• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Ketahanan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada Beberapa Interval Penyiraman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Ketahanan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada Beberapa Interval Penyiraman"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KETAHANAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst)

PADA BEBERAPA INTERVAL PENYIRAMAN

SKRIPSI

Oleh:

DONNI NAIBORHU 071202031 BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

JudulPenelitian : Uji Ketahanan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada Beberapa Interval Penyiraman

Nama : Donni Naiborhu

NIM : 071202031

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP. MP Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRACT

DONNI NAIBORHU: Seed Endurance Test of Breadfruit (Artocarpus communis Forst) At Some Interval of Watering. Under Academic Supervisor of BUDI UTOMO and YUNASFI.

The plan growth is a result complex interaction between internal factor (intra cell factor and inter cell factor) and eksternal factor (such as water). Plan needs water in constans to growth. Deficiency of water will cause the growth of plan stopped because physiology activity or morfology activity disturbted. The purpose of this research was to detected influence some watering of interval to growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst). This research was conducted from March until May 2011 in the Green House of Agriculture Faculty, University of North Sumatera that using the complete randomized non factorial design with 12 treatments and five replications. The analyzed parameters were plant height, diameter, number of leafs, leaf area and percentage growth of seedling.

The results of research showed that some interval of watering give real influence to all parameters. Average of highest breadfruit seedling at treatment of A1 as 8,52 cm. Average increase of the biggest breadfruit seeds diameter at

treatment of A3 as 0,34 cm. Average increase of number of highest breadfruit

seeds leaves at treatment of A1 as 9 sheets. Average breadfruit seedling leaf area

wide at treatment of A3 as 456,4641 cm2. Average percentage growth of breadfruit

seeds at treatment of A0, A1, A3, A5 and A7 equal to 100%. The best type treatment

is A0, A1, A3, A5 and A7.

(4)

ABSTRAK

DONNI NAIBORHU: Uji Ketahanan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada Beberapa Interval Penyiraman. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (faktor intra sel dan inter sel) dan faktor eksternal (salah satunya adalah air). Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Kekurangan air akan mengakibatkan terhentinya pertumbuhan karena terganggunya aktivitas fisiologis maupun morfologis tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi pengaruh interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011 di rumah kaca Fakultas Pertanian USU yang menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 12 perlakuan dan lima ulangan. Parameter yang dianalisis adalah tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun dan persen hidup bibit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interval penyiraman memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata tertinggi pada perlakuan A1, yaitu 8,52 cm. Pertambahan diameter bibit sukun

rata-rata terbesar pada perlakuan A3 sebesar 0,34 cm. Pertambahan jumlah daun

bibit sukun rata-rata tertinggi pada perlakuan A1 sebanyak 9 helai. Luas daun bibit

sukun rata-rata terluas pada perlakuan A3 sebesar 456,4641 cm2. Persen tumbuh

bibit sukun rata-rata tertinggi pada perlakuan A0, A1, A3, A5 dan A7 sebesar 100%.

Jenis penyiraman yang paling baik adalah perlakuan A0, A1, A3, A5 dan A7.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sei Daun pada tanggal 03 Desember 1988 dari Ayah

Dantes Naiborhu dan Ibu Rosmawati Sihotang (Alm). Penulis merupakan anak

pertama dari empat bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 117476 Sei Daun dan lulus

tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Bagan Sinembah

lulus tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Cahaya Medan dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program

Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan.

Penulis melaksanakan Praktik pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di

hutan mangrove Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan hutan dataran rendah Aras

Napal, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 8 sampai 19 Juni 2009.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI Sumatera Sylva

Lestari Padang Lawas Sumatera Utara pada tanggal 17 Januari sampai 18 Februari

2011. Penulis melaksanakan penelitian mulai bulan Maret sampai Mei 2011di

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Ketahanan Bibit Sukun

(Artocarpus communis Forst) pada Beberapa Interval Penyiraman”. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua penulis yang

telah membimbing, mendidik dan memberikan semangat serta mendukung penulis

dalam doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua

Komosi pembimbing Dr. Budi Utomo, SP. MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku

Anggota yang terus membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian

skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang

telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.

(7)

DAFTAR ISI

Taksonomi Sukun (Artocarpus communis Forst) ... 4

Karakteristik Sukun (A. communis) ... 4

Syarat Tumbuh Sukun (A. communis) ... 5

Kegunaan Tanaman Sukun ... 6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 6

Fungsi Air pada Tanaman ... 6

Kebutuhan Air Suatu Tanaman ... 8

Hubungan Tanaman dan Air tanah ... 9

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ ... 11

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Prosedur Penelitian ... 15

Penyiapan Bahan Tanaman ... 15

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 19

Tinggi Bibit ... 19

Diameter Bibit ... 21

Jumlah Daun Bibit ... 24

Luas Daun Bibit ... 26

Persen Hidup Tanaman ... 27

Pembahasan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari

ke-0 sampai hari ke-88 ... 21

2. Pertambahan diameter bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari

ke-0 sampai hari ke-88 ... 23

3. Pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran

hari ke-0 sampai hari ke-88 ... 26

4. Luas daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun hari ke-0 sampai hari

ke-88 ... 19

2. Grafik rata-rata tinggi bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 ... 20

3. Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun hari ke-0 sampai hari

ke-88 ... 22

4. Grafik rata-rata diameter bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 ... 23

5. Rata-rata pertambahan jumlah daun hari ke-0 sampai hari ke-88 ... 25

6. Grafik rata-rata jumlah daun bibit sukun hari ke-0 sampai hari

ke-88 ... 25

7. Rata-rata luas daun bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 ... 26

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Table Analisis Rancangan Percobaan Rata-rata Pertambahan

Tinggi (cm) Bibit Sukun ... 39

2. Table Analisis Rancangan Percobaan Rata-rata Pertambahan

Diameter (cm) Bibit Sukun ... 40

3. Table Analisis Rancangan Percobaan Rata-rata Pertambahan

Jumlah Daun Bibit Sukun... 41

4. Table Analisis Rancangan Percobaan Rata-rata luas daun bibit

sukun ... 42

5. Table Data Suhu dan Kelembaban Rumah Kaca ... 43

6. Table Data Pengukuran Tinggi Hari Pengamatan Ke-0 Sampai

Ke-88 ... 44

7. Table Data Pengukuran Diameter Hari Pengamatan Ke-0 Sampai

Ke-88 ... 45

8. Table Data Pengukuran Jumlah Daun Hari Pengamatan Ke-0

Sampai Ke-88 ... 46

(12)

ABSTRACT

DONNI NAIBORHU: Seed Endurance Test of Breadfruit (Artocarpus communis Forst) At Some Interval of Watering. Under Academic Supervisor of BUDI UTOMO and YUNASFI.

