• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengerukan Pasir Terhadap Kualitas Perairan Di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengerukan Pasir Terhadap Kualitas Perairan Di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP

KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG

KABUPATEN BATUBARA

T E S I S

Oleh

DARWINSON TUMANGGOR / PSL 087004013 / PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP

KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG

KABUPATEN BATUBARA

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DARWINSON TUMANGGOR 087004013

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG KABUPATEN BATUBARA

Nama Mahasiswa : Darwinson Tumanggor Nomor Pokok : 087004013

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., PhD.

Prof. Dr. Roesyanto, MSCE

Anggota Anggota

Prof. Dr. Erman Munir, MSc

Ketua Program Studi Direktur

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., PhD. Anggota : 1. Prof. Dr. Roesyanto, MSCE

(5)

PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG

KABUPATEN BATUBARA

ABSTRAK

Studi tentang pengaruh pengerukan pasir terhadap kualitas perairan di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara telah dilakukan sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian dilakukan di Bantaran Sungai Tanjung Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara sedangkan analisis paramater fisik dan kimia dilakukan di Laboraturium Mikrobiologi Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL dan PPM Kelas I Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas air secara fisik dan kimia di Bantaran Sungai Tanjung yang terdapat aktifitas pengerukan pasir dengan yang tidak terdapat aktifitas pengerukan pasir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata temperatur, intensitas cahaya, TSS, BOD, COD, dan Posphat lebih tinggi pada areal terdapat aktivitas pengerukan pasir sedangkan nilai rata-rata parameter TDS, Nitrat dan DO lebih tinggi pada areal sebelum terdapat aktivitas pengerukan pasir. Kata Kunci : Pengerukan Pasir, Kualitas Air Sungai Tanjung, Parameter Fisika dan

(6)

THE INFLUENCE OF SAND DREDGING ON THE QUALITY OF WATER AT THE TANJUNG RIVER, BATUBARA

DISTRICT

ABSTRACT

The study of the influence of sand dredging on the quality of water at the Tanjung River, Batu Bara District, was conducted from October, 2010, until August, 2011. The research was conducted at the bottom land of the Tanjung River, Air Putih Sub-district, Batu Bara District, while the physical and chemical parameter were Analysed the Microbiology Laboratory of the BTKL (Environmental Sanitary Engineering Center) and PPM (Contagious Disease Control) Level I, Medan. The aim of the research was to know the quality of water, both physically and chemically at the bottom land of the Tanjung River in the location where there was the activity of sand dredging and in the location where there was no activity of sand dredging. The results of the research showed that the average values of the temperature, the light intensity, TTS, BOD, COD, and phosphate were higher on the area where there was the activity of sand dredging, whereas the average values of TDS, Nitrate, and DO parameter were higher than the prior-activity of sand dredging area.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan rhido-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tugas Akhir yang berjudul Pengaruh Pengerukan Pasir Terhadap Kualitas Perairan Di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar master dari Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, telah begitu banyak bantuan, bimbingan, dan dorongan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, saya ingin bermaksud mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Ir. Zulkifli, MSc.,PhD, sebagai ketua pembimbing yang telah memberikan begitu banyak waktu, arahan, bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Roesyanto, MSCE. dan Bapak Prof. Dr. Erman Munir,MSc. sebagai pembimbing yang telah memberikan begitu banyak waktu, arahan, bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sengli J. Damanik, MSc. dan Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, M.S. sebagai penguji yang telah memberikan waktu, saran dan masukan yang sangat berharga pada karya tulis ini.

4. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU yang telah memberikan fasilitas serta perhatian demi kelancaran kegiatan akademik. 5. Segenap staf pengajar (dosen) di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya

(8)

6. Istri tercinta Dewi Hidayati, anak-anak tersayang Winni R.E. Tumanggor, Aftanta Tumanggor, Hasya Tumanggor dan Loloate Tumanggor yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, semangat, dan doa yang tiada putus hingga terselesaikannya masa studi pada Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU.

7. Ibu Maya, Putri dan segenap karyawan di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU yang telah banyak berperan dan membantu demi kelancaran kegiatan akademik selama masa studi.

8. Segenap rekan–rekan S2 PSL Kelas Khusus Batu Bara 2008 yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama masa studi di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU, bahkan hingga terselesaikannya laporan tugas akhir ini.

9. Semua pihak yang dengan ucapan beribu maaf karena tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan perhatian dan semangat hingga berakhirnya masa studi di perguruan tinggi kebanggaan kita ini.

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang jauh dari sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan. Dan akhirnya mohon maaf yang tulus atas ketidaksempurnaan, segala kekurangan bahkan kata–kata yang kurang berkenan. Semoga karya tulis ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2012 Penyusun

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(10)

DAFTAR ISI 2.3.1. Dampak Akibat Penambangan ... 2.3.2. Perizinan Galian C ... 2.3.3. kegiatan Penambangan ... 10 11 12 2.4. Pencemaran Lingkungan ... 14

2.4.1. Pencemaran Air ... 17

2.5 Komponen Pencemaran Air ... 18

2.5.1. Limbah ... 2.5.1. Sumber Air Limbah ... 21 2.9 Gambaran Umum Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara ... 32

(11)

3.1 Tempat dan Waktu ... 34 3.2 Alat dan Bahan ... 34 3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 34

3.3.1. Penetapan Lokasi ... 3.3.2. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan ...

35 36 3.4 Analisis Data ... 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara 40 4.2 Kualitas Air Secara Fisik dan Kimia Di bantaran Sungai

Tanjung Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara... 4.2.1. Kualitas Fisik……….... 4.2.2. Kualitas Air Secara Kimia………

42 41 44 4.3 Perbandingan Kualitas Air Secara Fisik dan Kimia Di

Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara ... 47 V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 48 5.2 Saran ... 48

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Klasifikasi Padatan di Perairan berdasarkan Ukuran

Diameter ... 29 2 Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 ... 30 3 Kandungan Oksigen Terlarut ... 31 4 Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa Terdapat di Perairan.. 32 5 Wilayah/ Daerah di Kecamatan Air Putih ... 33 6 Kualitas Air Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara

Secara Fisik ... 41 7 Kualitas Air Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara

Secara Kimia ... 45 8 Kualitas Air Badan Sungai Tanjung Kecamatan Air Putih

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Kerangka Berpikir ... 5 2 Denah Lokasi Penelitian ... 35 3 Lokasi Pengerukan Pasir Di Sungai Tanjung Kabupaten Batu

Bara ...

41 4 Aktivitas Pengerukan Pasir Di Sungai Tanjung Kabupaten

Batu Bara ...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik, Kimia dan Biologi Perairan ...

52 2 Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan

Oksigen (DO) ... ...

