• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme penghambatan mikroba pada hidrolisis tanin yaitu inaktivasi enzim pada bakteri (Makkar 2003).

Persentase fitokimia ekstrak pelepah pisang ambon terbesar adalah flavonoid yaitu 28,10%. Tingginya persentase flavonoid di dalam ekstrak pelepah pisang sesuai dengan pendapat dari Kumar dan Pandey (2013) yang menyatakan bahwa bahan obat dari tumbuhan yang kaya akan kandungan flavonoid salah satunya adalah pohon pisang Musa sp. Persentase flavonoid yang besar tersebut menyebabkan efek farmakologi yang ditimbulkan juga besar meskipun dalam kerjanya keterkaitan antara masing-masing komponen fitokimia sagat mempengaruhi. Efek farmakologi tersebut seperti antibakteri, anti-inflamasi dan antioksidan (Zhou et al. 2015).

Efek inhibitor ekstrak pelepah pisang ambon lebih tinggi pada bakteri gram negatif (A. hydrophila) dari pada gram positif (Streptococcus sp.). Hal tersebut diasumsikan bahwa jenis flavonoid yang ada pada ekstrak pelepah pisang dari kelas flavone. Flavone mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi pada lemak (Kumar dan Pandey 2013). A. hydrophila mempunyai dinding yang sebagian besar tersusun atas lemak atau lipopolisakarida (LPS). Oleh karena itu flavone lebih mudah masuk ke dalam bakteri dan mempunyai efek destruksi yang lebih besar terhadap bakteri patogen gram negatif dibandingkan dengan bakteri gram positif, karena bakteri gram positif tersusun atas peptidoglikan sehingga flavone lebih susah masuk dan menyebabkan efek destruksi yang rendah.

Pemberian pakan yang dicampur dengan ekstrak pelepah pisang 3% dapat menurunkan jumlah bakteri A. hydrophila pada ikan gurame yang dapat dilihat pada (Gambar 22). Pemberian ekstrak pelepah pisang pada perlakuan pengobatan dan pencegahan mampu menghambat bakteri A. hydrophila sepersepuluh (1/10) dari kontrol positif sedangkan pada perlakuan pengendalian efek inhibitor pelepah pisang bisa sampai seperseratus (1/100) dari kontrol positif. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Immanuel et al. (2004) bahwa artemia yang diperkaya dengan bahan herbal dapat menurunkan jumlah bakteri Vibro parahaemolyticus dari 3.86 x 105 CFU g-1 menjadi 1.36 x 105 CFU g-1 pada udang. Pemberian pakan pelepah pisang yang mengandung flavonoid 28,10% dapat inaktivasi penempelan mikroba pada inang dan menurunkan fluiditas membran inang bagian luar dan dalam sehingga bakteri patogen tidak bisa masuk, selain itu flavonoid dapat meningkatkan aktivitas ROS (reactive oxygen spesies) dari makrofag dan meningkatkan proliferasi sel leukosit dengan mengaktifkan gen PKC (protein kinase C) dan MAPK (mitogen activated protein kinase) (Mansuri

et al. 2014). Imunitas ikan yang diberi perlakuan pelepah pisang menjadi meningkat sehingga patogen yang masuk lebih cepat difagosit serta lebih cepat dieliminasi dari dalam tubuh ikan yang berakibat pada penurunan jumlah bakteri patogen tersebut. Selain flavonoid juga terdapat triterpenoid, alkaloid, tanin serta saponin yang dapat berfungsi sebagai imunostimulan. Mekanisme saponin sebagai imunostimulan yaitu dengan menstimulasi CMI (cell mediated immunity). CMI dapat meningkatkan produksi antibodi inang serta berfungsi juga sebagai adjuvan, antioksidan, inhibitor sel kangker dan anti-inflamasi (Francis et al. 2002). Tanin yang berfungsi sebagai imunostimulan berasal dari kelompok hidrolisis tanin. Hidrolisis tanin dapat menstimulasi sel fagosit saat terjadi paparan patogen (Makkar 2003). Triterpenoid dari golongan tetrasiklik juga dapat meningkatkan proliferasi sel leukosit, induksi apoptosis dan anti-inflamasi. Mekanisme

23 triterpenoid dalam meningkatkan imunitas yaitu dengan menghambat enzim 5- lipoxygenase, nitrit oksidase dan cyclooxygenase-2 (Zhang et al. 2013). Mekanisme alkaloid dalam meningkatkan sistem imun pada ikan yaitu dengan menghambat produksi nitrite oxide (NO) dan mengaktifkan makrofag (Ryu dan Chung 2010).

