• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR/ Corporate Social Responsibility)

Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan-kegiatan menyampaikan pesan-pesan tanggung jawab sosial perusahaan pada berbagai bidang kegiatan CSR kepada masyarakat adat yang bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) maupun menghindari konflik dengan masyarakat sekitar demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang.

Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR di daerah penelitian terdiri dari aktivitas komunikasi yang dilakukan pada lima bidang kegiatan CSR, yaitu bidang kompensasi tanah adat, bidang kesehatan masyarakat, bidang pendidikan dan pelatihan, bidang demand tenaga kerja dan bidang pembangunan sarana prasarana. Untuk menentukan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR, didasarkan pada intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan pada setiap bidang kegiatan CSR. Apabila intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam proses aktivitas komunikasi di setiap bidang semakin efektif, maka secara keseluruhan aktivitas komunikasi yang terjadi di daerah penelitian juga akan semakin efektif, demikian pula sebaliknya.

Secara keseluruhan tingkat aktivitas komunikasi publik melalui program CSR pada masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini

Tabel 14. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR Pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian

AKTIVITAS KOMUNIKASI PUBLIK PERUSAHAAN Kategori

Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Selang Skor) (%) Kategori (Selang Skor) (%) Kategori (Selang Skor) (%) Sangat Tinggi (21,1 – 25) - Sangat Sesuai (21,1 – 25) - Sangat Sesuai (21,1 – 25) 3,33 Sangat Tinggi (63,1 – 75) - Tinggi (17,1 – 21) 3,33 Sesuai (17,1 – 21) - Sesuai (17,1 – 21) 5,00 Tinggi (51,1 – 63) - Cukup Tinggi (13,1 – 17) 6,67 Cukup Sesuai (13,1 – 17) - Cukup Sesuai (13,1 – 17) 6,67 Cukup Tinggi (39,1 – 51) 13,33 Kurang (9,1 – 13) 21,67 Kurang Sesuai (9,1 – 13) 33,33 Kurang Sesuai (9,1 – 13) 25,00 Kurang (27,1 – 39) 25,00 Rendah (5 – 9) 68,33 Tidak Sesuai (5 – 9) 66,67 Tidak Sesuai (5 – 9) 60,00 Rendah (15 – 27) 61,67 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan di daerah penelitian dikategorikan rendah. Hal ini disebabkan oleh intensitas komunikasi perusahaan dengan masyarakat yang relatif kurang bahkan tidak pernah, teknik komunikasi yang kurang sesuai dalam menggunakan beragam media serta penggunaan model komunikasi yang kurang sesuai. Hal ini dapat menimbulkan efek negatif berupa konflik masyarakat dengan perusahaan sebagai akibat dari timbulnya rasa curiga atau prasangka buruk terhadap perusahaan, kurang adanya komunikasi, keterbukaan informasi yang dibutuhkan serta interpretasi isi pesan yang salah sebagai akibat kurang adanya pemahaman terhadap isi pesan. Jika aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR rendah maka tujuan komunikasi untuk membangun hubungan baik perusahaan dengan masyarakat sekitar juga akan tidak tercapai. Untuk itu aktivitas komunikasi publik perusahaan

melalui program CSR perlu ditingkatkan dengan melihat aktivitas komunikasi yang terjadi pada setiap bidang kegiatan CSR.

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian memiliki intensitas komunikasi dengan perusahaan melalui program CSR secara keseluruhan dikategorikan rendah dan kurang. Ini terjadi pada semua bidang kegiatan CSR. Hal ini disebabkan intensitas perusahan mengadakan pertemuan dengan masyarakat adat untuk membahas program CSR masih sangat sedikit. Pada umumnya jumlah pertemuan dengan masyarakat adat pada setiap bidang kegiatan CSR dilaksanakan hanya satu sampai tiga kali dalam setahun, bahkan tidak pernah dilakukan dalam bidang kompensasi tanah adat. Selain itu, sebagian besar dari responden menyatakan mereka tidak dilibatkan dalam proses komunikasi yang terjadi tetapi hanya diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya, serta Panitia Pengembangan Kampung yang dibentuk untuk mengelola dana pengembangan kampung yang diberikan perusahaan sebesar Rp. 300.000.000,- per tahun selama kurun waktu sepuluh tahun. Hal ini membuat banyak warga masyarakat yang lebih cenderung menunjukkan sikap ”malas tahu” sehingga mereka lebih memilih melakukan aktivitas mereka sehari-hari sebagai nelayan dari pada membahas program kerja bersama perusahaan. Menurut Hamad (2005), dalam proses komunikasi, para partisipan dalam komunikasi harus dapat dilibatkan sehingga merasa menjadi bagian dari komunitas dan merasa saling memiliki dari komunitas tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua community Development distrik Weriagar, Hengky Soroat mengatakan ”aktivitas komunikasi oleh perusahaan yang dilakukan di kedua kampung penelitian ini tidak membatasi warga masyarakat atau diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya saja tetapi dalam bentuk komunikasi terbuka dengan melibatkan seluruh warga masyarakat kampung”. Hanya saja proses penyampainnya tidak disampaikan secara langsung kepada seluruh warga masyarakat tetapi melewati kepala-kepala kampung. Hal ini menyebabkan terjadi “miss communication” antara perusahaan dengan warga masyarakat adat. Perusahaan menganggap seluruh warga masyarakat telah diundang sedangkan masyarakat menganggap mereka tidak diundang oleh perusahaan dan hanya diikuti oleh kepala-kepala kampung saja.