53

3 Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 54

4 Metode Kerja Pengukuran COD ... 55

5 Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3) ... 56

6 Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO4-3) ... 57

7 Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) ... 58

8 Laporan Hasil Uji Laboraturium I ... 60

9 Laporan hasil Uji Laboraturium II ... 61

10 Laporan hasil Uji Laboraturium III ... 62

11 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 63

12 Foto Penelitian ... 64

(15)

PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG

KABUPATEN BATUBARA

ABSTRAK

Studi tentang pengaruh pengerukan pasir terhadap kualitas perairan di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara telah dilakukan sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian dilakukan di Bantaran Sungai Tanjung Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara sedangkan analisis paramater fisik dan kimia dilakukan di Laboraturium Mikrobiologi Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL dan PPM Kelas I Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas air secara fisik dan kimia di Bantaran Sungai Tanjung yang terdapat aktifitas pengerukan pasir dengan yang tidak terdapat aktifitas pengerukan pasir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata temperatur, intensitas cahaya, TSS, BOD, COD, dan Posphat lebih tinggi pada areal terdapat aktivitas pengerukan pasir sedangkan nilai rata-rata parameter TDS, Nitrat dan DO lebih tinggi pada areal sebelum terdapat aktivitas pengerukan pasir. Kata Kunci : Pengerukan Pasir, Kualitas Air Sungai Tanjung, Parameter Fisika dan

(16)

THE INFLUENCE OF SAND DREDGING ON THE QUALITY OF WATER AT THE TANJUNG RIVER, BATUBARA

DISTRICT

ABSTRACT

The study of the influence of sand dredging on the quality of water at the Tanjung River, Batu Bara District, was conducted from October, 2010, until August, 2011. The research was conducted at the bottom land of the Tanjung River, Air Putih Sub-district, Batu Bara District, while the physical and chemical parameter were Analysed the Microbiology Laboratory of the BTKL (Environmental Sanitary Engineering Center) and PPM (Contagious Disease Control) Level I, Medan. The aim of the research was to know the quality of water, both physically and chemically at the bottom land of the Tanjung River in the location where there was the activity of sand dredging and in the location where there was no activity of sand dredging. The results of the research showed that the average values of the temperature, the light intensity, TTS, BOD, COD, and phosphate were higher on the area where there was the activity of sand dredging, whereas the average values of TDS, Nitrate, and DO parameter were higher than the prior-activity of sand dredging area.

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem merupakan tingkatan organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubungan antara satu dengan yang lainnya. Didalam suatu ekosistem bukan hanya mencakup serangkaian spesies tumbuhan dan hewan saja namun juga mencakup bentuk materi yang melakukan siklus dalam sistem energi dan materi. Materi dan

energi berasal dari lingkungan abiotik akan kembali ke lingkungan abiotik. Konsep suatu ekosistem adalah hubungan timbal balik antara komunitas dan

lingkungannya (Irwan, 2007).

Pemanfaatan sumberdaya alam dapat menciptakan kesejahteraan apabila

adanya pemeliharaan hubungan yang baik antara sistem dan wilayah tersebut. Untuk menjamin kelestarian sumberdaya hayati perlu memperlihatkan

hubungan-hubungan ekologis yang berlangsung di antara komponen-komponen sumberdaya alam yang menyusun suatu sistem (Harahap, 2010).

(18)

alam yang masih tersimpan di alam. Salah satu masalah dan kelemahan dalam pengelolaan sumberdaya alam di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah usaha-usaha mengejar pertumbuhan ekonomi dengan cara eksploitasi besar-besaran dari sumberdaya alamnya tanpa memperhatikan dampak buruknya terhadap lingkungan sekitarnya, seperti pengerukan pasir yang secara terus menerus dilakukan akibatnya akan terjadi kerusakan suatu ekosistem (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1994).

Usaha di bidang penambangan adakalanya menimbulkan masalah yang serius. Masalah yang timbul bukan hanya mengenai seumberdaya tambangnya, akan tetapi juga masalah menyangkut lingkungan hidup. Dari beberapa jenis bahan galian yang paling banyak penambangnya dilakukan adalah pasir, kerikil, batu kali dan tanah timbun. Pengerukan pasir pada badan sungai, memberikan andil yang sangat besar bagi kelestarian lingkungan. Hal ini akan memberikan dampak kualitas fisik, kimia maupun biologi perairan.

Kerusakan sumberdaya alam terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah maupun sebaran wilayah. Kerusakan tersebut disebabkan oleh tingginya eksploitasi yang dilakukan oleh usaha-usaha komersil yang secara sah mendapat ijin maupun oleh individu-individu yang tidak mendapat ijin. Kerusakan lingkungan

karena eksploitasi tanah atau lahan juga terjadi di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dalam kondisi ekonomi yang

(19)

Masalah utama yang dihadapi oleh sumberdaya air meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk kebutuhan domestik yang terus menurun. Kegiatan penambangan di bantaran sungai berdampak negatif terhadap sumberdaya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air (Effendi, 2003).

Daerah aliran sungai (DAS) adalah wilayah yang sering menjadi Lokasi penambangan pasir. DAS adalah wilayah sungai yang dipisahkan dari wilayah lain karena keadaan topografi yang berupa punggung bukit, dimana air hujan yang jatuh akan mengalir dan meresap ke sungai yang kemudian bermuara di laut (Zain, 1998).

Sungai Tanjung terletak di Kabupaten Batu Bara melewati dua kecamatan yaitu Kecamatan Air Putih dan Kecmatan Sei Suka, di sepanjang aliran Sungai Tanjung sangat banyak ditemukan pengerukan pasir baik secara tradisional maupun menggunakan alat-alat yang modern.

Sampai saat ini belum ada penelitian tentang pengaruh pengerukan pasir di Sungai Tanjung Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara terhadap kualitas perairan. Penelitian tentang masalah tersebut diatas dianggap penting untuk menjaga ekosistem serta kelestarian lingkungan khususnya di sekitar sungai.

1.2. Perumusan Masalah

(20)

dijumpai di sepanjang aliran sungai hingga pada daerah sub DAS nya. Kawasan hulu sungai mempunyai fungsi sebagai penyedia air untuk dialirkan ke hilir sungai untuk kepentingan pertanian, industri dan permukiman serta sebagai pemelihara keseimbangan ekologis untuk penunjang kehidupan. Kegiatan ini memiliki potensi negatif yang sangat besar terhadap kualitas fisik, kimia serta biologi perairan. Berdasarkan hal tersebut maka masalah dalam peneltian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaiman perbedaan kualitas air secara fisik dan kimia di Bantaran Sungai Tanjung yang terdapat aktifitas pengerukan pasir dengan yang tidak terdapat aktifitas pengerukan pasir.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengerukan pasir terhadap kualitas air secara fisik dan kimia di Bantaran Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara.

1.4. Manfaat Penelitian

(21)

1.5. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kualitas air secara fisik dan kimia yang terdapat aktivitas pengerukan pasir dengan tidak ada pengerukan pasir di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara.

