• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai tingkat keberdayaan petani beserta hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang akan menjelaskan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT secara keseluruhan. Pada sub bab selanjutnya akan menjelaskan mengenai hubungan antara tingkat partisipasi petani dengan tingkat keberdayaan petani yang dikuatkan dengan hasil uji korlasi rank Spearman. Tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT menggunakan beberapa indikator seperti kemampuan petani dalam mengakses informasi, kemampuan petani menerapkan teknologi PTT dan kemampuan petani dalam mengambil keputusan. Setiap indikator dari tingkat keberdayaan tersebut akan diuji satu per satu dengan tingkat partisipasi petani untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani.

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT

Salah satu penyuluhan yang menekankan pada sumberdaya manusianya adalah Sekolah Lapangan (SL) atau Farmer Field School (FFS). Sekolah Lapangan merupakan suatu bentuk kegiatan belajar mengajar yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya inti (petani-nelayan) beserta petugas pertanian sebagai mitra kerjanya dengan memanfaatkan lapangan (sawah atau yang lainnya) sebagai tempat belajar sekaligus bahan ajarnya. Memberdayakan petani merupakan salah satu tujuan dari program Sekolah Lapangan Pengelolaan Terpadu, dimana setelah program berakhir alumni SL-PTT diharapkan memiliki peningkatan kapasitas diri baik dalam hal kualitas diri mereka maupun kualitas produksi tanaman padi mereka.

Tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT pada penelitian ini didasarkan pada tiga indikator yang digunakan, yaitu: (i) Tingkat kemampuan mengakses informasi, (ii) Tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dan (iii) Tingkat kemampuan mengambil keputusan. Indikator tingkat keberdayaan petani yang digunakan mengacu pada penelitian Sadono (2012) dengan memilih beberapa indikator keberdayaan yang dirasa sesuai dengan tujuan program SL-PTT sendiri. Tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT di Kelompok Tani Dewi Sri, Desa Gegesik Wetan, Kabupaten Cirebon, secara komposit dapat dilihat pada Tabel 30.

Berdasarkan data yang tersaji dalam Tabel 30, diketahui tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT di Kelompok Tani Dewi Sri terlihat cukup tinggi, dimana responden memiliki tingkat keberdayaan pada kategori sedang dan rendah. Tingginya tingkat keberdayaan responden tersebut memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi responden dalam setiap tahapan program,

mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Tabel 30. Jumlah dan persentase tingkat keberdayaan petani di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon

Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel partisipasi dengan tingkat keberdayaan responden diperoleh nilai koefisien korelasi dan nilai signifikasi secara berturut- turut sebesar 0.687 dan 0.00. Artinya terdapat hubungan yang nyata antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan responden dilihat dari besarnya nilai signifikasi yang diperoleh yaitu 0.00 berada jauh di bawah angka 0.05. Hal tersebut menyebabkan hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT dapat diterima (H1 diterima dan H0 ditolak, karena nilai signifikasi yang diperoleh berada jauh di atas 0.05). Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara variabel tingkat partisipasi pada masing-masing variabel indikator tingkat keberdayaan petani akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Petani Alumni Program SL-PTT Mengakses Informasi Pertanian

Tingkat kemampuan responden dalam mengakses informasi pertanian merupakan indikator yang digunakan untuk melihat tingkat keberdayaan petani. Tingkat kemampuan responden dalam mengakses informasi pertanian sendiri merupakan kemampuan petani dalam memperoleh informasi terbaru mengenai pertanian atau penerapan teknologi PTT baik melalui media atau bertanya langsung pada penyuluh pendamping di desa. Tingkat kemampuan responden dalam mengakses informasi pertanian di Kelompok Tani Dewi Sri, Desa Gegesik Wetan, Kabupaten Cirebon dapat dilahat dalam Tabel 31.