A. hydrophila merupakan bakteri fakultatif yang dapat menginfeksi ikan pada saat ikan mengalami stres. Mekanisme infeksi A. hydrophila terdiri atas tiga tahap yaitu menemukan inang, menempel dan menginfeksi inang. Saat menempel pada inang, A. hydrophila mempunyai faktor virulensi seperti mukus reseptor, bahan perekat aglutinasi dan adanya pili sehingga mempermudah bakteri A. hydrophila untuk menempel pada inang (Cipriano 2001). Proses infeksi terhadap inang oleh bakteri A. hydrophila dilakukan dengan memproduksi toksin ekstraseluler atau ECP (extracelluler product) dan endotoksin. Toksin ekstraseluler mempunyai tingkat patogenisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan endotoksin. Toksin ekstraseluler ini selanjutnya akan menghasilkan enzim seperti protease, gelatinase, kaseinase, elastase, lipase, hemolisin, sitotoksin, enterotoksin, asetilkolinesterase dan hemaglutin yang digunakan untuk masuk ke dalam tubuh inang. Enzim protease berfungsi untuk mendegradasi protein inang yang selanjutnya akan dikonsumsi oleh bakteri untuk berkembang biak. Selain protease terdapat enzim hemolisin yang dapat melisiskan sel darah merah sehingga ikan mengalami radang, hemoragi, tukak dan kematian pada ikan. Tingkat virulensi ECP yang paling tinggi adalah hemolisin. Endotoksin merupakan toksin yang diproduksi setelah bakteri mati. Toksin tesebut terdapat pada permukaan membran bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). LPS dari bakteri

A. hydrophila tersusun atas rantai polisakarida O dari panjang rantai homogenous. Antigen O ini tidak diaglutinasi dan resisten terhadap bakterisidal inang. Endotoksin menyebabkan peradangan pada inang (Angka 2005). Efek infeksi A. hydrophila pada ikan gurame dapat dilihat pada (Gambar 3) yang ditunjukkan dengan terbentuknya borok pada permukaan tubuh ikan gurame. Terbentuknya borok pada pada ikan gurame disebabkan adanya sekresi toksin dari A. hydrophila.

Proses penyembuhan luka pada ikan akibat infeksi A. hydrophila

melibatkan tiga fase yaitu fase inflamatori, neokapiler (pembentukan kapiler baru) dan re-epitalisasi (pembentukan epitel) (Fembram et al. 2010). Fase inflamatori merupakan proses penyembuhan luka yang melibatkan sel leukosit seperti neutrofil, makrofag dan limfosit (Fembram et al. 2010). Pelepah pisang merupakan fitofarmaka yang mengandung flavonoid, triterpenoid, alkaloid, saponin dan tanin sehingga dapat meningkatkan proliferasi sel leukosit pascainfeksi A. hydrophila dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif yang tingkat proliferasi sel leukositnya lebih rendah. Tingkat proliferasi leukosit yang tinggi menyebabkan infeksi bakteri pada inang terkendali sehingga pemulihan yang cepat akibat infeksi. Efek pemulihan tersebut dapat diketahui dari penyembuhan luka akibat infeksi A. hydrophila (Gambar 13). Berdasarkan Christypabita et al. (2007) yang menyatakan bahwa suplementasi bahan herbal dapat meningkatkan respons imun adaptif seluler sehingga proliferasi sel leukosit meningkat. Tingginya sel leukosit tersebut berkorelasi dengan keberadaan sel neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel makrofag yang berfungsi sebagai faktor tumbuh, sehingga sel-sel akan teregenerasi yang selanjutnya akan terbentuk jaringan granulasi yang lebih cepat untuk penyembuhan luka (Forlenza et al.