1.6. Kerangka Berfikir

Sungai Tanjung adalah penyedia air utama di Kecamatan Air Putih. Beberapa faktor seperti pengerukan pasir di sekitar sungai maupun badan sungai memberikan dampak perubahan terhadap kualitas air baik fisik atau kimia air Sungai Tanjung. Diharapkan adanya pengawasan pemerintah daerah serta adanya peranserta masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian lingkungan khususnya sekitar Sungai Tanjung, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Pengerukan Pasir di Sungai Tanjung Kec. Air Putih

Kab. Batu Bara

Kerusakan Kualitas Air Sungai Tanjung

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Eksploitasi Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam dan energi meliputi semua kandungan, apakah itu secara geologi ditunjukkan atau dispekulasikan, apakah itu secara ekonomis dapat digali atau tidak dengan kondisi teknologi dan pasar yang ada. Cadangan (reserve) merupakan bagian dari sumberdaya alam dan energi yang meliputi semua kandungan geologi yang dapat digali secara ekonomis. Keberhasilan cadangan akan sangat tergantung pada rasio cadangan dengan pemakaian (reserve to use ratio) jika rasio tersebut konstan tinggi maka keberadaannya tidaklah terlalu mengkhawatirkan (availabelity adequate) yang tercermin dalam harga sumberdaya alam dan energi yang relatif murah, biaya eksploitatif rendah royaltif sewa yang murah serta rasio antara kapital dan tenaga kerja yang rendah. Tujuan pengolahan sumberdaya alam

dan energi untuk mencapai tingkat penggunaan yang optimal tergantung pada tingkat pemanfaatan. Pemanfaatan yang berlebihan dan lebih besar dari

eksploitasi akan mempercepat habisnya sumberdaya alam dan energi (Reksohadiprojo dan Pradono, 1994).

(23)

sepotong-sepotong, berdasarkan atas kedua hal tersebut lingkungan hidup dan pembangunan harus dikelola bersamaan (Murtopo, 1997).

Pengelolaan lingkungan merupakan suatu kegiatan mengelola, dimana kemampuan mengelola tersebut akan menghasilkan lingkungan yang baik. Manajemen lingkungan yang bersifat dinamis dan dapat dilaksanakan serta memerlukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan kebijakan di dalam perusahaan. Perubahan tersebut akan memberikan pengaruh baik untuk jangka panjang ataupun jangka pendek serta mempunyai penerapan taktis maupun strategis. Manajemen lingkungan dalam pelaksanaannya dapat dianggap sebagai suatu keuntungan. Manfaat yang paling penting dari manajemen lingkungan adalah perlindungan terhadap lingkungan (Hadiwardjo,1997).

2.2. Klasifikasi Sumberdaya Alam

Secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok. Pertama adalah kelompok yang disebut kelompok stok. Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Apa yang dimanfaatkan saat ini tidak lagi tersedia dimasa mendatang dengan demikian sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renevable) atau terhabiskan (eksbaustible) termasuk kedalam kelompok ini antara lain sumberdaya mineral, logam, minyak dan gas bumi.

(24)

sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dimasa mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya jenis ini dikatakan dapat diperbarui (renewable). Kelompok sumberdaya ini untuk regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Ikan dan hutan misalnya termasuk kedalam kelompok sumberdaya yang regenerasinya tergantung pada proses biologi (Fauzi, 2006).

2.3. Bahan Galian C

Pengelolaan bahan galian C sangat berhubungan erat dengan penyelamatan sumberdaya alam disekitarnya. Pengerukan bahan-bahan galian C seperti pasir, kerikil maupun batu alam memberikan andil yang besar bagi kelestarian lingkungan, demikian halnya perambahan hutan di hulu sungai juga memberikan andil terhadap besar kecilnya debit air sungai (Kesumah, 2005).

Menurut Sukandarrumidi (1999), bahwa pengerukan bahan galian C juga berakibat turunnya kualitas dan kuantitas sungai. Kualitas air menurun karena air sungai menjadi keruh sehingga jumlah cahaya yang mampu menembus sungai sangat sedikit dan ini sangat mempengaruhi proses fotosintesis hewan-hewan air.

(25)

Lebih lanjut Sukandarrumidi (1999), menyatakan bahwa sistem dan cara penambangan bahan galian, tidak seluruhnya harus dengan cara penggalian atau pengerukan, namun juga dapat dilakukan dengan cara disemprot dengan air, disedot dengan pipa ataupun dipompa. Berdasarkan cara pengambilannya, seluruh bahan-bahan tersebut diartikan sebagai bahan-bahan tambang.

Penggolongan bahan galian diatur dalam Undang-Undang Pertambangan Republik Indonesia N0 37 Tahun 1960 juncto Undang-undang Pokok Pertambangan Republik Indonesia No 11 Tahun 1967 pasal 3, yang menyebutkan penggolongan bahan galian sebagai berikut :

(1) Bahan galian golongan A (bahan galian strategis) adalah bahan galian yang mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kehidupan negara misalnya : minyak bumi, gas alam, batubara, timah putih, besi, nikel. Bahan galian jenis ini dikuasai oleh negara.

(2) Bahan galian golongan B (bahan galian vital) adalah bahan galian yang mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kegiatan perekonomian negara dan dikuasai oleh negara dengan menyertakan rakyat misalnya: emas, perak, intan, timah hitam, belerang, air raksa. Bahan galian ini dapat diusahakan oleh badan usaha milik negara ataupun bersama-sama dengan rakyat.

(26)

2.3.1. Dampak Akibat Penambangan

Menurut Fairizal (2007) kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya adalah kegiatan penggalian atau pengerukan atau penambangan, pengangkutan dan reklamasi lahan bekas penambangan adalah sebagai berikut:

a. Pengerukan atau penambangan, akibat pengerukan atau penambangan adalah terbentuknya cekungan-cekungan bekas penambangan. Dengan cara menerapkan tata cara penambangan yang baik dan benar serta mempertimbangkan aspek lingkungan tidak akan menimbulkan dampak negatif.

b. Kualitas udara, dampak terhadap kualitas udara adalah peningkatan konsentrasi debu (partikulat) akibat aktivitas pengerukan atau penambangan dan pengangkutan, terutama berlangsung pada musim kemarau. Kuantitatif dampak relative kecil, hanya di sekitar Lokasi penggalian dan jalur transportasi yang dilalui dan berlangsung hanya untuk sementara waktu selama oprasi.

c. Kualitas air, dampak terhadap kualitas air adalah perubahan sifat fisik, kimia serta biologi perairan.

d. Perubahan tata guna lahan, dampak bersifat lokal dalam skala kecil dan bersifat sementara.

(27)

f. Pengangkutan, beberapa komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak dari kegiatan ini adalah ketenagakerjaan dan pendapatan. Kegiatan ini berdampak positif bagi penduduk di sekitar Lokasi kegiatan, kerena dapat membuka kesempatan kerja, memacu pertumbuhan sekitar sektor ekonomi masyarakat.

2.3.2. Perizinan Galian C

Melalui penerapan pengelolaan lingkungan hidup akan terwujud kedinamisan dan harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya. Untuk mencegah dan menghindari tindakan manusia yang bersifat kontradiksi dari hal-hal tersebut, pemerintah telah menerapkan Kebijakan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2009 menerangkan “pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan. konstruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang”.

(28)

dan bangunan-bangunan pengairan serta jembatan maupun bangunan-bangunan umum lainnya yang terdapat di sekitarnya.

2.3.3. Kegiatan Penambangan

Lahan yang digunakan untuk pertambangan tidak seluruhnya digunakan untuk operasi pertambangan secara serentak, tetapi secara bertahap. Sebagian besar tanah yang terletak dalam kawasan pertambangan menjadi lahan yang tidak produktif.

