• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. BAHAN DAN METODE

2.3 Parameter Penelitian

3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Frekuensi molting Putih 1 1 10 0.37 0.90 0.53 1.37 18 2 2 20 0.36 1.24 0.88 1.90 13 3 1 10 0.37 1.06 0.70 1.63 15 4 1 10 0.33 0.89 0.56 1.50 10 5 1 10 0.32 1.06 0.74 1.84 13 6 2 20 0.37 1.36 1.00 2.01 16 7 1 10 0.36 0.76 0.40 1.14 14 8 1 10 0.35 0.63 0.28 0.91 13 Rerata ± SD 1.25 12.50 ± 4.63 0.35 0.99 0.64 ± 0.24 1.54 ± 0.39 14 ± 2.39 Hitam 1 2 20 0.37 1.40 1.03 2.05 16 2 1 10 0.35 0.51 0.17 0.59 16 3 1 10 0.34 0.70 0.36 1.09 13 4 2 20 0.40 1.29 0.89 1.80 15 5 1 10 0.37 0.36 -0.01 -0.03 12 6 3 30 0.35 1.05 0.71 1.71 17 7 1 10 0.34 1.15 0.81 1.86 14 8 2 20 0.37 1.55 1.18 2.19 15 Rerata ± SD 1.625 16.25 ± 7.44 0.36 1.00 0.64 ± 0.42 1.41 ± 0.78 14.75 ± 1.67

3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Pada perlakuan wadah berwarna putih kelangsungan hidup berkisar 12.5±4.63%, sedangkan pada perlakuan wadah berwarna hitam sintasan berkisar 16.25±7.44%. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan wadah berwarna hitam sebesar 30% (Gambar 2). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelangsungan hidup lobster pasir.

11 Keterangan :

Gambar 1. Kelangsungan hidup (%) lobster pasir Panulirus homarus yang dipelihara selama 66 hari.

Keterangan : Huruf yang sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Gambar 2. Histogram kelangsungan hidup (%) Panulirus homarus dengan perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda.

3.1.2 Laju Pertumbuhan Spesifik

Setelah masa pemeliharaan selama 66 hari, rerata pertumbuhan bobot lobster pasir yang dipelihara pada wadah berwarna putih dan hitam berkisar antara 0.64±0.24 g dan 0.64±0.42 g. Pada akhir pengamatan pertumbuhan bobot rata-rata tertinggi dicapai pada perlakuan wadah berwarna hitam yakni sebesar 1.18 g (Tabel 3). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0.05) terhadap pertumbuhan bobot lobster pasir.

: warna wadah hitam : warna wadah putih

12 Keterangan :

Gambar 3. Bobot rata-rata (g) lobster pasir Panulirus homarus selama 66 hari pemeliharaan.

Keterangan : Huruf yang sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Gambar 4. Histogram pertumbuhan bobot (g) Panulirus homarus dengan perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda.

Laju pertumbuhan spesifik lobster pasir yang dipelihara pada wadah berwarna putih berkisar 1.54±0.39%. Sedangkan pada wadah berwarna hitam berkisar 1.41±0.78%. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi terjadi pada perlakuan wadah berwarna hitam sebesar 2.19 % (Gambar 5). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0.05) terhadap laju pertumbuhan spesifik lobster pasir.

: warna wadah hitam : warna wadah putih

13 Keterangan : Huruf yang sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Gambar 5. Histogram laju pertumbuhan spesifik (%) Panulirus homarus dengan perlakuan warna wadah yang berbeda.

3.1.3 Frekuensi Molting

Frekuensi molting lobster pasir pada pelakuan warna wadah berwarna putih berkisar 14±2.39 kali. Sedangkan pada perlakuan warna wadah berwarna hitam berkisar 14.75±1.67 kali. Frekuensi molting tertinggi dicapai pada perlakuan wadah berwarna putih sebesar 18 kali. Rata-rata frekuensi molting tertinggi dicapai pada perlakuan wadah berwarna hitam (Gambar 6).

Gambar 6. Histogram frekuensi molting Panulirus homarus dengan perlakuan warna wadah yang berbeda.

Tabel 4. Kualitas air selama pemeliharaan Warna

dasar wadah suhu (

0 C) pH DO (mg/L) Amonia (mg/L) Nitrit (mg/L) Salinitas (g/L) Putih 27-29 7.2-7.3 4.00-5.20 0.010-0.130 < 0.02 30-34 Hitam 27-29 7.2-7.4 3.70-5.60 0.010-0.100 < 0.02 31-34

14 Suhu air pemeliharaan untuk perlakuan warna wadah putih dan hitam berkisar antara 27-29ºC. Nilai pH air pemeliharaan antara perlakuan berkisar 7.2-7.4. Oksigen terlarut air pemeliharaan berkisar antara 3.70-5.60 mg/L. Nilai amonia air pemeliharaan berkisar antara 0.010-0.130 mg/L. Nilai nitrit air pemeliharaan <0.02 mg/L. Untuk salinitas air pemeliharaan berkisar antara 30-34 g/L.

