• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

AMATUL JALIELI

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Amatul Jalieli

(4)

ABSTRAK

AMATUL JALIELI. Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh

DWI SADONO.

Program SL-PTT adalah program pembangunan pertanian yang menerapkan model pemberdayaan petani dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas petani melalui percepatan penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat partisipasi dan faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi serta tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif berupa metode survai menggunakan kuesioner dan didukung data kualitatif melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan petani alumni program SL-PTT telah berpartisipasi aktif pada setiap tahapan program, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi sampai menikmati hasil. Tingkat partisipasi berhubungan nyata dengan tingkat kekosmopolitan petani, intensitas komunikasi penyuluh, intensitas mengikuti penyuluhan dan ketersediaan informasi pertanian. Tingkat partisipasi berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan petani. Tingkat keberdayaan petani termasuk tinggi berdasarkan indikator kemampuan petani mengakses informasi, kemampuan menerapkan teknologi PTT dan kemampuan dalam mengambil keputusan.

ABSTRACT

AMATUL JALIELI. The level of participation and empowerment of farmers graduated SL-PTT program in Gegesik Wetan, Cirebon. Supervised by DWI SADONO.

SL-PTT is a program of agricultural development has implemented a model of empowerment farmers by improving the quality and capacity of farmers through the acceleration of the implementation ICM technologies. This research aims to analyze the level of participation of farmers and the factors related to the level of participation and empowerment farmers who have followed SL-PTT. The research method used is a quantitative analysis with survay method and supported by the qualitative analysis method. The results showed the level of participation farmers graduated SL-PTT included high category on each stage of the program. The level of participation have correlation with the cosmopolitan of farmers, intensity of communication, the intensity following extension and the availability of agricultural information. The level of farmers empowerment have correlated with their participation and included high categories based on indicators of the ability of farmers to access information, implement ICM technology and make decisions.

(5)

TINGKAT PARTISIPASI DAN KEBERDAYAAN PETANI

ALUMNI PROGRAM SL-PTT DI DESA GEGESIK WETAN

KABUPATEN CIREBON

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon

Nama : Amatul Jalieli NIM : I34090125

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dr Ir Dwi Sadono MSi NIP. 19641102 199203 1 003

Diketahui oleh

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr Ir Soeryo Adiwibowo MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah partisipasi, dengan judul Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan tingkat partisipasi dan keberdayaan petani alumni program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di Desa Gegesik Wetan, Kabupaten Cirebon. Partisipasi sendiri merupakan konsep penting yang harus digunakan sebagai upaya mencapai keberhasilan berbagai program pembangunan yang dibuat oleh pemerintah. Hal tersebut mengingat saat ini program pemerintah sudah mulai bergeser dari paradigma konvensional yang cenderung menekankan pada production-centered development dan bersifat sentralistik (terpusat) menuju paradigma pembangunan baru yang berkelanjutan dan menekankan pada people-centered development dan bersifat demokratis serta bottom-up sebagai upaya menciptakan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi di bidang pertanian untuk menjadi subjek pembangunan tersebut dengan pemberian ruang yang lebih partisipastif.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Sadono MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran serta masukan bagi penulis, Ibu Dr Ir Siti Amanah MSc selaku dosen penguji utama dan Bapak Ir Murdianto MSi selaku dosen penguji akademik. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh aparat beserta warga Desa Gegesik Wetan terutama kepada Kelompok Tani Dewi Sri, keluarga besar Bapak dr Abdul Rokhman di Desa Gegesik Wetan, bapak dan ibu penyuluh dari UPT BP3K di Kecamatan Gegesik dan UPT TANBUNAKHUT di Kecamatan Gegesik yang telah membantu selama proses penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda H. Imam Rumli dan Ibunda Rohmania, Adik (Mabit) serta seluruh keluarga dan para sahabat tercinta (Intan, Risda, Kiki, Kimel, Wawa, Cintya, Yeni, Indah). Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman SKPM46, keluarga besar IKC IPB dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL IX

DAFTAR GAMBAR XI

DAFTAR LAMPIRAN XI

PENDAHULUAN 1

LATAR BELAKANG 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 6

Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) 6

Konsep Partisipasi 9

Pemberdayaan Masyarakat 12

Keberdayaan Petani 13

Kerangka Berfikir 15

Hipotesis Penelitian 18

Definisi Operasional 19

PENDEKATAN LAPANG 23

Metode Penelitian 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Teknik Pengambilan Informan dan Responden 24

Teknik Pengumpulan Data 25

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 25

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI

ALUMNI PROGRAM SL-PTT 27

Gambaran Lokasi Penelitian 27

Profil Desa Gegesik Wetan 27

Potensi Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Alam di Desa Gegesik

Wetan 28

Profil Gapoktan Harum Sari dan Kelompok Tani Dewi Sri 29

Karakteristik Petani Alumni Program SL-PTT 31

Usia Responden 32

Tingkat Pendidikan Responden 32

Tingkat Pendapatan Responden 33

Pengalaman Berusahatani Responden 34

Luas Lahan Garapan Responden 35

(10)

Intensitas Komunikasi Penyuluh 36

Intensitas Mengikuti Penyuluhan 37

Ketersediaan Informasi Pertanian 38

Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

di Kelompok Tani Dewi Sri 40

TINGKAT PARTISIPASI ALUMNI PROGRAM SL-PTT 42

Tingkat Partisipasi Petani Alumni Program SL-PTT 42

Partisipasi dalam Tahap Perencanaan 43

Partisipasi dalam Tahap Pelaksanaan 45

Partisipasi dalam Tahap Evaluasi 46

Partisipasi dalam Tahap Menikmati Hasil 47

Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Petani Alumni

Program SL-PTT 49

Hubungan Usia dan Tingkat Partisipasi Responden 49 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Responden 51 Hubungan Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi Responden 52 Hubungan Pengalaman Berusahatani dan Tingkat Partisipasi Responden 54 Hubungan Luas Lahan Garapan dan Tingkat Partisipasi Responden 55 Hubungan Tingkat Kekosmopolitan dan Tingkat Partisipasi Responden 57 Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Petani Alumni 59

SL-PTT 59

Hubungan Intensitas Komunikasi Penyuluh dengan Tingkat Partisipasi 59 Hubungan Intensitas Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Partisipasi 61 Hubungan Ketersediaan Informasi Pertanian dengan Tingkat Partisipasi 62 TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI ALUMNI PROGRAM SL-PTT 64

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Keberdayaan Petani Alumni

Program SL-PTT 64

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Petani Alumni

Program SL-PTT Mengakses Informasi Pertanian 65

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Alumni

Program SL-PTT Menerapkan Teknologi PTT 67

Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Alumni

Program SL-PTT Mengambil Keputusan 70

SIMPULAN DAN SARAN 72

Simpulan 72

Saran 73

DAFTAR PUSTAKA 74

(11)