24

2011). Ekstrak pelepah pisang mengandung flavonoid. Flavonoid pelepah pisang berfungsi sebagai faktor kemotaktik yang dapat menarik sel inflamasi dari sirkulasi darah menuju ke daerah infeksi sehingga dapat membantu mengendalikan infeksi, mengeliminasi bahan asing, membersihkan jaringan nekrotik dan mengurangi proses hipersensitivitas (Priosoeryanto 2008). Flavonoid juga dapat mengaktifkan gen MAPK pada kelas ERK yang berfungsi sebagai faktor tumbuh sehingga pemulihan luka pascainfeksi lebih cepat (Mansuri et al.

2014).

Flavonoid dapat memicu produksi protein adhesi, sehingga sel dan jaringan lebih permeabel terhadap sel neutrofil dan sel neutrofil lebih mudah masuk ke daerah luka (Sahu et al. 2007). Neutrofil merupakan sel yang berfungsi sebagai fagositosis antigen dan mikrosidal. Cara kerja neutrofil yaitu dengan mensekresikan enzim lisosom, proteolitik, ribonuklease dan fosfolipase untuk menghancurkan dinding bakteri (Waller et al. 2011). Pasca infeksi (H+2) presentase neutrofil meningkat pada perlakuan kontrol positif, pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Hal tersebut sesuai dengan Katzenback dan Beloseviv (2009) yang menyatakan bahwa neutrofil merupakan sel fagosit pertama yang bersifat kemotaksis dan menginfiltrasi radang dengan cepat. Persentase neutrofil pada penelitian ini mulai meningkat setelah diberi ekstrak pelepah pisang (H-1) (Gambar 15.2). Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan adanya flavonoid di dalam pelepah pisang yang berfungsi sebagai ligan melalui jalur PKC yang dapat menstimulasi proliferasi dari neutrofil. Persentase neutrofil mulai menurun pada hari ke 5 dan ke 7 pascauji tantang pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Penurunan persentase neutrofil karena patogen sudah tereliminasi dari inang dan adanya mediator peradangan yang dikeluarkan oleh neutrofil seperti histamin, enzim lisosom dan faktor pengaktivasi platelet (Fembram et al 2010). Namun pada perlakuan kontrol positif persentase neutrofil meningkat sampai akhir perlakuan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya tambahan bahan aktif pelepah pisang pada campuran pakan sehingga masih dimungkinkan adanya antigen dan kerusakan jaringan yang harus difagosit oleh neutrofil (Fembram et al. 2010).

Sel monosit adalah salah satu sel fagosit, jika sel ini berada di dalam jaringan dinamakan makrofag. Kemampuan fagosit sel monosit lebih besar yaitu 100 antigen dibandingkan sel neutrofil yang memfagosit antigen sebesar 5-20 antigen (Whyte 2007). Makrofag juga berfungsi mensekresikan material yang digunakan untuk proses perbaikan luka seperti plasma protein, platelet aktivating factor (PAF), faktor kemotaktik, sitokin dan faktor pertumbuhan. Monosit baru ditemukan pada H+2 untuk semua perlakuan kecuali kontrol negatif. Persentase monosit mencapai puncak pada H+5 dan menurun pada H+7 dengan persentase 0% untuk perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian, namun monosit masih ditemukan pada perlakuan kontrol negatif dan positif diakhir perlakuan. Keberadaan monosit pada H+2 karena induksi patogen saat uji tantang yang belum terfagosit oleh neutrofil. Sel monosit berfungsi sebagai sel fagosit kedua atau dalam arti lain sel monosit berfungsi sebagai fagositosis antigen yang tidak terfagosit oleh neutrofil (Whyte 2007). Menurunnya persentase monosit karena antigen yang masuk telah tereliminasi. Persentase monosit pada perlakuan kontrol positif masih cukup tinggi yaitu 15% sampai akhir perlakuan. Peningkatan monosit yang masih tinggi pada H+5 menyebabkan kematian ikan yang cukup

25 tinggi (Gambar 22), karena paparan patogen yang tinggi sehingga sel fagosit dalam yang berada di dalam darah jumlahnya masih banyak. Hal tersebut diakibatkan karena tidak adanya pelepah pisang yang ditambahkan untuk membantu proses eliminasi antigen sehingga tingkat inflamasi semakin parah dan akan terbentuk luka yang semakin memanjang yang berujung pada kematian ikan. Pada kontrol negatif pascainjeksi PBS juga ditemukan sel neutrofil sampai akhir perlakuan. Hal ini disebabkan karena sifat dari bakteri A. hydophila sebagai normal flora dan akan bersifat patogen jika ikan pada kondisi stres (Patil et al.

