• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis F.) Terhadap Berbagai Ketebalan Mulsa Spons dan Interval Penyiraman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis F.) Terhadap Berbagai Ketebalan Mulsa Spons dan Interval Penyiraman"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Pertumbuhan Tinggi dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)

Data Pertumbuhan Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-1

Perlakuan S₁ S₂ S₃ S₄ Ʃ Rataan

Data Pertumbuhan Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-2

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pertumbuhan Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-3

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-4

(2)

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-5

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-6

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-7

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-8

(3)

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-9

Data Pengukuran Tinggi Bibit Sukun Pengukuran ke-10

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Bibit Sukun

(4)

Lampiran 2. Pertumbuhan Diameter dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-1 Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-2 Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-3 Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

(5)

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-5

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-6 Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-7 Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

(6)

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-9

Data Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun Pengukuran ke-10 Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Analisis Ragam Pertumbuhan Diameter Bibit Sukun

(7)

Lampiran 3. Pengukuran Jumlah Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)

Data Pengukuran Jumlah Daun Bibit Sukun

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Analisis Ragam Pertumbuhan Jumlah Daun Bibit Sukun

SK Db JK KT F Hit F Tab

Data Pengukuran Luas Daun Bibit Sukun

(8)

Analisis Ragam Luas Daun Bibit Sukun

Data Pengukuran Luas Tajuk Bibit Sukun

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Ʃ 23690,98 18460,31 18358,97 16799,31 77309,57 19327,38

Analisis Ragam Luas Tajuk Bibit Sukun

(9)

A0 : Kontrol S1 : Penyiraman 1x1 hari

Data Pengukuran Panjang Akar Bibit Sukun

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Analisis Ragam Panjang Akar Bibit Sukun

(10)

Lampiran 7. Penngukuran Bobot Kering Akar dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)

Data Pengukuran Bobot Kering Akar Bibit Sukun

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Ʃ Rataan

Analisis Ragam Bobot Kering Akar Bibit Sukun

SK db JK KT F Hit F Tab

Data Pengukuran Bobot Kering Tajuk

(11)

Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Bibit Sukun

SK Db JK KT F Hit F Tab

P 23 1252,76

A 5 237,53 47,55 1,11 2,41tn B 3 732,45 244,15 5,72 2,8* A*B 15 282,78 18,85 0,44 1,88tn

G 48 2048,63 42,67 T 71 3337,39

Keterangan: tn : tidak nyata * : nyata

A0 : Kontrol S1 : Penyiraman 1x1 hari A1 : Ketebalan 2 cm S2 : Penyiraman 1x3 hari A2 : Ketebalan 4 cm S3 : Penyiraman 1x5 hari A3 : Ketebalan 6 cm S4 : Penyiraman 1x7 hari A4 : Ketebalan 8 cm

A5 : Ketebalan 10 cm

(12)

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Tim Penelitian Bibit Sukun

Pengukuran Tinggi Penyiraman Bibit

(13)

Pengukuran Berat Kering Tajuk Pengukuran Berat Kering Akar

Pengukuran Jumlah Daun Pemanenan Bibit

Pemberian Mulsa Spons Bibit Disusun Secara Acak

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H. A. 2011. Pengaruh Umur Induk, Umur Tunas dan Jenis Media Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Sukun. Jurnal Pemuliaan Tanaman. 5 (1) 31:40.

Alrasyid, H. 1993. Pedoman penanaman sukun (Arthocarpus altilis Forsberg). Informasi Teknis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Arga, A. 2010. Mulsa. http://anggi-arga./2010/03/mulsa.html. Diakses pada Tanggal 17 September 2015.

Arifin, M.S. 2014. Kajian Panjang Tunas Dan Bobot Umbi Bibit Terhadap Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola. Bray, E.A. 1997. Plant Responses to Water Deficit. Trend in Plant Sci. 2:48-54. Doring T., U. Heimbach, T. Thieme, M. Finckch, H. Saucke. 2006. Aspect of

Straw Mulching in Organic Potatoes-I, Effects on Microclimate, Phytophtora Infestans, andRhizoctonia Solani. Nachrichtenbl. Deut. Pflanzenschutzd. 58 (3):73-78.

Gardner, F. P., R. B. Pearce. dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. UI Press. Jakarta.

Ghannoum, O. 2009. C4 Photosynthesis and Water Stress. Ann Bot.

Handayani, M., 1996. Pengaruh Enam Jenis Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Semangka(Citrullus vulgaris L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Harjadi, S. S. dan S. Yahya. 1988. Fisiologi Stres Tanaman. PAU IPB. Bogor. Hendalastuti, H. R. dan A. Rojidin. 2006. Identifikasi Sentra Produksi Buah dan

Penanganan Pasca Panen Sukun Segar. Laporan Hasil Penelitian Lokal Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu. Tidak Diterbitkan.

Kartono, G., Harwanto, Suhardjo dan T. Purbiati. 2004. Keragaman Kultivar Sukun dan Pemanfaatannya di Jawa Timur (Studi Kasus di Kabupaten Kediri dan Banyuwangi) pada tanggal 2 Oktober 2015.

(15)

Levitt, J. 1980. Responses of Plants to Environmental StressesII Water, Radiation, Salt and Other Stresses2nd Ed. Academic Press. New York.

Multazam, A. M. 2014. Pengaruh Macam Pupuk Organik dan Mulsa pada Tanaman Brokoli (Brassica oleracea L. Var Italica). Jurnal Budidaya Pertanian Universitas Brawijaya. Surabaya.

Mulyatri. 2003. Peranan Pengolahan Tanah dan Bahan Organik Terhadap Konservasi Tanah dan Air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.

Noorhadi dan Sudadi. 2003. Kajian Pemberian Air dan Mulsa Terhadap Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai di Tanah Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.

Pitojo, S. 1992. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Poljakoff-Mayber, A. 1975. Mor-phological and Anatomical Changes in Plants as a Respons to Salinity Stress. In. A. Poljakoff-Mayber and J. Gale (Ed.).Plants in Saline Environment. Chapman & Hall Limited. London. Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press. Medan.