The plan growth is a result complex interaction between internal factor (intra cell factor and inter cell factor) and eksternal factor (such as water). Plan needs water in constans to growth. Deficiency of water will cause the growth of plan stopped because physiology activity or morfology activity disturbted. The purpose of this research was to detected influence some watering of interval to growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst). This research was conducted from March until May 2011 in the Green House of Agriculture Faculty, University of North Sumatera that using the complete randomized non factorial design with 12 treatments and five replications. The analyzed parameters were plant height, diameter, number of leafs, leaf area and percentage growth of seedling.

The results of research showed that some interval of watering give real influence to all parameters. Average of highest breadfruit seedling at treatment of A1 as 8,52 cm. Average increase of the biggest breadfruit seeds diameter at

treatment of A3 as 0,34 cm. Average increase of number of highest breadfruit

seeds leaves at treatment of A1 as 9 sheets. Average breadfruit seedling leaf area

wide at treatment of A3 as 456,4641 cm2. Average percentage growth of breadfruit

seeds at treatment of A0, A1, A3, A5 and A7 equal to 100%. The best type treatment

is A0, A1, A3, A5 and A7.

(13)

ABSTRAK

DONNI NAIBORHU: Uji Ketahanan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada Beberapa Interval Penyiraman. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (faktor intra sel dan inter sel) dan faktor eksternal (salah satunya adalah air). Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Kekurangan air akan mengakibatkan terhentinya pertumbuhan karena terganggunya aktivitas fisiologis maupun morfologis tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi pengaruh interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011 di rumah kaca Fakultas Pertanian USU yang menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 12 perlakuan dan lima ulangan. Parameter yang dianalisis adalah tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun dan persen hidup bibit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interval penyiraman memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata tertinggi pada perlakuan A1, yaitu 8,52 cm. Pertambahan diameter bibit sukun

rata-rata terbesar pada perlakuan A3 sebesar 0,34 cm. Pertambahan jumlah daun

bibit sukun rata-rata tertinggi pada perlakuan A1 sebanyak 9 helai. Luas daun bibit

sukun rata-rata terluas pada perlakuan A3 sebesar 456,4641 cm2. Persen tumbuh

bibit sukun rata-rata tertinggi pada perlakuan A0, A1, A3, A5 dan A7 sebesar 100%.

Jenis penyiraman yang paling baik adalah perlakuan A0, A1, A3, A5 dan A7.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan kualitas maupun kuantitas sumber daya hutan di Indonesia

akhir-akhir ini telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, terutama dalam

mempertahankan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati. Penebangan dan

penggarapan kawasan hutan dengan tanpa terkendali di hampir semua wilayah

telah memusnahkan sebagian besar pepohonan dan flora lain yang kehidupannya

(tempat dan sumber energinya) bergantung kepada keberadaan hutan sebagai

suatu ekosistem yang stabil. Jumlah hutan yang semakin sedikit jelas

mengakibatkan sumber daya alam hayati di dalamnya berkurang. Selain itu,

degradasi sumber daya hutan telah berdampak buruk pada lingkungan secara

makro. Keadaan iklim yang tidak menentu menyebabkan cuaca sulit untuk ditebak

sehingga musibah kekeringan akibat kemarau panjang atau banjir dan tanah

longsor akibat curah hujan yang tidak dapat ditampung secara maksimal oleh

hutan (Rauf, 2009).

Dampak buruk pada lingkungan secara makro tersebut menyebabkan lahan

menjadi tandus (kurang subur). Tidak adanya vegetasi pada lahan juga

menyebabkan daya jerap tanah terhadap air menjadi rendah, sehingga hanya

sedikit jenis tanaman yang dapat bertahan hidup pada kondisi kritis tersebut. Hal

ini juga menyebabkan banyak areal lahan yang tidak produktif sehingga

menurunnya hasil pertanian pada areal tersebut yang secara tidak langsung

berdampak buruk pada nilai ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat,

(15)

masyarakat dari hasil pertanian yang semakin besar dengan jumlah ketersediaan

produksi pangan yang semakin menurun.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu rehabilitasi lahan kritis

agar kondisi kesuburan tanah dapat pulih kembali dan hasil pertanian yang

merupakan salah satu bagian dari sumber daya alam hayati dapat ditingkatkan.

Menurut Prasetyo (2004) upaya yang dapat dilakukan ditinjau dari segi tanaman

dan segi konsumsi, yaitu diversifikasi tanaman. Diversifikasi tanaman dapat

memberikan dampak positif pada ketahanan usaha tani karena dapat mengurangi

resiko, peningkatan pendapatan petani dan nilai tambah dari lahan yang ditanami.

Jenis pohon yang ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis harus memiliki

nilai adaptasi yang tinggi, tidak memerlukan syarat tumbuh yang banyak dan

memiliki pertumbuhan yang cepat. Dalam hal ini sukun (Artocarpus communis

Forst) merupakan satu diantara beberapa jenis tanaman yang cocok ditanam untuk

rehabilitasi lahan kritis. Menurut Hendalastuti dan Rojidin (2006) dalam bidang

kehutanan sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Selain memiliki akar yang kuat

dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan

salah satu alternaif tanaman sumber pangan. Sukun tergolong tanaman tropik

sejati, tumbuh paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh

baik di daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering akan

tetapi harus ada air tanah dan aerase tanah yang cukup.

Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang

(16)

Air diserap tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di

dalamnya, kemudian diangkut melalui pembuluh xylem (Lakitan, 1996).

Sehubungan dengan hal di atas bahwa air dalam fisiologi sukun

merupakan faktor utama yang sangat penting. Sukun tidak akan dapat hidup tanpa

air, karena kekurangan air akan mempengaruhi metabolisme dalam sel sukun,

sehingga pertumbuhan sukun bisa terhambat dan mati. Akan tetapi sukun

memiliki daya tahan hidup yang cukup tinggi pada lahan kering dengan sumber

daya air yang terbatas sehingga dapat mengurangi intensitas penyiraman dan

dapat menghemat biaya, tenaga serta waktu selama pembibitan tanaman sukun.

