasa dapat dibedakan kualitas barang tanpa hars khawatir untuk memilih mana barang yang asli dan barang yang palsu atau tiruan. Merek merupakan salah satu wujud karya hak kekayaan intelektual yang sering kali dijadikan sasaran pemalsuan dan tiruan oleh para pelaku tindak pidana kejahatan khususnya dibidang merek. Tindak pidana merek menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek secara konkrit diatur dalam ketentuan pidana Bab XIV pasal 90 sampai dengan pasal 94 dan juga diatur dalam Buku ke II Bab XI pasal 253 sampai dengan pasal 262 KUHP mengenai memalsukan materai dan merek. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan substansi dalam menentukan unsur-unsur perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana merek. Perlindungan hukum atas merek hanya terbatas pada merek terdaftar yang sifatnya eksklusif yang hanya diberikan negara kepada pemilik merek terdaftar. Artinya, bahwa perlindungan atas merek terdaftar diberikan sejak diterimanya permohonan pendaftaran merek dan tercatat dalam daftar umum merek sebagai salah satu merek terdaftar.

Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum mengenai tindak pidana pemalsuan merek di Indonesia, tindakan-tindakan apa saja yang dapat disebut atau dikategorikan sebagai tindak pidana pemalsuan merek serta bagaimana upaya penanggulangan terhadap pemalsuan merek di Indonesia.

UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan salah satu instrumen dalam menjatuhkan ancaman hukuman pidana kepada terdakwa dalam studi putusan (No.1454/Pid.B/2006/PN.Medan), yang secara sah terbukti bersalah menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain. Pertimbangan yang diambil oleh hakim dalam menjatuhkan putusan ini didasarkan pada unsur-unsur yang terdapat dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang diatur dalam pasal 90 yaitu tentang perbuatan yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.

(9)

Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan :

“Merek tidak dapat di daftar atas dasar permohonan yang di ajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik”.

Dari ketentuan pasal diatas dapat dinyatakan bahwa dalam UU merek tahun 2001 menganut sistem konstitutif yang bertujuan untuk melindungi pemilik yang tidak beritikad baik. Hanya permintaan yang di ajukan oleh pemilik merek yang beritikad baik saja yang dapat diterima untuk di daftarkan.1

Sama halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual lainnya, maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual. Secara eksplisit, hak merek disebut sebagai benda immateril.2 Dalam konsiderans UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek bagian menimbang butir a, yang berbunyi :

“Bahwa di dalam era perdagangan global sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah di ratifikasi Indonesia, peranan merek sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat”.

1

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, PT. Alumni, Bandung, 2003, hal 345.

2

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 329.

(10)

Mengapa merek dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat, dengan merek maka produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadang kala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau diletakkan pada satu produk tetapi ia bukan produk itu sendiri. Sering kali setelah barang itu dibeli mereknya tidak dapat dinikmati oleh si pembeli.

Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli benda materilnya yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tidak dapat memberi apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak menyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya intelektual. Sebuah karya yang di dasarkan kepada olah pikir manusia yang kemudian terjelma dalam bentuk benda immateril.

Suatu hal yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek dalam kerangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa kelahiran hak atas merek itu di awali dari temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainya. Misalnya hak cipta pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf, ada hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu dilindungi tetapi mereknya itu sendiri sebagai tanda pembeda.3

Permasalahan hak atas kekayaan intelektual (intelectual property right) banyak mendapatkan perhatian baik dari pemerintah, kalangan akademis maupun

3

(11)

masyarakat luas. Hal ini tidak terlepas dari mulai berkembangnya kesadaran untukmemberikan perlindungan bagi karya intelektual seseorang dengan memberikan hak-hak khusus bai mereka. Penghargaan terhadap karya intelektual diperlukan untuk menumbuhkandan mengembangkan daya kreatifitas serta inovatif masyarakat. Semangat kreatifitas tersebut akan sangat berarti bagi kelancaran pembangunan khususnya dalam upaya untuk memenuhi segala kebutuhan hidup masyarakat modern yang semakin kompleks. Permasalahan mengenai hak atas kekayaan intelektual akan menyentuh berbagai aspek kehidupan baik teknologi, industri, sosial, budaya dan berbagai aspek lainnya. Aspek terpenting yaitu aspek hukum. Dalam hal ini hukum diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual khususnya hak atas merek sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya pembangunan yang dilaksanakan. Hal ini senada dengan pendapat Asikin Kusuma Atmadja yaitu sebagai berikut :

“Ditinjau dari segi hukum suatu penemuan atau hasil karya/produk hanya akan mempunyai arti bagi pemiliknya jikalau bagi pemilik tersebut tersedia sarana-sarana huku untuk melindungi hasil karyanya terhadap perbuatan-perbuatan orang lain (kompetitor) yang mencari keuntungan secara tidak sehat dalam perdagangan dengan cara meniru produk/hasil karya tersebut.”4

Salah satu unsur/bagian dari hak atas kekayaan intelektual yang juga perlu mendapat perhatian adalah merek, baik merek dagang maupun merek jasa. Hal ini sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan dibidang industri, perdagangan,

4

Asikin Kusuma Atmadja, Beberapa Catatan atas makalah Sdr. Bambang Kesowo,

Perlindungan Hukum Hak Milik Perindustrian, seminar Hak Milik Perindustrian Fakultas Hukum

(12)

terbukanya pasar dunia, dan sekin majunya pergaulan antar bangsa, turut menuntu peningkatan perhatian terhadap masalah ini.5

Dalam skripsi ini penulis menganalisis terhadap Studi Putusan No.1454/Pid.B/2006/PN.Medan, dimana dalam putusan tersebut, pelaku tindak pidana merek dikenakan pasal 90 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dengan pidana penjara 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Seharusnya bila menurut ketentuan pasal 90 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, terdakwa semestinya dipidana dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka dapatlah diambil beberapa permasalahan yaitu :

1. Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai Tindak Pidana Pemalsuan Merek di Indonesia ?

2. Tindakan-tindakan apa saja yang disebut Tindak Pidana Pemalsuan Merek? 3. Bagaimanakah upaya penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan Merek di

Indonesia ?

5

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah kiranya bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang hukum yang mengatur mengenai tindak pidana merek dan juga tindak pidana/delik umum (pemalsuan) sebagaimana yang diatur dalam KUHP, dan juga diluar KUHP. Adapun yang menjadi tujuan dalam skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi konsep pertanggung jawaban pidana dalam tindak pidana dibidang merek dan tindak pidana pemalsuan.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana pemalsuan dibidang merek.