Rowi, J. 1988. Pengaruh Ketersediaan Air Tanah Terhadap Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Kelapa Hibrida Indonesia pada Berbagai Tingkat Umur Muda. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Salisbury, F.B., Ross C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Diterjemahkan Oleh Diah R. Lukaman. Penerbit ITB. Bandung.

Sarief, E. S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Setyati, S. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sharp, R.E. dan Davies, W.J. Regulation of Growth and Development of Plants

Growing with a Restricted Supply of water. In Jones H.G., Flowers T.L., Jones M.B (Ed.). Plants Under Stress. Cambridge University Press. Cambridge.

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tisdale, S.I. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. MacMillan Publishing Company. London.

(16)

Wicks, G.A., D.A Crutcfield dan Buraside., 2004. Influence of Weat (Triticum aestivum) Straw Muich and Matalachar on Corn (Zea mays) Growth and Yield Weed Sci.

Widyasari, L., T. Sumarni dan Ariffin. 2011. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Mulsa Jerami Padi pada Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. FPUB. Malang.

Zainal, A. dan M. Soleh. 2004. Usahatani Konservasi Berbasis Tanaman Kentang di Lahan Berlereng Dataran tinggi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Surabaya.

(17)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan September 2015 sampai dengan Januari 2016.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun (Artocarpus communis) umur 3 bulan, mulsa spons ukuran 20x20 cm untuk setiap

ulangan, top soil, benang, kertas label dan polybag ukuran 40x50 cm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul, kamera digital, alat tulis, kalkulator, gunting, penggaris, jangka sorong, kertas milimeter, pisau cutter, dan software image J.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial. Masing-masing bibit diberi 6 perlakuan untuk ketebalan dan 4 perlakuan untuk interval penyiraman, yaitu :

1. Faktor pertama (faktor A) adalah ketebalan mulsa spons: A0 : tanpa mulsa (kontrol)

(18)

2. Faktor kedua (faktor S) adalah interval penyiraman yang dilakukan terdiri

Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh jumlah satuan percobaan sebanyak 72 satuan percobaan.Model umum rancangan yang

digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αk + βs + (αβij + εijk)

Keterangan : Yijk : Hasil pengamatan bibit sukun pada ketebalan spons ke-i dan perlakuan penyiraman ke-j serta interaksi antara ketebalan spons ke-i dan perlakuan penyiraman ke-j µ : Rataan umum pertumbuhan bibit sukun

αk : Pengaruh ketebalan spons ke-i

βs : Pengaruh perlakuan penyiraman ke-j

αβij : Pengaruh interaksi ketebalan spons ke-i dan perlakuan penyiraman bibit sukun ke-j

εijk : Pengaruh galat ketebalan spons ke-i dan perlakuan

penyiraman ke-j dari interaksi antara ketebalan spons ke-i dan perlakuan penyiraman ke-j pada setiap ulangan ke-k

Pada pengolahan data dilakukan dengan uji F pada SPSS. Jika Anova berpengaruh nyata terhadap uji F, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarjkan uji jarak Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Prosedur Penelitian

1. Penyiapan bibit sukun

(19)

digunakan merupakan bibit yang berumur seragam yaitu tiga bulan dan memiliki kesehatan serta keadaan fisik yang baik.

2. Penyiapan media tanam

Media tanam yang digunakan adalah polybag berwarna hitam berukuran 40 x 50 cm, diisi dengan top soil sebanyak 10 kg. Top soil diperoleh dari kawasan Arboretum Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara. Sebelum digunakan, tanah dikering anginkan terlebih dahulu lalu diayak dengan menggunakan ayakan pasir. 3. Penanaman bibit sukun

Bibit sukun ditanam sesuai dengan ukuran polybag dan tanah yang diberikan. Setelah itu polybag diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu ketebalan mulsa spons (tanpa spons, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm) dan interval penyiraman (1x1 hari, 1x3 hari, 1x5 hari dan 1x7 hari).

4. Pemberian mulsa

Mulsa diletakkan dipermukaan tanah bibit sukun (Artocarpus communis) sesuai dengan ketentuan yang ditentukan. Mulsa yang diberikan merupakan mulsa spons dengan ketebalan 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm berukuran 20x20 cm dan tanpa mulsa sebagai kontrol.

Gambar 1. Mulsa Spons dengan Berbagai Ketebalan

(20)

5. Interval penyiraman

Interval penyiraman bibit sukun dilakukan sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Penyiraman bibit yang dilakukan yaitu 1x1 hari, 1x3 hari, 1x5 hari dan 1x7 hari.

Parameter Pengamatan

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data tiap awal parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter yang dikurangi terhadap data awal. Parameter yang diamati antara lain :

a. Tinggi (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal sampai titik tumbuh tertinggi dengan menggunakan benang dan penggaris. Pengamatan dilakukan dalam dua minggu sekali.

b. Diameter (cm)

Diameter tanaman diukur dengan menggunakan jangka sorong yang diambil pada satu titik yang telah ditentukan. Pengukuran diameter dilakukan di pangkal batang yang kemudian diberi tanda. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

c. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang paling bawah hingga daun yang berada di sekitar pucuk tanaman yang sudah terbuka sempurna. Menghitung daun dilakukan pada akhir penelitian.

(21)

d. Luas daun (cm2)

Pengukuran luas daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit. Daun yang akan diukur dipilih secara seragam dengan menggunakan daun ketiga bibit sukun. Daun digambar pada kertas milimeter kemudian dilakukan scanning untuk mendapatkan pengukuran luas dengan program Image J.

e. Luas tajuk (cm2)

Pengukuran luas tajuk diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit. Tajuk difoto secara vertikal lalu dilakukan scanning untuk mendapatkan pengukuran luas dengan program Image J.

f. Panjang Akar (cm)

Mengetahui panjang akar dilakukan dengan cara membuka polybag pada akhir pengamatan agar tidak ada akar yang tertinggal. Lalu diukur panjang akar (cm) diukur dengan penggaris dari pangkal akar hingga ujung akar terpanjang. g. Bobot Kering Tajuk dan Akar (g)

Untuk pengukuran bobot kering tajuk dan akar akan dilakukan pengovenan tajuk dan akar secara terpisah. Kegiatan ini dilakukan di akhir pengamatan.