Dengan demikian perusahaan harus merubah dan memilih saluran atau media komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi seluruh warga masyarakat dalam program CSR. Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat (komuniktas), komunikator perlu memilih media yang sesuai dengan efek yang diingikan oleh komunikator, apakah itu efek kognitif, afektif atau efek konatif yaitu partisipasi masyarakat.

Hanya sebagian kecil responden yang memiliki intensitas komunikasi tinggi dan cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan atau kedudukan mereka di dalam pemerintahan kampung yang memiliki tugas dan urusan langsung berhubungan dengan perusahaan sehingga mempunyai peluang besar untuk berkomunikasi dengan perusahaan. Pada umumnya mereka adalah kepala

kampung dan aparatnya, masyarakat adat yang bekerja sebagai karyawan perusahaan BP dan termasuk di dalam Panitia Pengembangan Kampung.

Terlihat pula dalam Tabel 14, sebagian besar responden dikategorikan menilai teknik komunikasi yang digunakan perusahaan pada keseluruhan kegiatan CSR tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan kurang menggunakan saluran atau media komunikasi yang beragam dalam memberikan informasi atau pemahaman kepada masyarakat. Selain itu disebabkan juga oleh kondisi daerah yang jauh dari kota, sehingga komunikator susah untuk memperbanyak bahan ajar atau leaflet, brosur, dll sehingga materi yang dibagi hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja, seperti ketua kelompok, sekertaris kelompok, aparat kampung, dll. Sutikno (2005) menyatakan penggunaan media yang tidak beragam dalam proses komunikasi tidak akan memperjelas makna materi sehingga tidak dapat dipahami oleh peserta, peserta akan lebih tidak menarik perhatian sehingga tidak menimbulkan motivasi serta peserta akan menjadi bosan. Oleh sebab itu, menurut Effendi (2002) bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan oleh komunikator supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Pemilihan media yang efektif oleh perusahaan dapat mempercepat tercapainya tujuan komunikasi publik dalam bidang-bidang CSR. Tetapi apabila pemilihan media komunikasi tidak efektif, maka masyarakat tidak akan memahami isi pesan dan cenderung berbeda penafsiran atau interpretasi tentang isi pesan tersebut.

Sebagian besar responden dikategorikan menilai model komunikasi yang digunakan perusahaan dalam menyampaikan pesan CSR secara keseluruhan tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan pada umumnya mereka ini tidak terlibat dalam proses komunikasi secara langsung (komunikasi tatap muka) dengan perusahaan. Tetapi ada juga responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dan menilai model komunikasi kurang sesuai, hal ini disebabkan perusahaan tidak menerapkan model komunikasi partisipatoris pada semua bidang tetapi hanya di bidang-bidang tertentu saja. Model komunikasi dua arah atau partisipatoris umumnya digunakan pada saat penyusunan program kegiatan di bidang kesehatan masyarakat, pendidikan dan pelatihan serta bidang pembangunan sarana prasarana.