Adapun manfaat yang diharapkan dari peulisan ini terdiri dari dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, dan kedua manfaat ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang pemalsuan merek dan dapat menjadi bahan masukkan dalam memberikan informasi dibidang hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya dalam hal menyangkut tindak pidana merek.

2. Secara praktis

a. Menjadi sumbangsih sebagai bahan masukkan serta untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi aparatur penegak hukum dan memberi informasi kepada masyarakat tentang pemahaman tentang merek.

(14)

b. Sebagai bahan masukkan kepada pemerintah, aparatur penegak hukum dan masyarakat tentang pentingnya perlindungan atas merek dari perbuatan yang dapat memalsukan ataupun memperdagangkan merek serta hal-hal yang harus dilaukan dalam upaya mnanggulangi tindak pidana dibidang merek.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Tindak Pidana Pemalsuan Merek Kaca Film Mobil LLUMAR dan Upaya Penanggulangannya” adalah benar merupakan hasil karya penulisan yang mana sumbernya diperoleh dari berbagai literatur dan studi berupa putusan menyangkut pidana pemalsuan merek, dan sepanjang sepengetahuan penulis berdasarkan data keputusan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian tindak pidana

Dalam kepustakaan hukum pidana, istilah tindak pidana merupakan istilah yang dipakai berbagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda strafbaarfeit.6 Sebenarnya, banyak istilah yang digunakan yang menunjuk pada pengertian strafbaarfeit. Berbagai istilah yang digunakan untuk menunjuk pengertian strafbaarfeit antara lain :

a. Peristiwa pidana, dipakai dalam UUDS 1950 Pasal 14 ayat (1).

6

Hermien Hadiati Koeswadji, Suatu Tinjauan Ringkasan Sistem Pemidanaan di

(15)

b. Perbuatan pidana, dipakai misalnya oleh UU No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara dan Cara Pengadilan-pengadilan Sipil.

c. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, dipakai oleh UU Darurat No. 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonantie Tijdelijke byzondere bepalingen. d. Hal yang diancam dengan hukum dan peraturan-peraturan yang dapat

dikenakan hukuman, dipakai oleh UU Darurat No. 16 Tahun 1951 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.

e. Tindak pidana, dipakai oleh UU Darurat No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum, UU Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan Penetapan Presiden No. 7 Tahun 1964 tentang Kewajiban Kerja Bakhti dalam rangka Pemasyarakatan Bagi Terpidana Karena Tindak Pidana Yang Berupa Kejahatan.7

Menurut Sudarto, pemakaian istilah yang bermacam-macam tersebut tidak menjadi soal, asal diketahui apa yang dimaksud dengan istilah tersebut dan apa isi pengertian itu. Berkaitan dengan berbagai istilah tersebut, penulis lebih condong sependapat dengan Sudarto yang menggunakan istilah tindak pidana untuk menunjuk pada pengertian strafbaarfeit. Menurut Sudarto, penggunaan istilah tindak pidana didasarkan atas pertimbangan yang bersifat sosiologis, sebab istilah tersebut sudah dapat diterima (dan karenanya tidak asing lagi didengarkan) oleh masyarakat.8

7

Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas

Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 67. 8

(16)

Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya, masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban (Iswanto : 1995) sebagai obyek dalam ilmu hukum pidana masalah perbuatan jahat perlu dibedakan dalam :

a. Perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat dipandang secara kongkret sebagaimana terwujud dalam masyarakat, yaitu perlu manusia yang memperkosa/menyalahi norma-norma dasar masyarakat secara kongkret. Ini adalah pengertian perbuatan jahat dalam arti .

b. Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana adalah perbuatan jahat sebagaimana terwujud in abstracto dalam peraturan-peraturan pidana. Berkaitan dengan tema dalam Bab ini, masalah pebuatan jahat yang akan dibahas adalah masalah perbuatan jahat dalam arti yang kedua.

2. Pengertian merek

Salah satu bidang kajian dalam HAKI yang cukup berperan dalam bisnis dewasa ini adalah masalah Merek (trademark), Karena masalah merek erat sekali dengan produk yang ditawarkan oleh produsen baik berupa barang maupun jasa. Bagi konsumen timbul suatu prestise tersendiri bila ia menggunakan merek tertentu.9 Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang Merek Tahun 2001 disebutkan :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur tersebut yang memiliki daya

9

Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelekual di

(17)

pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(prosedur dan tata cara memperoleh haki dibidang hak cipta paten dan merek).”

Pada zaman modern dewasa ini, dengan perkembangan industri dan perdagangan, peranan tanda pengenal berkaitan dengan hasil industri dan barang dagangan makin menjadi penting. Hal ini memang didahului oleh peranan para gilda pada abad pertengahan, yang memberikan tanda pengenal atas hasil kerajinan tangannya dalam rangka mengadakan pengawasan barang-barang sebagai hasil pekerjaan anggota gilda sejawatan. Sebagai akibat diberikannya tanda pengenal atas barabg-barang hasil pekerjaan itu, timbul cara yang mudah untuk memasarkan barang-barangnya.10

Pencantuman pengertian merek sekarang ini pada dasarnya banyak kesamaan di antara negara peserta Paris Convention, karena mereka mengacu pada ketentuan paris Convention tersebut. Hal ini terjadi pula pada negara berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang.11

Melihat rumusan merek masih bersifat umum, maka rumusan merek pun dapat dijumpai dalam literatur HAKI yakni para sarjana mencoba memberikan rumusan tentang merek, antara lain dikemukakan oleh:

a. Sudargo Gautama, menurut perumusan pada Paris Convention, maka suatu trademark atau merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang

10

Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual khususnya Paten dan Merek, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1990, hal 44-45.

11

Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah Teori dan

(18)

berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain.

b. R. M. Suryodiningrat, barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibingkus dan pada bungkusannya itu dibubuhi tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan.12

3. Fungsi merek

Merek berfungsi sebagai pembeda dari produk barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum lain. Barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum tersebut merupakan barang atau jasa yang sejenis, sehingga perlu diberi tanda pengenal untuk membedakannya. Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudahan pemakaiannya, atau hal-hal lain yang pada umumnya berkenaan dengan teknologinya. Sedangkan bagi pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran. Dari pihak konsumen, merek diperlukan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.13

Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh Commercial Advisory Foundation in Indonesia (CAFI) bahwa masalah paten dan

12

Sentosa Sembiring, Op Cit, 32. 13

(19)

trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha-usaha industri dalam rangka penanaman modal.

