RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN
(Artocarpus communis Forst) PADA INTENSITAS
PENYIRAMAN BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
ARINDA SRI UTAMI 061202023
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN
(Artocarpus communis Forst) PADA INTENSITAS
PENYIRAMAN BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
ARINDA SRI UTAMI 061202023
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Respon pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) pada intensitas penyiraman berbeda
Nama Mahasiswa : Arinda Sri Utami Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing
Afiffuddin Dalimunthe SP., MP. Dr. Budi Utomo SP., MP.
Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRAK
ARINDA SRI UTAMI: Respon Pertumbuhan Bibit Sukun pada Intensitas Penyiraman Berbeda, dibimbing oleh AFIFFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik dan apabila terjadi devisiensi maka aktifitas fisiologis maupun morfologis tanaman akan terganggu. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU pada bulan Desember 2009 - Mei 2010 menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan enam perlakuan (penyiraman 2 kali sehari, 1 kali sehari, 1 kali dalam dua hari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 4 hari dan 1 kali dalam 7 hari) masing-masing lima ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan luas daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penyiraman berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali bobot kering tajuk. Pertumbuhan tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 1 kali sehari dengan hasil yaitu tinggi tanaman 53,04 cm; diameter 0,92 cm; bobot kering tajuk 38,41 g; bobot kering akar 20,83 g; dan luas daun 1212,90 cm2.
ABSTRACT
ARINDA SRI UTAMI: Response in Growth Breadfruit Plant to Different Intensity of Watering, supervised by AFIFFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.
Water factor of plant physiology is a very important factor in producing breadfruit plants that have a good quality of growt and if there devisiensi of water the physiological and morphological plant activity will be disrupted Therefore, a research had been conducted at rumah kaca of Agriculture USU in December 2009 – May 2010 using completely randomized design non factorial with six treatments (watering twice a day, once a day, once of two days, once of three days, once of four days and once of seven days) of each of five replications. Parameters measured were plant height, diameter , canopy dry weight, root dry weight and leaf area.
The results showed that different intensity of watering affected
significantly on all parameter except canopy dry weight.
Watering once a day showed the best plant growth with the result that plant height of 53,04 cm; diameter of 0,92 cm; canopy dry weight of 38,41 g; root dry weight of 20,83 g and leaf area of 1212,90 cm2.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di P. Siantar pada tanggal 26 Juli 1988 dari ayah
Amahri Sipayung dan ibu Juriah. Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2, P. Siantar dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Budidaya Hutan,
Departemen Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Silva, sebagai asisten pratikum di Laboratorium Silvikultur pada tahun
2009 dan asisten praktikum di Laboratorium Teknologi Benih pada tahun 2010.
Penulis melaksanakan praktek pengenalan dan pengelolaan hutan (P3H) di
hutan bakau Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan hutan dataran rendah
Tangkahan, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 10 sampai 19 Juni
2008. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di KPH Cepu Perum
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon
Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Intensitas
Penyiraman Berbeda”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara
dan mendidik penulis selama ini serta mendukung penulis dalam doa dan materil.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu
bapak Afiffuddin Dalimunthe SP, MP selaku ketua dan bapak Dr. Budi Utomo
SP, MP selaku anggota yang telah membimbing dan memberikan berbagai
masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan
penelitian, sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan USU, serta kepada teman-teman
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
Transplanting Tanaman ... 6
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 7
Hubungan Air dan Tanaman ... 9
Fungsi Air Bagi Tanaman ... 11
Pergerakan Air ... 12
Cekaman terhadap Air ... 13
Adaptasi Tanaman terhadap Kondisi Cekaman Air ... 16
Osmoregulasi ... 17
BAHAN DAN METODE ... 19
Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19
Alat dan Bahan ... 19
Metode Penelitian ... 19
Prosedur Penelitian... 20
Penyiapan Bahan Tanaman ... 20
Penyiapan Media Tanam ... 20
Penggantian Polybag ... 21
Aklimatisasi ... 21
Parameter Penelitian ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Tinggi Bibit ... 23
Diameter Bibit ... 24
Bobot Kering Tajuk ... 24
Bobot Kering Akar ... 25
Luas Daun Total Bibit ... 26
KESIMPULAN ... 32
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit
sukun terhadap tinggi bibit sukun (cm). ... 23
2. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit
sukun terhadap diameter bibit sukun (cm) ... 24
3. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit
sukun terhadap bobot kering tajuk bibit sukun (g). ... 25
4. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit
sukun terhadap bobot kering akar bibit sukun (g). ... 25
5. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun ...33
2. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun ...34
3. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Tajuk (g) Bibit Sukun ...35
4. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Akar (g) Bibit Sukun ...36
5. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun Total (cm2) Bibit Sukun ...37
6. Gambar Bibit Sukun Pada Minggu ke 17...38
ABSTRAK
ARINDA SRI UTAMI: Respon Pertumbuhan Bibit Sukun pada Intensitas Penyiraman Berbeda, dibimbing oleh AFIFFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik dan apabila terjadi devisiensi maka aktifitas fisiologis maupun morfologis tanaman akan terganggu. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU pada bulan Desember 2009 - Mei 2010 menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan enam perlakuan (penyiraman 2 kali sehari, 1 kali sehari, 1 kali dalam dua hari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 4 hari dan 1 kali dalam 7 hari) masing-masing lima ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan luas daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penyiraman berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali bobot kering tajuk. Pertumbuhan tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 1 kali sehari dengan hasil yaitu tinggi tanaman 53,04 cm; diameter 0,92 cm; bobot kering tajuk 38,41 g; bobot kering akar 20,83 g; dan luas daun 1212,90 cm2.