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian menguji

ketahanan bibit sukun (A. communis) pada beberapa interval penyiraman.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi pengaruh beberapa interval

penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun (A. communis).

Hipotesis Penelitian

Beberapa interval penyiraman yang diberikan berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan bibit sukun (A. communis).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi untuk

pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya sukun terkait tentang berapa lama

tingkat toleransi (daya hidup) dan pertumbuhan bibit sukun (A. communis)

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Sukun (Artocarpus communis Forst)

Sukun (Artocarpus communis forst) adalah tumbuhan dari genus

Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika

seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter

(Dephut, 1998).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman sukun dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998):

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivision : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Subclass : Hamamelidae

Ordo : Urticales

Family : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst

Karakteristik Sukun (A. communis)

Tanaman sukun memiliki kulit kayu berserat kasar, dan semua bagian

tanaman bergetah encer. Daunnya lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar.

Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih

dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang

(18)

disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk

sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas

yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1998).

Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah

bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian

membesar bulat dan memanjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang

mengecil, disertai dengan adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk ke dalam

tanah, adapula yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di atas permukaan

tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat

kemerah-merahan. Tekstur kulit kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan

getah (Pitojo, 1999).

Syarat Tumbuh Sukun (A. communis)

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis

tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih

600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit

maupun curah hujan yang tinggi antara 1800 – 2250 mm per tahun dengan

kelembaban 60 – 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup

banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh lebih baik di

tempat yang lebih panas, dengan suhu antara 15 – 380C (Irwanto, 2006).

Di Indonesia sukun mempunyai daerah tempat tumbuh alami yang cukup

luas yaitu di Yogyakarta, Cilacap, Blitar dan Banyuwangi, sedangkan di luar Jawa

terdapat di Sumatera (Aceh, Batak dan Nias), Nusa tenggara (Bali, Bima, Sumba

dan flores), Sulawesi (Gorontalo dan Bone), Maluku dan Irian jaya (Kartika dan

(19)

Kegunaan Tanaman Sukun (A. communis)

Adapun kegunaan tanaman sukun adalah sebagai berikut (Irwanto, 2006):

1. Buah dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok.

2. Bunga dapat diramu sebagai obat untuk menyembuhkan sakit gigi.

3. Daun dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan dapat juga diramu sebagai

obat, yaitu menurunkan tekanan darah.

4. Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan

sebagai bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan

peralatan rumah tangga lainnya. Serat kulit kayu bagian dalam dari tanaman

muda dan ranting dapat digunakan sebagai material serat pakaian.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara

faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik

atau hereditas) dan intersel (hormon dan enzim). Faktor eksternal meliputi air

tanah dan mineral, kelembababn udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya

(Gardner, et al., 1991).

Fungsi Air pada Tanaman

Air dibutuhkan untuk (Gardner, et al., 1991):

1. Sebagai komponen sel terbesar

2. Pelarut unsur hara dan media transportasi

3. Media yang baik untuk reaksi biokimia

4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis

(20)

6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan

7. Media pada penyebaran anakan atau propagul, misalnya kelapa

8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air, misalnya

pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stomata dan bunga mekar.

9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan

10.Menstabilkan suhu

11.Penting dalam proses evolisi, baik tumbuhan di daerah kering (xerofit),

sedang (mesofit) dan lembab (hidrofit)

Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda-beda sesuai

dengan jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Tanaman herba

menyerap air lebih banyak dibandingkan tanaman perdu. Tumbuhan golongan

xerofit yang hidup di daerah gurun, akan memanfaatkan hujan yang datang sekali

setahun untuk mulai hidup dan berkecambah, berbunga, berbuah dan mati

sebelum air yang ada dalam tanah habis (Dwijoseputro, 1994).

Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme tampak jelas, misalnya

pada proses osmosis. Dalam satu daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan

relatif hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasi oleh elastisitas dinding sel.

Konsekuensi tekanan hidrostatis (tekanan turgor) berkembang dalam vakuola

menekan sitoplasma melawan permukaan dalam dinding sel dan meningkatkan

potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan turgor, sel-sel yang berdekatan

saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya dalam keadaan

layu menjadi bertambah segar (turgid). Pada keadaaan seimbang, tekanan turgor

menjadi atau mempunyai nilai maksimum dan disini air tidak cenderung mengalir

(21)

Kebutuhan Air Suatu Tanaman

Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang

diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman

yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang

tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan

mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu

(Sumarno, 2004).

Perakaran menembus tanah yang relatif lembab, sedangkan akar dan

batang tumbuh ke atmosfir yang relatif kering. Hal ini menyebabkan aliran air

yang terus menerus dari tanah melalui tumbuhan ke atmofir sepanjang suatu

landasan energi potensial yang menurun. Setiap harinya, jumlah aliran air ini

1 sampai 10 kali jumlah air yang tertahan dalam jaringan tanaman, 10 sampai 100

kali jumlah air yang digunakan untuk perluasan sel-sel baru, dan 100 sampai 1000

kali jumlah air yang digunakan untuk fotositesis (Gardner, et al., 1991).

Respons tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman

yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari

kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara

lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun.

Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau

mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas

stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup

(22)

Hubungan Tanaman dan Air Tanah

Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak jelas.

Misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh

dinding sel dan relatif hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh

elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan hidrostatis (tekanan turgor)

berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma menekan permukaan dalam

dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan

turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun

yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah segar (turgid). Pada

keadaan seimbang, tekanan turgor memiliki nilai maksimum dan air tidak

cenderung mengalir dari apoplastke vakuola (Fitter dan Hay, 1991).

Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun

60-90% dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda,

hal ini bergantung pada habitat dan jenis spesies tumbuhan tersebut. Tumbuhan

herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan perdu. Tumbuhan yang

berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90%, tumbuhan hidrofit 85-98%

dan tumbuha mesofit mempunyai kadar air 100-300% (Fitter dan Hay, 1981).

Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada

kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman

disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air

yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju

absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh

(23)

Selain sifat tanah, faktor tumbuhan dan iklim sangat mempengaruhi

jumlah air yang diabsorsikan tumbuhan dari tanah. Faktor tumbuhan antara lain,

bentuk perakaran, ketahan terhadap kekeringan, tingkat dan stadia pertumbuhan.

Faktor iklim antara lain temperatur dan kelembaban (Hakim, et al., 1986).

Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan

mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai

mongering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser

ke lapisan bawah. Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air

tersedia. Pada kadar air tinggi, kekurangan udara mungkin dapat menjadi

penghambat pertumbuhan tanaman. Kecepatan pertumbuhan tanaman mencapai

maksimum pada keadaan kelembaban tanah berada di sekitar kapasitas lapang,

karena pada keadaan tersebut oksigen cukup tersedia dan tegangan air cukup

rendah sehingga absorbs air menurun. Hal ini berlangsung sampai kadar air

mendekati titik layu. Pada keadaan titik layu, laju pertumbuhan dan fotosintesis

umumnya menurun. Jika ada dua hal yang berkaitan antara pertumbuhan tanaman

dan keadaan kelembaban tanah yaitu kekurangan oksigen pada kadar air yang

tinggi (tegangan air rendah) dan laju absorbsi air yang rendah pada kadar air yang

rendah (tegangan air tinggi) (Hakim, et al., 1986).

Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai

resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap

cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat

tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap

cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga

(24)

dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri

fisiologis yang dapat menghindari atau menunda tingkatan pengeringan

(desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan organ antara lain:

a. Pembelahan dan pembesaran sel

Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas

daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan

proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan pada

daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3 menyebabkan lambat

atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contohnya seperti perluasan

daun).

b. Perangkat fotosintesis

Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh

pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel

yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun

c. Sistem reproduksi

Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut.

Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan,

pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa

irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode

(25)

d. Layu dan menggulungnya daun

Respons terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya

respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik

karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis.

Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat

peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam penbentukan

dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan rontoknya daun atau keduanya.

Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata.

Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air

cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif

dalam fotosintesis dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya

terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu

kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan

oleh daun, di mana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar

tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat

terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000).

Keberhasilan pertumbuhan semai tergantung pada tiga faktor yaitu suhu

tanah, ketersediaan air, dan kemampuan semai dalam memproduksi akar.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa walaupun kondisi tempat tumbuh seperti suhu

dan ketersediaan air dalam media/tanah cukup memadai, semai hanya akan hidup

secara optimal jika mempunyai kemampuan fisiologis yang baik dalam

(26)

semai, yaitu kesiapan fisiologis merupakan faktor yang dominan dalam

keberhasilan pertumbuhan semai setelah penyapihan (Daniel, et al., 1987).

Bila ketersediaan air pada fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman

tidak terpenuhi, maka terjadi stres (cekaman). Stress air merupakan kondisi yang

menggangu keseimbangan pertumbuhan tanaman, yaitu terjadinya kekurangan

atau kelebihan air di lingkungan tanaman. Stress air terjadi ketika tanaman tidak

mampu menyerap air untuk menggantikan kehilangan akibat transpirasi sehingga

terjadi kelayuan, ganguan pertumbuhan bahkan kematian (FAO, 2007).

Semaian bibit menggunakan cekaman air secara statistik sebangun di

dalam tingginya dan mereka menghasilkan jumlah yang serupa dari daun-daun

selama periode cekaman air. Daun yang paling tua layu (hilangnya turgor).

Hilangnya turgor oleh semua daun-daun dengan jelas yang berbeda dan

penguningan daun diikuti suatu kecenderungan yang serupa hilangnya turgor.

Hubungan antara serangan dari hilangnya turgor dan jumlah keseluruhan yang

meneteskan semua daun-daun hal positif dan penting mengusulkan bahwa media

bahwa menunda serangan dari cuti layu dengan cara yang sama memperpanjang

jangka waktu untuk semua daun-daun untuk layu. Penundaan di dalam hilangnya

kebengkakan oleh semua daun-daun yang dengan cara yang sama tertunda jangka

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei

2011. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, cangkul, jangka

sorong, penggaris, alat tulis, kertas millimeter, gembor, pisau cutter, timbangan,

benang, scanner, softwere autocad, digital thermo-hygro meter dan kamera.

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman sukun

(A. communis Forst) umur 3 bulan, polibag dan media top soil.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial

dengan 12 perlakuan yakni:

A0 = Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

(28)

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga didapat jumlah bibit

sukun sebanyak 60 bibit.

Model linear rancangan acak lengkap non faktorial yang digunakan dalam

percobaan ini adalah:

Yij = µ + τi + Єij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan waktu

penyiraman ke-i

µ= Nilai Rataan

i

τ = Pengaruh waktu penyiraman ke-i

Єij`= Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan waktu penyiraman

ke-i

Apabila Anova berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan

berdasarkan uji jarak Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)

(Gomez dan Gomez, 1995).

Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Bahan Tanaman

Bibit sukun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penjual

bibit tanaman sukun yang berada di daerah kota Medan. Bibit sukun ini

(29)

merupakan bibit yang telah diseleksi sehingga memiliki umur yang seragam

(3 bulan) dan memiliki kesehatan serta keadaan fisik bibit yang sama baiknya.

2. Penyediaan Media Tanam

Media yang digunakan adalah top soil yang telah diayak sehingga

memiliki tekstur yang lebih halus dan bersih (tidak ada kotoran). Setelah top soil

diayak selanjutnya dilakukan penghomogenan (diaduk dan dicampur). Hal ini

dilakukan dengan asumsi agar setiap polibag menampung top soil yang tidak

berbeda dalam segi kandungan unsur hara yang akan berpengaruh pada

pertumbuhan bibit sukun pada akhirnya.

3. Penggantian Polibag

Bibit sukun yang telah disiapkan diganti polibagnya dengan ukuran yang

lebih besar (ukuran 3 kg) yang telah diisi dengan top soil. Polibag dibuka dengan

merobek bagian pinggir sampai ke bawah perlahan agar akar tidak terganggu.

Kemudian ditanam dalam polibag baru yang telah berisi top soil sebanyak 2 kg,

setelah itu dihekter label yang telah dicetak pada polibag bibit.

4. Aklimatisasi

Aklimatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi

baru yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Tanaman diletakkan pada tempat

yang tidak langsung terkena cahaya matahari kemudian disiram dengan perlakuan

normal (dua kali sehari). Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih satu minggu

dan setelah itu dipindahkan dalam rumah kaca untuk dilakukan kegiatan

(30)

5. Kegiatan Rumah Kaca

Kegiatan rumah kaca meliputi penerapan perlakuan yang telah ditentukan

pada masing-masing satuan percobaan yaitu penyiraman.