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian yang dilakukan selama lima bulan di Rumah Kaca dengan berbagai perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Pertumbuhan dan sistem perakaran bibit sukun pada berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Pertumbuhan bibit sukun terhadap perlakuan ketebalan mulsa spons

(23)

1. Tinggi (cm)

Pengamatan tinggi bibit dilakukan selama lima bulan di rumah kaca. Hasil rataanpengamatan pertambahan tinggi bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Pertambahan Tinggi Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan

Penyiraman.

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons, pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1, pada pertambahan tinggi terdapat selisih pada setiap perlakuan ketebalan mulsa spons dan faktor penyiraman, yaitu tinggi tanaman tertinggi di peroleh pada perlakuan mulsa spons dengan ketebalan 10 cm dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x1 hari (A5S1) yaitu 69,33 cm. Untuk rataan pertumbuhan tinggi terendah terdapat pada bibit tanaman sukun dengan perlakuan kontrol dikombinasikan dengan penyiraman 1x7 hari (A0S4) yaitu 23,96 cm. Pada uji lanjutan DMRT, pertambahan tinggi menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

(24)

2. Diameter (cm)

Pengamatan diameter bibit dilakukan selama lima bulan di rumah kaca. Hasil rataanpengamatan pertambahan diameter bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Pertambahan Diameter Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman.

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons, pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Pada pertambahan diameter dari setiap perlakuan mulai dari minggu pertama sampai minggu ke-10 mendapatkan ukuran yang berbeda-beda. Seperti pada Tabel 2, pertambahan diameter tertinggi ditemukan pada perlakuan mulsa spons dengan ketebalan 10 cm yang dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x1 hari (A5S1) yaitu 1,03 cm. Rataan untuk diameter terkecil terdapat pada tanaman sukun dengan perlakuan kontrol dikombinasi penyiraman 1x7 hari (A0S4) yaitu 0,22 cm. Pada uji lanjutan DMRT, pertambahan diameter menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

(25)

3. Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan setelah lima bulan di rumah kaca. Hasil rataan pengamatan jumlah daun bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 3: Tabel 3. Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons

dan Penyiraman.

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons, pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah daun rata-rata tanaman sukun terbanyak terdapat pada tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons ketebalan 10 cm dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x1 (A5S1) yaitu 12,33 helai daun. Untuk selisih pertumbuhan daun sukun terendah rata-rata terdapat pada tanaman sukun yang diberi perlakuan kontrol dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x7, (A0S7) yaitu 1,22 helai daun. Pada uji lanjutan DMRT, jumlah daun menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

4. Panjang Akar (cm)

Pengamatan panjang akar dilakukan setelah lima bulan di rumah kaca. Hasil rataanpengamatan panjang akar bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 4:

(26)

Tabel 4. Pengamatan Panjang Akar Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons, pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 4, diperoleh data panjang akar tanaman sukun tertinggi pada perlakuan mulsa spons kontrol yang dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x7 hari (A0S7) dengan panjang yaitu 81 cm. Untuk panjang akar terpendek ditemukan pada tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons ketebalan 8 cm dengan penyiraman 1x7 hari (A4S7) sepanjang 39,23 cm.

5. Luas daun (cm2)

Pengamatan luas daun dilakukan setelah lima bulan di rumah kaca. Hasil rataan pengamatan luas daun bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5. Pengamatan Luas Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman. Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons,

pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

(27)

Berdasarkan Tabel 5, luas daun tanaman sukun terdapat perbedaan yang cukup jauh untuk setiap perlakuan. Luas daun tertinggi terdapat pada tanaman sukun diberi perlakuan mulsa spons ketebalan 10 cm dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x1 hari yaitu seluas 607 cm² (A5S1). Luasan daun terendah terdapat pada tanaman sukun yang diberi mulsa spons perlakuan kontrol dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x7 hari (A0S7) yaitu seluas 249,66 cm². Pada uji lanjutan DMRT, luas daun menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

6. Luas Tajuk(cm2)

Pengamatan luas tajuk dilakukan setelah lima bulan di rumah kaca. Hasil rataan pengamatan luas tajuk bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 6:

Tabel 6. Pengamatan Luas Tajuk Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman. Rataan 3948,49 3076,71 3059,82 2799,88 3221,23 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons,

pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

(28)

(A5S1), sedangkan luas tajuk terendah terdapat pada tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons kontrol dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1x7 hari (A0S7) seluas 1134,33 cm². Pada uji lanjutan DMRT, luas tajuk menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

7. Bobot Kering Akar (g)

Pengamatan bobot kering akar dilakukan setelah lima bulan di rumah kaca. Hasil rataan pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Tabel 7: Tabel 7. Pengamatan Bobot Kering Akar Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa

Spons dan Penyiraman. Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons,

pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan data yang di dapat menunjukkan bahwa rata-rata bobot kering akar tertinggi dimiliki oleh tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons ketebalan 10 cm dikombinasikan dengan penyiraman 1x1 hari (A5S1) yaitu 21,6g. Untuk bobot kering akar terendah dimiliki oleh tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons kontrol dikombinasikan dengan penyiraman 1x7 hari (A0S4) yaitu 5,03 g. Pada uji lanjutan DMRT, bobot kering akar menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan

(29)

ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

8. Bobot Kering Tajuk (g)

Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan setelah lima bulan di rumah kaca. Hasil rataan pengamatan bobot kering tajuk bibit sukun dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Pengamatan Bobot Kering Tajuk Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman. Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rataan ketebalan mulsa spons,

pada baris rataan interval penyiraman, dan pada baris dan kolom pada interaksi antara ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan data yang di dapat menunjukkan bahwa rata-rata bobot kering tajuk tertinggi dimiliki oleh tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons kontrol dikombinasikan dengan penyiraman 1x7 hari (A0S4) yaitu 26,86 g. Untuk bobot kering tajuk terendah dimiliki oleh tanaman sukun dengan perlakuan mulsa spons ketebalan 10 cm dikombinasikan penyiraman 1x1 hari (A5S1) yaitu 13,92 g. Pada uji lanjutan DMRT, bobot kering tajuk menunjukkan pengaruh yang nyata dengan perlakuan pemberian mulsa spons terbaik adalah spons dengan ketebalan 10 cm dan interval penyiraman terbaik pada 1x7 hari. Interaksi terbaik yaitu pada kombinasi A5S1.

(30)

Pembahasan

Berdasarkan analisis ragam, pemberian mulsa spons pada bibit sukun berpengaruh nyata terhadap beberapa parameter pengamatan yaitu parameter tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, luas tajuk, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Hal ini disebabkan pemberian mulsa berperan banyak untuk pertumbuhan tanaman. Mulsa berperan sebagai penutup tanah yang membantu menjaga kondisi tanah agar tetap dalam kondisi baik dan tidak terganggu oleh faktor yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyatri (2003), yang menyatakan bahwa aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Dalam penelitian ini pertumbuhan tinggi bibit sukun berbanding lurus dengan pertumbuhan diameternya, dimana semakin meningkatnya tinggi bibit juga meningkatkan pertumbuhan diameter bibit. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan keduanya yang tumbuh dengan baik. Pertumbuhan bibit yang baik juga disebabkan oleh ketersediaan bahan-bahan yang mendukung terjadinya proses fotosintesis. Apabila bahan-bahan tersebut tersedia maka laju fotosintesis akan berjalan dengan baik. Sesuai dengan pernyataan Arifin (2014), apabila laju fotosintesis berlangsung dengan baik, yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan cepat, maka fotosintat yang dihasilkan berupa biomassa tanaman seperti akar, daun, dan batang akan semakin banyak.

(31)

Sementara itu peningkatan laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bobot kering total tanaman yang dihasilkan per satuan waktu. Keseluruhan tubuh tanaman yang dinyatakan dalam biomassa total tanaman dipertimbangkan sebagai satu kesatuan untuk menghasilkan bahan baru tanaman. Hal ini ada hubungannya dengan kemampuan tanaman menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas fotosintesis yang lebih besar sehingga asimilat yang dihasilkan pun lebih besar. Besarnya asimilat yang kemudian ditranspor dan disimpan sebagai cadangan makanan inilah yang kemudian menentukan bobot tanaman. Jumlah asimilat yang kecil akan menghasilkan bobot tanaman yang lebih kecil dan sebaliknya jika jumlahnya besar akan meningkatkan bobot tanaman. Tetapi pada bobot kering tajuk menunjukkan hasil yang berbeda. Dapat dilihat pada luas tajuk menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik, sementara bobot keringnya berbanding terbalik. Hal ini diduga karena kadar air yang terkandung di dalam daun dalam jumlah besar. Pada ketebalan mulsa spons tertinnggi memiliki daun dengan kadar air yang tinggi disebabkan pertumbuhannya yang baik. Sehingga pada saat pengovenan air terkuras habis dan menyisakan bobot yang tendah. Sementara itu pada kontrol air yang terkandung didalam daun dalam jumlah sedikit karena daun kering dan tidak menyimpan banyak air.

(32)

Menurunnya fotosintat akibat laju fotosintesis yang menurun sehingga mempengaruhi produksi bobot kering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Poljakoff (1975), bahwa laju fotosintesis akan menurun dengan rusaknya kloroplas yang berakibat buruk terhadap klorofil. Laju fotosintesis yang menurun tersebut disebabkan pula oleh tertutupnya stomata akibat penurunan tekanan turgor.

Selanjutnya pertumbuhan tinggi tanaman yang diperoleh merupakan kemampuan tanaman dalam bersaing memperebutkan unsur hara. Tanaman mampu memanfaatkan faktor-faktor tumbuh di sekelilingnya baik yang berada di bawah permukaan tanah maupun yang berada di atas permukaan tanah yang berupa cahaya, air, dan oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wicks dkk. (2004), bahwa hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya yang tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi fotosintat ke bagian biji juga meningkat. Fotosintat ditranslokasikan dan diakumulasikan dalam berbagai organ tanaman selama pertumbuhan vegetatif dan reproduktif.

Dengan adanya ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang baik dapat dilihat berdasarkan jumlah daunnya. Apabila ketersediaan air cukup, maka jumlah daun meningkat. Sebaliknya, jika tanaman mengalami kekeringan maka tanaman akan mengeringkan lalu menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ritche (1988) yang menyatakan bahwa kekeringan menyebabkan daun lebih cepat layu dan gugur. Rendahnya ketersediaan air tanah juga dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan daun baru (Rowi, 1988). Hal ini dapat

(33)

ditandai dengan daun yang mulai mengering dengan warna menguning. Terganggunya laju pertambahan daun tanaman yang mengalami kekeringan disebabkan oleh terhambatnya perkembangan daun, sehingga daun cepat menguning.