ABSTRACT
ARINDA SRI UTAMI: Response in Growth Breadfruit Plant to Different Intensity of Watering, supervised by AFIFFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.
Water factor of plant physiology is a very important factor in producing breadfruit plants that have a good quality of growt and if there devisiensi of water the physiological and morphological plant activity will be disrupted Therefore, a research had been conducted at rumah kaca of Agriculture USU in December 2009 – May 2010 using completely randomized design non factorial with six treatments (watering twice a day, once a day, once of two days, once of three days, once of four days and once of seven days) of each of five replications. Parameters measured were plant height, diameter , canopy dry weight, root dry weight and leaf area.
The results showed that different intensity of watering affected
significantly on all parameter except canopy dry weight.
Watering once a day showed the best plant growth with the result that plant height of 53,04 cm; diameter of 0,92 cm; canopy dry weight of 38,41 g; root dry weight of 20,83 g and leaf area of 1212,90 cm2.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan
sumber pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Sukun
masuk dalam lampiran International Treaty on Genetic Resource for Food and
Agriculture sehingga penangan jenis ini akan berkontribusi terhadap upaya global
dalam menjamin ketahanan pangan. Dalam bidang kehutanan, sukun merupakan
salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan. Sukun memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat
mengurangi laju erosi. Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk
dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit seperti pekarangan,
ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang
relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman
sukun juga cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan
membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baik sehingga lebih cepat berbuah
(Hendalastuti dan Rojidin, 2006).
Dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas
tumbuh yang baik maka hal tersebut tidak lepas dari usaha mendapatkan
bibit tanaman sukun yang baik pula. Untuk dapat tumbuh dan berkembamg
dengan baik, suatu tanaman tidak dapat terlepas dari sifat genetiknya dan faktor
lingkungan dimana tanaman itu tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
abiotik. Pada prinsipnya lingkungan abiotik dapat dibagi atas beberapa faktor,
yaitu : suhu, air, cahaya, tanah dan atmosfir (Haryati, 2003).
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat
penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari
kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan
tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuyhan; yakni air merupakan
bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau
tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnmya dikatakan
bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan
dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari
garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh-tumbuhan,
melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas,
pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya
stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Haryati, 2003).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus
menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada
gilirannya tanaman akan mati.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka pengamatan terhadap pertumbuhan
bibit sukun dianggap penting agar diketahui tingkat pertumbuhannya pada setiap
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi pengaruh perbedaan intensitas
penyiraman terhadap pertumbuhan bibit tanaman sukun.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan respon yang nyata pada pertumbuhan bibit sukun akibat
perbedaan intensitas penyiraman.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kehutanan di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula
TINJAUAN PUSTAKA
Tempat Tumbuh Alami
Tanaman sukun diduga berasal dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Hal ini dapat dilihat, bahwa keragaman genetik tanaman sukun terdapat di
Indonesia dan Papua New Guinea. Nama sukun sesuai dengan buahnya yang tidak
berbiji sama sekali, yang mirip dengan kerabat dekatnya yang disebut keluwih
yang berbiji normal (Sunarjono, 1998).
Sukun dapat tumbuh baik pada daerah tropika basah, cocok pada iklim
yang panas (suhu 20°-40°) dan lembab (curah hujan 2000–3000). Pohon sukun
lebih di dataran rendah sekitar equator (di bawah 600 m dpl). Iklim makro yang
sangat ideal untuk pertumbuhan sukun adalah di tempat terbuka dan banyak
menerima sinar matahari. Tanaman sukun dapat tumbuh hampir pada segala jenis
tanah, kecuali pada tanah berkadar garam tinggi. Pertumbuhan sukun akan lebih
baik pada tanah aluvial yang dalam dengan draenase yang cukup, lembab dan
kaya humus (Departemen Kehutanan, 2003).
Taksonomi Tanaman Sukun (Artocarpus communis, Forst)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus communis Forst
Morfologi Tanaman Sukun
Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap keatas bunganya
berumah satu, bunga jantan dan betina terdapat pada tongkol yang berbeda. Bunga
jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat samapai
bulat panjang. Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat
tua. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga
betina ± 90 hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun.
Buahnya berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong. Buah muda berkulit kasar
dan berkulit halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan. Beratnya dapat
mencapai 4 kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasanya
agak manis dan memiliki aroma spesifik (Departemen Kehutanan, 1995).
Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah
bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian
membesar bulat dan manjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil,
disertai adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk kedalam tanah, ada pula
yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah. Panjang akar
dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerahan. Tekstur kulit akar
sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong
atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).
Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan
tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan
(Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak
ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang
Kegunaan Tanaman Sukun
Buah sukun yang telah tua dapat direbus, digoreng, dibuat tepung, dibuat
keripik dan dapat dibuat tape melalui fermentasi. Kayu tanaman sukun tidak dapat
digunakan untuk bahan bangunan dan tidak baik untuk kayu bakar. Bunga jantan
tanaman sukun yang telah kering dapat dimanfaatkan sebagai obat nyamuk.
Rebusan daun sukun dapat digunakan untuk obat penyakit kuning
(Sunarjono, 1998).