2011) sehingga adanya pola pertahanan tubuh ikan gurame yang menyebabkan ditemukannya sel neutrofil dan monosit. Namun kondisi tersebut masih ditoleransi oleh ikan gurame, karena pada perlakuan ini ikan gurame tidak ditemukan gejala klinis serta tidak ditemukan kematian.

Persentase limfosit mendominasi pada awal perlakuan yaitu 88% namun setelah uji tantang persentase limfosit semakin menurun. Perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian persentase limfosit mendominasi di akhir perlakuan yakni 86%, 81% dan 83%. Dominasi limsosit diakhir pemeliharaan pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian mengindikasikan bahwa respons imun spesifik yang terbentuk lebih besar dibandingkan kontrol positif sehingga jika terjadi paparan patogen yang sama akan lebih cepat dikenali dan proses destruksi antigen lebih cepat. Limfosit berfungsi sebagai sistem imun spesifik dan terdapat tiga tipe yaitu limfosit B yang terbentuk di sumsum tulang, limfosit T yang terbentuk di organ timus dan limfosit null. Limfosit B dengan persentase di dalam darah sebesar 10-12%. Limfosit B berfungsi untuk membentuk antibodi yang digunakan untuk kekebalan spesifik humoral. Limfosit T mempunyai persentase yang dominan di dalam darah yaitu 70-75%. Limfosit T berfungsi sebagai cell mediated immunity (CMI) dalam sistem imun spesifik seluler (Mariuzza et al. 2010). Limfosit mempunyai masa hidup yang lebih lama dibandingkan dengan neutrofil dan makrofag yaitu bisa mencapai tahunan (Litman et al. 2010).

Jumlah konsumsi pakan stagnan pada awal perlakuan sampai H-1. Penurunan konsumsi pakan secara drastis terjadi setelah uji tantang kemudian meningkat kembali pada H+3 sampai akhir perlakuan. Menurut Harper dan Wolf (2009) ikan yang stres setelah penyuntikan akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga berdampak pada penurunan jumlah konsumsi pakan, kemudian nafsu makan akan kembali meningkat setelah respons stres hilang. Konsumsi pakan pada perlakuan kontrol negatif, pencegahan, pengobatan dan pengedalian paling tinggi dibandingkan kontrol positif. Hal tersebut disebabkan adanya tambahan ekstrak pelepah pisang yang dapat berfungsi sebagai antibakteri dan imunostimulan sehingga ketika terdapat stresor dari patogen, pemulihan akibat infeksi bisa berjalan dengan cepat sehingga konsumsi pakan menjadi normal seperti kontrol negatif yang tidak diuji tantang dengan patogen (Kumar dan Pandey 2013).

Respiratory burst activity (RB)adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kemampuan sel fagosit dalam mereduksi mikroba dengan memproduksi oksigen radikal (Lelpo et al. 2000). Pengaruh flavonoid sebagai antioksidan yaitu dapat menginduksi oksigen radikal. Aktivitas antioksidan flavonoid didasarkan pada struktur intinya. Kelompok hidroksil pada flavonoid akan mempengaruhi mekanisme kerjanya dalam menguraikan radikal dan

26

kemampuan mengkelat ion. Flavonoid sebagai donor hidrogen dan elektron dapat menstabilkan radikal sehingga akan meningkatkan pembentukan oksigen radikal dan menghambat sekresi enzim mikrosomal monooksigenase yang dapat memicu radikal bebas (Kumar dan Pandey 2013). Sebelum dilakukan uji tantang nilai RB sebesar 0,26 namun nilai tersebut meningkat pascainfeksi A. hydrophila. Nilai RB tertinggi pada H+5 dengan tingkat kematian ikan yang tinggi dan nilai RB menurun pada H+7 pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian yang mengindikasikan adanya pemulihan pascainfeksi. Peningkatan nilai RB diindikasikan bahwa adanya paparan patogen yang jumlahnya banyak sehingga aktivitas sel fagosit dalam mereduksi mikroba juga tinggi. sedangkan jika terjadi penurunan nilai RB bahwa mikroba mulai tereliminasi dari inang (Logambal et al.

