• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tinggi Bibit Sukun

Tinggi merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan bibit sukun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman bibit sukun pada beberapa interval berbeda berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun (Lampiran 1). Pertambahan bibit sukun rata-rata mulai hari ke-0 sampai hari ke-88 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88

Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari A1 = Penyiraman 1 kali sehari A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

6,76 8,52 6,28 4,64 4,06 1,68 1,6 0,66 0,4 0,36 0,82 0,5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt a m b a h a n T in g g i ( cm )

Perlakuan Interval Penyiraman

0A 1A 3A 5A 7A 9A 11A 13A 15A 17A 19A 21A

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan bibit tertinggi rata-rata terdapat pada perlakuan A1 yaitu 8,52 cm jika dibandingkan dengan

perlakuan lainnya. Hasil pengamatan dari hari ke-0 sampai hari ke-11 menunjukkan bahwa semua bibit sukun mengalami pertambahan tinggi. Akan tetapi pada hari ke-12 sampai hari ke-88 (akhir pengamatan), bibit sukun pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah ada yang mati pada beberapa ulangan (Lampiran 7). Berikut grafik pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata dari pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-88 yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik tinggi bibit sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 2, perlakuan yang mampu bertahan hidup dari pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-88 adalah A0, A1, A3, A5 dan A7, sedangkan

perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah mulai mati pada pengamatan

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan interval berbeda, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata (Lampiran 1). Berikut rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 1.

Table 1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88

Perlakuan Rata-rata A0 6,76 c A1 8,52 bc A3 6,28 abc A5 4,64 ab A7 4,06 a Total 30,26

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 1 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi rata-rata yang paling besar adalah perlakuan A1 (8,52 cm) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya

dianggap tidak berbeda pada setiap perlakuan. 2. Diameter Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit sukun (Lampiran 2). Pertambahan diameter bibit sukun rata-rata mulai hari ke-0 sampai hari ke-88 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pertambahan diameter sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 3 hasil pengamatan diameter dari hari ke-0 sampai hari ke-88 menunjukkan adanya pertambahan ukuran untuk diameter. Pertambahan ukuran diameter terbesar diantara semua perlakuan adalah perlakuan A3 yaitu 0,336 cm. Akan tetapi pada hari ke-12 sampai hari ke-88 (akhir

pengamatan), bibit sukun pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21

sudah ada yang mati pada beberapa ulangan (Lampiran 7). Berikut grafik rata-rata pertambahan diameter bibit sukun yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik rata-rata diameter sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan interval berbeda, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata (Lampiran 2). Berikut pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 2.

Table 2. Pertambahan diameter bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88

Perlakuan Rata-rata A0 0,266 ab A1 0,296 b A3 0,336 b A5 0,242 ab A7 0,172 a Total 1,312

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 2 menunjukkan bahwa pertambahan diameter rata-rata yang paling besar adalah perlakuan A3 (0,336 cm) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya

dianggap tidak berbeda pada setiap perlakuan. 3. Jumlah Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit sukun (Lampiran 3). Pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pertambahan jumlah daun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 5 hasil pengamatan jumlah daun dari hari ke-0 sampai hari ke-88 menunjukkan adanya pertambahan jumlah daun. Pertambahan jumlah daun rata-rata terbesar diantara semua perlakuan adalah A1 yaitu 9 helai.

Akan tetapi pada hari ke-12 sampai hari ke-88 (akhir pengamatan), bibit sukun pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah ada yang mati pada

beberapa ulangan (Lampiran 7). Berikut grafik pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik rata-rata jumlah daun bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 6, perlakuan yang mampu bertahan hidup dari pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-88 adalah A0, A1, A3, A5 dan A7, sedangkan perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah mulai mati lebih dari 12 hari.

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan interval berbeda, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata (Lampiran 3). Berikut pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 3.