Transplanting Tanaman
Pemindahan tanaman atau yang kita kenal dengan transplanting
merupakan hal yang sangat penting dalam teknik budidaya jenis-jenis tanaman
sayur dan buah. Adapun beberapa kegiatan seperti potting, repotting, pricking off,
balling dan setting out merupakan kegiatan yang berkaitan dengan transplanting
(pemindahan tanam). Potting merupakan kegiatan pemindahan tanaman/bibit dari
bedengan semai atau flat pembibitan ke pot-pot yang telah disiapkan dengan tanah
dan campuran pupuk. Sementara Repotting merupakan kegiatan pemindahan
tanaman dari pot-pot/polybag yang lebih kecil ke pot-pot yang berukuran lebih
besar. Pricking off merupakan cara persemaian dengan hanya menaburkan benih
di atas bedengan semai untuk kemudian dipindah tanamkan ke polibag maupun ke
bedengan-bedengan yang tersedia. Dan terakhir setting out merupakan tindakan
pemindahan tanaman dari pot-pot, flat maupun bedengan ke tempat penanaman di
lapang (Tjionger, 2008).
Dalam pelaksanaan transplanting, bibit yang disemai akan mengalami
proses kerusakan terutama pada sistem perakarannya. Hal ini erat kaitannya
dimana saat pemindahan, tanaman akan berhenti mengabsorbsi air sementara di
lain pihak proses transpirasi tetap berlangsung. Dengan demikian akan terjadi
reduksi air di dalam bibit tanaman. Untuk mengembalikan pada keadaan awal,
diperlukan adanya daya bangun (recovery) atau daya sembuh dari
tanaman-tanaman itu sendiri. Pada dasarnya daya recovery dari tanaman-tanaman-tanaman-tanaman sayur dan
buah yang herbaceous (berbatang lunak) tergantung dari : (a) ukuran dan umur
tanaman (size and age of plant), (b) jenis tanaman dan (c) perlakuan pada waktu
pemindahan (Tjionger, 2008).
Pada saat transplanting dilakukan, umur tanaman berbanding terbalik
dengan jumlah akar rambut yang tertinggal. Artinya semakin panjang umur
tanaman, akan mengakibatkan lebih sedikitnya akar rambut yang tertinggal. Hal
ini tentunya berhubungan dengan kemampuan tanaman tersebut dalam
mengadakan absorbsi air dan unsur hara. Pada umumnya tanaman/bibit sudah
dapat dipindahkan setelah terlihat pemunculan daun sebenarnya (true leaves)
sebanyak 2–3 helai. Ukuran dan umur tanaman juga berhubungan langsung
dengan makin luasnya permukaan daun (transpirasi). Berdasarkan kenyataan
tersebut, banyak pengusaha sayuran dan tanaman hias mengadakan pemindahan
tanaman saat tanaman tersebut masih kecil (Tjionger, 2008).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel
(sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal
meliputi air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya dan
Faktor internal yang mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman:
1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak
dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai
dasar seleksi bibit unggul.
2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh
yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat
pertumbuhan . Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas
etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan
batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning
pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh
lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang
penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan
reproduksi tumbuhan.
2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi
kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika
temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi
lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila
lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk
3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab
umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan
penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.
4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi
tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan
dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air
dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.
Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari
tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu
pertumbuhan suatu tanaman baik atau tidaknya tumbuhan
berkembangbiak.
(Junaidi, 2009).
Hubungan Air dan Tanaman
Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun
60-90 % dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda,
hal ini bergantung pada habitat dan jemis spesies tumbuhan tersebut. Tumbuhan
herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan perdu. Tumbuhan yang
berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90 %, tumbuhan hidrofik 85-98 %
dan tumbuhan mesofil mempunyai kadar air antara 100-300 %
(Fitter dan Hay, 1981).
Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda-beda sesuai
dengan jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Tanaman herba
menyerap air lebih banyak dibandingkan tanaman perdu. Tumbuhan golongan
sekali dalam setahun untuk mulai hidup dan berkecambah, berbunga, berbuah dan
mati sebelum air yang ada dalam tanah habis. Pertumbuhan yang cepat dan
pendeknya umur tanaman tersebut merupakan suatu usaha untuk menghindari diri
dari kekurangan air yang menimpanya (Dwijoseputro, 1985).
Air mampu melarutkan lebih banyak bahan dari zat cair lainnya. Hal ini
sebagian disebabkan karena air memiliki tetapan dielektrik yang termasuk tinggi
yaitu suatu ukuran kemampuan untuk menetralkan tarik-menarik antara muatan
listrik. Jika air mengandung elektrolit terlarut maka larutan ini membawa muatan,
dan air menjadi penghantar listrik yang baik. Tapi jika air benar-benar murni,
maka ia adalah penghantar listrik yang buruk. Ikatan hydrogen membuatnya
terlalu kuat sehingga tidak mudah baginya untuk membawa muatan
(Salisbury and Ross, 1995).
Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas,
misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh
dinding sel dan relative hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh
elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan hidrostatis (tekanan turgor)
berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma melawan permukaan dalam
dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan
turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun
yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah segar (turgid). Pada
keadaan seimbang, tekanan turgor menjadi atau mempunyai nilai maksimum dan
disini air tidak cenderung mengalir dari apoplast ke vakuola
Dwijoseputro (1985), menjelaskan bahwa pemasukan air dari dalam tanah
ke dalam jaringan tanaman melalui sel-sel akar secara difusi dan osmosis. Dengan
masuknya air melalui sel akan tentulah akan terbawa ion-ion yang terdapat di
dalam tanah karena larutan tanah mengandung ion.