Dikatakan model komunikasi partisipatoris sebab semua masyarakat diundang untuk lebih berpartisipasi dalam proses komunikasi sampai dengan pengambilan keputusan, dilakukan secara lebih demokratis. Dalam proses komunikasi, tidak hanya ada sumber atau penerima saja. Sumber juga penerima, penerima juga sumber dalam kedudukan yang sama dan dalam level yang sederajat. Karena itu dalam komunikasi partisipatoris aktivitas komunikasi bukan kegiatan memberi dan menerima melainkan "berbagi" atau "berdialog". Isi komunikasi bukan lagi "Pesan" yang dirancang oleh sumber dari atas, melainkan fakta, kejadian, masalah, kebutuhan yang dimodifikasikan menjadi "Tema". Dan tema inilah yang disoroti, dibicarakan dan dianalisa. Semua suara didengar dan diperhatikan untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Maka yang terlibat dalam model komunikasi ini bukan lagi "sumber dan penerima" melainkan partisipan" yang satu dengan yang lain.

Komunikasi partisipatori ini dalam istilah populer sebagai model komunikasi konvergen yang berarti berusaha menuju pengertian yang bersifat timbal balik diantara partisipan komunikasi dalam perhatian, pengertian dan kebutuhan (Dilla, 2007). Pendekatan ini sangat efektif dalam perencanaan pembangunan yang berbasis masyarakat, selain itu pendekatan ini akan meretes jalan tumbuhnya kreatifitas dan kompetensi masyarakat dalam mengkomunikasikan gagasannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Amri dan Sarosa (2008) bahwa Aliran informasi dua arah antara masyarakat lokal dengan perusahaan merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua arah memperkuat kapasitas masyarakat dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan ide. Model komunikasi partisipatori ini sudah sangat efektif digunakan oleh perusahaan BP LNG Tangguh, namun hanya sebagian masyarakat saja yang terlibat dalam proses komunikasi ini, sehingga perusahaan perlu memotivasi semua masyarakat untuk terlibat dalam proses komunikasi khususnya dalam penyusunan program CSR. Nursahid (2008) berpendapat bahwa program CSR atau pemberdayaan SDM yang dilakukan perusahaan akan dikatakan berhasil jika dalam penyusunan dan pelaksanaan program diikuti dengan keterlibatan masyarakat yang tinggi.

Model komunikasi satu arah terjadi pada bidang kompensasi tanah adat dan demand tenaga kerja. Hal ini disebabkan belum ada feedback (umpan balik) dari perusahaan. Menurut Amri dan Sarosa (2008) aliran informasi satu arah akan menutup dialog yang terbuka untuk membangun hubungan perasaan sebagai suatu komunitas, sedangkan kerahasiaan hanya akan menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.

Secara rinci, tingkat aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan yang terdiri dari lima bidang aktivitas komunikasi, diuraikan sebagai berikut :

5.1.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan di bidang kompensasi tanah adat atau ganti rugi tanah adat oleh perusahaan kepada masyarakat adat guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) sehingga menghindari konflik antara masyarakat masyarakat adat dengan perusahaan demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang.

Unsur ”Pesan” merupakan salah satu komponen komunikasi yang harus diperhatikan supaya aktivitas komunikasi dapat efektif. Pesan yang disampaikan perusahaan hendaknya harus dapat memperhatikan keinginan dan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat diterima oleh masyarakat adat tersebut. Masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh umumnya menginginkan setiap perusahaan yang masuk dan beroperasi di wilayah kawasan adat mereka harus tunduk kepada hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan landasan hukum yang dipegang adalah Undang-undang Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, yang berisikan perlindungan hak-hak masyarakat adat yaitu pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Hak masyarakat

adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Sebagai implemantasinya, perusahaan yang hendak berinvestasi di wilayah Papua harus juga menghargai hak-hak adat dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat adat setempat.

Keinginan masyarakat adat di daerah penelitian adalah setiap perusahaan yang beroperasi di wilayah adat mereka harus memberikan uang permisi kepada mereka. Hal ini disebabkan bagi mereka, kekayaan alam yang berada diatas tanah adat mereka merupakan pemberian Tuhan atas mereka untuk digunakan bagi kesejahteraan mereka, karena itu setiap tamu atau perusahaan yang mau mengambil dan mengelola sumber daya alam di wilayah adat mereka harus memohon ijin kepada masyarakat adat dengan memberikan uang permisi atau kompensasi tanah adat. Uang permisi yang diminta masyarakat adat di daerah penelitian adalah perusahaan harus membayar setiap sumur gas yang terdapat di daerah adat mereka sebesar 10 milyar per sumur.