Berbanding terbalik dengan jumlah daun, panjang akar akan meningkat jika tanaman mengalami kekurangan air. Dalam konsidi suhu tinggi dan pemberian air yang sedikit, tanaman menjadi kekeringan. Hal ini menyebabkan akar bebas mencari air dan tumbuh secara tidak beratur untuk mempertahankan hidupnya dan tubuh utamanya. Sesuai dengan pernyataan Sitompul dkk. (1995) yang menyatakan tanaman yang tumbuh dalam keadaan kurang air akan membentuk akar yang lebih panjang dengan hasil yang lebih rendah dari tanaman yang tumbuh dalam cukup air. Dalam keadaan tercekam, akar tanaman akan melakukan mekanisme penyesuaian dengan zat terlarut yang tertimbun di ujung akar dan menaikkan tekanan turgor sehingga dapat menunjang pertumbuhan akar dalam waktu yang terbatas. Pada suhu tanah yang sesuai, akar tanaman akan tumbuh dengan baik diduga karena sel pada ujung akar akan terangsang untuk membelah (Sharp dkk., 1979).

Selain itu akar berhubungan dengan pertumbuhan tajuk, jika akar bertumbuh dengan baik maka potensi pertumbuhan tajuk akan semakin meningkat. Hal ini sesuai pernyataan Sitompul dkk. (1995) bahwa akar adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tanaman dan mempunyai fungsi yang sama pentingnya dengan bagian atas tanaman, potensi pertumbuhan akar perlu dicapai sepenuhnya untuk mendapatkan potensi pertumbuhan bagian atas tanaman, ini berarti bahwa semakin banyak akar semakin tinggi hasil tanaman.

(34)

Pada pemberian interval penyiraman juga memperoleh respon yang baik. Air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan pada berbagai parameter. Penyiraman yang diberikan secara rutin menunjukkan hasil yang lebih unggul dibanding perlakuan lainnya dan cekaman kekeringan menganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bray (1997), yang menyatakan bahwa cekaman kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia dengan cukup. Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, yang meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Selain itu, kekurangan air akan berpengaruh pada laju fotosintesis yang sangat penting bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dkk. (1992) yang menyatakan pada saat kekurangan air, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, kekurangan air juga menghambat sintesis protein dan dinding sel. Tanaman yang mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal.

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan luas daun.

2. Perlakuan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, bobot kering akar dan bobot kering tajuk.

3. Interaksi antara perlakuan pemberian mulsa spons dengan pernyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, dan luas tajuk.

Saran

(36)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Sukun (Artocapus communisF.)

Sukun merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat dikenal di Indonesia dan banyak negara lainnya. Tanaman jenis ini memiliki banyak nama lokal tergantung daerah persebarannya. Klasifikasi tanaman sukun menurut Rauf (2009), adalah:

Kerajaan : Plantae

Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Rosales

Keluarga : Moraceae

Suku : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst.

Sukun merupakan salah satu tanaman penghasil buah utama dari keluarga Moraceae yang memiliki peran dalam ketahanan pangan di indonesia. Sukun memiliki arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif tanaman sumber pangan (Hendalastuti dkk., 2006).

(37)

Pada masa awal pertumbuhan, tanaman sukun sangat peka terhadap cekaman air. Tapi setelah melewati masa rentan tersebut, tanaman sukun mampu tumbuh dengan baik di berbagai kondisi. Tanaman sukun memiliki kemampuan beradaptasi yang baik termasuk pada lahan marginal atau lahan kritis (Kartono dkk., 2004).

Tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak menerima sinar matahari. Keberadaan tanaman sukun di suatu tempat merupakan indikator bahwa tanaman sukun bisa tumbuh dengan baik di daerah tersebut asal tidak berkabut (Alrasjid, 1996).

Sukun merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, khususnya terhadap timbulnya salinitas dan keadaaan fisiografi dengan adanya air dangkal. Tanaman sukun tumbuh menjulang tinggi dan dapat mendukung usaha diversifikasi tanaman pangan sehingga dijadikan sebagai cadangan pangan non beras (Triwiyatno, 2006).

Tempat tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari daratan rendah hingga mencapai ketinggian 1500 mdpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah panas dengan suhu rata-rata sekitar 20-40 oC yang beriklim basah dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90% (Adinugraha, 2011).

Deskripsi Sukun (Artocarpus communis)

Sebaran tanaman sukun di Kepulauan Indonesia meliputi Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Jawa (Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Madura, P. Bawean, Kepulauan Kangean), Bali, Nusa tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa, Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru Kai,

(38)

Ambon, Halmahera dan Ternate), dan Papua (Sorong, Manokwari, dan pulau-pulau kecil di Kepala Burung). Jenis sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi deciduous serta di daerah yang beriklim monsoon. Batangnya memiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan melebar ke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer(Pitojo 1992).

Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan akar samping yang dangkal. Apabila akar tersebut terluka atau terpotong akan memacu tumbuhnya tunas alam atau root shoots tunas yang sering digunakan untuk bibit. Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval sampai lonjong, ukurannya bervariasi walaupun pada satu pohon memiliki ukuran panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm dengan panjang tangkai daun 3-7 cm. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagian pangkalnya membulat, tepi daun berlekuk menyirip dan kadang-kadang siripnya bercabang. Permukaan daun bagian atas licin, warnanya hijau mengkilap sedang bagian bawahnya kasar, berbulu dan berwarna kusam. Posisi daun menyebar menghadap ke atas dengan jarak antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1992).

(39)

yaitu Peru, Argentina dan Chilli. Anggapan yang lain menyebutkan bahwa

tanaman sukun berasal dari Kepulauan Pasifik, yakni di sekitar Polinesia. Dari daerah asalnya, tanaman sukun tersebut masuk ke Indonesia melalui orang-orang Spanyol dan Portugis yang datang ke Indonesia pada abad XV

(Triwiyatno, 2006).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan ukuran yang dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter, dan luas bagian tanaman. Parameter lain yaitu dengan adanya pertambahan volume, massa, berat basah dan kering tanaman (Harjadi dkk., 1988).

Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari beberapa proses metabolisme tumbuhan Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini meliputi faktor intrasel (Sifat genetik atau hereditas) dan intersel (Hormon dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya (Gardnerdkk., 1991).

Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah. Kekurangan air merupakan salah satu faktor abiotik yang dapat menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman (Ghannoun, 2009).

Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(40)

aktivitas metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel (Gardner dkk., 1991).

Peranan Air Dalam Pertumbuhan Tanaman

Kebutuhan air bagi tumbuhan berbeda-beda, tergantung jenis tumbuhan dan fase pertumbuhannya. Pada musim kemarau, tumbuhan sering mendapatkan cekaman air (water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tumbuhan (Levitt, 1980).

Kebutuhan air perlu mendapat perhatian, karena pemberian air yang terlalu banyak akan mengakibatkan padatnya permukaan tanah, terjadinya pencucian unsur hara, dan dapat pula terjadi erosi aliran permukaan dan erosi percikan. Tanaman kekurangan air dapat menyebabkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang. Untuk mengendalikan penguapan air maka penggunaan mulsa merupakan bahan yang potensial untuk mempertahankan suhu, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan gulma (Setyati, 1996).

Bagi tanaman air diperlukan untuk menjaga turgiditas sel-sel tanaman yang sangat penting dalam aktivitas fisiologis tanaman melalui pengaruhnya terhadap aktivitas enzim. Kekurangan air akan menurunkan turgiditas sel dan

(41)

selanjutnya menghambat pertumbuhan tanaman. Air juga berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara yang dilakukan oleh akar tanaman. Unsur hara hanya dapat diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion di dalam larutan tanah. Mengingat pentingnya peranan air bagi tanaman maka ketersediaan air secara proporsional merupakan faktor penting keberhasilan budidaya tanaman. Ketersediaan air bagi tanaman harus bersifat kontinu. Kekurangan air yang secara terus-menerus dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Begitu juga lingkungan tumbuh dengan kondisi air yang berlebih (excess water atau flooding) dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman akibat kondisi anaerob yang ditimbulkan. Fungsi air bagi tanaman adalah sebagai pelarut dan medium untuk reaksi kimia, medium untuk transport zat terlarut organic dan anorganik, medium yang memberikan turgor pada sel tanaman, hidrasi dan netralisasi muatan pada molekul-molekul koloid, bahan baku untuk fotosintesis, proses hidrolisa dan reaksi-reaksi kimia lainnya dalam tumbuhan, evaporasi air (transpirasi) untuk mendinginkan permukaan tanaman (Gardner dkk., 1991).

Peran Mulsa Spons

Untuk tetap mempertahan produktivitas dari pengaruh lingkungan yang tidak mendukung selain menggunakan varietas unggul dan pemupukan yang baik, dapat dilakukan aplikasi penggunaan mulsa. Mulsa dibagi menjadi dua, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa anorganik yaitu mulsa yang bersifat sintetik, sedangkan mulsa organik merupakan mulsa yang berasal dari sisa tanaman. Penggunaan mulsa anorganik dapat mempercepat tanaman yang

(42)

dibudidayakan berproduksi, efisien dalam penggunaan air, serta mengurangi erosi, hama dan penyakit (Noorhadidkk., 2003).

Penggunaan mulsa anorganik antara lain dapat mempercepat tanaman berproduksi, meningkatkan hasil per satuan luas, efisien dalam penggunaan pupuk dan air, mengurangi erosi akibat hujan dan angin, mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman, menghambat pertumbuhan gulma, mencegah pemadatan tanah dan mempunyai kesempatan untuk menanam pada bedengan yang sama lebih dari satu kali (Lamont, 1993).

Mulsa adalah bahan-bahan alami atau sintetik yang diberikan di atas tanah secara artifisial. Penggunaan mulsa memberikan berbagai keuntungan, baik dari aspek biologi, fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran tanaman (Doringdkk,2006).

Mulsa merupakan material penutup tanah tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal (Hamdani, 2009). Fungsi lain dari pemulsaan adalah mempertahankan kesuburan (kehilangan unsur hara) akibat air hujan, memperbaiki agregat dan porositas tanah, mencegah pencucian hara serta melindungi agregat tanah dari daya rusak butiran air hujan (Handayani,1996).

Dengan adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma tidak dapat tumbuh. Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas tumbuh tanpa kompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara mineral tanah. Tidak adanya kompetisi dengan gulma tersebut merupakan salah satu penyebab keuntungan

(43)

yaitu meningkatnya produksi tanaman budidaya (Arga, 2010). Penggunaan mulsa juga dapat memaksimalkan penerimaan cahaya yang dapat diserap oleh tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan optimal (Multazam, 2014).

Mulsa dapat memperbaiki tata udara tanah dan meningkatkan pori-pori makro tanah sehingga kegiatan jasad renik dapat lebih baik dan ketersediaan air dapat lebih terjamin bagi tanaman. Mulsa dapat pula mempertahankan kelembaban dan suhu tanah sehingga akar tanaman dapat menyerap unsur hara lebih baik (Tisdale dkk., 1975). Pemberian mulsa ini dapat mengurangi erosi dan evaporasi, memperbesar porositas tanah sehingga daya infiltrasi air menjadi lebih besar (Sarief, 1985).

Pemberian mulsa pada permukaan tanah mampu meminimalkan kerugian akibat radiasi matahari yang mengenai permukaan tanah. Menurut mulsa sangat mempengaruhi suhu tanah, karena suhu tanah sangat tergantung pada proses pertukaran panas antara tanah dengan lingkungannya. Proses tersebut terjadi akibat adanya radiasi matahari dan pengalirannya ke dalam tanah melalui konduksi. Adanya mulsa akan menyebabkan panas yang mengalir ke dalam tanah lebih sedikit dibandingkan tanpa mulsa (Zainal, 2004).

Pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat. Pemulsaan berfungsi untuk menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga dapat mengurangi jumlah pemberian air (Widyasari dkk., 2011).

Peran Rumah Kaca

Rumah kaca (atau juga dikenal dengan istilah green house) adalah sebuah bangunan yang dimanfaatkan untuk membudidayakan tanaman. Rumah kaca

(44)

terbuat dari bahan kaca yang menjadi panas karena radiasi elektromagnetik yang datang dari matahari memanaskan tumbuhan, tanah dan barang lainnya di dalam bangunan ini.