Table 3. Pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88

Perlakuan Rata-rata A0 8 a A1 9 a A3 6 a A5 7 a A7 6 a Total 36,2

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 3 menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun rata-rata yang paling besar adalah perlakuan A1 (9 helai) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya

dianggap tidak berbeda pada setiap perlakuan. 4. Luas Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit sukun (Lampiran 4). Luas daun bibit sukun rata-rata dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Luas daun bibit sukun rata-rata hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

Berdasarkan Gambar 7 hasil pengamatan luas daun hari ke-88 menunjukkan luas daun terbesar diantara semua perlakuan adalah A3 yaitu

456,4641 cm2. Karena pada hari ke-88 (akhir pengamatan), bibit sukun pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah mati pada keseluruhan

ulangan, maka tidak ada data hasil pengukuran luas daunnya (Lampiran 7).

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan interval berbeda, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun bibit sukun rata-rata (Lampiran 4). Berikut luas daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 3.

Table 4. Luas daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-88

Perlakuan Rata-rata A0 333,9576 a A1 394,7612 a A3 446,6460 a A5 445,0691 a A7 344,0118 a Total 1964,446

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 4 menunjukkan bahwa luas daun rata-rata yang paling besar adalah perlakuan A3 (456,4641 cm2) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya dianggap tidak

berbeda pada setiap perlakuan. 5. Persen Hidup Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda juga berpengaruh nyata terhadap persen hidup bibit sukun. Berikut merupakan

persen hidup bibit sukun mulai hari ke-0 sampai hari ke-88 yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik persen hidup bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan grafik persen hidup bibit sukun pada Gambar 8 menunjukkan bahwa bibit sukun yang memiliki persen hidup 100% adalah perlakuan A0, A1,

A3, A5 dan A7, artinya bibit sukun tersebut mampu bertahan hidup sampai

pengamatan hari ke-88 (pengamatan akhir). Sedangkan persen hidup untuk perlakuan lain seperti A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 adalah 0%.

Pembahasan

Ketahanan bibit sukun yang berbeda tampak dari beberapa parameter seperti tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun dan persen hidup menunjukkan bahwa penyiraman bibit sukun dengan beberapa interval berpengaruh nyata.

Dengan demikian, air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman khususnya tanaman sukun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A0, A1, A3, A5 dan A7

berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter rata-rata (Lampiran 1 dan 2). Dan pada parameter tinggi yang diamati, perlakuan A1 (penyiraman

sekali sehari) memiliki pertumbuhan tinggi lebih dominan (paling tinggi) yaitu 8,52 cm. Meskipun pertumbuhan bibit sukun pada A0 (6,76 cm) dengan interval

penyiraman 2 kali sehari (frekuensi penyiraman lebih sering) dan A3 (6,26 cm)

dengan penyiraman 3 hari sekali tidak menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik daripada 1A, akan tetapi selisih besar pertumbuhan antara A0, A1, A3, A5 dan A7

tidak berbeda jauh. Dan pada uji lanjut Duncan hasilnya tampak jelas bahwa A0, A1, A3, A5 dan A7 tidak berbeda nyata, akan tetapi pertambahan tinggi rata-rata

yang terbaik ada pada perlakuan A1. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman sangat

membutuhkan air untuk pertumbuhan dan reaksi metabolisme lainnya. Sesuai dengan pernyataan Gardner, et al., (1991) mengatakan bahwa air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan.

Hasil pengamatan pertambahan diameter rata-rata yang didapat juga menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter (Lampiran 2). Pertambahan diameter rata-rata tertinggi adalah perlakuan A3

(0,336 cm), kemudian diikuti perlakuan A1 (0,296 cm) dan yang ketiga adalah A0

A3 (karena nilai pertambahan diameternya paling besar). Meskipun frekuensi penyiraman perlakuan A0 dan A1 lebih sering daripada A3, akan tetapi

pertambahan diameternya rata-rata masih lebih tinggi A3. Namun, meskipun

demikian pada uji lanjut Duncan nilai pertambahan diameter rata-rata A0, A1, A3,

A5 dan A7 tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan A9 sampai A21

(dengan interval penyiraman lebih jarang daripada A0 sampai A7) sudah mati diakhir pengamatan sehingga nilainya tidak dapat diolah pada uji lanjut Duncan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner, et al., (1991) yaitu tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya.