Sebagian dari lahan yang telah dikerjakan oleh pertambangan tetapi belum direklamasi juga merupakan lahan tidak produktif. Lahan bekas kegiatan pertambangan menunggu pelaksanaan reklamasi pada tahap akhir penutupan tambang. Kalau lahan yang telah selesai digunakan secara bertahap direklamasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan produktif.

Pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan atau wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan pertambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan pertambangan antara lain pada teknik pertambangan, pengolahan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan antara lain faktor geografis dan morfologis, fauna dan flora, hidrologis dan lain-lain.

Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya.

(29)

sifat yang bervariasi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan yang berubah atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan (Nurdin et. al., 2000).

Sukandarrumidi (2010) menambahkan semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai, bentuk danau atau bukit selama masa pertambangan, sulit dikembalikan kepada keadaannya semula.

Kegiatan pertambangan juga mengakibatkan perubahan pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan tata guna tanah, perubahan kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan dampak pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri tetapi juga untuk kepentingan manusia. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dampak pertambangan terhadap lingkungan sangat penting. Keterlibatan masyarakat sebaiknya berawal sejak dilakukan perencanaan ruang dan proses penetapan wilayah untuk pertambangan. Masyarakat setempat dilibatkan dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan usaha pertambangan serta upaya penanggulangan dampak yang

(30)

Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan pelaksanaan keterlibatan masyarakat.

2.4. Pencemaran Lingkungan

Pencemar (polusi) adalah peristiwa masuknya zat, unsur atau komponen lain yang merugikan ke dalam lingkungan akibat aktivitas manusia atau proses alami. Segala sesuatu yang menyebabkan pencemaran (polusi) disebut polutan. Semua zat beracun ataupun metabolitnya yang masuk ke dalam lingkungan akan menyebabkan kualitas lingkungan menjadi menurun karena bersifat toksik. Suatu zat dapat dikatakan polutan (toksik) bila kadarnya melebihi batas normal. Polutan dapat berupa suara, panas, radiasi, debu, bahan kimia, zat- zat yang dihasilkan makhluk hidup dan sebagainya (Soemitrat, 2005).

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan pencemar tersebut pada umumnya bersifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2008).

(31)

Poliklorin Bifenil (PCB) senyawa ini berasal dari pemanfaatan bahan- bahan pelumas dan plastik. Minyak dan Hidrokarbon dapat berasal dari kebocoran pada roda dan kapal pengangkut minyak, logam- logam berat berasal dari industri bahan kimia dan bensin, Limbah Pertanian berasal dari kotoran hewan dan tempat penyimpanan makanan ternak, Kotoran Manusia berasal dari saluran pembuangan tinja manusia. Pencemaran lingkungan juga disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk. Konsentrasi penduduk ditempat-tempat pabrik/industri, perumahan, perhotelan dan perkantoran menjadi padat dan berdampak pada peningkatan konsentrasi buangan baik industri maupun domestik sehingga dengan sendirinya akan menyebabkan naiknya potensi terjadinya penularan penyakit/wabah dan keracunan (Palar, 2008).

Dalam PP RI No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan

manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2).

(32)

yang masuk dalam tatanan alami dan kemudian mendatangkan perubahan-perubahan yang bersifat negatif terhadap tatanan yang dimasukkan.

Selanjutnya Palar (2008) menambahkan suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing kedalam tatanan lingkungan itu. Perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kemasukan benda asing itu, memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan hidup dengan baik dalam tatanan lingkungan tersebut. Sehingga dalam tingkat lanjut dalam arti bila lingkungan tersebut telah tercemar dalam tingkatan yang tinggi, dapat membunuh atau menghapuskan satu atau lebih organisme yang tadinya hidup normal dalam tatanan lingkungan itu. Jadi, pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.

(33)

2.4.1. Pencemaran air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain (Effendi, 2003).

Polusi air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen lainnya ke dalam air, sehingga kualitas air terganggu yang ditandai dengan perubahan warna, bau dan rasa. Beberapa contoh polutan antara lain: Fosfat yang berasal dari penggunaan pupuk buatan dan detergen, Poliklorin Bifenil (PCB) senyawa ini berasal dari pemanfaatan bahan- bahan pelumas dan plastik, minyak dan hidrokarbon dapat berasal dari kebocoran pada roda dan kapal pengangkut minyak, logam- logam berat berasal dari industri bahan kimia dan bensin, Limbah Pertanian berasal dari kotoran hewan dan tempat penyimpanan makanan ternak, Kotoran Manusia berasal dari saluran pembuangan tinja manusia (Palar, 2008).

Pencemaran air dapat didefinisikan dengan berbagai cara, tetapi pada dasarnya berpangkal tolak pada konsentrasi pencemar tertentu di dalam air pada

(34)

Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar (Darmono, 2001).

Pencemaran air merupakan akibat kegiatan dan perbuatan manusia, yang dilatarbelakangi berbagai hal. Karena pencemaran, tata lingkungan air mengalami gangguan. Ekosistem air menjadi tercemar dan rusak setelah menerima kehadiran

bahan-bahan pencemar yang berasal dari manusia dengan perbuatannya (Susilo, 2003).

Kualitas air ditentukan oleh banyak faktor, yaitu zat yang terlarut, zat yang tersuspensi, dan makhluk hidup. Khususnya jasad renik, di dalam air. Air murni, yang tidak mengandung zat yang terlarut, tidak baik untuk kehidupan kita. Sebaliknya zat yang terlarut ada yang bersifat racun. Apabila zat yang terlarut, zat yang tersuspensi dan makhluk hidup dalam air membuat kualitas air menjadi tidak sesuai untuk kehidupan kita, air itu disebut tercemar (Soemarwoto, 1984).

2.5. Komponen Pencemaran Air

(35)

kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan lingkungan hidupnya. Akibatnya terjadi pergeseran keseimbangan dalam tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih buruk. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal, namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah (Palar, 2008).

Menurut Mahida (1993) saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia telah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke badan air atau air tanah. Sebagai contoh adalah pestisida yang biasa digunakan di pertanian, industri atau rumah tangga, detergen yang biasa digunakan di rumah tangga atau PCBs yang biasa digunakan pada alat-alat elektronik. Erat kaitannya dengan masalah indikator pencemaran air, ternyata komponen pencemaran air turut menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Komponen pencemaran air yang berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian dapat dikelompokkan sebagai bahan buangan:

a) Padat

(36)

berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air akan berkurang.

b) Organik

Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau

terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan

menaikkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal ini akan naik. Tidak

tertutup kemungkinan dengan berambahnya mikroorganisme dapat berkembang

pula bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia.

c) Anorganik

d) Cairan berminyak

Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya adalah logam. Apabila logam masuk ke perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbah industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium(Cd), air raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.

Bahan buangan berminyak yang dibuang ke lingkungan akan mengapung

menutupi permukaan air. Lapisan minyak pada permukaan air dapat terdegradasi

oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Lapisan

(37)

disebabkan lapisan tersebut akan menghalangi diffusi oksigen dari udara ke

dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. Juga lapisan tersebut akan

menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga fotosintesapun

terganggu.

e) Zat kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi : sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya), bahan pemberantas hama (insektisida), zat warna kimia dan zat radioaktif

Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran atau pencatatan debit air, agar analisis hubungan parameter pencemaran air debit badan

air, sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2007)

2.5.1. Limbah

(38)

Mahida (1993) menambahkan limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah domestik terdiri dari air limbah rumah tangga yang berasal dari perumahan, daerah perdagangan dan fasilitas rekreasi.