6. Parameter Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tinggi Bibit (cm)

Pengambilan data parameter tinggi tanaman dilakukan dua hari sekali.

Pengukuran dilakukan sejak hari pertama mulai penelitian. Pengukuran tinggi

dilakukan dengan menggunakan benang yang kemudian diukur dengan penggaris.

Pengukuran tinggi yang dilakukan adalah 1 cm di atas titik awal pertumbuhan

tunas, dan pada titik tersebut diberi tanda untuk memudahkan pengukuran dan

menghindari kesalahan pengukuran.

b. Diameter Bibit (cm)

Pengambilan data diameter dilakukan dua hari sekali, di mana

pengukuran tersebut dilakukan sejak hari pertama mulai penelitian. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter yang

dilakukan adalah 1 cm di atas titik awal pertumbuhan tunas, dan pada titik

tersebut diberi tanda untuk memudahkan pengukuran dan menghindari kesalahan

pengukuran.

c. Jumlah Daun (helai)

Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap dua hari sekali selama

penelitian ini berlangsung. Daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka

sempura. Kemudian dibandingkan pertumbuhan jumlah daun dengan jumlah daun

(31)

d. Luas Daun (cm2)

Pengukuran luas daun diambil pada saat pengambilan data terakhir dari

setiap polibag yang bibitnya masih hidup dan pengukuran dilakukan pada daun

keempat dihitung dari daun yang paling atas yang sudah terbuka sempurna. Daun

digambar pada kertas millimeter, kemudian hasilnya di-scan. Setelah di-scan data

daun dimasukkan dalam program autocad 2006 untuk mendapatkan hasil luas

daun.

e. Persen Hidup Bibit

Pengukuran persen hidup tanaman dilakukan pada saat akhir pengukuran. Persen

hidup bibit sukun dihitung dengan membandingkan jumlah bibit yang hidup dan

jumlah bibit yang seharusnya ada (sesuai jarak tanam). Pengambilan data

dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran persen hidup dihitung dengan

persamaan sebagai berikut (Shofiyah, 2005):

Pi = x100% n

ni

Keterangan:

Pi = Persen tumbuh bibit

Ni = Jumlah bibit hidup di rumah kaca

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu dengan 5

parameter yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun dan persen hidup, maka

diperoleh data sebagai berikut:

1. Tinggi Bibit Sukun

Tinggi merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengamati

pertumbuhan bibit sukun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman

bibit sukun pada beberapa interval berbeda berpengaruh nyata terhadap

pertambahan tinggi bibit sukun (Lampiran 1). Pertambahan bibit sukun rata-rata

mulai hari ke-0 sampai hari ke-88 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88

Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari A1 = Penyiraman 1 kali sehari A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

(33)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan bibit tertinggi

rata-rata terdapat pada perlakuan A1 yaitu 8,52 cm jika dibandingkan dengan

perlakuan lainnya. Hasil pengamatan dari hari ke-0 sampai hari ke-11

menunjukkan bahwa semua bibit sukun mengalami pertambahan tinggi. Akan

tetapi pada hari ke-12 sampai hari ke-88 (akhir pengamatan), bibit sukun pada

perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah ada yang mati pada beberapa

ulangan (Lampiran 7). Berikut grafik pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata dari

pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-88 yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik tinggi bibit sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88

Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 2, perlakuan yang mampu bertahan hidup dari

pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-88 adalah A0, A1, A3, A5 dan A7, sedangkan

perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah mulai mati pada pengamatan

(34)

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan

interval berbeda, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit

sukun rata-rata (Lampiran 1). Berikut rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun

pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 1.

Table 1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88

Perlakuan Rata-rata

A0 6,76 c

A1 8,52 bc

A3 6,28 abc

A5 4,64 ab

A7 4,06 a

Total 30,26

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 1 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi rata-rata yang paling

besar adalah perlakuan A1 (8,52 cm) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar

perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya

dianggap tidak berbeda pada setiap perlakuan.

2. Diameter Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda

berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit sukun (Lampiran 2).

Pertambahan diameter bibit sukun rata-rata mulai hari ke-0 sampai hari ke-88

(35)

Gambar 3. Pertambahan diameter sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 3 hasil pengamatan diameter dari hari ke-0 sampai

hari ke-88 menunjukkan adanya pertambahan ukuran untuk diameter.

Pertambahan ukuran diameter terbesar diantara semua perlakuan adalah perlakuan

A3 yaitu 0,336 cm. Akan tetapi pada hari ke-12 sampai hari ke-88 (akhir

pengamatan), bibit sukun pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21

sudah ada yang mati pada beberapa ulangan (Lampiran 7). Berikut grafik rata-rata

(36)

Gambar 4. Grafik rata-rata diameter sukun hari ke-0 sampai hari ke-88

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan

interval berbeda, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit

sukun rata-rata (Lampiran 2). Berikut pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata

pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 2.

Table 2. Pertambahan diameter bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88

(37)

Table 2 menunjukkan bahwa pertambahan diameter rata-rata yang paling

besar adalah perlakuan A3 (0,336 cm) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar

perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya

dianggap tidak berbeda pada setiap perlakuan.

3. Jumlah Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda

tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit sukun

(Lampiran 3). Pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Pertambahan jumlah daun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 5 hasil pengamatan jumlah daun dari hari ke-0

sampai hari ke-88 menunjukkan adanya pertambahan jumlah daun. Pertambahan

(38)

Akan tetapi pada hari ke-12 sampai hari ke-88 (akhir pengamatan), bibit sukun

pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah ada yang mati pada

beberapa ulangan (Lampiran 7). Berikut grafik pertambahan jumlah daun bibit

sukun rata-rata yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik rata-rata jumlah daun bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan Gambar 6, perlakuan yang mampu bertahan hidup dari

pengamatan hari ke-0 sampai hari ke-88 adalah A0, A1, A3, A5 dan A7, sedangkan

perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah mulai mati lebih dari 12 hari.

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan

interval berbeda, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah

daun bibit sukun rata-rata (Lampiran 3). Berikut pertambahan jumlah daun bibit

sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada

(39)

Table 3. Pertambahan jumlah daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88

Perlakuan Rata-rata

A0 8 a

A1 9 a

A3 6 a

A5 7 a

A7 6 a

Total 36,2

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 3 menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun rata-rata yang

paling besar adalah perlakuan A1 (9 helai) dibandingkan dengan perlakuan

lainnya. Tetapi pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa

antar perlakuan (A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya

dianggap tidak berbeda pada setiap perlakuan.