Realisasi dari pengaturan merek tersebut juga akan sangat penting bagi kemantapan perkembangan ekonomi jangka panjang. Juga merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam menghadapi mekanisme pasar bebas yang akan dihadapi dalam globalisasi pasar internasional. Pamor Indonesia pun akan bertambah serta akan dianggap sudah cukup dewasa untuk turut serta dalam pergaulan antar bangsa-bangsa.14

4. Jenis merek

UU Merek Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam pasal 1 butir (2) dan (3) UU Merek Tahun 2001 yaitu merek dagang dan merek jasa. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif.15 Mengenai pengertian merek dagang pasal 1 butir 2 merumuskan sebagai berikut :

“Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.”

14

Muhamad Djumaha dan R. Djubaedillah, Op Cit, hal 160. 15

(20)

Sedangkan merek jasa menurut pasal 1 butir 3 diartikan sebagai :

“Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.”

Pengklasifikasian merek semacam ini kelihatannya diambil alih dari Konvensi Paris yang dianut dalam pasal 6 sexies. Disamping sejenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yakni :

a. Merek lukisan (beel mark). b. Merek kata (word mark). c. Merek bentuk (form mark).

d. Merek bunyi-bunyian (klank mark). e. Merek judul (title mark).

Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata dan merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal beberapa huruf ph, sh.

Selanjutnya R. M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis yaitu :

a. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : Good Year, Dunlop sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

(21)

b. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setik-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

c. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya : Rokok putih merek Escort yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya Escor. Teh wangi merek Pendawa yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya Pendawa Lima.16

Lebih lanjut Prof. Soekardono, SH., mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu Undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan :

a. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark). b. Merek dengan perkataan (word mark).

c. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.17

Disamping itu saat ini dikenal pula merek dalam bentuk tiga dimensi (three dimensional trademark) seperti merek pada produk minuman Coca-Cola dan Kentucky Fried Chicken. Di Australia dan Inggris, definisi merek telah berkembang luas dengan mengikut sertakan bentuk dan aspek tampilan produk didalamnya. Di Inggris, perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol merek sebagai suatu merek. Perkembangan ini makin mengindikasikan kesulitan membedakan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk. Selain itu, kesulitan juga muncul karena selama ini terdapat perbedaan antara merek dengan barang-barang yang ditempeli merek tersebut. Menurut acuan selama ini, gambaran produk yang direpresentasikan oleh bentuk, ukuran dan

16

R. M. Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, Edisi Pertama, Tarsito, Bandung, 1981, hal. 15.

17

(22)

warna tidaklah dapat dikategorikan sebagai merek. 18Misalnya : “rumah biru kecil” (small blue house) tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek karena menggambarkan bentuk rumah. Kemungkinan untuk mendaftarkan merek dengan mempertimbangan benuk barang telah menjadi bahan pemikiran pada contoh diatas. Tampilan produk mungkin juga tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek tapi ini dapat menjadi bahan pertimbangan jika ada produk lain yang mungkin memiliki tampilan serupa. Dibeberapa negara, suara, bau, dan warna dapat didaftarkan sebagai merek.

5. Persyaratan merek yang dapat di daftar

Sebuah merek dapat disebut merek bila mempunyai syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing). Maksudnya, tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya pembeda ini, merek harus dapat memberikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.19

Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama mengemukakan bahwa :

“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembeda dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembeda dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya : bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk pembungkusnya yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.”20

18

Smith Kline, French Laboratories Australia Ltd versus Pengadilan Merek, 1967, 116 CLR 628.

19

Muhamad Djumaha dan R. Djubaedillah, Op Cit, hal 160. 20

(23)

Ketentuan UU Merek No. 15 Tahun 2001 mengatur lebih lanjut, apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek.21

Menurut pasal 5 UU Merek Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur dibawah ini :

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

b. Tidak memiliki daya pembeda.

c. Telah menjadi milik umum.

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftar.

Permohonan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Direktoral Jendral HAKI, apabila merek tersebut :

a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang digunakan sebagai merek dan terdaftar dalam daftar umum merek yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol atau lembaga nasional (termasuk organisasi masyarakat ataupun organisasi sosial politik) maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

21

(24)

c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemeintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Dengan demikian, dari ketentuan diatas, tidak semua tanda dapat didaftar sebagai merek. Hanya tanda-tanda yang memenuhi syarat dibawah ini yang dapat didaftar sebagai merek, yaitu :

a. Mempunyai daya pembeda (distinctivem distinguish).

b. Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa yang dapat berupa gambar (lukisan), nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

c. Tanda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, bukan tanda bersifat umum dan tidak menjadi milik umum, atau bukan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarnya.

d. Tanda tersebut juga tida mempunyai persamaan dengan merek lain yang terdaftar lebih dahulu, merek terkenal, atau indikasi geografis yan sudah dikenal.

e. Tidak merupakan, menyerupai atau tiruan tanda lainnya yang dimiliki oleh suatu lembaga atau negara tertentu.22

22

(25)

6. Prosedur pendaftaran merek

Mengenai persyaratan dan tata cara permohonan pendaftaran merek diatur dalam pasal 7 sampai dengan 17 UU Merek Tahun 2001. Sebelumnya, hal yang sama dapat dijumpai dalam pasal 8 sampai dengan 18 UU No. 19 Tahun 1992, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek.

Adapun hal-hal yang harus dicantumkan dalam formulir permohonan pendaftaran merek tersebut sebagai berikut :

a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan :

1) Tanggal, bulan dan tahun.

2) Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon.

3) Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa.

4) Warna-warna apabila merek dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna.

5) Nama negara dan tanggal permintaan meek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

(26)

c. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.

d. Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.

e. Dalam hal permohonan diajukan oleh lebh dari satu pemohon yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.

f. Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis daripara pemohon yang mewakilkan.

g. Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas merek tersebut.

h. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

i. Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputsan Presiden.23

Surat permohonan diatas juga harus dilengkapi dengan :

a. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya adalah miliknya.