Tabel 31. Tingkat kemampuan mengakses informasi pertanian responden di Kelompok Tani Dewi Sri

No Tingkat keberdayaan Jumlah Persentase (%)

1 Tinggi 30 81.1 2 Sedang 7 18.9 3 Rendah 0 0.0 Total 37 100.0 No Tingkat kemampuan mengakses informasi Jumlah Persentase (%) 1 Tinggi 25 67.6 2 Sedang 11 29.7 3 Rendah 1 2.7 Total 37 100.0

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 31 diketahui tingkat kemampuan responden dalam mengakses informasi pertanian di Kelompok Tani Dewi Sri terlihat cukup tinggi, dimana tingkat keberdayaan responden dalam mengakses informasi pertanian berada pada kategori sedang dan tinggi. Setelah mengikuti program SL-PTT para responden merasa lebih mengerti bagaimana cara mereka untuk memperoleh informasi pertanian, kepada siapa mereka bertanya dan berbagai informasi baru mengenai pertanian.

Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT akan dilihat berdasarkan tingkat partisipasi mereka pada setiap kategori kemampuan responden dalam mengakses informasi, mulai dari kemampuan mengakses informasi yang tinggi, sedang dan rendah. Untuk melihat tingkat keberdayaan responden dalam mengakses informasi berdasarkan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Sebaran tingkat kemampuan mengakses informasi menurut tingkat partisipasi responden di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon

No Tingkat partisipasi

Kemampuan mengakses informasi (%)

Total Tinggi Sedang Rendah

1 Tinggi 82.4 14.7 2.9 100.0

2 Sedang 0.0 50.0 50.0 100.0

3 Rendah 0.0 0.0 100.0 100.0

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 32 diketahui bahwa sebagian besar responden (82.4%) yang memiliki tingkat partisipasi tinggi memiliki kemampuan mengakses informasi yang tinggi, 14.7% responden memiliki tingkat kemampuan mengakses informasi sedang dan 2.9% responden lainnya memiliki tingkat kemampuan mengakses informasi yang masih rendah. Responden yang memiliki tingkat kemampuan mengakses informasi sedang, sebagian responden (50%) berada pada kategori tingkat kemampuan mengakses informasi sedang dan sebagian responden (50%) masih rendah. Berbeda dengan responden yang berada pada kategori tingkat partisipasi rendah, keseluruhan responden memiliki kemampuan mengakses informasi yang masih rendah juga. Terlihat berdasarkan data tersebut terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat keberdayaan responden menurut kemampuan mengakses informasi berdasarkan pada setiap kategori tingkat partisipasi responden. Responden yang memiliki tingkat partisipasi tinggi memiliki tingkat kemampuan mengakses informasi yang tinggi, begitupun sebaliknya untuk responden yang memiliki tingkat partisipasi yang rendah memiliki kemampuan mengakses informasi yang masih rendah juga.

Adanya kecenderungan hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat kemampuan mengakses informasi memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi responden dalam mengikuti setiap tahapan pada program SL-PTT akan menentukan tingkat kemampuan mereka dalam mengakses informasi terbaru khususnya dalam bidang pertanian. Responden yang aktif berpartisipasi akan lebih memahami bagaimana cara informasi itu diperoleh, kepada siapa mereka dapat memperoleh informasi dan bagaimana cara memanfaatkan informasi yang

mereka peroleh untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan usahatani yang mereka lakukan.

Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan kemampuan mereka dalam mengakses informasi diperkuat dengan hasil uji korelasi rank Spearman yang dilakukan, dimana diperoleh nilai koefisien korelasi dan signifikasi secara berturut turut sebesar 0.576 dan 0.00. Artinya terdapat hubungan nyata antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat kemampuan mengakses informasi. Hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi dan kemampuan petani dalam mengakses teknologi dilihat berdasarkan nilai signifikasi yang diperoleh yaitu sebesar 0.00 yang berada jauh di bawah angka 0.05. Hal tersebut menyebabkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi dan kemampuan petani mengakses informasi pertanian dapat diterima (H1 diterima dan H0 ditolak, karena nilai signifikasi yang diperoleh berada jauh di atas 0.05).

Berikut adalah pendapat seorang responden (Pak CR) yang merupakan salah seorang responden. Responden tersebut mengungkapkan mengenai peningkatan kemampuan yang dirasakanoleh dirinya dalam mengakses informasi setelah mengikuti program SL-PTT.