4. Luas Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda

tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit sukun (Lampiran 4). Luas daun

bibit sukun rata-rata dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Luas daun bibit sukun rata-rata hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

(40)

Berdasarkan Gambar 7 hasil pengamatan luas daun hari ke-88

menunjukkan luas daun terbesar diantara semua perlakuan adalah A3 yaitu

456,4641 cm2. Karena pada hari ke-88 (akhir pengamatan), bibit sukun pada

perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 sudah mati pada keseluruhan

ulangan, maka tidak ada data hasil pengukuran luas daunnya (Lampiran 7).

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan

interval berbeda, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun bibit sukun

rata-rata (Lampiran 4). Berikut luas daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran

hari ke-0 sampai hari ke-88 disajikan pada Table 3.

Table 4. Luas daun bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-88

Perlakuan Rata-rata

A0 333,9576 a

A1 394,7612 a

A3 446,6460 a

A5 445,0691 a

A7 344,0118 a

Total 1964,446

Keterengan: Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Table 4 menunjukkan bahwa luas daun rata-rata yang paling besar adalah

perlakuan A3 (456,4641 cm2) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tetapi

pada uji jarak berganda Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan

(A0, A1, A3, A5 dan A7) tidak berbeda nyata, sehingga hasilnya dianggap tidak

berbeda pada setiap perlakuan.

5. Persen Hidup Bibit Sukun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyiraman pada interval berbeda

(41)

persen hidup bibit sukun mulai hari ke-0 sampai hari ke-88 yang dapat dilihat

pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik persen hidup bibit sukun hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:

A0= Penyiraman 2 kali sehari

A1 = Penyiraman 1 kali sehari

A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari

A5 = Penyiraman 1 kali dalam 5 hari

A7 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari

A9 = Penyiraman 1 kali dalam 9 hari

A11 = Penyiraman 1 kali dalam 11 hari

A13 = Penyiraman 1 kali dalam 13 hari

A15 = Penyiraman 1 kali dalam 15 hari

A17 = Penyiraman 1 kali dalam 17 hari

A19 = Penyiraman 1 kali dalam 19 hari

A21 = Penyiraman 1 kali dalam 21 hari

Berdasarkan grafik persen hidup bibit sukun pada Gambar 8 menunjukkan

bahwa bibit sukun yang memiliki persen hidup 100% adalah perlakuan A0, A1,

A3, A5 dan A7, artinya bibit sukun tersebut mampu bertahan hidup sampai

pengamatan hari ke-88 (pengamatan akhir). Sedangkan persen hidup untuk

perlakuan lain seperti A9, 1111, A`13, A15, A17, A19 dan A21 adalah 0%.

Pembahasan

Ketahanan bibit sukun yang berbeda tampak dari beberapa parameter

seperti tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun dan persen hidup menunjukkan

(42)

Dengan demikian, air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman

khususnya tanaman sukun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A0, A1, A3, A5 dan A7

berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter rata-rata (Lampiran

1 dan 2). Dan pada parameter tinggi yang diamati, perlakuan A1 (penyiraman

sekali sehari) memiliki pertumbuhan tinggi lebih dominan (paling tinggi) yaitu

8,52 cm. Meskipun pertumbuhan bibit sukun pada A0 (6,76 cm) dengan interval

penyiraman 2 kali sehari (frekuensi penyiraman lebih sering) dan A3 (6,26 cm)

dengan penyiraman 3 hari sekali tidak menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik

daripada 1A, akan tetapi selisih besar pertumbuhan antara A0, A1, A3, A5 dan A7

tidak berbeda jauh. Dan pada uji lanjut Duncan hasilnya tampak jelas bahwa A0,

A1, A3, A5 dan A7 tidak berbeda nyata, akan tetapi pertambahan tinggi rata-rata

yang terbaik ada pada perlakuan A1. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman sangat

membutuhkan air untuk pertumbuhan dan reaksi metabolisme lainnya. Sesuai

dengan pernyataan Gardner, et al., (1991) mengatakan bahwa air merupakan

faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh

tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa,

memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman

supaya konstan.

Hasil pengamatan pertambahan diameter rata-rata yang didapat juga

menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter

(Lampiran 2). Pertambahan diameter rata-rata tertinggi adalah perlakuan A3

(0,336 cm), kemudian diikuti perlakuan A1 (0,296 cm) dan yang ketiga adalah A0

(43)

A3 (karena nilai pertambahan diameternya paling besar). Meskipun frekuensi

penyiraman perlakuan A0 dan A1 lebih sering daripada A3, akan tetapi

pertambahan diameternya rata-rata masih lebih tinggi A3. Namun, meskipun

demikian pada uji lanjut Duncan nilai pertambahan diameter rata-rata A0, A1, A3,

A5 dan A7 tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan A9 sampai A21

(dengan interval penyiraman lebih jarang daripada A0 sampai A7) sudah mati

diakhir pengamatan sehingga nilainya tidak dapat diolah pada uji lanjut Duncan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air sangat dibutuhkan oleh tanaman

untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner, et al.,

(1991) yaitu tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan

berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap

kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula

hasil panen tanaman budidaya.

Pertambahan diameter rata-rata perlakuan A1 (0,296 cm) dan A0

(0.266 cm) dengan intensitas penyiraman sekali sehari dan dua kali sehari, tidak

lebih tinggi daripada perlakuan A3 (0,336 cm) dengan intensitas penyiraman 3 hari

sekali. Hal ini dipengaruhi oleh sifat dari bibit sukun itu sendiri yang memiliki

kemampuan berbeda-beda dalam melakukan reaksi metabolisme. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Kirk (1994) dalam Sunarto, et al., (2004), setiap sel memiliki

kemampuan yang berbeda-beda dalam menggunakan energi yang diserap untuk

memfiksasi CO sebagai akibat perubahan status fisiologisnya. Kuantum cahaya

mungkin dikumpulkan oleh suatu pigmen lebih cepat daripada elektron pembawa

(44)

Hasil pengamatan yang didapat menunjukkan bahwa perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun rata-rata dan luas daun