Bila persedian air dalam tanah sedikit maka tumbuhan akan menyerap air
sedikit pula, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Jika persediaan air
tanah makin kurang maka tumbuhan tersebut akan mengalami kelayuan. Air
merupakan faktor utama pertahanan tumbuhan (Pratama, 2009). Fungsi lain dari
air adalah menjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan,
serta membentuk tanaman herba. Turgor penting dalam membuka dan
menutupnya stomata, pergerakan daun dan pergerakan korola bunga dan terutama
dalam variasi struktur tanaman. Kekurangan air dalam jumlah yang besar
menyebabkan kurangnya tekanan turgor pada/dalam tumbuhan vegetative
(Kramer, 1980).
Fungsi Air Bagi Tanaman
Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi
antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies, jaringan tertentu dan lingkungan.
Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman:
1. Sebagai komponen sel terbesar
2. Pelarut unsur hara dan media transportasi
3. Media yang baik untuk reaksi biokimia
4. Reaktan pada beberapa reaksi metabolisma misalnya fotosintesis
5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgur misalnya daun.
7. Media pada penyebaran anakan atau propagul misal kelapa
8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air misalnya
pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stimata, bunga mekar, dan
sebagainya.
9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan.
10.Penstabil temperatur
11. Penting dalam proses evolusi ada tumbuhan daerah kering (xerofit),
sedang (mesofit) dan hidrofit.
(Gardner, et al., 1991).
Pergerakan Air
Pergerakan air umumnya dapat terjadi dengan cara yaitu:
1. Aliran massa. Aliran molekul air secara massal terjadi karena adanya
gradien tekanan. Molekul bergerak/mengalir dari tekanan tinggi ke
tekanan rendah. Sebagai contoh yang paling mudah adalah kran air. Jika
kran ditutup air tidak mengalir, tetapi jika kran dibuka air mengalir. Dalam
keadaan terbuka tekanan dalam pipa kran lebih tinggi daripada di udara
luar.
2. Difusi yaitu pergerakan acak dari molekul dari satu tempat ke tempat lain.
Molekul bergerak dari konsentrasi tinggi (energi bebas tinggi) ke
konsentrasi rendah (energi bebas rendah), mengikuti gradien konsentrasi.
Contoh yang mudah adalah bila air dalam gelas ditetesi tinta hitam, maka
molekul-molekul tinta menyebar ke segala arah. Pergerakan selesai jika
3. Imbibisi yaitu penyerapan dan adsorbsi air oleh bahan tidak larut,
protoplasma hidrofilik dan bahan penyusun dinding sel. Imbibisi terjadi
karena peristiwa difusi dan daya kapilaritas. Arah pergerakan air pada
imbibisi adalah dari potensial air tinggi ke tempat berpotensial air rendah.
Contoh peristiwa imbibisi kayu, biji kering, pati yang direndam air. Pada
proses perkecambahan biji, imbibisi terjadi beberapa jam di awal,
selanjutnya pergerakan air secara osmosis.
4. Osmosis yaitu pergerakan air melalui selaput semipermeabel atau
diferensial permeabel Pergerakan air terjadi dari potensial kimia air tinggi
ke potensial lebih rendah. Peristiwa ini dapat diukur dengan osmometer.
5. Dialisis yaitu difusi molekul terlarut melalui Selaput semipermeabel.
Contoh sel yang berisi air gula, bila air keluar sel dengan cara osmosis,
tetapi molekul gula keluar sel secara dialisis.
Cekaman Terhadap Air
Air sering kali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya. Respons tanaman terhadap kekurangan air itu relative terhadap aktivitas
metaboliknya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya dan potensial hasil
panennya. Urutan responsnya terhadap daur kekeringan dapat dilihat dari
pertumbuhan sel yang merupakan fungsi tanaman yang paling sensitive terhadap
kekurangan air. Nilai potensial air jaringan meristem pada siang hari seringkali
menyebabkan penurunan potensial tekanandi bawah yang dibutuhkan untuk
pengembangan sel. Dengan berkurangnya potensial air, hormon tanaman juga
Stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi tanaman terhadap
cekaman kekeringan. Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan
menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Senyawa yang banyak
berperan dalam membuka dan menutupnya stomata adalah asam absisat (ABA).
ABA merupakan senyawa yang berperan sebagai sinyal adanya cekaman
kekeringan sehingga stomata segera menutup. Beberapa tanaman beradaptasi
terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengurangi ukuran stomata dan
jumlah stomata. Mekanisme membuka dan menutup stomata pada tanaman yang
toleran terhadap cekaman kekeringan sangat efektif sehingga jaringan tanaman
dapat menghindari kehilangan air melalui penguapan (Lestari, 2008).
Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman
kekeringan meliputi (i) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi
kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus
tumbuh, (ii) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam,
(iii) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan
meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol atau
prolin untuk osmotic adjustment dan (iv) mengoptimalkan peranan stomata untuk
mencegah hilangnya air melalui daun Dengan adanya osmotic adjustment tersebut
memungkinkan pertumbuhan tetap berlangsung dan stomata tetap membuka
(Lestari, 2008).
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak
dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).
Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat
peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan
dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya.
Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata.
Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air
cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif
dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya
terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Adaptasi Tanaman terhadap Kondisi Cekaman Air
Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada
kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan
meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air
karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya
serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan
suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun
dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman.
Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran,
dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup
perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan
tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas
stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen,
perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta pe-rubahan ekspresi gen
(Sinaga, 2008).
Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami
cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh
tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami
cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam
tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yaitu (1) tanaman mengubah
distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan
mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air
serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi; (2) tanaman
akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air
lewat transpirasi (Sinaga, 2008).
Menurut penelitian Sinaga (2008), bergantung responnya terhadap
kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan menjadi (1) tanaman yang
menghindari kekeringan (drought avoiders) dan (2) tanaman yang mentoleransi
kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan
membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau akuisisi air maksimum
antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi
daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi
atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan
sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi
Osmoregulasi
Osmoregulasi merupakan karakter adaptasi yang sangat penting terhadap
kondisi kekeringan. Tanaman yang memiliki osmoregulasi tinggi dapat
memberikan pertumbuhan dan produksi yang tinggi pada kondisi kekeringan.
Tanaman karet memiliki variasi osmoregulasi yang cukup tinggi. Pada kondisi
kekurangan air, klon-klon yang memiliki osmoregulasi yang tinggi mampu
mendemonstrasikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan klon-klon
yang memiliki osmoregulasi rendah. Osmoregulasi disebabkan oleh peningkatan
akumulasi solut pada jaringan tanaman. Identifikasi jenis solut yang terakumulasi
pada tanaman karet penting dilakukan untuk mengetahui keterkaitan aktivitas
fisiologi dan metabolisme tanaman dengan osmoregulasi. Percobaan dilakukan di
rumah kaca Balai Penelitian Sungei Putih, menggunakan 4 klon, yaitu 2 klon yang
mewakili osmoregulasi tinggi (GT 1 dan PB 217) dan 2 klon yang mewakili
osmoregulasi rendah (AVROS 2037 dan IRR 104). Perlakuan cekaman air
dilakukan dengan tidak diberikan penyiraman air. Dua minggu setelah tidak ada
penyiraman sample daun bagian atas yang sempurna diambil untuk dianalisis jenis
solut yang terakumulasi pada jaringan daun. Hasil analisis di laboratorium
menunjukkan bahwa gula total, prolin dan kalium merupakan solut utama yang
terakumulasi dalam jaringan tanaman karet pada klon-klon yang memiliki
osmoregulasi yang tinggi pada saat terjadi kekeringan. Berdasarkan hasil
percobaan ini dapat disimpulkan bahwa solut untuk osmoregulasi tanaman karet
Sel tumbuhan dapat mengalami kehilangan air, apabila potensial air di luar
sel lebih rendah daripada potensial air di dalam sel. Jika sel kehilangan air cukup
besar, maka ada kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak
dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran
dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis.
Sel yang sudah terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya
ke dalam air murni (Ali, 2009).
Pengukuran potensial air sel dipergunakan untuk mengetahui status energi
air sel. Hal ini sangat penting untuk mempelajari fisiologi tumbuhan karena dapat
digunakan untuk (1) menentukan arah dan gerakan air yaitu air akan mengalir dari
tempat berpotensial air tinggi ke tempat yang lebih rendah (mengikuti gradien
konsentrasi), (2) memonitor status air tumbuhan. Sehingga potensial air dapat
dijadikan alat diagnostik keadaan air sel atau jaringan. Makin rendah potensial air
sel atau jaringan makin tinggi kemampuannya menyerap air. Sebaliknya makin
tinggi potensial airnya makin besar kemampuannya untuk memberikan air ke sel
atau jaringan yang lebih kering. Potensial air dapat digunakan untuk menentukan
sel atau jaringan yang defisit air, cekaman air dan sebagainya.
Potensial air daun mempengaruhi transpirasi terutama melalui
pengaruhnya terhadap membukanya stomata, tetapi juga mempengaruhi kadar uap
air dalam ruang udara daun. Pengurangan potensial air sedikit tidak akan
mempengaruhi transpirasi secara nyata, terutama apabila kadar uap air udara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Mei
2010. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, cangkul kecil,
jangka sorong, penggaris, alat tulis, gembor, pisau cutter, oven, timbangan digital,
benang, softwere autocad, scanner dan kamera. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bibit tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) umur
3 bulan, polibag ukuran 2 kg, amplop coklat dan media top siol.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial
dengan lima perlakuan yakni:
A0 = Penyiraman 2 kali sehari
A1 = Penyiraman 1 kali sehari
A2 = Penyiraman 1 kali dalam 2 hari
A3 = Penyiraman 1 kali dalam 3 hari
A4 = Penyiraman 1 kali dalam 4 hari
A5 = Penyiraman 1 kali dalam 7 hari
Dilakukan sebanyak 5 kali ulangan sehingga didapat jumlah bibit sukun
Model linear rancangan acak lengkap non faktor yang digunakan dalam
percobaan ini adalah:
Yij = µ + τi + Єij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan
waktu penyiraman ke-i
µ = Nilai Rataan
τi = Pengaruh waktu penyiraman ke-i
Єij = Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan waktu
penyiraman ke-i
Apabila ANOVA berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan
berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)
(Gomez and Gomez, 1995).