Kaca digunakan sebagai medium tranmisi yang dapat memilih frekuensi spektral yang berbeda-beda, dan efeknya adalah untuk menangkap energi di dalam rumah kaca, yang memanaskan tumbuhan dan tanah di dalamnya dan juga memanaskan udara dekat tanah, dan udara ini dicegah naik ke atas dan mengalir keluar.

(45)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi sumber daya hutan terbesar yang kaya akan sumber daya alam khususnya kayu yang sangat potensial dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Apalagi hutan Indonesia tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk diambil kayunya, tetapi juga hasil hutan non kayu yang bermanfaat banyak bagi masyarakat.

Tetapi di Indonesia saat ini, masalah yang dihadapi dalam budidaya tanaman adalah ketersediaan air yang cukup bagi kelangsungan hidup tanaman. Pada kawasan hutan, curah hujan yang tidak menentu dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu. Meskipun curah hujan di Indonesia dalam jumlah yang cukup, tetapi tidak turun secara teratur. Ada dua musim yang kontras, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hujan turun hanya di bulan-bulan tertentu, lalu setelah itu berada di kondisi kemarau yang memungkinkan hujan tidak turun selama tiga bulan. Ditambah lagi tegakan hutan yang saat ini semakin berkurang dan diperparah dengan adanya kebakaran lahan yang menyebabkan kematian tanaman. Hal tersebut memerlukan perhatian lebih dalam mempertahankan hidup tanaman.

(46)

proses fotosintesis, air bertindak pula sebagai pelarut, reagensia pada bermacam-macam reaksi dan sebagai pemelihara turgor tanaman (Leopold dkk., 2003).

Untuk mempertahankan air agar tetap tersedia saat tanaman tercekam dan membantu menjaga kestabilan keluarnya air dari tubuh tanaman diperlukan bahan-bahan yang dapat menekan laju evapotranspirasi. Salah satu bahan yang dapat menjaga ketersediaan air bagi tanaman adalah mulsa.Mulsa adalah bahan yang digunakan sebagai penutup tanah yang bertujuan untuk mengalami pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap stabil, mencegah jatuhnya percikan air langsung mengenai dari tanah. Selain itu mulsa juga dapat berperan positif terhadap tanah, yaitu melindungi agregat-agregat tanah dari daya rusak butiran hujan, meningkatkan penyerapan air oleh tanah, mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan, memelihara temperatur, kelembaban tanah, memelihara kandungan bahan organik tanah serta mengendalikan hasil tanaman yang memiliki kualitas dan kuanatitas yang baik.

Mulsa sendiri memiliki dua jenis, yaitu mulsa organik dan mulsa non organik. Masing-masing dibedakan berdasarkan bahan yang digunakan. Mulsa organik biasanya menggunakan bahan seperti jerami padi, pelepah pisang, daun sawit, daun pandan sisa-sisa tanaman ataupun bagian-bagian tanaman lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penutup tanah. Sedangkan mulsa non organik dapat menggunakan bahan-bahan yang dibuat oleh manusia, seperti plastik mulsa dan spons.

(47)

akan diserap oleh spons sehingga tanaman tidak akan membusuk. Kedua yaitu kandungan air dalam spons akan bertindak sebagai cadangan air jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh tanaman.

Pemanfaatan mulsa pada bidang kehutanan belum banyak diaplikasikan. Baik mulsa organik maupun mulsa non organik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan mulsa terhadap pertumbuhan bibit tanaman kehutanan. Dalam penelitian ini, bibit yang digunakan adalah sukun.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian berbagai ketebalan mulsa spons berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

2. Interval penyiraman yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

3. Interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dengan interval penyiraman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

Manfaat Penelitian

Sebagai informasi untuk penggunaan berbagai ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman yang berbeda sebagai media untuk membantu tanaman memperoleh air yang cukup di rumah kaca dengan suhu yang lebih tinggi dari kondisi sekitar serta meningkatkan pertumbuhan tanaman.

(48)

ABSTRACT

FATHIN HANANA HARAHAP: Response of Breadfruit(Artocarpus communis F.)Growth Toward Various ofSponges MulchThickness and Watering Interval. Under supervision: BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Utilization of mulch on the forestry sector has not been widely applied, both organic mulch or non-organic mulch. This research aimed to determine the effect of sponge mulch various thickness and watering intervals on the growth of breadfruit seeds (Artocarpus communis F.) in the greenhouse. This research uses a completely randomized design 2 factorial. Each seedling given 6 treatment for sponges mulch thickness and 4 treatments for watering interval.Mulching sponge treatment against the breadfruit plants provide significant effect on several parameters were observed, among other things: height, diameter, number of leaves and leaf area. Watering interval treatment againts the breadfruit plants provide significant effect on several parameters were observed, among other things: height, diameter, number of leaves, leaf area, root dry weight and shoot dry weight. Interaction between mulching sponge treatment with watering interval treatment against the breadfruit plants provide significant effect on several parameters were observed, among other things: height, diameter, number of leaves, leaf area, and spacious canopy.

(49)

ABSTRAK

FATHIN HANANA HARAHAP: Respon Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis F.) Terhadap Berbagai Ketebalan Mulsa Spons dan Interval Penyiraman. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN

DALIMUNTHE.

Pemanfaatan mulsa pada bidang kehutanan belum banyak diaplikasikan, baik mulsa organik maupun mulsa non organik. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca.Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial. Masing-masing bibit diberi 6 perlakuan untuk ketebalan dan 4 perlakuan untuk interval penyiraman. Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan luas daun.Perlakuan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, bobot kering akar dan bobot kering tajuk. Interaksi antara perlakuan pemberian mulsa spons dengan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, dan luas tajuk.

(50)

RESPON PERTUMBUHAN SUKUN (Artocarpus communis F.)