DAFTAR TABEL

1. Perbandingan antara pendekatan Transfer of Technology (TOT)

dengan Farmer First (FF) 13

2. Jumlah anggota berdasarkan kelompok tani dan luas lahan yang dimiliki Gapoktan Harum Sari, Desa Gegesik Wetan Tahun 2013 29 3. Susunan kepengurusan Gapoktan Harum Sari, Desa Gegesik Wetan 30 4. Jumlah dan persentase responden menurut usia di Kelompok Tani

Dewi Sri 32

5. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di

Kelompok Tani Dewi Sri 33

6. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan di

Kelompok Tani Dewi Sri 33

7. Jumlah dan persentase responden menurut pengalaman berusahatani di

Kelompok Tani Dewi Sri 34

8. Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan garapan di

Kelompok Tani Dewi Sri 35

9. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kekosmopolitan di Kelompok Tani Dewi Sri 36 10. Jumlah dan persentase responden menurut intensitas komunikasi

penyuluh di Kelompok Tani Dewi Sri 36

11. Jumlah dan persentase responden menurut intensitas mengikuti

penyuluhan di Kelompok Tani Dewi Sri 38

12. Jumlah dan persentase responden menurut ketersediaan informasi

pertanian di Kelompok Tani Dewi Sri 39

13. Daftar kegiatan SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon 41 14. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi di

Kelompok Tani Dewi Sri 43

15. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program di Kelompok Tani Dewi Sri 44 16. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap

pelaksanaan program di Kelompok Tani Dewi Sri 45 17. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap

evaluasi program di Kelompok Tani Dewi Sri 46

18. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap

menikmati hasil di Kelompok Tani Dewi Sri 48

19. Hubungan antara faktor internal responden dengan tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri berdasarkan uji korelasi rank Spearman 49 20. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut usia di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 50 21. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut tingkat pendidikan di

Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 51

22. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut tingkat pendapatan di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 53 23. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut pengalaman berusahatani

(12)

24. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut luas lahan garapan di

Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 56

25. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut tingkat kekosmopolitan

di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 58

26. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri berdasarkan uji korelasi rank Spearman 59 27. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut intensitas komunikasi

penyuluh di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 60

28. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut intensitas mengikuti penyuluhan di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 61 29. Sebaran tingkat partisipasi menurut ketersediaan informasi pertanian di

Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 63

30. Jumlah dan persentase tingkat keberdayaan petani di Kelompok Tani

Dewi Sri, Cirebon 65

31. Tingkat kemampuan mengakses informasi pertanian responden di

Kelompok Tani Dewi Sri 65

32. Sebaran tingkat kemampuan mengakses informasi menurut tingkat

partisipasi responden di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 66 33. Tingkat kemampuan responden menerapkan teknologi PTT di

Kelompok Tani Dewi Sri 68

34. Sebaran tingkat kemampuan responden menerapkan teknologi PTT menurut tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon 68 35. Tingkat kemampua mengambil keputudan responden di Kelompok

Tani Dewi Sri 70

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka berfikir 16

DAFTAR LAMPIRAN

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama penduduknya. Hal tersebut dibuktikan oleh data BPS tahun 2011 yang mencatat jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai angka 42.47 juta jiwa sebagai jumlah penyumbang tertinggi tenaga kerja di Indonesia (Saragih 2011)1. Fakta tersebut menjadikan betapa pentingnya pembangunan dalam bidang pertanian dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia di sektor pertanian maupun produktivitas pertanian di Indonesia menuju program surplus 10 juta ton padi pada tahun 2014.

Penyuluhan pertanian merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan pertanian, sebagaimana disebutkan oleh Mosher (1966) bahwa penyuluhan sebagai proses pendidikan bagi petani merupakan salah satu syarat pelancar (accelerators), yang dianalogikan sebagai

“minyak pelumas” yang dapat menyempurnakan metoda-metoda kerja dalam usaha untuk memperlancar pembangunan pertanian di daerah-daerah dimana syarat-syarat pokok yang ada belum memadai. Pendidikan pembangunan ini mencakup 4 jenis, yaitu: (1) pendidikan dasar dan lanjutan, (2) pendidikan pembangunan untuk petani, (3) latihan semasa kerja bagi petugas pertanian dan (4) pendidikan rakyat kota tentang pembangunan pertanian. Hal tersebut sesuai dengan definisi penyuluhan sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang menyatakan bahwa:

“Penyuluhan diselenggarakan untuk memperkuat pengembangan pertanian, perikanan, serta kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang maju dan berkelanjutan serta kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi”.

Pembangunan di Indonesia khususnya pada masa orde baru cenderung bersifat sentralistik (terpusat) dan berfokus pada paradigma yang berorientasi hanya pada peningkatan produksi atau production-centered development. Hal tersebut juga terjadi pada program pembangunan pertanian, dimana program yang ada pada masa itu sangat berfokus untuk mengembangkan usahatani dan meningkatkan produksi pertanian.

Pada pembangunan yang bersifat sentralistik (terpusat), pendekatan yang digunakan adalah pendekatan top-down, dimana program pembangunan yang ada hanya terarah dari pusat dan petani hanya dinilai sebagai objek pembangunan yang pasrah menerima berbagai program yang datang dari pemerintah. Pada

1

(16)

pendekatan yang top-down, fungsi penyuluh yang seharusnya sebagai pendidik bagi petani terpaksa harus disesuaikan dengan kebijakan pertanian yang berlaku. Penyuluh hanya berperan sebagai agen pembawa paket teknologi yang harus diterapkan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian mereka. Hal tersebut membuat program penyuluhan pertanian yang ada dinilai cenderung memaksa, tidak sesuai dengan aspirasi petani dan dirasakan kurang dapat mengakomodasi kebutuhan petani karena mereka tidak diberikan ruang untuk dapat berpartisipasi. Akibatnya banyak program pembangunan pertanian yang dinilai salah sasaran serta tidak berkelanjutan, karena petani yang mengikuti suatu program penyuluhan tidak menindaklanjuti setelah program penyuluhan berakhir.

Adanya kegagalan dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian, menjadikan banyak ahli pembangunan pertanian menyatakan perlunya merubah paradigma pembangunan pertanian yang konvensional menuju paradigma baru, yakni pembangunan pertanian berkelanjutan. Paradigma baru tersebut berpandangan bahwa petani merupakan prioiritas yang layak diperhitungkan dalam suatu program pembangunan pertanian mengingat mereka memiliki pengetahuan dan kearifan lokal (indigenous knowledge), sehingga dalam pelaksanaan paradigma baru tersebut masyarakat lebih dilibatkan serta diberikan ruang untuk berpartisipasi secara aktif bukan hanya sebagai objek, melainkan menjadi subjek bagi pembangunan itu sendiri.

Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang mulai diselenggarakan sejak tahun 2007 merupakan salah satu program pemerintah yang mendukung proses percepatan peningkatan produksi padi dengan penerapan teknologi PTT dalam upaya mendukung program surplus 10 juta ton padi pada tahun 2014 dengan menerapkan model pemberdayaan petani. Model pemberdayaan petani dalam SL-PTT dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani sebagai sumberdaya manusia melalui percepatan adopsi teknologi yang nantinya diharapkan adopsi teknologi tersebut akan meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola tanaman secara terpadu agar mampu meningkatkan produksi tanaman mereka. Hal tersebut juga selaras dengan upaya pemerintah dalam mencapai target utama kebijakan pembangunan pertanian selama lima tahun kedepan atau periode 2010-2014, yaitu: (1) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan diversifikasi pangan, (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta (4) Peningkatan kesejahteraan petani.

Program SL-PTT melalui penerapan teknologi PTT dan penggunaan benih unggul bermutu selama beberapa tahun ini dinilai telah mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi di wilayah Jawa Barat. Hal itu terlihat dari data BPS Jawa Barat pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa produksi padi pada tahun 2012 (ATAP) sebesar 69.06 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami peningkatan 3.30 juta ton (5.02 persen) dibandingkan tahun 2011. Produksi padi pada tahun 2013 (ARAM I) diperkirakan 69.27 juta ton GKG atau mengalami peningkatan 0.21 juta ton (0.31 persen) dibandingkan tahun 2012. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 5.69 ribu hektar (0.04 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 0.14 kuintal/hektar (0.27 persen).

(17)

Model pemberdayaan petani dengan pendekatan baru yang bersifat bottom up melalui program SL-PTT diharapkan mampu meningkatkan partisipasi petani sehingga mampu terwujud program pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Melihat usia program SL-PTT yang sudah ada di Desa Gegesik Wetan, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon sejak tahun 2008 tersebut, sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut bagaimana tingkat partisipasi alumni peserta program SL-PTT dalam setiap tahapan kegiatan pada saat program SL-PTT dan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani selama setahun semenjak program SL-PTT berlangsung mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil serta melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani yang pernah menjadi peserta program SL-PTT.

Perumusan Masalah

Sebagaimana telah dikemukakan dalam latar belakang penelitian, bahwa memberikan ruang untuk berpartisipasi secara aktif kepada peserta dalam program pembangunan merupakan upaya yang harus dilakukan agar program tersebut mampu berkelanjutan. SL-PTT merupakan salah satu program pemerintah yang menerapkan pemberdayaan petani sebagai salah satu tujuan program melalui peningkatan kemampuan ketrampilan dan kapasitas petani khususnya dalam percepatan penerapan teknologi terbaru di bidang pertanian.

SL-PTT merupakan tempat pendidikan non-formal bagi petani dari petani, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan. Pada pelaksanaannya, model pemberdayaan petani diterapkan melalui SL-PTT ini.

Model pemberdayaan petani dalam SL-PTT terdiri dari penerapan akan falsafah SL-PTT dan prinsip SL-PTT dalam melaksanakan kegiatan pertanian. Pada pelaksanaannya, terdapat laboratorium lapangan (LL) yang berfungsi sebagai tempat belajar, tempat pertemuan kelompok tani dan percobaan penerapan teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). Adapun percontohan komponen teknologi PTT ini terdiri dari penggunaan benih unggul bermutu, tanam jejer legowo, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan tanaman, pemberian pupuk organik, melakukan PHT, efisiensi air, dan penanganan panen. Komponen PTT tersebut akan dipercobakan pada LL seluas 1 ha, yang kemudian akan diterapkan pada lahan SL-PTT seluas 24 ha.

Penerapan model PTT ini diharapkan dapat membina kawasan-kawasan andalan, yang berfungsi sebagai pusat belajar untuk pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan pengalaman selama di lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya.

(18)

berakhir. Oleh karena itu, secara garis besar pertanyaan yang dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat partisipasi alumni program SL-PTT serta faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat partisipasi responden dalam mengikuti berbagai kegiatan dalam kelompok tani yang dilakukan selama periode setahun sejak diadakan program SL-PTT?

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tujuan penting program SL-PTT adalah untuk memberdayakan petani sebagai sumberdaya manusia yang berperan penting pada pembangunan pertanian di Indonesia, maka penting juga untuk mengkaji bagaimana tingkat keberdayaan petani dan hubungan antara tingkat partisipasi petani alumni SL-PTT di Desa Gegesik Wetan dengan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi alumni peserta program SL-PTT dengan tingkat keberdayaan mereka setelah mengikuti program. Tujuan utama ini akan dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian yang akan dijabarkan dibawah ini:

1. Menganalisis tingkat partisipasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi petani alumni program SL-PTT selama periode setahun setelah program tersebut diadakan

2. Menganalisis tingkat keberdayaan petani dan hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT selama periode setahun setelah program tersebut diadakan

Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat ditujukan kepada beberapa pihak, antara lain:

1) Bagi Akademisi

Hasil penelitian berjudul “Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani

(19)

2) Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat, khususnya untuk menambah pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam mengikuti berbagai program pembangunan yang diadakan secara umum, dan program pembangunan pertanian secara khusus.

3) Bagi Pemerintah

(20)
(21)
(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)2

Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia dari paradigma lama yang sangat sentralistik (terpusat) khususnya pada masa orde baru menuju paradigma baru yang berkelanjutan dan bersifat bottom up, secara langsung juga mempengaruhi kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, dengan terciptanya berbagai program pembangunan yang lebih bertujuan untuk memberdayakan masyarakat bukan sekedar menjadikan masyarakat sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek pembangunan itu sendiri dan bersifat partisipatif. Salah satu program pembangunan pertanian yang menerapkan pemberdayaan petani sebagai subjek pembangunan adalah program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu SL-PTT.

SL-PTT telah ada sejak tahun 2007, program ini menerapkan model pemberdayaan petani dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas petani melalui percepatan penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT). SL-PTT merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan. Hamparan sawah milik petani peserta program penerapan PTT disebut hamparan SL-PTT, sedangkan hamparan sawah tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium lapang (LL). Sekolah lapang seolah-olah menjadikan petani peserta sebagai murid dan pemandu lapang (PL I atau PL II) sebagai guru. SL-PTT juga mempunyai kurikulum, evaluasi pra dan pasca kegiatan, dan sertifikat. Bahkan sebelum SL-PTT dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang mencakup nama dan luas lahan sawah garapan, pembukaan, dan studi banding atau kunjungan lapang (field trip). Penciri SL-PTT adalah sebagai berikut:

1. Peserta dan pemandu saling memberi dan menghargai

2. Perencanaan dan pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) 3. Komponen teknologi yang akan diterapkan berdasarkan hasil PRA

yang dilakukan oleh petani peserta

4. Pemandu tidak mengajari petani, akan tetapi petani belajar dengan inisiatif sendiri, pemandu sebagai fasilitator memberikan bimbingan 5. Materi latihan, praktek, dan sarana belajar ada di lapangan.

6. Kurikulum dirancang untuk satu musim tanam, sehingga dalam periode tersebut diharapkan terdapat 10-18 kali pertemuan antara peserta dengan pemandu.