2000). Namun pada perlakuan kontrol positif nilai RB masih meningkat sampai akhir perlakuan. Peningkatan nilai RB pada kontrol positif sampai akhir perlakuan diasumsikan bahwa aktivasi respons imun ikan yang lama terhadap paparan patogen sehingga tingkat kematian ikan pada perlakuan tersebut sangat tinggi yaitu 40%.

Lisozim adalah kationik enzim yang dapat memutuskan ikatan ß-1, 4 glycosidic dengan asam N-acetylmuramic dan N-acetyl glucosamine pada dinding peptidoglikan bakteri sehingga bakteri akan lisis. Selain itu lisozim juga berfungsi sebagai fagositosis, aktivasi komplemen serta opsonin (Callewaerat & Michiels 2010). Aktivitas lisozim meningkat setelah diberikan pakan yang dicampur dengan ekstrak pelepah pisang ambon tepatnya H-1. Aktivitas lisozim pada perlakuan pencegahan pascauji tantang mengalami penurunan. Menurut Barman

et al. (2013) imunostimulan dari bahan herbal dapat menginduksi respons imun non spesifik seperti lisozim serta induksi respons imun tersebut dipengaruhi oleh jumlah bahan herbal yang dikonsumsi. Dari pendapat tersebut dapat diasumsikan bahwa pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan pencegahan tidak diberi pakan dengan campuran ekstrak pelepah pisang sehingga konsumsi akan obat mengalami penurunan. Hal tersebut berdampak pada penurunan aktivitas lisozim. Selain karena tidak adanya konsumsi bahan obat pascainfeksi juga disebabkan stres pada ikan pascainfeksi A. hydrophila karena stres pada ikan dapat berakibat pada penurunan imunitas non spesifik seperti lisozim (Harper dan Wolf 2009). Penurunan aktivitas lisozim pada H+2 juga terjadi pada perlakuan kontrol positif dan negatif. Penurunan aktivitas lisozim pada kontrol positif dan negatif disebabkan karena kondisi fisiologis ikan yang terganggu akibat infeksi patogen yang menyebabkan ikan stres. Menurut Callewaerat & Michiels (2010) lisozim merupakan suatu pertahanan non spesifik yang berfungsi sebagai fagositosis yang dipengaruhi oleh jumlah paparan mikroba, tingkat pengenalan mikroba, kondisi fisiologis ikan dan aktivasi enzim. Nilai aktivitas lisozim tertinggi pada H+5 dengan tingkat kematian ikan yang tinggi (Gambar 22) dan nilai RB menurun pada H+7 pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian yang mengindikasikan adanya pemulihan pascainfeksi. Tinggi rendahnya aktivitas lisozim berkorelasi dengan proteksi tubuh untuk melawan patogen, semakin banyak antigen yang masuk maka kadar lisozim akan meningkat dan sebaliknya (Gopalakannan dan Arul 2006). Penambahan ekstrak pelapah pisang dalam pakan dapat meningkatkan proliferasi sel leukosit dan sel leukosit ini dapat mensekresikan lisozim sehingga kadar lisozim meningkat (Nayak 2010).

27 Kadar hemoglobin, hematokit dan jumlah eritrosit meningkat pascainfeksi pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Peningkatan kadar hemoglobin, hematokrit dan total eritrosit berada pada kisaran normal. Hal tersebut sesuai Minaka (2012) yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin sebesar 20-35 g%, hematokit ikan yaitu 1/3 dari hemoglobin dan total eritrosit sebesar 1-4 x 106 sel/mm3. Berdasarkan Misra (2004) menyatakan bahwa Labeo rohita yang diinfeksi dengan A. hydrophila dan diberi imunostimulan berupa bawang putih dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Hal tersebut dikarenakan adanya stresor dari A. hydrophila sehingga konsumsi oksigen meningkat karena tubuh membutuhkan oksigen untuk metabolisme dalam menghasilkan energi dan energi ini yang selanjutnya digunakan untuk pemulihan pascainfeksi. Namun pada perlakuan kontrol positif kadar hemoglobin dan hematokrit mengalami penurunan dibawah kondisi normal. Penurunan kadar hematokrit, hemaglobin dan jumlah sel darah merah pada perlakuan kontrol positif disebabkan karena adanya infeksi A. hydrophila. Menurut Hardi et al. (2011) toksin ß hemolisin pada A. hydrophila