Pencemaran yang dapat ditimbulkan oleh limbah ada bermacam-macam bentuk, seperti bau, warna, suara dan bahkan pemutusan mata rantai dari suatu tatanan lingkungan hidup atau penghancuran suatu jenis organisme yang pada tingkat akhirnya akan menghancurkan tatanan ekosistemnya. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup biasanya berasal dari limbah-limbah yang

sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah-limbah yang sangat beracun pada umumnya merupakan limbah kimia,

apakah itu berupa persenyawaan-persenyawaan kimia atau hanya dalam bentuk unsur atau ionasi. Biasanya senyawa yang sangat beracun bagi organisme hidup dan manusia adalah senyawa-senyawa kimia yang mempunyai bahan aktif dari logam-logam berat. Daya racum yang dimiliki oleh bahan aktif dari logam-logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologi atau metabolisme tubuh. Sehingga proses metabolisme terputus. Disamping itu bahan beracun dari senyawa kimia juga dapat terakumulasi atau menumpuk dalam tubuh, akibatnya timbul problema keracunan kronis (Palar, 2008).

(39)

cukup hanya dengan bahan biologi saja. Pengujian secara kimia bersama-sama dengan data Biologi barulah dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kualitas air (Sastrawijaya, 1991).

2.5.2. Sumber Air Limbah

Daryanto (1995) menyebutkan bahwa biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain :

1. Air limbah rumah tangga (domestik)

Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari

perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya

adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah

tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari : (a) daerah pemukiman

penduduk, (b) daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain-lain, (c) daerah

kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta) dan (d) daerah rekreasi.

Mahida (1993) menambahkan limbah domestik terdiri dari pembuangan air kotor dari

kamar mandi, pembuangan air cucian dan sebagainya. Pembuangan tersebut

merupakan campuran yang rumit dari zat-zat bahan mineral dan organik dalam banyak

bentuk, termasuk partikel-partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan

dalam keadaan terapung dan dalam bentuk koloid. Limbah tersebut juga mengandung

(40)

2. Air limbah industri

Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis

dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air,

derajat pengolahan air limbah yang ada.

3. Air limbah rembesan dan tambahan

Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar.

2.6. Sumber dan Penggolongan Air

Secara garis besar air dapat dikatakan bersumber dari :

1. Laut : air laut

2. Darat : a. Air Tanah : air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air

b. Air Permukaan : air sungai dan air rawa / danau

3. Udara : Air hujan atau air atmosfer (Gabriel, 2001)

Berdasarkan analisis kualitas air dapat digolongkan dalam 3 (tiga) kategori (Sutrisno, 2006), yaitu :

a. Air Bersih

(41)

diolah menjadi air siap minum, untuk keperluan MCK (mandi, cuci dan kakus), sarana pariwisata dan rekreasi, pada industri sebagai sarana pendingin, sebagai pelarut di bidang farmasi/kedokteran, sarana irigasi dan sarana peternakan.

Dari segi kualitas, air bersih harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

1. Syarat Fisik : air tidak boleh berwarna, tidak boleh berasa, tidak boleh

berbau, suhu di bawah suhu udara (sejuk 25°C) dan jernih

2. Syarat Kimia : tidak mengandung racun dan zat-zat mineral atau zat-zat lain tidak dalam jumlah yang berlebihan (Sutrisno, 2006).

b. Air Minum

Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses

pengolahan memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan

kesehatan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik.

Agar air minum yang dikonsumsi masyarakat Indonesia tidak menimbulkan gangguan kesehatan maka pemerintah melalui menteri kesehatan menetapkan persyaratan kesehatan kualitas air minum dalam Keputusan Menkes No. 416 tahun 1990.

c. Air Kotor / Air Limbah

(42)

2.7. Mutu Air

Indek mutu air adalah skor numerik yang menjelaskan kondisi mutu air pada waktu dan Lokasi tertentu. Indek mutu air memberikan cara yang lebih baik untuk menentukan hubungan sebab akibat antara parameter mutu air dan respon biologi. (Kaurish and Yournos, 2007).

Untuk melestarikan fungsi air maka pemerintah menerbitkan peraturan untuk pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dalam PP RI No. 82 tahun 2001, dan mengklasifikasikan air menjadi 4 (empat) kriteria mutu :

1. Kelas I, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

2. Kelas II, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas III, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan

air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan/atau peruntukan lain

yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas IV, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan mengairi pertanaman dan

/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

(43)

Sungai memiliki peran yang penting bagi masyarakat sehingga kualitas air sungai harus dikendalikan dan diawasi sesuai dengan peruntukannya dengan cara menetapkan baku mutu air sungai dan segmentasi sungai. Sasaran penetapan kelas air sungai adalah meningkatnya manfaat air sungai untuk air baku, air minum atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (Peraturan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai di Propinsi Sumatera Utara. Gubernur Sumatera Utara).

(44)

2.8. Parameter Kualitas Air 2.8.1. Parameter Fisik

a. Cahaya

Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan permukaan perairan terdiri atas cahaya yang langsung (direct) berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan (diffuse) oleh awan (yang sebenarnya juga berasal dari cahaya matahari). Cahaya yang mencapai permukaan perairan tersebut sebagian diserap dan sebagian direfleksikan kembali. Pada perairan alami sekitar 53% cahaya yang masuk mengalami transformasi menjadi panas dan akan mulai menghilang pada kedalaman 1 meter (Effendi, 2003).

b. Temperatur

Pengukuran temperatut air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini karena kelarutan zat-zat di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen dalam air. Apabila temperatur naik maka kelarutan oksigen dalam air akan menurun. Peningkatan temperatur mengakibatkan peningkatan reaksi kimia, evaporasi, meningkatkan aktifitas metabolisme organisme akuatik, sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen. (Effendi, 2003).

c. Padatan Total, Terlarut,dan Tersuspensi

(45)

bikarbaonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi mejadi karbondioksida, sehigga karbondioksida dan gas-gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total. Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Padatan di Perairan berdasarkan Ukuran Diameter (Effendi, 2003)

Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter (µm) Ukuran Diameter (mm) Padatan terlarut

(46)

BOD5 adalah petunjuk tingkat pencemaran zat organik di suatu perairan dan dapat mempengaruhi lingkungan perairan seperti kandungan oksigen terlarut dalam air sampai batas yang mempengaruhi organisme air. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik dapat distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan aneorobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut diperairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik (Lee dan Laksono, 1978). Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5

Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD

dapat dilihat

(47)

Tabel 3. Kandungan Oksigen Terlarut

No Nilai Oksigen Terlarut Status Kualitas Air

1 > 6,5 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan 2 4,5 – 6,4 Tercemar ringan

3 2,0 – 4,4 Tercemar ringan

4 < 2,0 Tercemar berat

c. Kebutuhan Oksigen Kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar untuk dioksidasi menjadi CO2 atau H2

d. Nitrat (NO

O. Pengukuran COD akan sangat cocok dilakukan pada perairan yang memiliki bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida dan sebagainya (Effendi, 2003).