Pada tahun 2011 diharapkan dapat terselenggara SL-PTT di 60.000 unit. Satu unit SL-PTT padi hibrida dilaksanakan pada hamparan lahan sawah seluas 25 ha, 24 ha diantaranya untuk SL-PTT dan 1 ha untuk Laboratorium Lapang. Padi hibrida, merupakan satu unit SL-PTT yang dilaksanakan pada lahan

2

(23)

sawah seluas 15 ha. Luas lahan sawah yang akan menerapkan PTT melalui SL-PTT diperkirakan 1.58 juta ha. Strategi ini diharapkan dapat memperluas penyebaran PTT yang akan berdampak terhadap percepatan implementasi program P2BN. Tujuan utama SL-PTT adalah mempercepat alih teknologi melalui pelatihan dari peneliti atau narasumber lainnya. Narasumber memberikan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang telah dikembangkan kepada pemandu lapang I (PL I) sebagai Training of Master Trainer (TOMT). PL I terdiri atas penyuluh pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), dan Pengawas Benih Tanaman (PBT) tingkat provinsi yang telah dilatih di tingkat nasional (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi-BB-Padi). Selanjutnya PL I menurunkan IPTEK tersebut kepada PL II yang terdiri atas penyuluh pertanian, POPT, dan PBT tingkat kabupaten/kota.

Pelatihan bagi PL II diselenggarakan di tingkat provinsi dan materinya sendiri diberikan oleh narasumber dan PL I. Pelatihan bagi pemandu lapang diselenggarakan di kabupaten/kota. Peserta pelatihan adalah penyuluh pertanian, POPT dan PBT tingkat kecamatan/desa. Materi pelatihan diberikan oleh narasumber dan PL II.

Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani di sekitarnya. Seiring dengan perjalanan waktu dan tahapan SL-PTT, petani yang mengikuti program diharapkan merasa memiliki PTT yang dikembangkan. Keuntungan yang diperoleh pemberi dan penerima dalam kegiatan ini adalah:

1. Keuntungan bagi pemandu, PPL, dan PHP

Dengan motto “memberi lebih baik dari menerima” pemandu (PPL atau PHP) memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada petani sehingga pemandu merasa bermanfaat bagi banyak orang, terutama petani. Dalam hal ini pemandu dituntut untuk dapat mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu pula menggerakkan petani mengembangkan dan memajukan usahatani di wilayah kerjanya.

2. Keuntungan bagi petani

(24)

1. Sawah sebagai sarana belajar

Keterampilan yang dituntut dari petani peserta sekolah lapang dalam menerapkan PTT adalah keterampilan membawa PTT ke lahan usahataninya sendiri dan lahan petani yang lain. Oleh karena itu, petani peserta SL-PTT akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk menerapkan teknologi di lapang dan hanya sebagian kecil waktu yang digunakan di kelas untuk membahas aspek yang terkait dengan usahatani, seperti koperasi, gapoktan, kelompok tani, dan pemasaran hasil.

2. Belajar lewat pengalaman dan penemuan sendiri

Sesuai dengan motto petani SL-PTT “mendengar, saya lupa; melihat, saya ingat; melakukan, saya paham; menemukan sendiri, saya kuasai” maka setiap kegiatan yang dilakukan sendiri akan memberikan pengalaman yang berharga. Oleh karena itu, petani yang mengikuti program SL-PTT dituntut untuk mampu menganalisis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian menyimpulkan dan menindaklanjutinya. Kesimpulan yang telah dibuat tersebut merupakan dasar dalam melakukan perubahan dan atau pengembangan teknologi.

3. Pengkajian agroekosistem sawah

SL-PTT dicirikan oleh adanya pertemuan petani peserta dalam periode tertentu, mingguan atau dua mingguan, bergantung kepada pengalaman mereka setelah mengamati perubahan ekosistem persawahan. Aktivitas mingguan berupa monitoring yang hasilnya diperlukan dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, petani peserta SL-PTT perlu didorong untuk membiasakan diri menganalisis ekosistem dan mengkaji produktivitas dan efektivitas teknologi yang dicoba pada petak laboratorium lapang dan menerapkannya di lahan sendiri.

4. Metode belajar praktis

Aktivitas SL-PTT perlu dirancang sedemikian rupa agar petani mudah memahami masalah yang dihadapi di lapangan dan menetapkan teknologi yang akan diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, bagaimana petani mengetahui kondisi tanaman yang kurang pupuk, hubungan antara iklim dan keberadaan OPT, atau bagaimana mereka dapat mengetahui kesuburan tanah. Dalam memberikan panduan dan motivasi kepada petani, pemandu SL-PTT harus mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa yang mudah dipahami petani.

5. Kurikulum berdasar keterampilan yang dibutuhkan

(25)

keterampilan teknis, petani peserta program SL-PTT juga memperoleh kecakapan dalam perencanaan kegiatan, kerja sama, dinamika kelompok, pengembangan materi belajar, dan komunikasi. Hal ini penting artinya bagi petani peserta SL-PTT untuk dapat menjadi fasilitator yang mampu memotivasi dan membantu kelompok tani.

Konsep Partisipasi

Kata partisipasi seringkali beriringan dengan kata masyarakat sehingga

menjadi satu kesatuan kata yakni “partisipasi masyarakat”. Kata partisipasi menjadi kata-kata yang sering digunakan saat ini dalam berbagai program pembangunan, tak terkecuali program pembangunan pertanian. Banyak para ahli perencanaan pembangunan meyakini bahwa pembangunan yang disertai dengan partisipasi masyarakat akan lebih berhasil dan berkesinambungan daripada pembangunan yang hanya dilakukan oleh pemerintah saja dan bersifat top-down. Kelemahan yang terdapat pada model pembangunan yang bersifat top-down

tersebut melahirkan pendekatan dan pemikiran yang berlawanan yaitu model pendekatan bottom-up dengan pendekatan yang meyakini bahwa dalam pembangunan, masyarakat seharusnya dilibatkan secara aktif melalui berbagai bentuk partisipasinya mengingat bahwa masyarakatlah yang menjadi subjek (bukan objek) dari pembangunan. Model pembangunan yang demikian tersebut disebut sebagai model partisipatif yang mengajukan pelibatan sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Secara etimologis partisipasi berasal dari bahasa inggris participation yang berarti take part in (ambil bagian), dengan demikian partisipasi dalam pembangunan berarti turut serta ambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dalam suatu proses atau kegiatan pembangunan. Kajian terhadap partisipasi secara umum akan mengategorikan partisipasi kedalam dua klasifikasi pemikiran, yaitu partisipasi sebagai cara (means) dan partisipasi sebagai tujuan akhir (goals atau

end). Dikotomi pemikiran ini terutama membedakan antara alasan efisiensi dengan alasan pemberdayaan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pretty (1995) dalam Sadono (2012) menyatakan bahwa walaupun terdapat dua pendapat yang berbeda namun saling melengkapi dalam memandang partisipasi.