23

(27)

b. Dua puluh helai etiket merek yang bersangkutan.

c. Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian badan hukum atau salinan yang sah akta pendirian badan hukum, apabila pemilik merek adalah badan hukum.

d. Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa.

e. Pembayaran seluruh biaya dalam rangka permintaan pendaftaran merek, yang jenis dan besarnya ditetapkan degan Keputusan Menteri, pasal 10 ayat (1).24

7. Jangka waktu perlindungan merek terdaftar

Dengan didaftarnya merek, pemiliknya mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum. Dalam pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dinyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan mengunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Hak khusus memakai merek ini berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Karena suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada yang bersangkutan, hak itu dapat dipertahankan terhadap siapapun. Tentunya hak atas merek ini hanya diberikan kepada pemilik yang beritkad baik. Pemilik merek yang beritikad buruk, mereknya tidak dapat didaftar. Pemakaian merek terdaftarnya bisa untuk produk barang maupun jasa.25

24

Ibid, hal 369. 25

(28)

Pasal 28 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek mengatur mengenai jangka waktu perlindungan merek terdaftar, yang menyatakan bahwa :

“Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu dapat diperpanjang.”

Jangka waktu perlindungan ini jauh lebih lama dibandingkan dengan pasal 18 Persetujuan TRIPs yang hanya memberikan perlindungan hukum atas merek terdaftar selama 7 (tujuh) tahun dan setelah itu dapat diperbaharui lagi. Pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama dengan ketentuan merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam sertifikat merek tersebut dan barang atau jasa dimaksud masih diproduksi dan diperdagangkan. Permohonan perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal HAKI secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar yang bersangkutan. Hal ini berbeda dari UU Merek yang lama, dalam Undang–undang Merek yang baru ini jangka waktu untuk mengajukan permohonan perpanjangan paling lama cepat 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan merek tersebut sampai dengan tanggal berakhirnya perlindungan merek. Hal itu dimaksudkan sebagai kemudahan bagi pemilik merek.

Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat pula ditolak oleh Direktorat Jenderal HAKI apabila permohonannya tidak memenuhi ketentuan diatas atau merek tersebut mempunyai peramaan pada

(29)

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik orang lain. Penolakan permohonan perpanjangan diberikan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal HAKI kepada pemilik merek atau kuasanya dengan meyebutkan alasannya. Terhadap penolakan permohonan perpanjangan, pemilik merek atau kuasanya dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga. Putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.

Perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dicatat dalam daftar umm merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek dan juga diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya. Setiap pemilik merek terdaftar juga dapat mengubah nama dan/atau alamatnya dengan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal HAKI dan dikenai biaya untuk dicatat dalam daftar umum merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut. Perubahan nama dan/atau alamat pemilik merek terdaftar yang telah dicatat oleh Direktorat Jenderal HAKI tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

8. Pengalihan dan pemberian hak atas merek terdaftar

Sama dengan hak milik intelektual lainnya, hak merek sebagai hak kebendaan immaterial juga dapat beralih dan dialihkan. Ini suatu bukti bahwa UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek telah mengikuti prinsip-prinsip hukum benda yang dianut oleh seluruh negara didunia dalam penyusunan Undang-undang Mereknya. Sebagai hak kebendaan immaterial merek harus pula dihormati sebagai hak pribadi pemakainya. Wujud dari penghormatan hak pribadi itu adalah diakuinya Undang-undang tentang keberadaan hak milik, apakah itu hak milik

(30)

atas benda materil ataupun hak milik atas benda immateril seperti hak merek. Hak milik26 sebagai hak kebendaan yang paling sempurna tentu saja jika dibandingkan dengan hak kebendaan yang lain memberikan kenikmatan yang sempurna pula kepada pemiliknya. Salah satu wujud pengakuan dari hak kebendaan yang sempurna itu adalah, diperkenankannya oleh Undang-undang hak kebendaan itu beralih atau dialihkan oleh si pemilik.

Selanjutnya istilah hak milik demikian Prof. Mahadi menulis, mengandung arti bahwa benda yang dikuasai dengan hak milik dapat diturunkan kepada ahli waris, dapat dialihkan kepada orang lain, dan dapat diperjualbelikan27 lebih jauh lagi dapat dipertahankan kepada siapa saja. Namun demikian penggunaan terhadap hak milik dan hak-hak atas benda lainnya tetap ada pembatasannya baik dalam cara penggunaannya maupun dalam hubungan-hubungan hukum yang lain.28

Kembali kepada pokok pembicaraan mengenai hak merek. Jika hak merek itu dapat beralih dan dialihkan, persoalannya kemudian adalah bagaimana bentuk dan tata cara pengalihan hak merek itu dilakukan?

Pertanyaan yang pertama dapat dijawab oleh pasal 40 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001, yang berbunyi :

Hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena : a. Pewarisan.

b. Wasiat. c. Hibah.

26

Mariam Darus Badrul Zaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, hal 43, bandingkan juga dengan A. P. Parlndungan mengenai pengertian terkuat terpenuh hak milik atas tanah, hal 65.

27

Mahadi, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional, BPHN, Jakarta, 1981, hal 71.

28

(31)

d. Perjanjian.

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Perlu dicatat bahwa, jika pengalihan hak merek itu dalam bentuk sebagaimana dimaksud oleh butir a, b, dan c maka ketentuan untuk itu di Indonesia saat ini masih bersifat pluralisme. Hukum waris, hibah dan wasiat belum ada yang berlaku secara unifikasi, masih berbeda untuk setiap golongan penduduk. Ada yang tunduk kepada hukum adat, ada yang tunduk kepada hukum islam, dan ada yang tunduk kepada hukum perdata yang termuat dalam KUH Perdata.

Oleh karena itu pula sekaligus menjawab pertanyaan kedua, jika pengalihan hak merek itu oleh pasal 40 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2001 dikatakan harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang mendukungnya, maka pertama-tama yang harus diperhatikan adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bentuk pengalihan itu haruslah dikaitkan dengan peristiwa pelepasan hak tersebut dengan berbagai-bagai pilihan terhadap kaedah hukum dan berbagai-bagai akibat hukum yang ditimbulkannya sesuai dengan sifat kaidah hukumnya yang pluralistis tersebut.

Sedangkan pengalihan melalui perjanjian, oleh karena prinsip hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak maka haruslah diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian (vide pasal 1320 KUH Perdata) dan syarat-syarat umum lainnya, sebagaimana termaktub dalam pasal 1319 KUH Perdata.

Penjelasan pasal 40 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001, hanya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan

(32)

perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, misalnya kepemilikan merek karena pembubaran badan hukum yang semua pemilik merek. Dokumen yang dimaksud antara lain Sertifikat Merek dan bukti lainnya yang mendukung pemilikan hak tersebut.