3

Nitrat (NO )

3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini berasal dari oksidasi sempurna senyawa nitrogen diperairan. Sumber nitrat terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dan nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrit melalui nitrat menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga

(48)

e. Fosfor

Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang larut. Senyawa fosfor anorganik yang biasa terdapat di perairan ditunjukkan pada Tabel 4. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik (Effendi, 2003). Tabel 4. Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa Terdapat di Perairan

Nama Senyawa Fosfor Rumus Kimia Ortofosfat

1. Trinatrium fosfat Na3PO 2. Dinatrium fosfat

1. Natrium heksametafosfat Na3(PO3) 2. Natrium tripolifosfat

2.9. Gambaran Umum Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara

Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara berada pada 0 -18 m diatas permukaan laut (mdpl) dengan suhu maksimum 33°C. Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak adalah 9 hari dengan rata-rata 79 mm/thn. Tofografi datar sampai bergelombang (83,18%) dan berombak sampai berbukit (16,82 %) . Batas batas wilayah sebagai berikut :

(49)

Sebelah Barat : Kecamatan Sei Suka

Wilayah Kecamatan Air Putih memiliki luas 7.224 Ha, sebahagian besar merupakan daerah pertanian, perkebunan, dan pemukiman, dengan luas area dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Wilayah/ Daerah di Kecamatan Air Putih (Kecamatan Air Putih dalam Angka Tahun 2011)

No Jenis Wilayah Luas (Ha)

1 Tanah Sawah 4.843

2 Tanah Kering 1.096,73

3 Bangunan / pekarangan 615,27

4 Hutan Negara -

5 Lainnya 669

Jumlah 7.224

(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Bantaran Sungai Tanjung Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara. Analisis kualitas air dilakukakan di Laboraturium Mikrobiologi Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan Dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL dan PP RIM Kelas 1 Medan). Penetapan Lokasi penelitian berdasarkan survey pada bulan Oktober 2010. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2011 sampai bulan Agustus 2011

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, Termometer, Keping Sechii, Lux Meter, Pipet Tetes, Erlenmeyer 125 ml, split, ember 5 liter, Lux Meter dan GPS.

Bahan-bahan yang digunakan adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, Alkohol, Amilum dan Lugol.

3.3. Pelaksanaan Penelitian 3.3.1. Penetapan Lokasi

(51)

a. Lokasi I

Lokasi ini berada pada daerah hulu dimana kegiatan pengerukan pasir tidak ditemukan. Daerah ini terletak kira-kira 1 km dari Lokasi pengerukan pasir. Pada Lokasi ini air lebih jernih dan bersih dengan substrat batu berpasir.

b. Lokasi II

Lokasi ini berada pada daerah dengan aktifitas pengerukan pasir. Eksploitasi pengerukan pasir di Lokasi ini mengakibatkan warna air sungai lebih keruh dengan substrat pasir.

c. Lokasi III

Lookasi ini berada pada daerah hilir dimana pengerukan pasir tidak ditemukan. Daerah ini terletak kira-kira 1 km dari Lokasi pengerukan pasir. Pada Lokasi ini air lebih jernih dan bersih dengan substrat batu berpasir dibandingkan dengan daerah Lokasi pengerukan pasir.

Denah Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. berikut ini : Lokasi I Lokasi II Lokasi III

(52)

3.3.2. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan a. Faktor Fisik

- Temperatur

Untuk pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat termometer. Termometer dicelupkan ke dalam badan air sungai selama 10 menit. Lalu diperhatikan skala yang tertera pada thermometer air raksa tersebut kemudian hasilnya dicatat pada tabel yang telah disediakan.

- Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan diukur dengan menggunakan alat Lux meter Digital. Itensitas cahaya dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan kekeruhan air.

- Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid atau TSS) TSS merupakan bahan-bahan yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang

terbawa ke badan air. TSS adalah bahan bahan yang tersuspensi

(diameter > 1µm ) yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45

µm.

- Padatan Terlarut Total ( Total Dissolved Solid atau TDS)

TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa - senyawa kimia dan

(53)

TDS biasanya disebabkan oleh bahan organik berupa ion-ion yang biasa ditemukan pada perairan.

b. Pengukuran Kimia - Oksigen terlarut

Untuk pengukuran DO dilakukan dengan metode Winkler dengan menggunakan regen-regen kimia yaitu MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 dan Amilum. Sampel Air yang diambil dari dalam perairan kemudian dimasukkan ke

dalam botol winkler, dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Kedalam sampel air 1 ml MnSO4 2,5 N dan 1 ml KOH-KI lalu diaduk dan didiamkan. Sampel dengan

endapan putih atau coklat diberi 1 ml H2SO4 lalu diaduk dan didiamkan. Setelah larutan berubah menjadi warna coklat sampel diambil 100 ml dan ditetesi Na2S2O3

- Kejenuhan Oksigen

0,0125 N sampai berubah warna menjadi kuning pucat, lalu tetesi dengan 5 tetes amilum ditambahkan sampai warna sampel berubah menjadi biru. Cara kerja dapat dilihat pada Lampiran 2.

Untuk mengukur kejenuhan oksigen dilakukan dengan menggunakan rumus kejenuhan oksigen dengan membagikan nilai konsentrasi oksigen (DO) hasil pengukuran lapangan dengan nilai konsentrasi yang sebenarnya kemudian dikalikan 100.

- Biologycal Oxygen Demand (BOD5)

(54)

setiap Lokasi dimasukkan kedalam botol sampel kemudian dibawa ke laboraturium. Sampel tersebut di inkubasi pada suhu 200

- Chemical Oxygen Deman (COD)

C selama 5 hari. Sebelumnya dilakukan pengukuran kandungan oksigen terlarut untuk mengetahui DO awalnya, setelah 5 hari sampel yang di inkubasi diukur kandungan oksigennya sebagai DO akhir. Nilai BOD adalah merupakan hasil pengukuran nilai DO awal dengan nilai DO akhir. Cara kerja dapat dilihat pada Lampiran 3.

(55)

- Kandungan Nitrat

Kandungan nitrat yang terdapat pada perairan Sungai Tanjung dapat diketahui dengan cara : 5 ml sampel dimasukkan 1 mL NaCl dengan menggunakan pipet volum, tambahkan 5 ml HR2RSOR4R 75% dan 4 tetes asam Brucine Sulfat Sulfanic. Larutan tersebut dipanaskan selama 25 menit dengan suhu 95P

0

P

C, dinginkan dan lakukan pengukuran dengan Spekrofotometer pada ג 410 nm. Cara kerja dapat dilihat pada Lampiran 5.

- Fosfat

Pengukuran fosfat dilakukan dengan cara, 5 ml sampel air ditetesi dengan 2 ml Reagen Amstrong dan 1 mL Asam Askorbat. Larutan tersebut didiamkan selama 20 menit dan lakukan pengukuran dengan spektofotometer pada ג 880 nm. Cara kerja dapat dilihat pada Lampiran 6

- pH

Derajat keasaman diukur dengan menggunakan pH meter, dengan cara memasukkan pH meter kedalam sampel air yang diambil dari dalam perairan.