dapat mempengaruhi kestabilan hemoglobin. Hemolisin dapat menurunkan tegangan plasma darah sehingga sel darah yang berada pada kondisi tersebut akan mengalami kehancuran sel yang menyebabkan terganggunya transportasi oksigen ke dalam tubuh.

Ekstrak pelepah pisang secara nyata (P<0,005) memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan gurame pada perlakuan pencegahan, pengobatan serta pengendalian (Lampiran 7). Pengaruh tersebut disebabkan adanya flavonoid dan fitokimia lainnya yang terkandung di dalam pelepah pisang di dalam pakan yang berfungsi sebagai antibakteri dan imunostimulan. Secara nyata, pengaruh tersebut dapat dilihat dari kelangsungan hidup ikan gurame yang mencapai 100% pada perlakuan pengobatan. Selain dapat meningkatkan kelangsungan hidup, aplikasi pelepah pisang untuk mengendalikan infeksi A. hydrophila sangat ekonomis.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak pelepah pisang 3% dapat menghambat aktivitas bakteri A. hydrophila dan dapat menginduksi imunitas ikan gurame sebagai upaya pencegahan, pengobatan dan pengendalian terhadap infeksi A. hydrophila pada ikan gurame.

Saran

Penambahan ekstrak pelepah pisang 3% di dalam pakan dapat digunakan untuk mengendalikan infeksi A. hydrophila pada ikan gurame namun belum diketahui secara pasti efek inhibitor aktivitas A. hydrophila dari masing-masing bahan fitokimia sehingga diperlukan uji lebih lanjut mengenai efek tersebut.

28

DAFTAR PUSTAKA

Agati G, Azzarello E, Pollastri S, Tattini M. 2012. Flavonoids as antioxidant in plant. Plant Science.196:67-76.

Alawi H, Juferi, Mohibah. 2013. A preliminary study of banana stem juice as a plant-based Coagulant for treatment of spent coolant wastewater. Jornal of Chemistry.1:1-7

Anderson DP, Siwicki AK.1995. Basic hematology and serology for fish health programs. Asia Fisheries Society. 1:185-202.

Angka SL. 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) pada ikan lele dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan fitofarmaka [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Apriasari LM, Iskandar, Suhartono E. 2013. Bioactive compound and antioxidant

activity of methanol extract mauli bananas (Musa sp) stem. Biochemistry. 4(2):110-115.

Ashley JP. 2006. Fish welfare: Current isue in aquaculture. Animal Behaviour Science.1: 1-37

Austin B, Austin DA. 2007. Bacterial Fish Pathogens. Edisi 4. England: Ellis Horwood Limited.

Barman D, Nen P, Mandal SC Kumar V. 2013. Imunostimulants for aquaculture health management. Marine Science. 3:134.

Blaxhall PC, Deisley KW.1973. Routine haematological methods for use with fish blood. FisBiol. 5:771-781.

Callewarat L, Michael C. 2010. Lysozymes in the animal kingdom. Biosci. 35:921-926.

Cipriano CR. 2001. Aeromonas hydrophila and motile A. septicemias of fish. Fish disease leaflet. 68:1-24.

Citarusu T. 2010. Herbal biomedicines: a new opportunity for aquaculture industry. Springer.18:403-414

Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chren JC. 2002. Estimation of total flavonoid content in propolish by two complementary colorimetric methods. Food and Drug Analysis. 3:178-182.

Christybapita D, Divyagnaneswari M, Michael RD. 2007. Oral administration of

Elipta alba leaf for enhance the non spesific immune response and disease resistence of Orechromis mossambicus. Fish Shellfish Immunology. 23:840-852.