Pertambahan diameter rata-rata perlakuan A1 (0,296 cm) dan A0

(0.266 cm) dengan intensitas penyiraman sekali sehari dan dua kali sehari, tidak lebih tinggi daripada perlakuan A3 (0,336 cm) dengan intensitas penyiraman 3 hari sekali. Hal ini dipengaruhi oleh sifat dari bibit sukun itu sendiri yang memiliki kemampuan berbeda-beda dalam melakukan reaksi metabolisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kirk (1994) dalam Sunarto, et al., (2004), setiap sel memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menggunakan energi yang diserap untuk memfiksasi CO sebagai akibat perubahan status fisiologisnya. Kuantum cahaya mungkin dikumpulkan oleh suatu pigmen lebih cepat daripada elektron pembawa (electron carrier) dan enzim-enzim yang dapat menggunakannya.

Hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun rata-rata dan luas daun (Lampiran 3 dan 4). Pada parameter jumlah daun rata-rata (Lampiran 3) tampak jelas bahwa jumlah daun rata-rata terbanyak adalah A1 sebanyak 9 helai,

kemudian diikuti A0 (8 helai) dan A5 (7 helai). Akan tetapi pada parameter luas

daun (Lampiran 4) menunjukkan bahwa luas daun rata-rata terbesar per helai adalah A3 seluas 456,4641 cm2, kemudian A5 (453,4842 cm2) dan A1 (394,7611

cm2). Dan pada uji lanjut Duncan hasilnya menunjukkan bahwa A0, A1, A3, A5

dan A7 tidak berbeda nyata, akan tetapi pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17,

A19 dan A21 (dengan interval penyiraman yang lebih jarang) tampak tumbuhan

dengan kondisi mati. Dengan demikian maka semakin jelas bahwa stress air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ, sebab semakin cukup air pada suatu tanaman maka pertumbuhannya akan semakin baik dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryati (2000) yang menyatakan bahwa pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3 menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contoh seperti perluasan daun).

Luas daun yang terbesar adalah A3 sebesar 456,4641 cm2, dengan

pertambahan jumlah daun rata-rata 6 helai, kemudian diikuti oleh A5 (453,4842 cm2) pertambahan jumlah daun rata-rata 7 helai, A1 (394,7611 cm2) pertambahan

jumlah daun rata-rata 9 helai, A7 (353,2487 cm2) pertambahan jumlah daun

menunjukkan bahwa tingginya jumlah daun sangat mempengaruhi besarnya luas permukaan daun. Jumlah daun yang tinggi akan menyerap intensitas cahaya lebih tinggi sehingga menghasilkan luas permukaan daun lebih rendah dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan Sutarmi (1983) dalam Widiastuti , et al., (2004) yang menyatakan dengan intensitas cahaya yang rendah, tanaman menghasilkan daun lebih besar, lebih tipis dengan lapisan epidermis tipis, jaringan palisade sedikit, ruang antar sel lebih lebar dan jumlah stomata lebih banyak. Sebaliknya pada tanaman yang menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan daun yang lebih kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih sedikit, lapisan kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang antar sel lebih kecil dan tekstur daun keras.

Daun yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Luas daun yang besar akan meningkatkan hasil fotosintesis dan secara otomatis akan meningkatkan pertumbuhan sukun (Gambar 5 dan 7). Hal ini sesuai dengan pernyataan Harjadi (1991) dalam Widiastuti, et al., (2004) yang menyatakan bila luas daun meningkat, asimilat yang dihasilkan akan lebih besar pula. Nilai laju pertumbuhan nisbi erat kaitannya dengan efisiensi penyerapan cahaya oleh daun, dalam hal ini luas daun dan laju asimilasi bersih akan mempengaruhi laju pertumbuhan nisbi. Luas daun meningkat dengan diimbangi laju asimilasi bersih yang tinggi, akan menghasilkan laju pertumbuhan nisbi yang tinggi pula.