3.4. Analisis Data

(56)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara

Sungai Tanjung terletak di Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara dan berhulu di Pegunungan sekitar Kabupaten Simalungun, aliran Sungai Tanjung melewati Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Batubara sebelum bermuara di Selat malaka.

Pengamatan dilapangan pada daerah penelitian diperoleh bahwa, Luas area pengerukan pasir dilakukan di Sungai Tanjung ± 12.000 m2 dengan rata-rata produksi 680 m3 setiap hari, banyak pekerja 52 orang dan pengerukan pasir dilakukan dengan menggunakan 2 buah alat berat. Pasir tersebut utamanya digunakan sebagai bahan kontruksi bangunan yang di pasarkan ke kota Indrapura, Lima Puluh dan Kuala Tanjung, selain kegiatan pengerukan pasir, Sungai Tanjung juga dimanfaatkan sebagai irigasi persawahan dan beberapa lokasi di Hulu Sungai dijumpai kerambah pemeliharaan ikan.

4.2. Kualitas Air Secara Fisik dan Kimia di Bantaran Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara.

(57)

4.2.1. Kualitas Fisik

Dari hasil analisis kualitas fisika air sungai didapat sebagai berikut :

Tabel 6. Kualitas Air Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara Secara Fisik (PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan

Pengendalian Pencemaran Air)

Parameter Baku Mutu

Intensitas Cahaya (Cd) 41.056,67 80.033,33 68.200

Penetrasi Cahaya

(Tingkat Kekeruhan) (Ntu) 24,27 15,77 23,70

Hasil analisis Suhu air pada Lokasi II dan Lokasi III lebih tinggi dari Lokasi I. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh pengerukan pasir di Badan Sungai Tanjung. Kegiatan pengerukan pasir mengakibatkan hilangnya vegetasi tumbuhan yang merupakan pelindung badan perairan (Gambar 3).

Gambar 3. Lokasi Pengerukan Pasir Di Sungai Tanjung Batu Bara

(58)

atau badan sungai mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus permukaan perairan dan meningkatkan suhu di dalam air. Suhu perairan juga dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatik, terutama suhu di dalam perairan yang melebihi ambang batas.

Hasil analisis TDS pada Lokasi II dan Lokasi III lebih rendah daripada Lokasi I. Rendahnya TDS pada Lokasi II dan Lokasi III kemungkinan disebabkan oleh kegiatan pengerukan pasir yang mengakibatkan terangkatnya senyawa-senyawa kimia anorgaik yang terdapat di dasar sungai tersebut bersama dengan pasir.

Hasil analisis TSS pada Lokasi I lebih rendah daripada Lokasi II dan Lokasi III, hal ini kemungkinan disebabkan pada Lokasi I dan II terdapat pengaruh kegiatan pengerukan pasir yang mengakibatkan meningkatnya konsentrasi sedimen yang terdapat di perairan tersebut.

Nilai TDS dan TSS peraian dapat meningkatkan nilai kekeruhan, yang selanjutnya akan menurunnya intesitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan.

(59)

Intensitas cahaya dan penetrasi cahaya pada areal tidak ada pengerukan pasir (Lokasi I dan Lokasi III ) menunjukkan nilai intensitas cahaya lebih kecil tetapi nilai penetrasi cahaya lebih besar dibandingkan dengan ada kegiatan pengerukan pasir (Lokasi II ).

Mahida (1993) menambahkan kekeruhan perairan dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang melayang di dalam air. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, pasir dan bahan-bahan organik terlarut.

Nyibaken (1992) menyatakan penentuan padatan atau kekeruhan air atau banyaknya intensitas cahaya sangat berguna dalam penentuan analisis penentuan kualitas perairan. Banyaknya pembusukan bahan-bahan organik dan tingginya tingkat kekeruhan perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan.

(60)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. Aktivitas Pengerukan Pasir Di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara (a) Alat berat yang digunakan untuk mengeruk pasir

(b) Sarana pengangkutan pasir skala besar (c) Sarana pengangkutan pasir skala kecil

(d) Tumpukan pasir yang dikeruk di badan Sungai Tanjung

4.2.2. Kualitas Air Secara Kimia.

(61)

Tabel 7. Kualitas Air Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara Secara Kimia

Hasil analisis parameter pH menunjukkan bahwa pada Lokasi I lebih tinggi dari pada Lokasi II dan Lokasi III, hal ini kemungkinan disebabkan karena di hulu sungai terdapat aktivitas manusia seperti MCK, limbah domestik dari rumah penduduk, dll. pH air di Lokasi II lebih bersifat asam dibandingkan pada Lokasi I dan III hal ini disebabkan terjadinya zat-zat terlarut yang bersifat asam (mis : SiO2

pH air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji (Asdak, 1995). Umumnya perairan dengan tingkat keasaman dan dan kebasaan tinggi sudah dapat dianggap tercemar (Brooks et. al., 1989).

, phospat) sewaktu diangkatnya pasir dari dasar sungai.

(62)

Hasil analisis DO pada pada Lokasi I lebih tinggi dari pada Lokasi II dan Lokasi III, sedangkan hasil analisis BOD pada Lokasi II lebih tinggi dari pada Lokasi I dan Lokasi III. BOD adalah angka indeks untuk tolak ukur pencemar dari limbah yang berada dalam suatu perairan. Semakin besar nilai angka indeks BOD suatu perairan maka semakin besar tingkat pencemaran yang terjadi (Asdak, 1995). Pada Lokasi II (areal pengerukan pasir) memiliki tingkat nilai indeks BOD yang paling tinggi, ini menyakatan bahwa Lokasi II memiliki tingkat pencemaran tertinggi dan diikuti oleh Lokasi III. Hal ini disebabkan kemungkinan karena pada Lokasi II (areal pengerukan pasir) terjadi penambahan konsentrat pencemar ketika adanya proses pengerukan pasir.

Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, dalam arti kata hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologi, seperti senyawa yang umum terdapat dalam limbah rumah tangga (Barus, 2004).

(63)

4.3. Perbandingan Kualitas Air Secara Fisik dan Kimia di Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara.

Sampai saat ini belum ada ketentuan dari pemerintah setempat tentang penggolongan air Sungai Tanjung berdasarkan peruntukannya sesuai ketentuan Baku Mutu air yang dipersyaratkan pada PP RI RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dari hasil analisis Kualitas air pada Lokasi I, II dan III disebutkan bahwa sebagian besar parameter fisika dan kimia telah memenuhi kriteria baku mutu kecuali beberapa parameter seperti : TSS dan Phospat yang telah melebihi kriteria yang dipersyaratkan.

