• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kecemasan Pasien kanker dalam Menjalani Kemoterapi di

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.2. Tingkat Kecemasan Pasien kanker dalam Menjalani Kemoterapi di

RSUP Haji Adam malik Medan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden di RSUP Haji Adam Malik Medan tidak mengalami kecemasan (20,3%), tingkat kecemasan ringan (62,2%), sedang (14,8%), dan berat (2,7 %). Dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pasien kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik, Medan18 Maret – 18 April 2014 (n= 74)

No Tingkat Kecemasan Pasien Frekuensi (n) Persentase

1 Tidak ada cemas 15 20,3%

2 Cemas Ringan 46 62,2%

4 Cemas Berat 2 2,7%

5.2.Pembahasan

Pembahasan ini akan membahas tentang hasil penelitian yang menjelaskan tentang karakteristik demografi dan tingkat kecemasan pasien kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 20,3% pasien kanker tidak mengalami kecemasan dalam menjalani kemoterapi. Tosi, dkk., (1990 dalam Setyaningsih, Makmuroh dan Andayani 2011), mengatakan cemas tidaknya individu tergantung dari bagaimana individu tersebut merespon terhadap stresor. Individu dapat merespon stresor secara positif apabila penilaian kognitif terhadap stresor adalah positif. Hal ini akan menimbulkan rasa aman, tenang dan santai. Penelitian Setyaningsih, Makmuroh & Andayani (2011), menyatakan pasien kanker yang mendapatkan dukungan dari keluarganya akan terhindar dari kecemasan dalam menjalani kemoterapi, hal ini disebabkan karena adanya berbagai perasaan positif yang dirasakan pasien dengan tersedianya dukungan dari keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden sudah menikah dan masih memiliki pasangan, dengan adanya dukungan dari keluarga seperti suami atau istri, responden merasa lebih nyaman dan tenang saat menghadapipengobatan kemoterapi dan efek samping yang akan ditimbulkan. Hasil penelitian Utami,

Andriyani dan Fatmawati (2013), mengatakan keluarga dapat memberikan dukungan dan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit untuk mengurangi beban psikologi yang dialami oleh pasien akibat penyakitnya tersebut. Dukungan yang bisa diberikan keluarga kepada anggota keluarga yang sakit dapat berupa dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian,dukungan emosional, sehingga dengan adanya dukungan keluarga yang tinggi maka tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani kemoterapi akan semakin rendah bahkan tidak mengalami kecemasan sama sekali.

Mayoritas responden dalam penelitian ini mengalami cemas ringan (62,2%%). Kecemasan ringan yang dirasakan pasien kanker dalam menjalani kemoterapi merupakan hal yang wajar, dan ini masih termasuk dalam respon yang adaptif. Kecemasan ringan pada responden dapat disebabkan karena responden telah menggunakan mekanisme koping. Penelitian yang dilakukan Mona dan Singh (2012), menyatakan mengembangkanstrategi kopingdapat membantupasienbelajaruntuk mengubahsituasi masalah, mengelolatekanan emosional, dan memahamimengapakankertelah terjadidan apa dampakkanker padahidupnya. Pasien yangmenyesuaikan diri denganbaikbiasanyaberkomitmendan terlibat aktif dalammengatasikanker. Mereka masihmampu menemukanarti dan pentingnya hidupdalam kehidupan mereka.Hal ini didukung hasil penelitian Chandra dan Sari (2012), menyatakan terdapat hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien kanker payudara dalam menjalani kemoterapi. Stuart (2010), menjelaskan bahwa ketika mengalami kecemasan, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mengatasi

kecemasannya, pola yang biasa digunakan individu cenderung tetap dominan ketika kecemasan lebih intens.

Ferrer et, all., (2007), menyatakan pasien yang telah mendapatkan kemoterapi dalam waktu yang lama, mampu mengendalikan diri mereka sendiri dengan baik. Pasien mengatakan bahwa kemoterapi sudah menjadi sebuah rutinitas dan kecemasan mereka sudah berkurang jauh dibandingkan dengan ketika mereka pertama kali menjalani kemoterapi. Hal ini sejalan dengan penelitian Utami, Andriyani dan Fatmawati (2013), yang mengatakan terdapat pengaruh pengalaman pasien yang kemoterapi terhadap tingkat kecemasan dalam menjalani kemoterapi, pasien yang sudah lebih dari satu kali menjalani kemoterapi memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah.Maka semakin sering pasien menjalani kemoterapi tingkat kecemasannya akan lebih ringan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden akan menjalani kemoterapi ke-3 dan ke-4. Peneliti berasumsi responden mengalami cemas ringan disebabkan responden sudah lebih dari 1 kali menjalani kemoterapi, sehingga responden sudah mempunyai pengalaman dalam menghadapi kemoterapi dan menjalani efek sampingnya.