“Kalo setelah mengikuti SL-PTT ini mba iya kalo mencari informasi menjadi lebih mudah pasti. Jadi dapat info-info baru tentang pertanian juga mba terus kalo mau konsultasi ya enak tinggal ke PPL kalo engga ya di toko pupuk tempat pak Anton (kepala BP3K), kan mereka itu sudah ahlinya” –Pak CR

Hal senada juga diutarakan oleh responden lain yang menyatakan bahwa informasi-informasi yang mereka peroleh tidak hanya berhenti dan dimanfaatkan untuk mereka sendiri. Responden mengaku bahwa berbagai informasi yang mereka peroleh akan mereka bagikan kepada petani-petani lain di luar kelompok mereka.

“Iya jadi kalo pulang dari kumpulan itu ya pasti dapet info baru mba dari PPL itu, nanti saya kasih tau ke petani-petani lain yang tidak ikut, sama-sama belajar mba”. –Pak MW

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Alumni Program SL-PTT Menerapkan Teknologi PTT

Tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) responden merupakan indikator keberdayaan petani yang kedua. Tingkat kemampuan menerapkan PTT disini merupakan kemauan dan kemampuan petani untuk dapat menerapkan teknologi PTT yang diperoleh saat program berlangsung secara mandiri tanpa didampingi pendamping lapangan (penyuluh) dan kemauan untuk tetap menjaga keberlanjutan dalam menerapkan teknologi PTT setelah program SL-PTT berakhir baik untuk dirinya pribadi maupun mengajarkan

kepada petani lain yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti program. Tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT responden di Kelompok Tani Dewi Sri secara jelas dapat dilihat pada Tabel 33 berikut.

Tabel 33. Tingkat kemampuan responden menerapkan teknologi PTT di Kelompok Tani Dewi Sri

Berdasarkan Tabel 33 diketahui tingkat kemampuan responden dalam menerapkan teknologi PTT terlihat tinggi, dimana responden berada pada kategori sedang dan tinggi. Tingginya kemampuan responden dalam menerapkan teknologi PTT memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi responden dalam mengikuti program dan kegiatan yang dilakukan dalam kelompok tani.

Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT akan dilihat berdasarkan tingkat partisipasi mereka pada setiap kategori kemampuan responden dalam menerapkan teknologi PTT, mulai dari kemampuan yang tinggi, sedang maupun rendah dalam menerapkan teknologi PTT. Untuk melihat tingkat keberdayaan responden menurut kemampuan mereka dalam menerapkan teknologi PTT berdasarkan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Sebaran tingkat kemampuan responden menerapkan teknologi PTT menurut tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon No Tingkat

partisipasi

Kemampuan menerapkan teknologi PTT (%)

Total Tinggi Sedang Rendah

1 Tinggi 81.2 15.6 3.2 100.0

2 Sedang 40.0 20.0 40.0 100.0

3 Rendah 0.0 0.0 0.0 0.0

Berdasarkan data yang tersaji dalam Tabel 34, diketahui bahwa sebagian besar responden (81.2%) yang berada pada kategori tingkat partisipasi tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam menerapkan teknologi PTT, 15.6% responden berada pada kategori sedang dan sisanya 3.2% memiliki tingkat kemampuan yang masih rendah dalam menerapkan teknologi PTT. Pada kategori responden yang memiliki tingkat partisipasi sedang, sebanyak 40.0% responden termasuk dalam kategori yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menerapkan PTT, 20% responden memiliki kemampuan yang sedang dalam menerapkan teknologi PTT dan 40% responden lainnya memiliki tingkat kemampuan dalam menerapkan teknologi PTT masih rendah.

No Tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT Jumlah Persentase (%) 1 Tinggi 26 70.3 2 Sedang 11 29.7 3 Rendah 0 0.0 Total 37 100

Artinya terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat keberdayaan responden dalam menerapkan teknologi PTT berdasarkan pada setiap kategori tingkat partisipasi yang dimiliki responden. Responden yang memiliki tingkat partisipasi tinggi memiliki tingkat kemampuan yang tinggi pula dalam menerapkan teknologi PTT, sebaliknya untuk responden yang memiliki tingkat partisipasi yang rendah memiliki kemampuan menerapkan teknologi PTT yang masih rendah juga.