Analisis perbedaan rata-rata kualitas air Sungai Tanjung pada tiga lokasi penelitian terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas Air Badan Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara Secara Fisik Dan Kimia (PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air)

Parameter Baku Mutu

Intensitas Cahaya 41.056,67 80.033,33 68.200

Penetrasi Cahaya (Tingkat Kekeruhan) 24,27 15,77 23,70

pH 6-9 7,4 7,10 7,33

Perbandingan kualitas air antara Lokasi I, Lokasi II dan Lokasi III terhadap Baku Mutu air

sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001 secara umum kualitas air pada Lokasi I lebih baik

(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Pengaruh Pengerukan Pasir terhadap kualitas perairan di Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;

1. Pengerukan pasir mempengaruhi kualitas fisik dan kualitas kimia di Perairan Sungai Tanjung kabupaten Batu Bara.

2. Pengerukan Pasir menurunkan kualitas fisik untuk parameter TDS (37,33mg/L) dan Penetrasi Cahaya (24,27 cm) dan meningkatkan parameter Suhu (27,53°C), TSS (149,17 mg/L) dan Intensitas Cahaya (41.056,67 Cd). 3. Pengerukan pasir menurunkan kualitas kimia untuk parameter pH (7,4),

Nitrat (1,53 mg/L) dan DO (9,61 mg/L) dan meningkatkan parameter BOD5 (0,65 mg/L), COD (3,12 mg/L), dan Phosphat (1,46 mg/L)

5.2. Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi : Studi tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Medan. USU Press. Bahri, S., Hidayat, R dan Priadie, B. 2003. Analisis Kualitas Air Sungai Secara Cepat

Menggunakan Makrobenthus Studi Kasus Sungai Cikapundung. Peneliti Bidang lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air.

Brooks, Ffolliott, Gregersen dan Thames. 1989. Hidrology and Manajement of Watershed. Ohio University Press. Columbus, USA.

Daryanto. 1995. Masalah Pencemaran. Bandung : Tarsito.

Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Fairizal, A. 2007. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Laporan Penggalian Bahan Galian C (Batu Gunung) Desa Biluy Kecamatan Darul Kalam. Kabupaten Aceh Besar. 2007. Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta : Penerbit Hipokrates

Harahap, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hadiwardjo. 1997. ISO 14001. Panduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

(66)

Irianto, E.W. dan Machbub. 2007. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar Dalam Air Sungai. Yogyakarta : Andi.

Kaurish, F. W. and Yournos, T. 2007. Developing a Standartized Water Quality Index for Evaluating Surface Water Quality. Journal of The american Water Resources Association.

Kesumah E. 2005. Pengaruh Kegiatan Penambangan Galian C Terhadap Bangunan Pengambilan Bebas. Universitas Sumatera Utara. Tesis. Tidak Dipublikasikan.

Lee dan Laksono, 1978, The water. Publishers. United Sates of America, 2460 Kerper Boulevard Dubuque IA 52001.

Mahida, U. N. 1993. The Water. Publishers. United States of America 2460 Kerper Boulevard Dubuaque IA 520001.

Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboraturium

Penerjemah : Yanti R, koestoer. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Murtopo. 1997. Keserasian Lingkungan Hidup. Jakarta : Makalah dalam Diskusi Panel Islam dan Lingkungan Hidup. Tanggal 19 April 1997.

Nurdin, Wiriosudarmo, Gautama dan Arif. 2000, Agenda 21 Sektoral Agenda Pertambangan untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan, Proyek Agenda 21 Sektoral Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan UNDIP. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Eklogis. Penerjemah: H. Muhammad Eidman. Jakarta : PT Gramedia.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

Reksohadiprodja dan Pradono. 1994. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Energi. Edisi Kedua. Bandung: BPFE. Hal. 3

Sastrawijaya. A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua Jakarta : PT Rineka Citra.

(67)

Soemitrat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Sukandarrumidi, 1999. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press.

Susilo, Y. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan. Yogyakarta: Averroes Press. Sutrisno, 2003. Lingkungan Hidup dan kelestariannya. Bandung: PT. Alumni.

Suratmo, FG. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

(68)

Lampiran 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan.

No Parameter Fisik, Kimia, Biologi Satuan Alat

1 Temperatur air 0C Termometer Air Raksa

2 DO (Oksigen Terlarut) mg/l Metode Winkler

3 Kejenuhan Oksigen % Metode Winkler

4 BOD5 mg/l Metode Winkler

5 COD mg/l Metode Winkler

6 Nitrat mg/l Spektrofotometri

7 Fosfat mg/l Spektrofotometri

8 pH Air - pH Meter

9 Penetrasi Cahaya Cm Keping Sechii

(69)
(70)

Lampiran 3. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

Keterangan:

• Perhitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan perhitungan nilai DO

• Nilai BOD = Nilai DO awal – Nilai DO akhir Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

Diingkubasi selama 5 hari pada temperature 200C Dihiting nilai DO akhir

Dihiting nilai DO awal

(71)

Lampiran 4. Metode Kerja Pengukuran COD

1. Kedalam gelas Erlenmeyer COD dimasukkan HgSO4 2. Lalu dimasukkan batu didih yang sudah dibersihkan

bubuk atau kristal

3. Dimasukkan 20 ml sample air

4. Ditambahkan 10 ml larutan baku K2Cr2O7

5. Ditambahkan 5 ml reagen asam sulfat-perak sulfat, dikocok perlahan-lahan dan hati-hati

0,20500 N

6. Dialirkan air dingin pada kondensor dan diletakkan gelas Erlenmeyer dibawah kondensor. Dituangkan sebanyak 15 ml sisa reagen asam sulfat-perak sulfat melalui kondensor, diencerkan menjdi 2 kali melalui kondensor. Dinyalakan pemanas lalu dilakukan refluks selama 2 jam.

7. Setelah dingin dilepaskan gelas refluks dari kondensor, diencerkan menjadi 2 kali dengan aquades

(72)

Lampiran 5. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3

)

(Michael, 1984; Suin, 2002) Sampel Air

1 ml NaCl ( dengan pipet volum) 5 ml H2SO4 75%

4 tetes asam Brucine Sulfat Sulfanik

Larutan

Dipanaskan selama 25 menit suhu 95 0C

Larutan

Didinginkan

Diukur dengan spektrofotometer pada λ= 410 nm

Hasil

Gambar

Gambaran Umum Sungai Tanjung Kabupaten Batu Bara
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5
Tabel 3. Kandungan Oksigen Terlarut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada halaman menu utama menampilkan seluruh menu-menu yang terdapat pada sistem diantaranya data alternatif, data kriteria, bobot kriteria, nilai keputusan dan logout, dari

Bank Kustodian akan menerbitkan dan mengirimkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali

Pada ketika itu, Kandungan Kurikulum Standard Sekolah Menengah (KSSM) telah dijajarkan bagi tujuan kegunaan pengajaran dan pembelajaran bagi memenuhi keperluan pembelajaran

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi Association Of Southeast Asian Nations Tahun 2011.

Berdasarkan konsep metode gradien daya reaktif disebutkan bahwa jika Δ Q/ Δ t&gt;0 atau arah positif maka dapat disimpulkan bahwa sumber harmonisa terbesar adalah dari

Sekolah Iang bercadang untuk menawarkan mata pelajaran ICT mesti memenuhi syarat dan kriteria berikut:. Memiliki sebuah makmal komputer yang mempun)€i kelengkapair capaian

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat

Tingkat pengetahuan tentang SADARI dan praktik SADARI merupakan variabel dari perilaku SADARI, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penyuluhan tentang