Pesan ini telah disampaikan oleh masyarakat adat kepada perusahaan BP LNG Tangguh pada saat mulai beroperasi atau melakukan sosialisai dengan masyarakat setempat pada tahun 1997 – 2002 berupa proses penyusunan AMDAL. Namun sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, mereka belum mendapat jawaban dari perusahaan tentang hal ini. Perusahaan hanya memberikan dana pengembangan kampung kepada setiap kampung yang terkena dampak langsung di bagian utara teluk Bintuni sebesar Rp. 300.000.000,- / tahun selama kurun waktu sepuluh tahun untuk digunakan bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat kampung, selain itu pemberian dana ini sebagai akibat

dari munculnya konflik masyarakat di bagian utara teluk Bintuni dengan perusahaan karena meresa dianak tirikan atau tidak diperhatikan dalam hal pembangunan kampung sehingga terjadi perbedaan pembangunan kampung yang ada di daerah utara dengan selatan teluk Bintuni. Sedangkan bagi mereka, dana pengembangan kampung yang diberikan itu, bukan merupakan dana kompensasi tanah adat tetapi merupakan kewajiban bagi perusahaan untuk memperhatikan masyarakat di sekitar daerah yang terkena dampak langsung dari perusahaan.

Aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan, secara rinci tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat di daerah penelitian di sajikan pada Tabel 15 di bawah ini Tabel 15. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang

Kompensasi Tanah Adat pada Daerah Penelitian.

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Kompensasi Tanah Adat Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%) Sangat Tinggi (5) - Sangat Sesuai (5) - Sangat Sesuai (5) - Sangat Tinggi (12,7 – 15) - Tinggi (4) - Sesuai (4) - Sesuai (4) - Tinggi (10,3 – 12,6) - Cukup Tinggi (3) 5,00 Cukup Sesuai (3) - Cukup Sesuai (3) - Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) - Kurang (2) 18,33 Kurang Sesuai (2) - Kurang Sesuai (2) 8,33 Kurang (5,5 – 7,8) - Rendah (1) 76,67 Tidak Sesuai (1) 100,00 Tidak Sesuai (1) 91,67 Rendah (3 – 5,4) 100 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 15 menunjukkan bahwa semua responden dikategorikan menilai kegiatan aktivitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat rendah. Hal ini disebabkan intensitas komunikasi tentang kompensasi tanah adat masih kurang bahkan sebagian besar masyarakat tidak pernah membicarakan masalah kompensasi tanah adat dengan perusahaan. Hanya sebagian kecil masyarakat adat yang menilai intensitas komunikasi cukup tinggi, hal ini disebabkan mereka ini memiliki pekerjaan yang langsung berhubungan dengan perusahaan sehingga lebih mempunyai waktu yang banyak untuk melakukan komunikasi tentang masalah kompensasi tanah adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Pada umumnya mereka bekerja sebagai staf karyawan BP LNG Tangguh, kepala kampung dan aparat kampung serta kepala-kepala suku pada masing-masing kampung, namun sebagian besar dari mereka yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan mengatakan bahwa intensitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat masih kurang atau tidak relevan dengan apa yang mereka harapkan.

Semua responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan mengenai kompensasi tanah adat dikategorikan menilai teknik komunikasi yang digunakan perusahaan tidak sesuai. Dalam bidang lain perusahaan menggunakan media komunikasi, tetapi di bidang kompensasi tanah adat perusahaan belum pernah menggunakan media seperti infokus, liefled, brosur atau surat sebagai saluran penyampaian pesan. Teknik komunikasi yang digunakan hanya berupa komunikasi tatap muka tanpa menggunakan media komunikasi. Komunikasi tatap muka memang memiliki keunggulan dibanding komunikasi dengan menggunakan media. Tetapi apabila tidak disertai dengan feedback terhadap pesan, maka komunikasi tersebut menjadi tidak efektif. Diisamping itu, komunikasi tatap

muka juga akan lebih baik jika dalam penyempaian pesan komunikator menggunakan perpaduan media komunikasi yang sesuai dengan kondisi sosial budaya komunikan sehingga pesan akan lebih mudah di terima dan dimengerti. Menurut pendapat Effendy (2002), bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Penggunaan media komunikasi tentunya akan mempermudah masyarakat untuk mengerti isi pesan yang disampaikan oleh perusahaan. Penggunaan media yang sesuai juga dapat mempercepat tercapainya tujuan komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat. Tetapi apabila media komunikasi dalam penyampaian pesan di bidang kompensasi tanah adat tidak sesuai dengan karakteristik komunikan, maka masyarakat tidak akan memahami isi pesan yang disampaikan perusahaan dan cenderung berbeda penafsiran atau interpretasi tentang isi pesan tersebut, hal ini dapat menyebabkan masyarakat adat semakin kurang puas dengan isi pesan.