Adanya kecenderungan hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat kemampuan responden dalam menerapkan teknologi PTT memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi responden dalam mengikuti setiap tahapan pada program SL-PTT akan menentukan tingkat kemampuan mereka dalam menerapkan inovasi dan teknologi baru, khususnya teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). Responden yang aktif berpartisipasi akan lebih memahami bagaimana cara menerapkan teknologi PTT secara benar, kepada siapa mereka bertanya jika menghadapi kesulitan dalam mengaplikasikan teknologi PTT dilahan garapan mereka dan mengetahui sejauhmana teknologi PTT yang mereka terapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan produksi usahatani dan pendapatan mereka.

Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan kemampuan responden dalam menerapkan teknologi PTT diperkuat dengan hasil uji korelasi

rank Spearman yang dilakukan, dimana diperoleh nilai koefisien korelasi dan signifikasi secara berturut turut sebesar 0.575 dan 0.00. Artinya terdapat hubungan yangnyata antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat kemampuan responden dalam menerapkan teknologi PTT dilihat dari nilai signifikasi yang diperoleh yaitu 0.00 yang berada jauh di bawah angka 0.05. Hal tersebut menyebabkan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT dapat diterima (H1 diterima dan H0 ditolak, karena nilai signifikasi yang diperoleh berada jauh di atas 0.05).

Berikut adalah pendapat yang responden (Pak ST) yang mengungkapkan pendapatnya mengenai peningkatan kemampuan dalam menerapkan teknologi PTT yang diperoleh setelah mengikuti program SL-PTT.

Saya rasa mudah sih mempraktekan teknologi PTT itu, setelah diajarin pas SL itu saya coba-coba mba dilahan saya, tau sih itu beresiko tapi ya tidak masalah toh kalo hasilnya bagus kan saya yang untung. Hasilnya panen jadi lebih bagus mba, lebih berisi padinya. Terus saya juga kan bagi info ngajarin temen-temen petani yang lain mba yang ga ikut SL-PTT kan ya saling berbagi lah mba sama-sama” –Pak ST

Selain mampu menerapkan teknologi PTT, petani juga memilih tetap melanjutkan untuk menggunakan teknologi PTT yang telah diajarkan oleh penyuluh saat program SL-PTT meskipun program tersebut telah berakhir. Teknologi PTT dirasa manfaatnya dan telah mampu menjawab kebutuhan petani dalam upaya meningkatkan produksi dan kualitas padi hasil panen mereka, meskipun membutuhkan biaya dan tenaga yang lebih besar untuk menerapkan

teknologi PTT, namun petani tetap menerapkan teknologi tersebut di lahan garapan mereka. Berikut pernyataan responden mengenai hal tersebut:

“Awalnya saya ragu mba, takut mau pake yang baru, tapi setelah melihat teman saya yang lebih dulu make jejer logowo kaya yang diajarin sama penyuluh,dan hasil panennya bagus, sekarang saya jadi nyoba pake itu. Memang butuh tenaga dan biaya lebih sih mba buat menerapkan ini teknologi ya, tapi kalo hasil yang diperoleh juga lebih baik ya apa salahnya kita pindah ya pake teknologi baru yang diajarin di SL-PTT itu”. –Pak SN

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Alumni Program SL-PTT Mengambil Keputusan

Tingkat kemampuan responden dalam mengambil keputusan merupakan indikator tingkat keberdayaan petani yang ketiga. Tingkat kemampuan responden dalam mengambil keputusan merupakan kemampuan responden dalam ikut serta dalam pengambilan keputusan baik keputusan untuk dirinya sendiri maupun keputusan yang diambil dalam kelompok. Tingkat kemampuan responden dalam mengambil keputusan di Kelompok Tani Dewi Sri secara jelas dapat dilihat pada Tabel 35 berikut.