Hasil penelitian yang menunjukkan matinya bibit sukun pada perlakuan A9 sampai A21 dikarenakan oleh ketersediaan air pada media sangat rendah, sebab

intensitas penyiraman yang jarang. Selain itu, kematian bibit juga disebabkan oleh tingginya laju transpirasi oleh bibit sukun. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Haryati (2003) yang menyatakan kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan, meskipun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Selain itu kecepatan absorbsi juga tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi karena suhu pada rumah kaca yang tinggi dan tingkat kelembaban yang rendah. Rataan suhu di rumah kaca pada pagi hari adalah 35,90C dengan kelembaban 66,3%, siang 50,50C dengan kelembaban 27,6% dan malam 50,50C dengan kelembaban 67,6% (Lampiran 5). Sesuai dengan pernyataan Hakim, et al., (1986), selain sifat tanah, faktor tumbuhan dan iklim sangat mempengaruhi jumlah air yang diabsorsikan tumbuhan dari tanah. Faktor tumbuhan antara lain, bentuk perakaran, ketahan terhadap kekeringan, tingkat dan stadia pertumbuhan. Faktor iklim antara lain temperatur dan kelembaban.

Sukun memang memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kritis. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi serta kelembaban yang rendah di rumah kaca menjadi salah satu indikator tingginya tingkat transpirasi dan rendahnya daya absorsi sukun sehingga bibit sukun mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ragone (1997) dalam Jones, et al., (2011) yang menyatakan bahwa sukun sungguh menyesuaikan diri dengan daerah beriklim panas yang basah, tumbuh baik pada temperatur-temperatur berkisar antara 21-32°C dengan satu curah hujan tahunan 1525-2540 juta dan pengeringan cukup Temperatur lebih dingin sering kali mengakibatkan persentasi hasil rendah dan angka kematian meningkat.

Rendahnya kandungan air tanah pada media menyebabkan aktivitas fisiologis menjadi terganggu yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan bibit sukun. Sebab air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel dan bahan baku fotosintesis. Dan karena kekurangan air ini terjadi terus menerus sehingga bibit sukun sampai pada titik layu permanen dan akhirnya mati. Berdasarkan data hasil pengamatan, diperoleh jumlah persen hidup bibit sukun untuk A0, A1, A3, A5 dan A7 sebesar 100%, dan untuk A9, 1111, A`13, A15, A17, A19

dan A21 sebesar 0%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa penyiraman dengan

interval lebih sering akan memperoleh persen tumbuh yang lebih tinggi daripada penyiraman bibit sukun dengan interval jarang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1981), kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, bibit sukun dapat bertahan hidup paling lama dengan intensitas penyiraman 7 hari sekali (perlakuan A7).

Artinya, kuantitas air yang dibutuhkan bibit sukun untuk dapat bertahan hidup paling sedikit adalah dengan penyiraman 7 hari sekali (dengan penyiraman sampai mencapai kapasitas lapang). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner, et al., (1991), air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan.

Pertumbuhan tanaman sukun pada umumnya lebih dominan pada A1

intensitas penyiraman seperti pada perlakuan A1, sedangkan pada A0 dengan intensitas lebih sering memiliki pertumbuhan lebih rendah dibandingkan A1, sebab

jumlah air yang terdapat pada media tanam sukun sudah melebihi cukup (kapasitas lapang), sehingga pertumbuhannya sedikit tertekan. Sedangkan pada A9

sampai A21 intensitas penyiramannya sudah terlalu jarang sehingga bibit sukun

mengalami defisiensi dan akhirnya mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gould (1974) dalam Desmarina, et al., (2009) yang menyatakan jika air kurang atau berlebih menyebabkan tanaman mengalami titik kritis, dimana tanaman akan mengalami penurunan proses fisiologi dan fotosintesis dan akhirnya mempengaruhi produksi dan kualitas buahnya. Perlakuan periode pemberian air, erat hubungannya dengan tingkat ketersediaan air dalam tanah. Air yang tersedia dalam tanah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumah air.

Dokumen terkait