Prosedur Penelitian
1. Penyiapan Bahan Tanaman
Bibit tanaman sukun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
penjual bibit tanaman sukun yang berada di daerah kota Medan. Bibit dibawa
dengan bantuan mobil peak up dari lokasi pembibitan ke lokasi penelitian yang
sebelumnya dilakukan penyeleksian agar didapat bibit yang benar-benar seragam
dari segi umur, keadaan fisik dan kesehatan bibit.
2. Penyiapan Media Tanam
Media yang digunakan adalah top soil 100% yang telah diayak terlebih
penghomogenan (pencampuran). Hal ini dilakukan dengan asumsi agar setiap
polibag menampung topsoil yang tidak berbeda dalam segi kandungan unsur
haranya yang akan berpengaruh pada pertumbuhan bibit sukun pada akhirnya.
3. Penggantian Polibag
Bibit sukun yang telah disiapkan diganti polibagnya dengan ukuran yang
lebih kecil yang telah siap dengan topsoil. Polibag awal dibuka dengan merobek
bagian pinggir sampai kebawah perlahan agar akar tidak terganggu. Kemudian
ditaman dalam polibag baru.
4. Aklimatisasi
Akilmatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi baru
yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Tanaman diletakkan pada tempat
yang tidak langsung terkena sinar matahari kemudian disiram dengan perlakuan
normal. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih satu minggu dan setelah itu
dipindahkan dalam rumah kaca untuk dilakukan kegiatan penelitian.
5. Kegiatan Rumah Kaca
Kegiatan rumah kaca meliputi penerapan perlakuan yang telah ditentukan
pada masing-masing satuan percobaan.
6. Parameter Penelitian
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tinggi Bibit
Penganbilan data parameter tinggi tanaman dilakukan satu minggu sekali
setiap satuan percobaan. Pengukuran tinggi diukur mulai 1 cm diatas tanah yang
telah diberi tanda sampai titik tumbuh tertinggi.
Diameter Bibit
Pengukuran Diameter bibit digunakan dengan menggunakan jangka
sorong. Pengukuran dilakukan pada satu titik yang telah ditentukan dan diberi
tanda. Pengambilan data dilakukan bersamaan dengan data tinggi bibit.
Bobot Kering Tanaman
Setelah kegiatan pengamatan berakhir maka dilakukan pemotongan atau
pemisahan batang dengan akar tanaman. Untuk mendapatkan bobot kering bagian
atas tanaman, bagian batang dan daun disatukan kemudian ditimbang berat
selanjutnya dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi lubang dan label
sesuai dengan perlakuan. Kemudian dioven pada temperatur 75ºC selama 48 jam,
lalu ditimbang berat keringnya. Untuk mendapatkan bobot kering bawah tanaman,
maka dilakukan dengan cara yang sama seperti mendapatkan bobot kering bagian
atas tanaman.
Luas Daun
Pengukuran luas daun diambil pada saat pengambilan data terakhir dan
pengukuran dilakukan pada seluruh daun pada setiap polybag. Daun digambar
pada kertas milimeter kemudian hasilnya discan. Setelah discan data daun
dimasukkan dalam program autocad 2006 untuk mendapatkan hasil luasan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 17 minggu dengan 5
parameter yang telah diamati yaitu pertambahan tinggi, diameter batang, bobot
kering tajuk , bobot kering akar dan luas daun total.
1. Pertambahan tinggi bibit sukun
Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan
intensitas yang berbeda (lampiran 1), memberikan pengaruh nyata terhadap
pertambahan tinggi bibit sukun. Berikut rataan tinggi bibit sukun disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun
terhadap tinggi bibit sukun (cm)
Perlakuan Rataan
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan
tinggi yang tertinggi (53,04 cm), sedangkan rataan tinggi terendah pada perlakuan
A4 (39,98 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%,
2. Diameter batang bibit sukun
Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan
intensitas yang berbeda (lampiran 2), memberikan pengaruh nyata terhadap
diameter bibit sukun. Berikut rataan diameter bibit sukun disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun
terhadap diameter bibit sukun (cm)
Perlakuan Rataan
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan
diameter yang tertinggi (0,92 cm), sedangkan rataan diameter terendah pada
perlakuan A3 (0,74 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%,
menunjukkan A1 berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5 tetapi tidak berbeda nyata
dengan A0 dan A2.
3. Bobot kering tajuk bibit sukun
Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan
intensitas yang berbeda (lampiran 3), tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
bobot kering tajuk bibit sukun. Berikut rataan bobot kering tajuk bibit sukun
Tabel 3. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun
terhadap bobot kering tajuk bibit sukun (g)
Perlakuan Rataan
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan
bobot kering tajuk yang tertinggi (38,41g), sedangkan rataan bobot kering tajuk
terendah pada perlakuan A3 (28,58 g).
4. Bobot kering akar bibit sukun
Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan
intensitas yang berbeda (lampiran 4), memberikan pengaruh nyata terhadap bobot
kering akar bibit sukun. Berikut rataan bobot kering akar bibit sukun disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun
terhadap bobot kering akar bibit sukun (g)
Perlakuan Rataan
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan
bobot kering akar yang tertinggi (20,83 g), sedangkan rataan bobot kering akar
terendah pada perlakuan A3 (12,756 g). Hasil uji jarak berganda Duncan pada
taraf nyata 5%, menunjukkan A1 berbeda nyata dengan A3, A4 dan A5 tetapi
tidak berbeda nyata dengan A0 dan A2.