Tabel 35. Tingkat kemampua mengambil keputudan responden di Kelompok Tani Dewi Sri

Berdasarkan Tabel 35, diketahui tingkat kemampuan responden dalam mengambil keputusan di Kelompok Tani Dewi Sri terlihat sangat tinggi, dimana hampir seluruh responden berada pada kategori sedang dan rendah. Setelah mengikuti program SL-PTT petani mengalami peningkatan dalam kemampuan mereka mengambil keputusan, baik keputusan yang bersifat individu maupun kelompok.

Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT akan dilihat berdasarkan tingkat partisipasi mereka pada setiap kategori kemampuan responden dalam ikut serta mengambil keputusan, mulai dari kemampuan yang tinggi, sedang maupun rendah dalam ikut serta pada pengambilan keputusan, baik keputusan kelompok maupun keputusan untuk dirinya sendiri. Tingkat keberdayaan responden menurut kemampuan mereka dalam berpartisipasi secara aktif untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan berdasarkan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 36.

No Tingkat kemampuan mengambil keputusan Jumlah Persentase (%) 1 Tinggi 31 83.8 2 Sedang 4 10.8 3 Rendah 2 5.4 Total 37 100.0

Tabel 36. Sebaran tingkat kemampuan mengambil keputusan responden menurut tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon

No Tingkat partisipasi

Kemampuan mengambil keputusan (%)

Total Tinggi Sedang Rendah

1 Tinggi 82.4 14.7 2.9 100.0

2 Sedang 0.0 100.0 0.0 100.0

3 Rendah 100.0 0.0 0.0 100.0

Berdasarkan data yang tersaji dalam Tabel 36, diketahui bahwa sebagian besar responden (82.4%) berada pada kategori tingkat partisipasi tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam ikut serta mengambil keputusan, 14.7% responden berada pada kategori sedang dan 2.9% responden lainnya memiliki tingkat kemampuan yang masih rendah dalam mengambil keputusan. Pada kategori responden yang memiliki tingkat partisipasi sedang, keseluruhan responden (100%) memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan yang sedang juga.

Hal senada juga terjadi pada responden yang berada pada tingkat partisipasi yang rendah, dimana seluruh responden (100%) juga memiliki tingkat kemampuan dalam mengambil keputusan yang rendah. Artinya terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat keberdayaan responden menurut kemampuan dalam mengmbil keputusan berdasarkan pada setiap kategori tingkat partisipasi responden. Terlihat bahwa responden yang memiliki tingkat partisipasi tinggi memiliki tingkat kemampuan yang tinggi pula dalam mengambil keputusan baik keputusan, sebaliknya responden yang memiliki tingkat partisipasi yang rendah memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan yang masih rendah juga.

Adanya kecenderungan hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat kemampuan responden dalam pengambilan keputusan dalam tabel diatas memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi responden dalam mengikuti setiap tahapan pada program SL-PTT akan menentukan tingkat kemampuan mereka dalam kemampuan mereka untuk mengambil keputusan. Responden yang aktif berpartisipasi akan lebih memahami bagaimana cara memanfaatkan kesempatan yang diberikan penyuluh lapangan dengan ikut serta memberikan pendapat dalam setiap keputusan kelompok yang diadakan, karena segala keputusan yang diambil oleh kelompok tani merupakan hasil keputusan yang dilakukan secara musyawarah.

Hubungan antara tingkat partisipasi responden terhadap kemampuan mereka dalam mengambil keputusan diperkuat dengan hasil uji korelasi rank Spearman yang dilakukan, dimana diperoleh nilai koefisien korelasi dan signifikasi secara berturut turut sebesar 0.578 dan 0.00. Artinya terdapat hubungan yang nyata antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat kemampuan responden dalam mengambil keputusan. Hubungan nyata tersebut dilihat berdasarkan nilai signifikasi yang diperoleh yaitu sebesar 0.00 berada jauh di bawah angka 0.05. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi dengan tingkat kemampuan responden dalam mengambil keputusan dapat diterima (H1 diterima dan H0 ditolak, karena nilai signifikasi yang diperoleh berada jauh di atas 0.05).

Dokumen terkait