Chung PY, Navaratnam P, Chung LP. 2011. Synergic antimicrobial activity between pentacyclic triterpenoid againt Staphylococcus aureus.

Microbiology and Antimicrobial. 10:25.

Dogiel VAG, Petrushevski GK, Polyanski I. 1970. Parasitology of Fish. Hongkong:TFH Publisher.

[DITJEN PB] Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2013. Nilai produksi perikanan budidaya kolam menurut jenis ikan dan provinsi 2000-2014 [internet]. [diunduh 2015 Agustus 1]. Tersedia dari www.sidatik kkp.go.id Direktorat kesehatan ikan dan lingkungan. 2009. Penyakit Ikan. Jakarta (ID):

29 Ellis RP, Parry H, Spicer, Hutchinson TH, Pipe RK, Widdicombe. 2011. Fish &

Shellfish Immunology. Aquaculture. 30:1209-1222.

Febram B, Wientarsih I, Bambang P. Aktivitas sediaan selep ekstrak batang pisang ambon dalam proses persembuhan luka pada mencit. Farmalogi. 3:121-137.

Fitrianingrum IDW. 2014. Efektivitas pelepah pisang ambon putih Musa paradisiaca untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

pada ikan gurame [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Francis G, Kerem Z, Makkar S, Harinder P. 2002. The biological action of saponin in animal system. Nutrition. 88:587-605.

Forlenza M, Fink IR, Wiegertjes GF. 2011. Heterogenity magrophage activation in fish. Immunology. 2(2):657.

Gopalakannan A, Arul V. 2006. Immunomodulatory effect of dietary intake of chitin, chitosan and levamisole on the immune system of Cyprinus carpio

and control of A. hydrophila infection in ponds. Aquaculture. 255:179-187. Hardi EH, Sukenda, Haris E. 2011. Karaktiristik dan patogenisitas Streptococcus

agalactiae tipe α hemolitik dan non hemolitik pada ikan nila.

Veteriner.12(2):152-164.

Harper K, Wolf JC. Morphologic effect of the stress response in fish. Ilar. 50(4):387-396.

Holt JG, Krierg NR, Staley JT.1994. Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology. Edisi ke-9. Batimore (US):Williams & Wilkins.

Ibrahem M, Mustofa M, Arab RMH, Rezk MA.2008. Prevalence of Aeromonas hydrophila infaction in wild cultured Tilapia Nilotica in Egypt.

Aquaculture.194:253-262.

Immanuel G, Vincy Bai, Palavesam A, Peter MM. 2004. Effect seaweeds on the survival, growth, and pathogen Vibro parahaemolyticus load on shirmp.

Aquaculture. 236:53-65.

Ismail NDA, Atta NS, Aziz AE. 2010. Oral vaccination of nile tilapia against MAS. Nature and Science. 1-6.

Kahuripan A, Andrajati R, Syafridani T. 2009. Analisis Pemberian antibiotik berdasarkan hasil uji sensitivitas. Farmasi.6: 75-87.

Katzenback BA, Belosovic M. 2009. Isolation and functional characterization of neutrophil-like cells from gold fish. Immunology. 33:601-611.

Kumar S, Pandey AK. 2013. Chemistry and biological activities of flavonoid. The Science World journal.(1):16.

Leela T, Satirapathkul. 2011. Growth inhibiting of pathogenic bacteria by extract of quercus infectoria galls. Bioscience. 1:1-6.

Lelpo MTL, Basile A, Miranda R, Moscatiello V, Nappo K. 2000. Immunopharmacological properties of flavonoids. Fitoterapia. 71:101-109. Logambal SM Venkatalakshmi, Micheal DR. 2000. Immunostimulatory effect of

leaf extract of Ocimum sanctum in Orechromis mossambicus.

Hydrobiologia. 430:113-120.

Litman GW, Rast JP, Fugmann SD. 2010. The original vertebrate adaptive immunenity. Immunology. 10:543-553.

Mansuri ML, Parihar P, Solanki I, Parihar MS. 2012. Flavonoid in modulation of cell survival signalling pathways. Genes Nutr. 9(400):1-9.

Dokumen terkait