Persoalannya yang agak rumit bagaimana jika hak merek itu pelepasannya dengan sistem bagi hasil, jual beli, beli sewa atau bentuk-bentuk perjanjian tak bernama lainnya, ternyata tidak ditemukan jawaban lebih lanjut dalam UU No. 15 Tahun 2001.

Oleh karena UU No. 15 Tahun 2001 tidak ada menyebutkan bahwa Hak Merek ini dapat dijadikan objek jaminan, tetapi hanya menyebutkan dapat dialihkan dengan suatu perjanjian maka hak merek itu merupakan hak kebendaan, maka ia tetap dapat dijadikan objek jaminan dan pengaturannya tunduk pada prinsip-prinsip hukum perjanjian dan kaedah-kaedah normatif yang tertuang dalam Buku III KUH Perdata. Bentuk lembaga jaminannya adalah fidusia, alasannya adalah oleh karena hak merek ini lebih tepat kalau diklasifikasikan ke dalam klasifikasi benda terdaftar, bukan klasifikasi benda bergerak atau benda tidak bergerak. Oleh karena itu, lembaga gadai kurang tepat, tetapi hipotik masih memungkinkan. Dengan fidusia Sertifikat Merek (tentu saja berikut haknya) dapat dijadikan jaminan, namun harus dicatat Dalam Daftar Umum Merek, bahwa hak merek itu sedang dijadikan objek jaminan.

Selanjutnya undang-undang ini juga memerintahkan, pengalihan hak merek itu harus dicatat melalui permohonan kepada Ditjen HAKI dan dimuat dalam Daftar Umum Merek untuk selanjutnya diumumkan dalam Berita Resmi

(33)

Merek (penerapan asas publisitas). Dengan demikian maka akibat hukum dari pengalihan merek ini berlaku terhadap pihak yang bersangkutan dan pihak ketiga.

9. Merek kolektif

Ketentuan mengenai merek kolektif ini merupakan hal yang baru dalam UU Merek Tahun 2001. Tetapi jika ditelusuri lebih lanjut ketentuan yang semacam ini (adanya pengklasifikasian merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif), sudah lama dijumpai dalam Konvensi Paris 1883.

Pengertian merek kolektif disebutkan dalam pasal 1 butir 4 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menyatakan :

“Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.”

Dari pengertian tersebut, merek kolektif ini dapat berupa merek barang atau merek jasa yang memiliki karakteristik yang sama yang dipergunakan secara bersama-sama atau kolektif oleh beberapa orang atau badan dengan tujuan untuk membedakan dengan merek barang atau merek jasa sejenis lainnya yang juga diperdagangkan.29

Berbeda dengan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Konvensi Paris 1883 memberikan batasan tentang merek (dagang) kolektif yaitu, merek (dagang) yang digunakan untuk barang-barang hasil produksi suatu usaha tertentu, tapi

29

(34)

berlaku sebagai merek dagang jaminan atau ballmark atas barang-barang hasil produksi atau yang disalurkan oleh kelompok-kelompok atas jenis-jenis usaha tertentu atau atas barang-barang yang memiliki mutu khusus.30

Tanda-tanda yang diperkenalkan dengan istilah merek kolektif tersebut bukan berfungsi untuk membedakan barang-barang atau jasa-jasa dari suatu perusahaan terhadap perusahan lain, tetapi merek kolektif ini dipakai untuk membedakan asal-usul geografis atau karakteristik yang berbeda pada barang-barang atau jasa-jasa dari perusahaan perusahaan yang berbeda yang memakai merek sama secara kolektif dibawah pengawasan dari yang berhak. Dengan perkataan lain, benda dan jasa tersebut diberikan jaminan tertentu mengenai kualitasnya.31

Di negara-negara lain peraturan yang semacam ini diartikan sebagai “Regulation”. World Intellectual Property Organization menyebutkan istilah semacam itu dengan sebutan “the Regulation Concerning the Use of Collective Mark”.32 Walaupun peraturan mengenai penggunaan merek kolektif dibuat oleh pemilik merek yang bersangkutan, UU mengharuskan ketentuan penggunaan merek kolektif paling sedikit memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan.

b. Peraturan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut.

30

E.A. Mout-Bouman, Merek Dagang Indonesia, Seminar Hak Milik Intelektual, hal. 3. 31

Sudargo Gautama, Op Cit, hal 54-55.l 32

(35)

c. Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan merek kolektif.

Ketentuan penggunaan merek kolektif dapat diubah sepanjang diperlukan. Perubahannya wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal HAKI dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut. Pencatatan perubahannya sudah tentu dicatat dalam Daftar Umum Merek dan selanjutnya diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Perubahan ketentuan penggunaan merek kolektif baru berlaku bagi pihak ketiga setelah dicatat dalam Daftar Umum Merek. Ketentuan perubahan ketentuan penggunaan merek kolektif ini diatur dalam pasal 53 UU Merek Tahun 2001.33

F. Metode Penelitian

Didalam pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini penulis telah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi ini, dan hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Adapun data-data Metode Penelitian yang dipergunakan oleh penulis didalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, yang menggambarkan secara terperinci, menelaah dan menganalisa peraturan perundang-undangan khususnya UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berkaitan dengan tinak pidana merek.

33

(36)

2. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meliputi : a. Penelitian kepustakaan (library research)

Yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti : peraturan perundang-undangan, buku-buku, pendapat sarjana dan bahan lainnya.

b. Penelitian lapangan (field research)

Yaitu dengan melakukan penelitian secara langsung ke lapangan, sehingga penulis dapat melakukan studi putusan, dalam hal ini penulis melakukan penelitian ke Pengadilan Negeri Medan.

c. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan cara analisis kualitatif. Dalam hal ini pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis guna memberikan gambaran secara jelas, jawaban atas permasalahan dalam skripsi.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Dalam Bab pendahuluan, penulis terlebih dahulu menguraikan tentang gambaran umum atau keseluruhan skripsi ataupun konsep umum dari skripsi baik berupa : latar belakang skripsi, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,

(37)

tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Pengaturan Tindak Pidana Merek

Dalam pembahasan Bab II ini memaparkan tentang bagaimana pengaturan tindak pidana merek di Indonesia menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan perlindungan merek secara Internasional.