Pertama, pandangan tersebut menyatakan bahwa partisipasi dipandang sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan pembangunan. Pandangan ini didasarkan pada asumsi bahwa jika rakyat dilibatkan dalam proses pembangunan, maka besar peluang untuk mereka akan sepakat serta memberikan dukungan dan dorongan pada kegiatan pembangunan tersebut. Pandangan yang kedua, yaitu melihat partisipasi sebagai hak rakyat. Tujuannya adalah untuk menginisiasi terjadinya mobilisasi menuju terciptanya aksi bersama, pemberdayaan serta pembangunan dan penguatan kelembagaan.

(26)

(decision making process), pelaksanaan (implementation) dan evaluasi (evaluation). Jika masyarakat diimplementasikan secara logis mengikuti tahapan proses pembangunan maka bisa saja seseorang atau sekelompok masyarakat berpartisipasi sepanjang proses pembangunan (partisipasi profesional) dan dapat pula berpartisipasi hanya pada satu atau beberapa fase atau tahapan dari proses pembangunan (partisipasi parsial).

Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan menurut Slamet (1993) menyatakan bahwa partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Pada tahap perencanaan, masyarakat diajak sekaligus untuk turut membuat keputusan yang mencakup merumuskan tujuan, maksud dan target. Hal ini menyebabkan sistem perencanaan harus di desain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya karena keterlibatan mereka yang begitu penting dalam program, tetapi karena masyarakatlah yang mempunyai informasi relevan yang tidak dapat dijangkau perencana teknis atasan.

Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan menurut Mardikanto (2001) merupakan keterlibatan dalam pelaksanaan program pembangunan masyarakat baik yang berbentuk tenaga kerja, uang tunai atau beragam bentuk sumbangan lainnya. Tahap partisipasi masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan proyek/program pembangunan sangat diperlukan. Hal tersebut tidak hanya terkait dengan tujuan program yang dapat tercapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Selain itu, partisipasi masyarakat juga terlihat dalam hal mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat sangat diperlukan. Tahapan yang terakhir dalam partisipasi adalah tahap menikmati hasil.Tahap partisipasi dalam pemanfaatan atau menikmati hasil pembangunan merupakan unsur terpenting yang sering kali terlupakan. Hal ini mengingat tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak, sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan yang utama. Disamping itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu beradaptasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang (Mardikanto 2001).

(27)

Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi adanya tiga faktor utama yang mendukung, sebagaimana diutarakan Slamet (1985) dalam Husodo (2006) yaitu: (1) kemauan; (2) kemampuan; (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Keberadaan kemauan, kemampuan serta kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pembangunan akan dipengaruhi oleh berbagai faktor disekitar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, terutama faktor-faktor: psikologis individu (need, expectation, motive, reward),

pendidikan (formal dan non-formal), keterampilan, kondisi permodalan yang dimiliki, teknologi (sarana dan prasarana), kelembagaan (formal maupun informal), kepemimpinan (formal maupun informal), struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal (norma, tradisi dan adat istiadat), serta pengaturan dan pelayanan pemerintah.

Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hal tersebut juga terjadi pada tingkat pasrisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:

a) Faktor internal, yaitu mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu dalam penelitian ini mencakup umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan, pengalaman berusahatani dan tingkat kekosmopolitan.

b) Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi. Sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika didukung dengan adanya pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif serta tepat dibutuhkan oleh sasaran, hal tersebut akan membuat sasaran tidak ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut jika program dirasakan sesuai dengan kebutuhan mereka dan menguntungkan.

(28)

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan pada dasarnya adalah memberikan kekuatan kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memilliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia (Hikmat 2001). Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya mengarah pada individu semata, tapi juga kolektif. Masih menurut Hikmat (2001) menyatakan konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan biasanya selalu dikaitkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

Menurut Adimihardja (2001) pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah strategi besar dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people based development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumberdaya material dan non-material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Pendekatan ini melihat bahwa permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat diakibatkan oleh masalah struktural, kebijakan yang keliru, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Strategi pemberdayaan menempatkan partisipasi masyarakat sebagai suatu isu utama pembangunan saat ini. Partisipasi aktif masyarakat di Dunia Ketiga dinilai sebagai strategi efektif untuk meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Melalui partisipasi, pembangunan dapat menjangkau masyarakat terlemah melalui upaya membangkitkan semangat hidup untuk menolong diri sendiri, selain itu partisipasi aktif masyarakat terkait dengan efektivitas, efisiensi, kemandirian dan jaminan bagi pembangunan yang berkelanjutan (Hikmat 2001).

Peran serta masyarakat dalam berbagai program pembangunan harus dimaknai sebagai suatu hak yang harus mereka peroleh bukan sebagai suatu kewajiban. Kontrol rakyat terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan atas program-program pembangunan yang ditujukan kepada mereka adalah hak masyarakat sebagai pemegang akhir dan mengontrol apa saja yang masuk dalam agenda dan urutan prioritas (Sadono 2012).

Perubahan paradigma pembangunan dengan menggunakan pendekatan

people centered development, menempatkan petani dalam program pembangunan sebagai subjek yang memiliki peranan penting dalam pembangunan itu sendiri, bukan hanya dijadikan objek pembangunan. Hal tersebut mengingat bahwa petani memiliki pengetahuan lokal yang dapat dimanfaatkan dalam merancang berbagai program pembangunan, sehingga tercapai program pembangunan yang tepat sasaran dan mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Petani dilibatkan secara aktif dan diberikan ruang untuk berpartisipasi pada program pembangunan tidak hanya pada pelaksanaan program, namun turut ambil bagian dalam merumuskan tujuan, kegiatan sampai materi yang mereka butuhkan. Terkait dengan hal tersebut, Chambers (1993) menyatakan bahwa pendekatan yang mendahulukan atau memprioritaskan petani sebagai pendekatan farmer first.

(29)

Tabel 1. Perbandingan antara pendekatan Transfer of Technology (TOT) dengan Farmer First (FF)

Sumber: Chambers (1993)

Keberdayaan Petani

Keberdayaan petani merupakan suatu hasil yang ingin dicapai dalam pembangunan pertanian Indonesia saat ini. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok yang lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri) atau karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil) sehingga hasil dari pemberdayaan adalah keberdayaan individu, kelompok atau masyarakat.

Karakteristik Transfer of Technology (TOT)

Farmer First (FF)

Tujuan Utama Alih Teknologi Memberdayakan Petani

Analisis Kebutuhan dan Prioritas

Pihak Luar Petani difasilitasi pihak luar

Alih teknologi dari

“menu”/ materi Baku/tetap “A la Carte” (memilih dari

sebuah daftar

Agen penyuluh ke petani Petani ke petani

Peranan agen

penyuluhan pertanian

(30)

Masyarakat yang berdaya menurut Sumardjo (1999) memiliki ciri-ciri: (1) mampu memahami diri dan potensinya; (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri; (3) memiliki kekuatan untuk berunding; (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan; dan (5) bertanggung jawab atas tindakannya.

Menurut Ife dan Tesoriero (2002) dalam Sadono (2012), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:

1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup; kemampuan dalam membuat keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.

2) Pendefisinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan, dan

memengaruhi pranata-pranata masyarakat seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.

5) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.

6) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.

7) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Hasil penelitian Sadono (2012) diketahui bahwa tingkat keberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani dipengaruhi secara langsung oleh peubah-peubah: (1) tingkat partisipasi petani dalam kelompok, (2) intensitas pemberdayaan, (3) lingkungan fisik dan sosial ekonomi, (4) ciri kepribadian petani, dan (5) ketersediaan informasi pertanian. Tingkat keberdayaan petani berdasarkan penelitian tersebut diukur dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu:

1) Tingkat kemampuan mengakses informasi 2) Tingkat kemampuan pengambilan keputusan 3) Tingkat kemampuan mengakses pasar 4) Tingkat kemampuan pengelolaan keuangan 5) Tingkat kemampuan bermitra

6) Tingkat kemampuan adaptasi

(31)

kegiatan kelompok, terutama melalui peningkatan partisipasi pada tahap evaluasi, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan kelompok. Hal ini dikarenakan intensitas pemberdayaan berpengaruh signifikan dan positif melalui partisipasi dalam kelompok dan berpengaruh negatif jika langsung (mengabaikan aspek partisipasi) terhadap keberdayaan petani.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diambil sebuah definisi mengenai keberdayaan petani yaitu sebagai suatu hasil pemberdayaan yang bertujuan memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok yang lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri) atau karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil) sehingga terciptanya keberdayaan individu, kelompok atau masyarakat. Terkait dengan tujuan dari program SL-PTT, indikator keberdayaan yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan dari program tersebut, yakni: (1) Tingkat kemampuan mengakses informasi, khususnya informasi pertanian terbaru sehingga petani mampu menghadapi berbagai tantangan yang menghadang pada masa kini terkait dengan produksitivitas dan pengelolaan usahataninya; (2) Tingkat kemampuan penerapan PTT, khususnya setelah program SL-PTT berakhir; (3) Tingkat kemampuan mengambil keputusan, diharapkan setelah mengikuti program tersebut petani menjadi lebih memiliki kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk mengambil keputusan terkait berbagai kegiatan yang dilakukan di dalam kelompok tani.

Kerangka Berfikir

Adanya kegagalan dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian, menjadikan banyak ahli pembangunan pertanian menyatakan perlunya merubah paradigma pembangunan pertanian yang konvensional menuju paradigma baru, yakni pembangunan pertanian berkelanjutan. Paradigma baru tersebut berpandangan bahwa petani merupakan prioiritas yang layak diperhitungkan dalam suatu program pembangunan pertanian mengingat mereka memiliki pengetahuan dan kearifan lokal (indigenous knowledge), sehingga dalam pelaksanaan paradigma baru tersebut masyarakat lebih diperhitungkan serta diberikan ruang untuk berpartisipasi secara aktif bukan hanya sebagai objek, melainkan menjadi subjek bagi pembangunan itu sendiri. Paradigma tersebut bersifat demokratis dan bottom-up serta cenderung berfokus pada people-centered development dimana pemberdayaan petani sebagai tujuan utama.

(32)

Keterangan :

Berhubungan

Gambar 1. Kerangka berfikir Y1. Tingkat partisipasi

petani alumni program SL-PTT

Pada tahapan:

perencanaan

pelaksanaan

evaluasi dan

menikmati hasil

X2.Faktor internal :

X2.1Usia

X2.2 Tingkat pendidikan formal

X2.3 Tingkat pendapatan

X2.4 Pengalaman berusahatani

X2.5 Luas lahan garapan

X2.6 Tingkat

kekosmopolitan

Y2.Tingkat

keberdayaan petani alumni SL-PTT :

Y2.1 Tingkat kemampuan mengakses informasi

Y2.2 Tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT

Y2.3 Tingkat kemampuan mengambil keputusan X1. Faktor eksternal:

X1.1Intensitas komunikasi penyuluh

X1.2Intensitas peserta mengikuti penyuluhan

(33)

Program pembangunan pertanian baru dengan paradigma yang baru menuntut partisipasi aktif petani sebagai prioritas utama dalam pembangunan pertanian melalui peningkatan pengetahuan dan kapasitas petani. SL-PTT sebagai program yang menerapkan model pemberdayaan petani menekankan keterlibatan aktif petani dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Alumni peserta sekolah lapang tersebut diharapkan mampu secara mandiri mengaplikasikan teknologi yang diperoleh serta mampu meningkatkan kapasitas mereka baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan mereka. Peran aktif partisipasi petani dalam program SL-PTT diharapkan mampu menjadi awal untuk mencapai pemberdayaan petani sebagai tujuan pembangunan pertanian yang telah lama diharapkan.

Partisipasi aktif peserta program merupakan upaya penting dalam mencapai pemberdayaan sebagai tujuan program. Partisipasi petani berhubungan dengan faktor eksternal dan internal, faktor internal biasanya berkaitan dengan karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu dalam penelitian ini mencakup usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan, pengalaman berusahatani dan tingkat kekosmopolitan petani dalam menerima inovasi baru. Adapun faktor eksternal merupakan hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi. Faktor eksternal yang diduga memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi petani adalah intensitas komunikasi yang terjadi antara penyuluh dan petani, intensitas petani mengikuti penyuluhan serta ketersediaan informasi pertanian. Sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu program jika didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut jika sambutan pengelola positif dan menguntungkan mereka serta mau melibatkan mereka secara aktif dan mendengarkan aspirasi mereka. Partisipasi aktif petani dalam setiap tahapan program, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan menikmati hasil yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat keberdayaan petani itu sendiri. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa salah satu tujuan program tersebut adalah memberdayakan petani, jadi tingkat partisipasi responden dalam setiap tahapan program tersebut juga akan mempengaruhi tingkat keberdayaan responden sebagai alumni program SL-PTT di Kelompok Tani Dewi Sri berdasarkan indikator yang digunakan yaitu peningkatan kemampuan dalam mengakses teknologi, kemampuan menerapkan teknologi PTT dan kemampuan petani dalam mengambil keputusan baik yang bersifat individu maupun kelompok.