Kecemasan ringan dapat juga disebakan oleh usia responden. Menurut Depkes (2009), rentang usia antara 46-55 masuk ke dalam kategori masa lansia awal. Flint (1994 dalam Sundberg 2007), menyatakan kecemasan di kalangan lansia lebih rendah dari kelompok umur manapun. Hal ini disebabkan oleh lansia awal telah memiliki tingkat kecerdasan moral, agama, dan spiritualitas secara mendalam. Hal ini sejalan dengan penelitian Toftagen (2006), yang menyatakan

tingkat kecemasan akan lebih rendah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi yang mempunyai tingkat spiritualitas yang tinggi.

Kecemasan ringan juga ditunjukkan dari data dari penelitian ini yang menunujukkan bahwa kadang kadang merasa cemas setelah menjalani kemoterapi akan menjalani mual dan muntah 51,4% dan kadang-kadang merasa tegang saat akan kemoterapi 48,6%, konsentrasi tidak terganggu 64,9%, tidak pernah merasa sesak nafas saat memikirkan kemoterapi yang akan dijalani 83,3%, tidak pernah jantung berdebar-debar saat memikirkan kemoterapi yang akan dijalani 66,2%. Hal ini sejalan dengan teori Peplau (1952 dalam Videbeck 2008), yang menyatakan pada kecemaan ringan individu mengalami ketegangan otot ringan, rileks atau sedikit gelisah, sadar akan lingkungan, lapangan persepsi meluas, terlihat tenang, dan penuh perhatian.

Hasil penelitian ini masih ditemukan kecemasan sedang (14,8%). Redeker (2007), mengatakan gangguan psikologis seperti kecemasan adalah sesuatu yang umum terjadi pada pasien kanker dengan diagnosa yang berbeda. Kecemasan terjadi pada 19% - 20% pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Kemoterapi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup wanita dengan kanker payudara dan dapat meningkatkan kecemasan (Komatsu et al, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dan menderita kanker payudara.

Toftagen (2006), menyatakan kemoterapi dapat meningkatkan kecemasan berhubungan dengan takut terhadap pengobatan, efek samping dan ketidakpastian terhadap masa depan. Kecemasan berat masih dialami responden sebanyak 2

orang (2,7%), jika dihubungkan dengan data demografi, responden mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan tingkat ekonomi yang rendah. Menurut pendapat Gallo (1997 dalam Banjarnahor 2014), tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif menerima respon kecemasan yang berlangsung. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Yunitasari (2012), yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan pasien kanker maka akan semakin rendah mengalami kecemasan. Raystone (2005), juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Pendidikan rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan.

Penghasilan pasien kanker yang akan menjalani kemoterapi juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan. Lumbantobing (2012), menyatakan pengobatan kanker dengan kemoterapi membutuhkan biaya yang besar karena kemoterapi tidak cukup dilakukan hanya sekali. Sehingga hal ini dapat menambah kecemasan pasien kanker dalam menjalani kemoterapi. Menurut hasil penelitian Durham (dalam Lufta dan Maliya 2008), diketahui bahwa masyarakat kelas sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Keadaan ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan kecemasan pada klien menghadapi tindakan kemoterapi.

Kecemasan berat merupakan respon yang maladaptif yang dapat mengganggu kesiapan mental pasien kanker dalam melaksanakan tindakan

kemoterapi. Ferrer et all., (2007), menyatakan rumah sakit merupakan lingkungan asing yang dengan mudah dapat menimbulkan ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan pada pasien dalam menjalani kemoterapi.

Kecemasan merupakan respon individu terhadap ancaman atau bahaya yang mengancam jiwanya. Hasil penelitian ini menunjukkan kecemasan adaptif dan maladaptif, hal ini menunjukkan respon setiap individu dalam memecahkan masalah berbeda. Pasien kanker mungkin saja kurang informasi dan penjelasan tentang kemoterapi sehingga klien berfikir tentang hal-hal negatif tentang kemoterapi. Dari hasil penelitian ini jelas bahwa setiap individu yang akan menghadapi tindakan kemoterapi akan mengalami respon cemas. Persiapan status psikis pasien kanker yang akan menjalani kemoterapi sangat penting dan harus menjadi perhatian karena dengan persiapan status psikis yang baik dapat mengoptimalkan hasil tindakan.

BAB 6

Dokumen terkait