BAB III : Tindak Pidana Pemalsuan Merek

Dalam pembahasan Bab III dijelaskan secara lengkap mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian pemalsuan merek dan dijelaskan juga secara terperinci mengenai tindakan-tindakan yang termasuk jenis pemalsuan khususnya dibidang merek.

BAB IV : Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan Merek

Dalam pembahasan Bab IV ini memaparkan tentang kasus posisi tindak pidana pemalsuan merek terhadap studi putusan No.1454/Pid.B/2006/PN.Medan. Dalam pembahasan akan diuraikan tentang duduk perkaranya dan kemudian di analisis sesuai dengan ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, ataupun berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku sehingga diperoleh suatu hasil atas permasalahan dalam skripsi ini. Menjelaskan pentingnya pemberantasan tindak pidana dibidang merek ini baik dengan menggunakan sarana penal dan juga sarana non-penal.

(38)

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Untuk Bab kesimpulan dan saran dalam hal ini merupakan kesimpulan atas skripsi tentang “Tindak Pidana Pemalsuan Merek dan Upaya Penanggulangannya” serta saran sedemikian rupa sebagai suatu kontribusi penulisan skripsi.

(39)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA MEREK

A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Merek di Indonesia Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001

Hak atas merek merupakan hak milik perseorangan, tetapi tidak menyebabkan hapusnya tuntutan hukuman pidana terhadap pelanggaran hak atas merek terdaftar. Oleh karena itu, agar pelaksanaan hak tersebut dapat berlangsung dengan tertib, negara juga mengancam pidana atas pelanggaran tertentu terhadap Undang-undang Merek maupun ketentuan lain yang terdapat dalam KUHP. Dengan ungkapan lain, bahwa hak untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak atas merek.34

Undang-undang Merek juga tidak merinci lebih lanjut macam jenis tindak pidana hak atas merek tersebut, tetapi yang jelas perbuatan yang melanggar hak pemilik merek terdaftar merupakan tindak pidana dibidang merek sebagaimana diatur dalam pasal 90 sampai dengan pasal 95 UU No. 15 Tahun 2001.

Dibandingkan dengan UU No. 21 Tahun 1961, UU No. 15 Tahun 2001 mencantumkan ancaman hukuman pidana kepada siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya atau pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain. Tindak pidana ini merupakan

34

(40)

tindak pidana kejahatan yang ancaman hukuman pidananya diatur dalam pasal 90 dan 91 UU No. 15 Tahun 2001.

Kemudian UU No. 15 Tahun 2001 juga mencantumkan ancaman hukuaman pidana kepada siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan atau pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain. Demikian pula diancam hukuman pidana bagi siapa saja yang melakukan perbuatan pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis. Tindak pidana inipun merupakan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukuman pidananya ditentukan dalam pasal 92 UU No. 15 Tahun 2001.

Selanjutnya, pasal 93 UU No. 15 Tahun 2001 juga memberikan ancaman hukuman pidana kepada siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa, sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut. Tindak pidana jenis ini juga merupakan tindak pidana kejahatan.

Bagi siapa saja yang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut menggunakan merek terdaftar milik pihak lain atau menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi geografis dan indikasi asal, diancam dengan pelanggaran. Ancaman hukuman pidananya disebutkan dalam pasal 94 UU No. 15 Tahun 2001.

(41)

Ancaman sanksi hukuman pidana tindak pidana hak merek (menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek) :

Ancaman hukuman pidana No Pasal

Penjara Denda

Keterangan

1 90 5 tahun Rp 1.000.000.000,00 Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain unuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.

2 91 4 tahun Rp 800.000.000,00 Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi

(42)

dan/atau diperdagangkan.

3 92(1) 5 tahun Rp 1.000.000.000,00 Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar.

4 92(2) 4 tahun Rp 800.000.000,00 Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar.

(43)

5 92(3) Perbuatan pencatatan asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis.

6 93 4 tahun Rp 800.000.000,00 Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi indikasi asal pada barang atau jasa yang dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut.

7 94 1 tahun Rp 200.000.000,00 Perbuatan

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang

(44)

diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersbut

merupakan hasil pelanggaran sebagaimana

dimaksud dalam pasal 90, 91, 92 dan 93.

Dari pasal-pasal tersebut, terdapat 7 ancaman jenis perbuatan atau kegiatan dikategorikan sebagai tindak pidana dibidang merek, yaitu :

1. Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan. Tindak pidana merek ini disebut dalam pasal 90, yang dapat ditemukan unsur-unsurnya, yaitu :

a. Dengan sengaja. b. Tanpa hak.

c. Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.

2. Menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan. Demikian tindak pidana merek ini disebut dalam pasal 91, yang unsur-unsur tindak pidananya, yaitu :

(45)

a. Dengan sengaja. b. Tanpa hak.

c. Menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.

3. Menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar. Jenis tindak pidana merek ini disebut dalam pasal 92 ayat (1), yang unsur-unsur tindak pidananya, yaitu :

a. Dengan sengaja. b. Tanpa hak.

c. Menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar.

4. Menggunakan yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar. Tindak pidana ini diatur dalam pasal 92 ayat (2), yang unsur-unsur tindak pidananya, yaitu :

a. Dengan sengaja. b. Tanpa hak.

c. Menggunakan yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar.

(46)

5. Pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis. Perbuatan demikian ini dikenakan ancaman hukuman pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1) dan (2).

6. Menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa yang dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenal asal barang atau jasa tersebut. Dari pasal 93 yang menjadi dasar tindak pidana ini, dapat diketahui unsur-unsur tindak pidananya, yaitu :

a. Dengan sengaja. b. Tanpa hak.

c. Menggunakan tanda yang di lindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa.

d. Dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenal asal barang atau jasa tersebut.

7. Memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 90, 91, 92 dan 93. Tindak pidana jenis ini ditentukan dalam pasal 94, yang unsur-unsur tindak pidananya, yaitu :

a. Memperdagangkan barang dan/atau jasa. b. Diketahui atau patut diketahui.

(47)

c. Barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 90, 91, 92 dan 93.35

Bila ditilik dari kesalahan pelaku, UU No. 15 Tahun 2001 merumuskan tindak pidana dibidang merek atas tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak, yang ancaman hukumannya bisa 1 tahun, 4 tahun dan 5 tahun. Karena itu, pelakunya tidak semuanya dapat dikenai tahanan. Ancaman hukuman pidana yang diberikan bersifat kumulatif dan alternatif sekaligus antara pidana penjara dan pidana denda. Dengan demikian, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara atau pidana denda saja, atau sekaligus menjatuhkan pidana penjara dan pidana denda. Disamping ancaman hukuman pidananya dirumuskan secara maksimal, terbukti dari kata-kata dipidana dengan pidana...paling lama...dengan paling banyak...Diantara jenis tindak pidana dibidang merek, hanya satu tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana pelanggaran, karena ancaman hukman pidana kurungan saja.