(34)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang nyata antara faktor eksternal dengan tingkat pasrtisipasi petani alumni program SL-PTT. Untuk lebih jelas, berikut adalah hipotesis khusus:

a) Terdapat hubungan nyata antara intensitas komunikasi penyuluh dengan tingkat partisipasi

b) Terdapat hubungan nyata antara intensitas penyuluhan yang diikuti dengan tingkat partisipasi

c) Terdapat hubungan nyata antara ketersediaan informasi pertanian dengan tingkat partisipasi

2. Terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan tingkat partisipasi petani alumni program SL-PTT. Untuk lebih jelas, berikut adalah hipotesis khusus:

a) Terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat partisipasi b) Terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan formal dengan

tingkat partisipasi

c) Terdapat hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi

d) Terdapat hubungan nyata antara pengalaman berusahatani dengan tingkat partisipasi

e) Terdapat hubungan nyata antara luas lahan garapan dengan tingkat partisipasi

f) Terdapat hubungan nyata antara tingkat kekosmopolitan dengan tingkat partisipasi

3. Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT.

g) Terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi dengan tingkat kemampuan mengakses informasi

h) Terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi dengan kemampuan menerapkan teknologi PTT

(35)

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

X.1 Faktor eksternal adalah hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang diduga memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi petani alumni program SL-PTT. Faktor-faktor eksternal yang diduga memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi petani alumni program SL-PTT akan dijelaskan sebagai berikut:

X1.1 Intensitas komunikasi penyuluh adalah jumlah atau kuantitas komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh dengan petani baik di dalam maupun di luar kegiatan rutin yang diadakan selama periode setahun sejak dilaksanakannya program SL-PTT. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan skala ordinal dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

 Rendah : Apabila komunikasi hanya terjadi saat ada penyuluhan  Sedang : Apabila komunikasi terjadi hanya pada saat penyuluh

melakukan kunjungan setiap minggu

 Tinggi : Apabila petani berinisiatif untuk berkomunikasi secara rutin di luar program, baik secara langsung maupun melalui media komunikasi yang dimiliki

X1.2 Intensitas penyuluhan adalah jumlah penyuluhan yang diikuti oleh petani dari pemandu SL-PTT atau penyuluh di desa selama periode setahun sejak program SL-PTT dimulai. Terdapat 6 kali penyuluhan yang diadakan dalam periode setahun, meliputi penyuluhan sebelum melakukan tanam, setelah panen dan penyuluhan yang rutin diadakan setiap 3 bulan sekali. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan skala ordinal dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

 Rendah : Petani mengikuti penyuluhan 1-2 kali dalam setahun  Sedang : Petani mengikuti penyuluhan 3-4 kali dalam setahun  Tinggi : Petani mengikuti penyuluhan > 4 kali dalam setahun

X1.3 Ketersediaan informasi pertanian adalah ketersediaan informasi berupa macam-macam materi pertanian serta inovasi baru di bidang pertanian yang dapat diakses oleh petani baik yang disajikan oleh penyuluh maupun melalui media komunikasi. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan skala ordinal dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

 Rendah : Petani hanya memperoleh informasi saat penyuluhan  Sedang : Petani dapat memperoleh informasi di luar kegiatan

penyuluhan dari penyuluh setempat

(36)

X2. Faktor internal adalah karakteristik petani alumni program SL-PTT yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi petani alumni SL-PTT. Faktor-faktor internal yang diduga memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi alumni program SL-PTT terdiri dari:

X2.1 Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan, dibedakan dengan menggunakan skala ordinal dengan merujuk kepada penelitian Arifah (2002) :

 Masa dewasa awal : 18-30 tahun  Masa usia pertengahan : 31-55 tahun  Masa tua : > 55 tahun

X2.2 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditamatkan oleh responden. Tingkat pendidikan responden dibedakan dengan menggunakan skala ordinal, dengan indikator merujuk pada penelitian Wijaksono (2012), yaitu:

 Rendah : Tidak Sekolah dan SD/MI/Sederajat  Sedang : SMP/MTS/Sederajat

 Tinggi : SMA/MA/Sederajat dan Perguruan Tinggi

X2.3 Penghasilan adalah ukuran pendapatan seseorang yang dilihat dari jumlah pendapatan yang diperoleh. Pengukuran tingkat pendapatan menggunakan skala ordinal, dengan indikator yang ditentukan secara emik berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan dan membuat rata-rata pendapatan sebagai berikut:

 Rendah : < Rp900 000

 Sedang : Rp900 000 – Rp1 800 000  Tinggi : > Rp1 800 000

X2.4 Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani dalam melakukan kegiatan usahatani atau berusahatani. Pengukuran menggunakan skala ordinal, dengan menggunakan indikator yang ditentukan secara emik berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan dan membuat rata-rata lama berusahatani responden sebagai berikut:

 Rendah : <10 tahun  Sedang : 10 - 20 tahun  Tinggi : >20 tahun

X2.5 Luas lahan garapan adalah luas lahan pertanian yang digarap oleh petani dalam satu musim tanam. Pengukuran luas lahan garapan petani dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal, indikator ditentukan secara emik berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan dan membuat rata-rata luas lahan garapan responden, yaitu:

(37)

X2.6 Tingkat kekosmopolitan adalah intensitas alumni SL-PTT untuk mencari informasi (baik melalui media) atau bertanya kepada orang di luar desa tentang informasi maupun inovasi baru pertanian setiap periode satu bulan. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan skala ordinal berdasarkan skor yang diperoleh dari pertanyaan dalam kuesioner dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut:

 Rendah : Apabila petani melakukan perjalanan 1-2 kali setiap bulannya  Sedang : Apabila petani melakukan perjalanan = 3 kali setiap bulannya  Tinggi : Apabila petani melakukan perjalanan > 4 kali setiap bulannya

Y1. Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan langsung alumni program SL-PTT dalam setiap tahapan kegiatan yang dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil pada setiap kegiatan selama periode setahun sejak SL-PTT dimulai. Tingkat partisipasi petani pada setiap tahapan diukur untuk mengetahui sejauh mana tingkat partisipasi petani alumni program SL-PTT dengan menggunakan skala ordinal. Penjelasan masing-masing tahapan partisipasi responden adalah sebagai berikut:

I. Tahap perencanaan : keikutsertaan responden dalam merumuskan masalah, tujuan serta masukan dalam rapat penyusunan rencana suatu kegiatan. Pada tahap perencanaan, yang dinilai adalah kehadiran responden dalam rapat tentang perencanaan program dan keaktifan dalam rapat tersebut.

II. Tahap pelaksanaan : keikutsertaan dan keaktifan petani alumni program SL-PTT dalam setiap kegiatan yang dilakukan di kelompok tani, selama periode setahun sejak program SL-PTT dimulai.

III. Tahap evaluasi : tingkat keterlibatan anggota kelompok (partisipan) dalam memanfaatkan sarana dan prasarana pendampingan serta hasil yang diperoleh dari kegiatan kelompok.

IV. Tahap menikmati hasil : keikutsertaan responden dalam memantau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani selama periode setahun sejak program SL-PTT dimulai. Pengukuran dilihat dari keaktifan responden menyampaikan secara langsung tentang kendala-kendala yang dihadapi selama kegiatan program, ataupun menyampaikan penilaian tentang kegiatan yang telah dilakukan oleh kelompok tani yang kemudian akan dievaluasi bersama dengan tenaga pendamping di lapang.

(38)

Rendah (skor ≤ 40)

 Sedang (skor 41-57) Tinggi (skor ≥ 58)

Y2. Pemberdayaan petani adalah suatu kondisi yang dapat menumbuhkan kemandirian petani melalui pemberian kekuatan atau daya. Indikator keberdayaan petani yang digunakan mengacu pada data sekunder berupa hasil-hasil karya ilmiah sebelumnya, disertasi maupun tesis dengan menyesuaikan pada tujuan yang ingin dicapai oleh program SL-PTT sendiri. Tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT dilihat berdasarkan tingkat kemampuan mengakses informasi, tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT dan tingkat kemampuan mengambil keputusan.