TERHADAP BERBAGAI KETEBALAN MULSA SPONS

DAN INTERVAL PENYIRAMAN

SKRIPSI

Oleh:

FATHIN HANANA HARAHAP 121201086/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(51)

ABSTRACT

FATHIN HANANA HARAHAP: Response of Breadfruit(Artocarpus communis F.)Growth Toward Various ofSponges MulchThickness and Watering Interval. Under supervision: BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Utilization of mulch on the forestry sector has not been widely applied, both organic mulch or non-organic mulch. This research aimed to determine the effect of sponge mulch various thickness and watering intervals on the growth of breadfruit seeds (Artocarpus communis F.) in the greenhouse. This research uses a completely randomized design 2 factorial. Each seedling given 6 treatment for sponges mulch thickness and 4 treatments for watering interval.Mulching sponge treatment against the breadfruit plants provide significant effect on several parameters were observed, among other things: height, diameter, number of leaves and leaf area. Watering interval treatment againts the breadfruit plants provide significant effect on several parameters were observed, among other things: height, diameter, number of leaves, leaf area, root dry weight and shoot dry weight. Interaction between mulching sponge treatment with watering interval treatment against the breadfruit plants provide significant effect on several parameters were observed, among other things: height, diameter, number of leaves, leaf area, and spacious canopy.

(52)

ABSTRAK

FATHIN HANANA HARAHAP: Respon Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis F.) Terhadap Berbagai Ketebalan Mulsa Spons dan Interval Penyiraman. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN

DALIMUNTHE.

Pemanfaatan mulsa pada bidang kehutanan belum banyak diaplikasikan, baik mulsa organik maupun mulsa non organik. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa spons dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca.Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial. Masing-masing bibit diberi 6 perlakuan untuk ketebalan dan 4 perlakuan untuk interval penyiraman. Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan luas daun.Perlakuan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, bobot kering akar dan bobot kering tajuk. Interaksi antara perlakuan pemberian mulsa spons dengan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, dan luas tajuk.

(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Medan Johor pada tanggal 25 Juli 1995 dari pasangan Drs. Iswan Masyhur Harahap dan Dra. Nawar Lubis. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 13 Kota Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Program Studi Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMAS USU. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Ekologi Hutan tahun 2014. Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik di tahun 2013 dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa di tahun 2014.

(54)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis F.) Terhadap Berbagai Ketebalan Mulsa Spons dan Interval Penyiraman”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak (Drs. Iswan Masyhur Harahap), Ibu (Dra. Nawar Lubis), kakak (Nafirah

Harahap) dan adik-adik (Zanira Harahap, Farhan Harahap dan Faisal Harahap). 2. Dr. Budi Utomo, S.P., M.P. dan Afifuddin Dalimunthe,S.P., M.P. selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Rekan-rekan selama melaksanakan kuliah, Adam Simanjuntak, Reza Febri Nainggolan, Agripa Sidabutar, M. Sani Nasution, Rensus Munthe, Amaliyah Putri, Tia Fadillah, Etika Nurid, Asela Asteria, Elfrida Adlina dan rekan rekan di Fakultas Kehutanan stambuk 2012 khususnya kelas HUT D.

4. Rekan-rekan selama melaksanakan penelitian, Andre Raka Dewa dan Perdana Mora Harahap.

(55)

DAFTAR ISI

Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Sukun (Artocarpus communis F.)... 4

Deskripsi Sukun ... 6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 8

Peranan Air dalam Pertumbuhan Tanaman... 9

Peran Mulsa Spons ... 10

Peran Rumah Kaca ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian... 13

Prosedur Penelitian... 14

Parameter Pengamatan ... 15

(56)
(57)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengamatan Tinggi Bibit Sukun dengan Perlakuan MulsaSpons dan

Penyiraman ... 19 2. Pengamatan Diameter Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan

Penyiraman ... 20 3. Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan

Penyiraman ... 21 4. Pengamatan Panjang Akar Bibit Sukun dengan Perlakuan MulsaSpons dan

Penyiraman ... 22 5. Pengamatan Luas Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan

Penyiraman ... 22 6. Pengamatan Luas Tajuk Bibit Sukun dengan Perlakuan MulsaSpons dan

Penyiraman ... 23 7. Pengamatan Bobot Kering Akar Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman ... 24 8. Pengamatan Bobot Kering Tajuk Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons

(58)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

(59)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pertumbuhan Tinggi dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 35 2. Pertumbuhan Diameter dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 38 3. PengukuranJumlah Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 41 4. PengukuranLuas Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 41 5. PengukuranLuas Tajuk dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 42 6. Pengukuran Panjang Akar dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 43 7. Pengukuran Bobot Kering Akar dan Analisis Ragam Bibit Sukun

(Artocarpus communis) ... 44 8. Pengukuran Bobot Kering Tajuk dan Analisis Ragam Bibit Sukun

Gambar

Gambar 1. Mulsa Spons dengan Berbagai Ketebalan
Gambar 3.
Tabel 1. Pertambahan Tinggi Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman.
Tabel 2. Pertambahan Diameter Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Spons dan Penyiraman
+6

Referensi

Dokumen terkait

• Proposal credit transfer antara PT di Indonesia dan Mitra Dampak • Peningkatan jumlah mahasiswa peserta program mobilitas...

Sehubungan dengan kegiatan Pemilihan Langsung Pascakualifikasi Pekerjaan Renovasi Atap Gedung Kantor Pertanahan Kabupaten Bantaeng Tahun Anggaran 2016, yang saat ini telah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Sarana Pendukung Pelayanan Kontrasepsi pada Satuan Kerja Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana (Lelang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

2013 pada Satuan Kerja Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan Pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang secara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

Jadwal Pelaksanaan, disebutkan bahwa Rekanan harus menyelesaikan pekerjaan pencetakan selama 7 hari kalender setelah dummy disetujui untuk dicetak.. Pada daftar kuantitas