(Lampiran 3 dan 4). Pada parameter jumlah daun rata-rata (Lampiran 3) tampak

jelas bahwa jumlah daun rata-rata terbanyak adalah A1 sebanyak 9 helai,

kemudian diikuti A0 (8 helai) dan A5 (7 helai). Akan tetapi pada parameter luas

daun (Lampiran 4) menunjukkan bahwa luas daun rata-rata terbesar per helai

adalah A3 seluas 456,4641 cm2, kemudian A5 (453,4842 cm2) dan A1 (394,7611

cm2). Dan pada uji lanjut Duncan hasilnya menunjukkan bahwa A0, A1, A3, A5

dan A7 tidak berbeda nyata, akan tetapi pada perlakuan A9, 1111, A`13, A15, A17,

A19 dan A21 (dengan interval penyiraman yang lebih jarang) tampak tumbuhan

dengan kondisi mati. Dengan demikian maka semakin jelas bahwa stress air dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ, sebab semakin cukup air

pada suatu tanaman maka pertumbuhannya akan semakin baik dan sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryati (2000) yang menyatakan bahwa

pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas daun

permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan proses

perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senence) pada

daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3 menyebabkan lambat

atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contoh seperti perluasan daun).

Luas daun yang terbesar adalah A3 sebesar 456,4641 cm2, dengan

pertambahan jumlah daun rata-rata 6 helai, kemudian diikuti oleh A5 (453,4842

cm2) pertambahan jumlah daun rata-rata 7 helai, A1 (394,7611 cm2) pertambahan

jumlah daun rata-rata 9 helai, A7 (353,2487 cm2) pertambahan jumlah daun

(45)

menunjukkan bahwa tingginya jumlah daun sangat mempengaruhi besarnya luas

permukaan daun. Jumlah daun yang tinggi akan menyerap intensitas cahaya lebih

tinggi sehingga menghasilkan luas permukaan daun lebih rendah dan sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan Sutarmi (1983) dalam Widiastuti , et al., (2004) yang

menyatakan dengan intensitas cahaya yang rendah, tanaman menghasilkan daun

lebih besar, lebih tipis dengan lapisan epidermis tipis, jaringan palisade sedikit,

ruang antar sel lebih lebar dan jumlah stomata lebih banyak. Sebaliknya pada

tanaman yang menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan daun yang lebih

kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih sedikit, lapisan

kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang antar sel lebih kecil dan tekstur

daun keras.

Daun yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Luas

daun yang besar akan meningkatkan hasil fotosintesis dan secara otomatis akan

meningkatkan pertumbuhan sukun (Gambar 5 dan 7). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Harjadi (1991) dalam Widiastuti, et al., (2004) yang menyatakan bila

luas daun meningkat, asimilat yang dihasilkan akan lebih besar pula. Nilai laju

pertumbuhan nisbi erat kaitannya dengan efisiensi penyerapan cahaya oleh daun,

dalam hal ini luas daun dan laju asimilasi bersih akan mempengaruhi laju

pertumbuhan nisbi. Luas daun meningkat dengan diimbangi laju asimilasi bersih

yang tinggi, akan menghasilkan laju pertumbuhan nisbi yang tinggi pula.

Hasil penelitian yang menunjukkan matinya bibit sukun pada perlakuan

A9 sampai A21 dikarenakan oleh ketersediaan air pada media sangat rendah, sebab

intensitas penyiraman yang jarang. Selain itu, kematian bibit juga disebabkan oleh

(46)

Haryati (2003) yang menyatakan kekurangan air pada tanaman terjadi karena

ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau

kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan, meskipun di dalam tanah air cukup

tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Selain itu

kecepatan absorbsi juga tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses

transpirasi karena suhu pada rumah kaca yang tinggi dan tingkat kelembaban yang

rendah. Rataan suhu di rumah kaca pada pagi hari adalah 35,90C dengan

kelembaban 66,3%, siang 50,50C dengan kelembaban 27,6% dan malam 50,50C

dengan kelembaban 67,6% (Lampiran 5). Sesuai dengan pernyataan Hakim, et al.,

(1986), selain sifat tanah, faktor tumbuhan dan iklim sangat mempengaruhi

jumlah air yang diabsorsikan tumbuhan dari tanah. Faktor tumbuhan antara lain,

bentuk perakaran, ketahan terhadap kekeringan, tingkat dan stadia pertumbuhan.

Faktor iklim antara lain temperatur dan kelembaban.

Sukun memang memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

lingkungan yang kritis. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi serta kelembaban

yang rendah di rumah kaca menjadi salah satu indikator tingginya tingkat

transpirasi dan rendahnya daya absorsi sukun sehingga bibit sukun mati. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Ragone (1997) dalam Jones, et al., (2011) yang

menyatakan bahwa sukun sungguh menyesuaikan diri dengan daerah beriklim

panas yang basah, tumbuh baik pada temperatur-temperatur berkisar antara

21-32°C dengan satu curah hujan tahunan 1525-2540 juta dan pengeringan cukup

Temperatur lebih dingin sering kali mengakibatkan persentasi hasil rendah dan

(47)

Rendahnya kandungan air tanah pada media menyebabkan aktivitas

fisiologis menjadi terganggu yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan bibit

sukun. Sebab air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium

reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel dan

bahan baku fotosintesis. Dan karena kekurangan air ini terjadi terus menerus

sehingga bibit sukun sampai pada titik layu permanen dan akhirnya mati.

Berdasarkan data hasil pengamatan, diperoleh jumlah persen hidup bibit sukun

untuk A0, A1, A3, A5 dan A7 sebesar 100%, dan untuk A9, 1111, A`13, A15, A17, A19

dan A21 sebesar 0%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa penyiraman dengan

interval lebih sering akan memperoleh persen tumbuh yang lebih tinggi daripada

penyiraman bibit sukun dengan interval jarang. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Fitter dan Hay (1981), kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis

maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.

Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversible

(tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, bibit sukun dapat bertahan

hidup paling lama dengan intensitas penyiraman 7 hari sekali (perlakuan A7).

Artinya, kuantitas air yang dibutuhkan bibit sukun untuk dapat bertahan hidup

paling sedikit adalah dengan penyiraman 7 hari sekali (dengan penyiraman sampai

mencapai kapasitas lapang). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner, et al.,

(1991), air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi

antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan.