5. Luas daun total bibit sukun
Hasil analisis siddik ragam terlihat bahwa perlakuan penyiraman dengan
intensitas yang berbeda (lampiran 5), memberikan pengaruh nyata terhadap luas
daun total bibit sukun. Berikut rataan luas daun total bibit sukun disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rataan pengaruh penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun
terhadap luas daun total bibit sukun per polybag (cm2)
Perlakuan Rataan
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan A1 menghasilkan rataan
luas daun total yang tertinggi (1212,90 cm2), sedangkan rataan luas daun total
terendah pada perlakuan A5 (524,55 cm2). Hasil uji jarak berganda Duncan pada
taraf nyata 5%, menunjukkan A1 berbeda nyata dengan A3 dan A5 tetapi tidak
Pembahasan
Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 1) dapat dilihat bahwa
penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun memberikan pengaruh
nyata pada pertambahan tinggi bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada
perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 53,04 cm dan rataan terendah pada
perlakuan A4 (penyiraman 1 kali dalam 4 hari) yaitu 39,98 cm. Berdasarkan uji
Duncan perlakuan A1 berbda nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf 5%.
Menurut Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa tinggi tenaman
merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator
pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur
pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Sebagai parameter
pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu
seperti air.
Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 2) dapat dilihat bahwa
penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun memberikan pengaruh
nyata pada pertambahan diameter bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada
perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 0,92 cm dan rataan terendah pada
perlakuan A3 (penyiraman 1 kali dalam 3 hari) yaitu 0,74 cm. Berdasarkan uji
Duncan perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A0 dan A2 tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya pada taraf 5%.
Penyiraman yang lebih sering menunjukkan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penyiraman yang lebih jarang dalam hal ini ditunjukkan
sangat memenuhi terutama dengan ketersediaan airnya pada A1 dibandingkan
dengan A3 dan perlakuan lainnya sehingga hasil fotosintesis berupa karbohidrat
dapat tersuplai dengan baik ke seluruh bagian tubuh tumbuhan seperti pada
batang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gardner, et al. (1991) bahwa masalah
penting pertama untuk proses diferensiasi (penebalan dinding sel) adalah
ketersediaan karbohidrat. Hasil asimilasi yang tersedia lebih dari cukup bagi
kebutuhan untuk pertumbuhan secara normal, merupakan akibat adanya
faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan tanpa menghambat fotosintesis.
Faktor-faktor yang lebih membatasi pertumbuhan dibandingkan membatasi fotosintesis,
seperti kekurangan air, berakibat adanya kelebihan hasil fotosintesis untuk
mendorong proses diferensiasi.
Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 3) dapat dilihat bahwa
penyiraman dengan insitas berbeda pada bibit sukun tidak memberikan pengaruh
nyata pada bobot kering tajuk bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada
perlakuan A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 38,41 g dan rataan terendah pada
perlakuan A3 (penyiraman 1 kali dalam 3 hari) yaitu 28,58 g.
Sedangkan pada analisis siddik ragam (lampiran 4) menunjukkan bahwa
penyiraman dengan insitas berbeda pada bibit sukun berpengaruh nyata terhadap
bobot kering akar. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan A1 (penyiraman 1
kali sehari) yaitu 20,83 g dan rataan terendah pada perlakuan A3 (penyiraman 1
kali dalam 3 hari) yaitu 12,756 g. Berdasarkan uji Duncan perlakuan A1 tidak
berbeda nyata dengan A0 dan A2 tetapi berbeda nyata dengna perlakuan lainnya
Gardner, et al. (1991) menyatakan bahwa kekurangan air yang
menghambat pertumbuhan ujung dan akar, mempunyai pengaruh yang relatif
lebih besar terhadap pertumbuhan ujung. Pertumbuhan ujung lebih digalakkan
apabila air yang banyak, pertumbuhan akar lebih digalakkan apabila faktor-faktor
air terbatas. Akar adalah organ yang pertama mencapai air. Sedangkan pucuk
organ pertama yang mencapai cahaya, CO2, atau faktor-faktor iklim. Pernyataan
tersedut memperkuat dari hasil penelitian ini bahwa akar lebih memperlihatkan
respon terhadap perlakuan yang diberikan sehingga perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap bobot kering akar.
Berdasarkan analisis siddik ragam (lampiran 5) dapat dilihat bahwa
penyiraman dengan intensitas berbeda pada bibit sukun memberikan pengaruh
nyata pada luas daun total bibit sukun. Diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan
A1 (penyiraman 1 kali sehari) yaitu 1212,90 cm2 dan rataan terendah pada
perlakuan A5 (penyiraman 1 kali dalam 7 hari) yaitu 524,55 cm2. Berdasarkan uji
Duncan perlakuan A1 tidak berbeda nyata dengan A0, A2 dan A4 tetapi berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf 5%.
Penerimaan air oleh tanaman berbanding lurus dengan luas daun yakni
semakin sedikit air yang diterima oleh tanaman maka luas dam pertumbuhan daun
akan semakin kecil. Diperkuat dengan pernyataan Gardner, et al. (1991),
pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun-daun
yang lebih kecil. Ini sesuai juga dengan pernyataan Goldsworthy dan Fisher
(1992) bahwa indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk,
sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam
atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada
penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun
akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang
paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga
kecil pengaruhnya terhadap hasil.