Sama halnya tindak pidana dibidang paten yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 dan berbeda dengan tindak pidana di bidang hak cipta, tindak pidana di bidang merek juga merupakan delik aduan, bukan delik biasa seperti tindak pidana dibidang hak cipta. Pasal 95 UU No. 14 Tahun 2001 dengan tegas menyatakan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 90, 91, 92, 93 dan 94 merupakan delik aduan. Artinya, tindak pidana dibidang merek sebagaimana diatur dalam pasal 90, 91, 92, 93 dan 94 tidak dapat dituntut, kecuali sebelumnya ada pengaduan dari pemilik merek terdaftar yang bersangkutan.

35

(48)

Untuk menentukan telah terjadi suatu tindak pidana dibidang merek, perlu diadakan penyelidikan dan penyidikan. Sama halnya dengan penyidikan tindak pidana dibidang hak cipta dan paten, penyidikan tindak pidana dibidang merek selain dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara RI, juga dapat dilakukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu, yang memiliki kewenangan tertentu pula. Hal ini sesuai dengan KUHAP yang memungkinkan penyidikan tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara RI, tetapi juga dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu. Namun, dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu tersebut berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Pejabat Polisi Negara RI.

Ketentuan penyidikan tindak pidana dibidang merek ini diatur dalam pasal 89 UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek yang berbunyi :

1. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara RI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Derektorat Jenderal, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang merek.

2. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang,yaitu :

a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana dibidang merek.

b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana dibidang merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a.

c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana dibidang merek.

d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berekenaan dengan tindak pidana dibidang merek. e. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat

barang bukti, pembukuan, catatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang merek.

f. Memintaan bantuan ahli dalam rangka pelaksanan tugas penyidikan tindak pidana dibidang merek.

(49)

3. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara RI.

4. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara RI dengan mengingat ketentuan pasal 107 KUHAP.

Dengan demikian, dari bunyi pasal 89 ini kewenangan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dibidang HAKI terbatas, artinya kewenangan yang lainnya tetap melekat pada Penyidik Pejabat Polisi Negara RI. Karena itu, sudah seharusnya Penyidik Pejabat Polisi Negara RI, baik diminta maupun tidak diminta memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dibidang HAKI yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana dibidang merek. Petunjuk adalah hal-hal yang berkaitan dengan teknik dan taktik penyidikan,sedangkan bantuan penyidikan dapat berupa penangkapan, penahanan dan pemeriksaan laboratorium. Agar tidak terjadi miskomunikasi, maka sebelum melakukan penyidikan, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu wajib memberitahukannya dimulainya penyidikandan hasilnya disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara RI.36

B. Per

lindungan Merek secara Internasional

Disamping peraturan perundang-undangan nasional tentang merek, masyarakat juga terikat dengan peraturan merek yang bersifat Internasional seperti pada Konvensi Paris Union yang diadakan tanggal 20 Maret 1883, yang khusus

36

(50)

diadakan untuk memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian (Paris Convention for the Protection of Industrial Property). Mula-mula konvensi ini ditanda tangani oleh 11 negara peserta. Kemudian anggotanya bertambah hingga pada tanggal 1 Januari 1976 berjumlah 82 negara, termasuk Indonesia. Teks yang berlaku untuk RI adalah Revisi dari teks Paris Convention yang dilakukan di London

idak bertentangan dengan ketentuan yang sudah dibaku

g mengenai isi dari Paris union Convention dapat ut :38

pada tahun 1934.

Indonesia belum turut serta dalam perbaikan-perbaikan dari Paris Union Convention yang telah diadakan di Lisabon tahun 1958 dan terakhir di Stockholm pada tahun 1967. Karena merupakan peserta pada Paris Convention ini, maka Indonesia juga turut serta dalam International Union for the Protection of Industrial Property yaitu organisasi Uni Internasional khusus untuk memberikan perlindungan pada Hak Milik Perindustrian, yang sekarang ini seketariatnya diatur oleh Seketariat Internasional WIPO (World Intellectual Property), berpusat di Jenewa, Swiss. WIPO merupakan salah satu dari 14 specialized agencies” dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB UNO).37 Walaupun Indonesia terikat pada ketentuan Paris Union, kita masih memiliki kebebasan untuk mengatur Undang-undang Merek sendiri, sepanjang t

kan dalam Konvensi Paris. Beberapa catatan pentin diturunkan sebagai berik

1. Kriteria Pendaftaran

37

Sudargo Gautama, Op Cit, hal 2-3. 38

(51)

tetapi,

l keadaan

apat ditolak di

k dagang tersebut tidak dapat ditolak di Pasal 6 menetapkan bahwa persyaratan pengajuan dan pendaftaran merek dagang ditentukan oleh undang-undang setempat masing-masing negara anggota. Hal ini dimaksudkanagar masing-masing negara anggota dapat menggunakan patokan-patokan sendiri sebagaimana ditetapkan dalam undang-undangnya untuk menetapkan masa berlaku suatu merek dagang. Akan

permohonan pendaftaran tidak boleh ditolak (atau dibatalkan) oleh sebuah negara anggota hanya semata-mata karena belum didaftar di negara asal.

Di lain pihak, jika satu merek dagang memang telah didaftarkan di negara asal, maka pendaftaran harus diterima di negara anggota tersebut, walaupun merek dagang tersebut tidak memenuhi kriteria suatu merek dagang berdasarkan undang-undang setempatnegara anggota tersebut (telquelle-principle : pasal 6 quinquics). Pendaftaran merek tersebut hanya dapat ditolak dalam ha

ekstrim, misalnya : jika melanggar hak-ak pihak lain, kekurangan daya pembeda atau bertentangan dengan ketertiban hukum atau moralitas.

Misalnya : jika bendera kebangsaan Perancis telah terdaftar secara sah sebagai merek dagang untu parfum di Benelux, merek dagang tersebut d

Perancis atas dasar bahwa penggunaan bendera kebangsaan sebagai merek dagang adalah bertentangan dengan ketertiban umum Perancis.