3.2 Pembahasan

Kematian seringkali ditemukan dalam produksi lobster pasir, terutama pada fase puerulus. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian ini. Beberapa faktor itu di antaranya adalah kondisi lingkungan, kanibalisme, dan kualitas air. Oleh karena itu diperlukan suatu pencegahan untuk meminimalkan faktor-faktor pemicu kematian pada lobster pasir.

Warna suatu benda akan timbul apabila benda tersebut menyerap panjang gelombang cahaya tertentu dan memantulkan panjang gelombang lain dari cahaya yang sama. Setiap warna memiliki dua karakteristik, yaitu intensitas warna (brightness) dan intensitas cahaya (lightness) (Wetzel, 1975). Pada wadah warna putih sebagian besar cahaya dipantulkan kembali dan tidak diserap oleh wadah. Hal ini menyebabkan lobster mencari tempat berlindung, mengingat sifat lobster yang aktif mencari makan di malam hari (nokturnal). Pada kondisi seperti ini, lobster cenderung berkumpul pada satu titik, di mana intensitas cahaya pada titik tersebut cukup sedikit, yaitu di dekat saluran outlet. Berkumpulnya lobster pada satu titik ini menyebabkan intensitas kontak fisik antar lobster cukup tinggi. Sifat biologi lobster yang teritorial menyebabkan terjadinya persaingan. Kontak fisik dan persaingan ini memperbesar peluang terjadinya kanibalisme. Berbeda dengan wadah warna hitam, intensitas cahaya yang masuk ke media pemeliharaan cenderung lebih sedikit (lampiran 6). Sebagian besar cahaya akan diserap oleh wadah. Kondisi lingkungan yang cenderung gelap menyebabkan lobster aktif bergerak dan tidak berkumpul pada satu titik. Sehingga intensitas kontak fisik antar lobster dapat berkurang. Namun, rendahnya derajat kelangsungan hidup pada semua perlakuan terutama dikarenakan sifat kanibalisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyambodo et al. (2011) bahwa tingkat kematian pada fase puerulus sangat tinggi terutama karena alasan kanibalisme. Sifat kanibalisme

15 adalah sifat saling memakan sesama lobster (Priyambodo et al., 2011). Kanibalisme umumnya terjadi pada saat molting (ganti kulit). Pada saat molting, lobster berada pada kondisi yang lemah, sehingga mudah sekali diserang dan dimangsa oleh lobster lain. Namun tidak jarang kematian juga disebabkan karena gagal molting. Angka kematian yang tinggi juga terjadi di Vietnam dan Australia. Tingkat kelangsungan hidup lobster dari puerulus hingga fase lobster muda berukuran 2.5 cm berkisar 60%.

Untuk mengurangi kanibalisme pada penelitian ini, ke dalam wadah budidaya ditambahkan shelter. Shelter diperlukan untuk persembunyian udang yang sedang moulting, sehingga mampu mengurangi tingkat kanibalisme, dan memperluas area untuk udang menempel (Khasani, 2008). Habitat lobster di alam banyak terdapat di perairan dengan terumbu karang, lobster sering bersembunyi di balik terumbu karang untuk berlindung. Untuk menghasilkan kondisi lingkungan pemeliharaan yang menyerupai kondisi habitat asli lobster, ditambahkan shelter

sebagai tempat berlindung lobster. Jaring shelter dapat disediakan dalam wadah pemeliharaan selama kegiatan budidaya sebagai cara yang sederhana dan efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup lobster dengan mengurangi persaingan antara lobster yang lemah dan lobster yang lebih dominan. Bobot dan pertumbuhan panjang karapas lobster secara signifikan tidak terpengaruh oleh adanya shelter, tetapi cenderung menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan wadah pemeliharaan tanpa shelter apapun (Nguyen et al., 2008).

Laju pertumbuhan spesifik lobster pasir yang dipelihara pada wadah berwarna putih berkisar 1.54±0.39%. Sedangkan pada wadah berwarna hitam berkisar 1.41±0.78%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa warna wadah pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik lobster pasir. Pada wadah berwarna putih, pertumbuhan bobot lobster pasir selama 66 hari pemeliharaan berkisar antara 0.64±0.24 g. Sedangkan pada wadah pemeliharaan berwarna hitam berkisar antara 0.64±0.42 g. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot lobster pasir. Lobster dengan ukuran lebih besar

16 yang dapat bertahan dan mendominasi. Selain dari pakan yang telah diberikan, berkurangnya populasi akibat kanibalisme diduga dapat meningkatkan pertumbuhan lobster.