Y2.1 Tingkat kemampuan mengakses informasi adalah kemampuan petani dalam memperoleh informasi terbaru mengenai pertanian atau penerapan teknologi PTT baik melalui media atau bertanya langsung pada penyuluh pendamping. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan skala ordinal dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

 Rendah : Jika tidak pernah mengakses informasi rutin/minggu  Sedang : Jika petani mampu mengakses informasi 1-2 kali/minggu  Tinggi : Jika petani mampu mengakses informasi 3 kali/minggu

Y2.2 Tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT adalah kemauan dan kemampuan petani untuk dapat menerapkan teknologi PTT secara mandiri tanpa didampingi penyuluh lapangan setelah program SL-PTT berakhir. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner menggunakan skala ordinal dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

 Rendah : Jika petani tidak menerapkan teknologi PTT

 Sedang : Jika petani mampu menerapkan teknologi PTT hanya untuk dirinya sendiri

 Tinggi : Jika petani mampu menerapkan seluruh teknologi PTT dan mengajarkan kepada petani yang tidak ikut program

Y2.3 Tingkat kemampuan mengambil keputusan adalah kemampuan petani dalam mengambil setiap keputusan yang ditentukan baik dalam keputusan individu maupun pengambilan keputusan kelompok. Pengukuran dilakukan melalui kuesioner dengan menggunakan skala ordinal dan mengategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

 Rendah : Petani hanya diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, namun tidak diperhitungkan pendapatnya

 Sedang : Petani diberi kesempatan menyampaikan pendapat, namun pendapatnya hanya sebagian yang diperhitungkan  Tinggi : Petani aktif menyampaikan pendapat dan pendapatnya

(39)
(40)
(41)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanatori, yaitu penelitian yang menelaah hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun 1989). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Variabel-variabel faktor internal responden yang meliputi karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama berusahatani, luas lahan garapan dan tingkat kekosmopolitan) dan faktor eksternal yang meliputi (intensitas mengikuti penyuluhan, intensitas komunikasi penyuluh dan ketersediaan informasi pertanian), tingkat partisipasi dan variabel tingkat keberdayaan petani yang meliputi (tingkat kemampuan mengakses informasi, tingkat kemampuan menerapkan teknologi PTT dan tingkat kemampuan mengambil keputusan).

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang didukung oleh metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode survai menggunakan instrumen kuesioner. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal dan internal responden dengan tingkat partisipasi serta hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan responden yang merupakan petani alumni program SL-PTT. Metode kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan penguatan terhadap data kuantitatif yang diperoleh. Instrumen yang digunakan dalam metode kualitatif sendiri adalah dengan wawancara mendalam kepada responden dan informan menggunakan panduan wawancara, observasi dan studi dokumentasi terkait.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(42)

Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Agustus 2013 yang meliputi kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium untuk memaparkan proposal penelitian, studi lapangan, penyusunan dan penulisan laporan yang akan dilakukan meliputi penyusunan proposal dan kolokium, studi lapangan, penulisan laporan, ujian skripsi dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengambilan Informan dan Responden

Penelitian ini terdiri dari dua subyek penelitian yaitu responden dan informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah aparatur desa, petugas penyuluh lapang di Desa Gegesik Wetan, dan tokoh masyarakat. Pemilihan aparatur desa sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam hal ini pihak pemerintah desa mengetahui tentang perkembangan masyarakat di desanya. Petugas penyuluh lapang dilibatkan atas dasar bahwa dalam hal ini pihak-pihak tersebut berpotensi untuk memberikan informasi terkait pelaksanaan SL-PTT. Tokoh masyarakat juga dilibatkan sebagai informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam hal ini mereka mengetahui tentang kondisi lingkungan desa sekaligus terlibat dalam pelaksanaan SL-PTT di Desa Gegesik Wetan.

Populasi dalam penelitian ini adalah Kelompok Tani Dewi Sri yang telah menjadi alumni program SL-PTT. Pemilihan Kelompok Tani Dewi Sri untuk menjadi responden dalam penelitian ini karena kelompok tersebut telah mengikuti program SL-PTT selama periode dua tahun terakhir, yakni tahun 2011-2012. Pada tahun 2012 sebenarnya seluruh kelompok tani di desa ini mendapatkan kesempatan mengikuti program SL-PTT, akan tetapi pada tahun tersebut terjadi gagal panen (puso) yang menyebabkan seluruh petani tidak dapat merasakan manfaat dari program, sehingga petani tidak dapat berpartisipasi dalam tahapan menikmati hasil. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Individu/petani alumni program SLPTT. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

Simple Random Sampling melalui aplikasi Excell 2007. Pemilihan penggunaan teknik Simple Random Sampling karena sampel yang akan diambil dinilai homogen, karena responden sama-sama petani alumni program SL-PTT yang telah mengikuti program selama dua periode. Jumlah sampel yang dipilih sebanyak 37 responden secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan penentuan jumlah responden diperoleh jumlah sampel minimal adalah 35 responden yang ditentukan dengan menggunakan rumus slovin, sebagai berikut:

Keterangan:

n : Jumlah sampel penelitian N : Jumlah populasi penelitian

Gambar

Tabel 1. Perbandingan antara pendekatan Transfer of Technology (TOT)
Gambar 1. Kerangka berfikir
Tabel 2. Jumlah anggota berdasarkan kelompok tani dan luas lahan yang dimiliki
Tabel 3. Susunan kepengurusan Gapoktan Harum Sari, Desa Gegesik Wetan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan tersebut terjadi pada karakter jumlah tanaman yang tumbuh mengalami penurunan setelah diberi perlakuan kolkisin, terjadi pemendekan tinggi tanaman, lingkar

Tanaman cabai merah akan tumbuh baik pada tanah yang bertekstur remah, tanah pada percobaan ini kurang mendukung tetapi dengan ditambahkan pupuk organik bokashi jerami

1. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terpusat daripada indsutri di mana mereka menjual. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada

kekurangan dana. Anggota kemudian meminta pada BMT agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat barang diterima. Harga jual pada

• Berdasarkan hasil analisis data ternyata terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Kepuasan Kerja dan Kinerja Manajer Proyek Konstruksi yang ada di

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca, khususnya pustakawan supaya tidak hanya bisa menggunakan software otomasi tetapi juga memilih dengan

Dengan adanya perencanaan yang matang dapat menghasilkan sistem penjualan online JP Multindo yang dapat bersaing dengan sistem sejenisnya berskala nasional Puji dan syukur

Berdasarkan hasil penelitian PPKn tentang guru PPKn dalam menguatkan karakter tangguh untuk mengantisipasi bahaya narkoba pada siswa di SMPN 21 Surabaya didapatkan