Jika bunga tulip telah terdaftar secara sah sbagai suatu merek dagang untuk parfum di Benelux pendaftaran mere

Perancis walaupun undang-undang nasional Perancis tidak mengakui bentuk-bentuk bunga sebagai merek dagang.

(52)

menyatakan bahwa merek

2.

k-hak merek dagang

3.

lain selain pihak pemegang merek dagang asli. atau dbatalkan oleh negara

4.

inan atau ballmark atas barang-barang hasil produksi atau yang disalurkan oleh kelompok-kelompok atau jenis-jenis usaha Karena itu walaupun merek dagang tersebut tidak dapat didaftarkan di Perancis sebagai negara asal, namun Perancis harus menerima merek dagang tersebut secara sah apabila dianggap sah di negara asal (dalam hal ini Benelux), kecuali Perancis dapat membnarkan penolakan, yang

dagang tersebut harus dianggap bertentangan dngan ketertiban umum, kekurangan daya pembeda atau melanggar hak-hak merek dagang pihak lain. Hilangnya Merek Dagang karena tidak digunakan

Konvensi ini juga menetapkan suatu ketentuan bahwa ha

dapat hilang sebagai akibat tidak digunkannya selama jangka waktu tertentu, jika masalah tidak digunakan tersebut memang tidak dibenarkan (pasal 5c). Perlindungan khusus bagi Merek-merek Dagang terkenal

Merek-merek dagang terkenal dapat didaftar untuk barang-barang yang sama atau serupa oleh pihak

Pemohon pendaftaran tersebut harus ditolak

anggota, baik ex officio atau atas permohonan pemegang pendaftaran merek dagang asli (pasal 6 bis).

Merek Dagang Jasa dan Merek Dagang Kolektif

Konvensi Paris mengatur perlindungan atas merek dagang jasa (pasal 6 sexies) dan merek dagang kolektif. Merek dagang kolektif adalah merek dagang yang digunakan untuk barang-barang hasil produksi suatu usaha tertentu, tapi berlaku sebagai merek dagang jam

(53)

tertentu atau atas barang-barang yang memiliki mutu khusus (misalnya : the 5. . Kar at mengenai asal

International Wool Trade Mark).

Pengalihan

Konvensi Paris agak bersikap mendua dalam hal pengalihan merek dagang. Di beberapa negara angota, seperti Benelux, suatu merek dagang dapat dialihkan tanpa diikuti usaha pemilik merek dagang tersebut. Sedangkan di negara-negara lain, seperti Indonesia, pengalihan merek dagang hanya sah apabila disertai dengan pengalihan usahanya. Hal ini menimbulkan masalah apabila suatu pihak ingin mengalihkan merek dagangnya di negara-negara dengan pemerintahan yang berbeda-beda. Pasal 6 quarter menetapkan bahwa sudah cukup dengan hanya mengalihkan usahanya yang berlokasi di negara anggota ke tempat yang dikehendakinya dan itu merupakan persyaratan wajib bagi suatu pengalihan yang sah. Dengan demikian mungkin saja bahwa pemegang merek dagang baru adalah pemilik usaha di suatu negara namun tidak di negara lain, yang tidak mengharuskan adanya pengalihan usaha. Situasi demikian dalam beberapa hal dapat mengarah ke situasi-situasi yang menyesatkan

ena itu perjanjian tersebut menetapkan safety valve (katup pengaman) dan menentukan bahwa negara anggota tidak diharuskan menganggap sah pengalihan suatu merek dagang yang mengakibatkan publik terses

(54)

Selanjutnya perjanjian internasional lainnya mengenai merek adalah Madrid Agreement (1891) yang direvisi di Stockholm tahun 1967. Beberapa catatan untuk Madrid Agreement ini dapat diuraikan sebagai berikut.

Berdasarkan ketentuan pasal 1, 2 dan 3 Madrid Agreement tersebut ditentukan bahwa Madrid Agreement berhubungan dengan perjanjian hak merek dagang

kanlah perlindungan seragam

i masing-masing dari ketiga negara ini (pasal 4.1).

melalui pendaftaran merek dagang internasional, yang berdasarkan pendaftaran di negara asal. Yang menjadi anggota Madrid Agreement ini jumlahnya sangat terbatas sekali yaitu 28 anggota dar peserta Konvensi Paris, dan Cina baru-baru ini telah menandatanganinya. Indonesia sendiri sampai saat ini belum tercatat sebagai angota Madrid Agreement.

Pendaftaran internasional tersebut memungkinkan diperolehnya perlindungan merek dagang seluruh negara anggota Madrid Agreement melalui satu pendaftaran dagang saja. Perlindungan tersebut bu

tapi sama dengan yang akan diberikan oleh negara anggota kepada warga negaranya. Misalnya : suat pendaftaran internasional yang meliputi negara-negara Spanyol, Belanda dan Perancis akan memberikan pemegangnya perlindungan yang juga telah ia dapatkan melalui pendaftaran-pendaftaran merek dagang secara terpisah d

Jika pendaftaran internasionalitu dilakukan dalam jangka waktu 6 bulan setelah tanggal pengajuan permohonan di negara asal, perlindungan berdasarkan pendaftaran internasional akan memperoleh prioritas berlaku surut sejak tanggal pengajuan permohonan pertama (pasal 4.2, sehubungan dengan pasal 4 Union Treaty).

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,54 persen; kelompok perumahan,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PROMOSI,

Pola serapan hara daun tanaman kedelai yang dibudidayakan di lahan rawa pasang surut dengan BJA berbeda berbeda dengan penelitian Ghulamahdi (1999) di lahan non-pasang surut,

(3) Berdasarkan harga referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka tarif Bea Keluar untuk Kelapa Sawit dan turunannya adalah sebagaimana tercantum dalam kolom 5 Lampiran II

 Pengurangan kas di bendahara pengeluaran adalah belanja operasi sebesar Rp. Rincian sisa UYHD dan penyetorannya dapat dilihat pada Lampiran 1a. Tidak ada penerimaan

Uraian materi teknik refrigerasi seharusnya meliputi materi yang diajarkan di SMK dan mendukung materi yang diujikan pada uji kompetensi SMK yang dikeluarkan oleh

Pembahasan dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan media boneka tangan dan pengaruhnya terhadap media pembelajaran daring dan ekonomi masyarakat yang

 Disajikan seperangkat komputer di ruangan Lab.Komputer, ditayangkan beberapa contoh program aplikasi, peserta didik dapat menjelaskan berbagai kegunaan perangkat lunak