Pertumbuhan tanaman sukun pada umumnya lebih dominan pada A1

(48)

intensitas penyiraman seperti pada perlakuan A1, sedangkan pada A0 dengan

intensitas lebih sering memiliki pertumbuhan lebih rendah dibandingkan A1, sebab

jumlah air yang terdapat pada media tanam sukun sudah melebihi cukup

(kapasitas lapang), sehingga pertumbuhannya sedikit tertekan. Sedangkan pada A9

sampai A21 intensitas penyiramannya sudah terlalu jarang sehingga bibit sukun

mengalami defisiensi dan akhirnya mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gould

(1974) dalam Desmarina, et al., (2009) yang menyatakan jika air kurang atau

berlebih menyebabkan tanaman mengalami titik kritis, dimana tanaman akan

mengalami penurunan proses fisiologi dan fotosintesis dan akhirnya

mempengaruhi produksi dan kualitas buahnya. Perlakuan periode pemberian air,

erat hubungannya dengan tingkat ketersediaan air dalam tanah. Air yang tersedia

dalam tanah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan

tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penyiraman air sangat mempengaruhi pertumbuhan bibit sukun.

2. Pertumbuhan bibit sukun yang baik adalah A0, A1, A3, A5 dan A7.

3. Bibit sukun dapat bertahan hidup pada usia penyiraman maksimal 7 hari

sekali (perlakuan A7), lebih dari itu tanaman akan mengalami cekaman air

dan akhirnya mati.

Saran

Setelah dilakukan penelitian di rumah kaca, ternyata rataan pertumbuhan

bibit sukun paling baik adalah dengan perlakuan A3 (penyiraman 1 kali 3 hari),

meskipun hasilnya tidak berbeda nyata antara A0, A1, A3, A5 dan A7. Disarankan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya sukun, sebaiknya

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Baiyeri, K. P dan B. N. Mbah. 2006. Effects of soilless and soil-based nursery media on seedling emergence, growth and response to water stress of African breadfruit (Treculia africana Decne). African Journal of Biotechnology Vol. 5 (15), pp. 1405-1410

Daniel, T. W., J. A. Helms dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Dephut, 1998. Buku Pedoman Kehutanan Indonesia. Jakarta

Desmarina, R, Adiwirman dan W. D. Widodo. 2009. Respon Tanaman Tomat Terhadap Frekuensi dan Taraf Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tomat. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta

FAO (Food and Agriculture Organization). 2007. Glosarry. Fao.org. Available from. Desmarina, dkk. [23 Juni 2011]

Fitter , A. H dan Hay, R. K. M. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Diterjemahkan oleh Sri Andani dan E. D. Purbayanti. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Diterjemahkan oleh Sri Andani dan E. D. Purbayanti. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Gardner, PF. RB, Pearce dan RL, Mitcell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Goldsworthy, P. R dan RL. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Tohari. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Gomez, K. A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsudin dan J. S. Baharsyah. UI Press. Jakarta

Hakim, N, Nyapka, Y.M, Lubis, A.M, Nugroho, G, Saul, R, Diha, A, Hong, B.G, dan Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung

(51)

Haryati, S.S. 2000. Fisiologi Cekaman. Edisi Revisi. Jurusan Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

Hendalastuti, H dan R. Rojidin. 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengolahan Buah Sukun: Studi kasus di Solok dan Kampar Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 220-232

Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Sukun. Diakses dari

Islami, T dan Utomo, W. H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang

Jones, A.M.P, D. Ragone, N.G. Tavana, D.W. Bernotas, and S.J. Murch. 2011. Beyond the Bounty: Breadfruit (Artocarpus altilis) for food security and novel foods in the 21st Century. Ethnobotany journal. Vol9: 09-129

Kartikawati, N. K dan H.A. Adinugraha. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Jakarta

Prasetyo. 2004. Budidaya Kapulaga sebagai Tanaman Selapada Tegakan Sengon. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkul

Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press. Medan

Shofiah. 2005. Indeks kinerja Petani dalam Membangun Hutan Rakyat di Kecamatan Samarinda Utara. Tesis. Program Pasca sarjana universitas Mulawarman. Samarinda

Sinaga, S. 2008. Asam Abisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan

Sofyan, A dan Islam, S. (Dalam Daniel, T.W., J.A. Helm, F.S. Baker. 1987). 2006. Pengaruh Umur Semai Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren di Persemaian. Balai Litbang Hutan Tanaman. Palembang

Sumarno. 2004. Pengelolaan Air Bagi Tanaman. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang

(52)

Sunarto, Sri, A dan A. Herman. 2004. Efisiensi Pemanfaatan Energi Matahari oleh Fitiplankton dalam Proses Fotosintesis. Jurnal Akuatika No. 2 Vol.2

(53)

Lampiran 1. Table Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun

Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun pada pengamatan hari ke-88

Ulangan Perlakuan Jumlah Rata-rata

0A 1A 3A 5A 7A

Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit sukun pada pengamatan hari ke-88 Sumber

• Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun.

• Antar perlakuan tidak berbeda nyata secara signifikan terhadap pertambahan tinggi bibit sukun pada uji lanjut Duncan.

(54)

Lampiran 2. Table Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun

Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun pada pengamatan hari ke-88

Ulangan Perlakuan Jumlah Rata-rata

0A 1A 3A 5A 7A

Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit sukun pada pengamatan hari ke-88 Sumber

• Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit sukun

• Antar perlakuan tidak berbeda nyata secara signifikan terhadap pertambahan diameter bibit sukun pada uji lanjut Duncan.

(55)

Lampiran 3. Table Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Jumlah Daun Bibit Sukun

Rata-rata pertambahan jumlah daun bibit sukun pada pengamatan hari ke-88

Ulangan Perlakuan Jumlah Rata-rata

0A 1A 3A 5A 7A

Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit sukun pada pengamatan hari ke-88 Sumber

• Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit sukun

• Antar perlakuan tidak berbeda nyata secara signifikan terhadap pertambahan jumlah daun bibit sukun pada uji lanjut Duncan.

Gambar

Gambar 1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88 Keterangan:
Gambar 2. Grafik tinggi bibit sukun rata-rata hari ke-0 sampai hari ke-88
Table 1. Pertambahan tinggi bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88
Table 2. Pertambahan diameter bibit sukun rata-rata pada pengukuran hari ke-0 sampai hari ke-88
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian di lapangan, pemberian jumlah crystal soil yang dianjurkan belum berpengaruh terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit sukun karena

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun. di

Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... Data Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberiaan crystal soil pada pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst), dan untuk meningkatkan daya tumbuh tanaman

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sukun dengan adanya pemberian perlakuan berbagai ketebalan mulsa ampas tebu pada