Tabel 15 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa model komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan isi pesan di bidang kompensasi tanah adat dikategorikan tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan masyarakat adat kurang mempercayai unsur kebenaran pesan dan tidak ada umpan balik terhadap pesan. Model komunikasi yang digunakan oleh perusahaan adalah perusahaan melakukan pendekatan dengan masyarakat berkaitan dengan sosialisasi masuknya perusahaan BP LNG Tangguh dan mendengar aspirasi masyarakat, terdapat feedback masyarakat menyampaikan keinginan atau aspirasinya tentang kompensasi hak atas tanah adat, perusahaan belum memberikan umpan balik terhadap pesan yang disampaikan masyarakat

adat kepada perusahaan. Dengan demikian model komunikasi publik perusahaan dalam bidang kompensasi tanah adat masih bersifat satu arah. Artinya masyarakat adat hanya menyampaikan aspirasi atau keinginan mereka kepada perusahaan namun sampai dengan waktu diadakan penelitian ini, belum ada respon balik dari perusahaan tentang pemberian hak kompensasi tanah adat. Menurut Wursanto (2005), penggunaan model komunikasi satu arah ini berlangsung ”top - down”, cepat dan efisien tetapi tidak memberikan kepuasan bagi komunikan. Pendapat ini didukung oleh Sutikno (2005) bahwa komunikasi yang baik merupakan komunikasi yang transaksional atau ada timbal balik antara komunikan dan komunikator.

Menurut kepala suku di kampung Mogotira yang pernah bertanya hal ini kepada perusahaan mengatakan bahwa alasan yang dikemukakan oleh perusahaan adalah masa sekarang adalah masa konstruksi sehingga hak atas tanah adat belum dibayar sampai dengan masa produksi. Namun berdasarkan informasi yang diterima dari salah satu staf perusahaan BP LNG Tangguh bahwa perusahaan BP LNG Tangguh telah memasuki masa produksi dan penjualan hasil pertama pada bulan september tahun 2008. Jika tidak ada keterbukaan perusahaan kepada masyarakat, maka yang terjadi adalah ketidak-percayaan dan ketidak-puasan pada janji perusahaan sehingga dapat memacu terjadinya konflik terbuka maupun konflik laten yang menjurus pada terancamnya eksistensi perusahaan bersangkutan. Apalagi masalah kompensasi tanah adat merupakan salah satu masalah yang cukup memiliki potensi konflik yang tinggi di daerah penelitian, bahkan di Papua secara keseluruhan. Dilla (2007) mengemukakan dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka sehingga dapat

menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan, karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga.

5.1.2. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat

Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan di bidang kesehatan oleh perusahaan kepada masyarakat sehingga terjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan.

Aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang kesehatan. Aktivitas komunikasi dalam bidang kesehatan yang biasanya dilakukan oleh perusahaan dalam penyusunan program kesehatan yang akan di laksanakan selama satu tahun berjalan di daerah penelitan, seperti penyuluhan kesehatan ibu dan anak, sanitasi dan MCK (mandi, cuci, kakus), pemeriksaan darah penyakit malaria yang paling banyak diderita responden, dll. Secara rinci tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan masyarakat di sajikan pada Tabel 16 di bawah ini

Tabel 16. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat Adat di Daerah Penelitian.

Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Kesehatan Masyarakat Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor)

(%) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi

Kategori (Skor) (%) Kategori (Skor) (%) Kategori Skor) (%)

(5) (5) (5) (12,7 – 15) Tinggi (4) 3,33 Sesuai (4) - Sesuai (4) 11,67 Tinggi (10,3 – 12,6) 3,33 Cukup Tinggi (3) 11,67 Cukup Sesuai (3) 33,33 Cukup Sesuai (3) 28,33 Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) 25,00 Kurang (2) 38,33 Kurang Sesuai (2) 20,00 Kurang Sesuai (2) 10,00 Kurang (5,5 – 7,8) 25,00 Rendah (1) 46,67 Tidak Sesuai (1) 46,67 Tidak Sesuai (1) 46,67 Rendah (3 – 5,4) 46,67 Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dikategorikan memiliki aktivitas komunikasi di bidang kesehatan secara keseluhan rendah. Kategori inipun sama untuk intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi. Hal ini disebabkan responden tidak pernah berkomunikasi dengan perusahaan khususnya dalam bidang kesehatan. Menurut mereka perusahaan

Dokumen terkait