Langkah awal pertumbuhan lobster ditandai dengan terjadinya pergantian kulit (molting). Proses ini biasanya diikuti dengan pertumbuhan dan berat badan (Priyambodo et al., 2011). Pertumbuhan lobster sebagai hewan Crustacea sangat erat kaitannya dengan aktifitas molting (Widiarso, 2011). Cahaya terang akan menghambat aktivitas molting pada larva Lobster Amerika, dan larva yang tumbuh pada lingkungan gelap memiliki bobot yang relatif lebih berat dibanding lingkungan terang (Hadley, 1906; Templeman, 1936; Eagles et al., 1984). Pada lobster pasir metamorf molting dari fase larva 3 hingga fase postlarva telah terbukti terjadi dengan frekuensi tertinggi selama fase gelap dari fotoperiod (Aiken & Waddy, 1995). Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, frekuensi molting lobster pasir pada perlakuan warna wadah putih berkisar 14±2.39 kali, hampir sama dengan perlakuan warna wadah hitam yang berkisar 14.75±1.67 kali.

Penelitian ini dilakukan di hatchery (in door) yang mendapat sumber cahaya berupa sinar matahari. Sinar matahari dapat masuk ke dalam hatchery melalui jendela yang terdapat di sisi kanan dan kiri serta pintu utama hatchery. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter pada perlakuan warna wadah hitam dan putih menunjukkan 10 lux dan 30 lux. Pada penelitian Hoang et al. (2001) tentang ―Influences of light intensity and photoperiod on moulting and growth of Penaeus merguiensis cultured under laboratory conditions‖ perbedaan intensitas cahaya yang diikuti dengan perbedaan pertumbuhan dan kelangsungan hidup mencapai 675 lux. Dengan demikian kesamaan nilai kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada penelitian ini disebabkan perbedaan intensitas cahaya tidak terlalu besar.

Perlakuan warna wadah pemeliharaan tidak mempengaruhi kualitas air pemeliharaan. Suhu air pemeliharaan untuk perlakuan warna wadah putih dan hitam berkisar antara 27-29ºC. Suhu air yang cukup stabil ini ditunjang pula dengan lokasi pemeliharaan yang berada di dalam hatchery, sehingga suhu dapat lebih stabil. Menurut Booth & Kittaka (1994) suhu mempengaruhi pertumbuhan

17 juvenile spiny lobster dan spiny lobster dewasa. Lobster dapat tumbuh dengan baik pada perairan dengan suhu hangat daripada perairan dengan suhu dingin. Kisaran suhu yang cenderung stabil ini tidak akan membuat lobster mengalami gangguan dalam adaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga menguntungkan dalam pemanfaatan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan (Akbar, 2008).

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988). Salinitas air pemeliharaan berkisar antara 30-34 g/L. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) di mana nilai salinitas perairan laut berkisar 30-40 g/L. Oksigen terlarut air pemeliharaan berkisar antara 3.70-5.60 mg/L. Menurut McNeely (1979) kadar oksigen terlarut di perairan laut berkisar antara 11 mg/L pada suhu 0ºC dan 7 mg/L pada suhu 25ºC. Kadar oksigen terlarut akan berkurang seiring meningkatnya suhu dan salinitas pada perairan. Kadar oksigen terlarut dalam media pemeliharaan dijaga dengan menambahkan sistem aerasi pada setiap wadah pemeliharaan.

Nilai pH air pemeliharaan antara perlakuan berkisar 7.2-7.4. Nilai pH yang kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan udang karena dapat menyebabkan kematian, sedangkan pH di atas 9 dapat menurunkan nafsu makan (Merrick, 1993). Nilai amonia air pemeliharaan berkisar antara 0.01-0.13 mg/L. Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air (Effendi, 2003). Kotoran yang dikeluarkan oleh lobster merupakan limbah aktivitas metabolisme yang menghasilkan amonia. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu (Effendi, 2003). Menurut McNeely (1979), pada perairan alami kadar amonia biasanya kurang dari 0.1 mg/L. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0.2 mg/L, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer & McCarty, 1978). Avertebrata air lebih toleran terhadap toksisitas amonia daripada ikan (Effendi, 2003), sehingga lobster lebih toleran terhadap toksisitas amonia.

Nilai nitrit air pemeliharaan <0.02 mg/L. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Effendi, 2003). Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0.001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0.06 mg/L

18 (CCREM, 1978). Secara keseluruhan, kualitas air pada media pemeliharaan lobster pasir telah memenuhi kriteria untuk budidaya.

19

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pemeliharaan lobster pasir Panulirus homarus selama 66 hari menunjukkan bahwa perlakuan warna wadah hitam dan putih tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, dan pertumbuhan bobot.

4.2 Saran

Untuk mendapatkan perbedaan kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil lobster pasir perlu dilakukan penelitian di dalam/ di luar ruangan dengan intensitas cahaya yang lebih tinggi.

20

Dokumen terkait