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut
yang mengakibatkan pertumbuhannya tidak maksimal. Akan tetapi hal ini juga
terjadi pada bibit sukun yang diberikan perlakuan A0 dimana penyiramannya
lebih intensiv dibandingkan dengan A1 yang pada hasil pengamatan terlihat
paling baik responya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya tanaman yang
diberi perlakuan penyiraman lebih banyak akan menunjukkan hasil yang lebih
baik. Sesuai dengan pernyataan Haryati (2003) bahwa di lapangan walaupun di
dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan
air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat mengimbangi kehilangan
air melalui proses transpirasi.
Tanaman yang kekurangan air yang tumbuh di tanah dengan tingkatan air
pada pelayuan sementara biasanya akan segar kembali setelah diairi. Namun daun
yang tua akan gugur, daun baru mungkin ukurannya lebi kecil. Keadaan seperti ini
terjadi pada bibit sukun yang mendapat perlakuan sedikit air. Sesuai dengan
pernyataan Fitter dan Hay (1994) bahwa pentingnya air sebagai pelarut dalam
organisme hidup tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu
daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan relative hanya sedikit aliran air
hidrostatis (tekanan turgor) berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma
melawan permukaan dalam dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola.
Dengan naiknya tekanan turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan, dengan
hasil bahwa sehelai daun yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah
segar (turgid).
Sesuai dengan fungsinya air adalah penjaga turgiditas yang penting bagi
perbesaran sel dan pertumbuhan. Turgor penting dalam membuka dan
menutupnya stomata, pergerakan daun dan pergerakan korola bunga dan terutama
dalam variasi struktur tanaman. Kekurangan air dalam jumlah yang besar
menyebabkan kurangnya tekanan turgor pada/dalam tumbuhan vegetative
(Kramer, 1980).
KESIMPULAN
Kesimpulan
Air sangat mempengaruhi pertumbuhan bibit sukun. Penyiraman terbaik
ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 1 kali sehari (A1) yang terlihat pada
pertambahan tinggi, diameter, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun tertinggi
yakni secara berturut-turut 53,04 cm, 0,92 cm, 38,41g, 20,83 g, dan 1212,90 cm2.
Sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh masing-masing parameter pada
perlakuan secara berturut-turut yakni pertambahan tinggi pada A4 39,98 cm;
diameter, bobot kering tajuk dan akar sama-sama pada A3 yaitu 0,74 cm, 28,58 g
DAFTAR PUSTAKA
Ali, I. 2009. Potensial Osmotik Tanaman. http://iqbalali.com [15 November 2009]
Dephut. 1995. Budidaya Pohon Serbaguna (MPTS) Sukun(Artocarpus communis Forst). Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Direktorat Reboisasi Jakarta
. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta
Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta
Fitter, AH., dan RKM. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Gardner, PF. RB, Pearce dan RL, Mitcell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Gomez, K.A dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. UI Press. Jakarta.
Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Program Studi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian USU Medan.
Hendalastuti, HR dan A. Rojidin. 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengelolaan Buah Sukun: Studi Kasus di Solok dan Kampar. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Hal. 220-230
Junaidi, W. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman.
http://wawan - junaidi.blogspot. com [15 November 2009].
Karyudi. 2005. Osmoregulasi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Sebagai Respons Terhadap Cekaman Air. Balai Penelitian Sungei Putih.
http://balitsp.com [15 November 2009].
Kramer, P. J. 1980. Plant and soil water relationship. A Modern synthesis. Tata Mc Graw-Hill Publ. Co. Ltd., New York. 449 p.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Rajawali Pers. Jakarta. 203 hal.
Lestari, EG. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan Kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.
Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Jakarta
Pratama, TA. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Tunbuhan; Hubungan Tumbuhan dengan Air. Fakultas MIFA Universitas Andalas.
http://thetom022.files.wordpress.com[15 November 2009].
Salisbury, FB dan CW, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung
Sinaga, S. 2008. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. http://research.mercubuana.ac.id[15 November 2009].
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sunarjono,HH. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta
Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit sukun
Rataan pertambahan tinggi bibit sukun minggu 17
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
Analisis siddik ragam pertambahan tinggi bibit sukun minggu 17
Lampiran 2. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Diameter (cm) Bibit Sukun
Rataan pertambahan diameter bibit sukun minggu 17
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
Analisis sidik ragam pertambahan diameter bibit sukun minggu 17
Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Tajuk (g) Bibit Sukun
Bobot kering tajuk bibit sukun
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
Analisis sidik ragam bobot kering tajuk bibit sukun
Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Akar (g) Bibit Sukun
Bobot kering akar bibit sukun
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
Analisis sidik ragam bobot kering akar bibit sukun
Lampiran 5. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun Total (cm2) Bibit Sukun
Luas daun total bibit sukun minggu 17
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5 Total 4058,00 6184,54 6018,04 5806,62 5458,22 27525,42 5505,08 Rataan 676,33 1030,76 1003,01 967,77 909,70 4587,57 917,51
Analisis sidik ragam luas daun total bibit sukun minggu 17
Sumber
Galat 24 1272347.612 53014.484
Lampiran 6. Gambar bibit sukun di minggu ke 17
(A0) (A1) (A2) (A3)
(A4) (A5)
A05
A04
A03
A02
A15
A14
A13
A12
A11
A25
A24
A23
A22
A35
A34
A33
A32
A31
A45
A44
A43
A42
A54
A53
A52