• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kemiskinan

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 31-34)

BAB I PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

1.2 INDIKATOR KESEJAHTERAAN

1.2.2 Tingkat Kemiskinan

Pada periode September 2018, tingkat kemiskinan Sulbar kembali menanjak ke level 11,22 persen setelah mencapai titik terendah 11,18 persen pada September 2017. Kondisi tersebut kontras dengan perkembangan tingkat kemiskinan nasional yang konsisten mengalami penurunan hingga mencapai level 9,66 persen. Dengan demikian, pada tahun ini kinerja pengentasan kemiskinan di Sulbar yang pemerintah targetkan dapat ditekan hingga 10,19 persen sesuai RPJMD belum tercapai.

Dalam skala regional Pulau Sulawesi, tingkat kemiskinan Sulbar berada pada level menengah, yakni urutan ketiga terendah setelah Sulawesi Utara sebesar 7,59 persen dan Sulawesi Selatan sebesar 8,87 persen. Akan tetapi, jika ditinjau dari progres pengentasan kemiskinan dibandingkan dengan periode September 2017, maka Sulbar

Capaian IPM Sulbar tahun 2018 diprediksi meningkat seiring dengan ekspansi pemerintah pada Belanja fungsi Pendidikan. Tingkat Kemiskinan Sulbar periode September 2018 tercatat 11,22% meningkat 4 basis poin dari tahun 2017.

menempati urutan paling akhir. Sulbar mencatatkan kinerja negatif dengan kenaikan tingkat kemiskinan di tengah kinerja positif provinsi lain di kawasan Pulau Sulawesi dengan penurunan tingkat kemiskinan. Sementara itu, dalam skala nasional Sulbar menempati urutan ke-21 dari 34 provinsi.

Kemudian dari sisi perbandingan antar kabupaten menunjukkan kabupaten Polewali Mandar memiliki tingkat kemiskinan 16,05 persen, angka tertinggi seiring dengan capaian IPM yang paling rendah. Kondisi ini mengkonfirmasi bahwa salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah dengan memperluas akses pendidikan masyarakat. Kabupaten Polman dengan indeks pendidikan (sebagai salah satu komponen pembentuk IPM) paling rendah berhubungan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Sejalan dengan peningkatan tingkat kemiskinan, secara absolut jumlah penduduk miskin Sulbar juga bertambah sebanyak 3,36 ribu jiwa dari periode September 2017 menjadi 152 ribu jiwa di periode September 2018. Jumlah tersebut terdiri dari penambahan di daerah perdesaan sebanyak 1.930 jiwa

dan di daerah perkotaan sebanyak 1.430 jiwa.

Hal ini mengisyaratkan kepada pemerintah untuk meninjau kembali efektivitas program penanggulangan kemiskinan. Untuk wilayah perdesaan, peningkatan alokasi Dana Desa dari tahun 2017 relatif kecil, yakni hanya 2,3 persen belum optimal dalam memberdayakan perekonomian masyarakat desa. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di tahun sebelumnya dimana jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang hampir sebanyak 3 ribu jiwa dengan penambahan alokasi Dana Desa sebesar 27 persen dari tahun 2016.

Jika ditinjau dari pergerakan tingkat kemiskinan selama tahun 2018, terdapat fenomena yang cukup menarik, yakni dari periode Maret ke September. Secara persentase, tingkat kemiskinan Sulbar pada September turun 0,02 poin dibandingkan Maret. Akan tetapi, secara absolut jumlah penduduk miskin justru bertambah sebanyak 1,05 ribu jiwa. Berdasarkan klarifikasi dari BPS Sulbar, kondisi tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya migrasi penduduk ke wilayah Sulbar dalam jumlah yang relatif besar, mengingat Sulbar merupakan salah satu wilayah sasaran migrasi. Penduduk

Grafik 1.14 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Sulbar Tahun 2015 - 2018

Sumber: BPS Sulbar dan Nasional, 2019 (diolah)

23 30 31 31 131 119 121 121 11,13% 10,12 % 9,82 % 9,66 % 11,90% 11,18 % 11,25 % 11,22 % 6,00 11,00 50 100 150

Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept

2015 2016 2017 2018 % R ibu Ora ng

Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan (ribu orang)

Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan (ribu orang)

yang bermigrasi dimaksud sebagian besar diperkirakan merupakan penduduk yang memiliki penghasilan di bawah garis kemiskinan Sulbar, sehingga menambah jumlah penduduk miskin yang ada di Sulbar.

Memperhatikan komoditas yang berpengaruh terhadap peningkatan Garis Kemiskinan, beras dan rokok merupakan dua kontributor terbesar terhadap kemiskinan di wilayah Sulbar. Hal ini sejalan dengan kontributor inflasi yang terjadi selama tahun 2018, dimana beras juga menjadi kontributor terbesar. Sementara itu, rokok yang tidak memiliki kalori justru seakan menjadi kebutuhan primer bagi kelompok warga miskin. Program persuasi pemerintah agar masyarakat hidup sehat melalui Germas perlu lebih digalakkan, terutama program Anti-Rokok. Lebih jauh, alternatif kebijakan menaikkan cukai rokok dapat ditinjau untuk mendukung program kesehatan tersebut.

Alternatif lain untuk menekan tingkat kemiskinan adalah dengan menggalakkan Program Keluarga Harapan (PKH). Diakui bahwa dalam jangka pendek program PKH tidak akan terlalu berdampak. Akan tetapi, program tersebut merupakan upaya memutus rantai kemiskinan dengan menyasar aspek kesehatan dan pendidikan warga miskin. Oleh karenanya, selain dapat berkontribusi terhadap penurunan tingkat kemiskinan, program PKH dimaksud diharapkan pula akan mendongkrak capaian IPM Sulbar. Karena itu, pemda perlu mendukung program nasional PKH tersebut, misalnya dengan mendukung biaya operasional tim pendamping PKH dan memberi kemudahan koordinasi dengan dinas-dinas yang terkait, termasuk dalam melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat penerima manfaat.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan PDRB, kontributor terbesar berasal dari sektor pertanian, utamanya Sub Sektor Perkebunan. Artinya, selain produksinya yang tinggi, masyarakat Sulbar juga paling banyak bekerja pada sektor tersebut. Kondisi itu juga terkonfirmasi dalam peta sebaran tenaga kerja yang dirilis BPS. Hal ini dapat menjadi perhatian pemerintah untuk mengintervensi sektor ini, misalnya dengan memberi bantuan peralatan dan mesin produksi, atau menggalakkan kembali program sejenis PNPM Mandiri agar hasil produksi pada sektor tersebut dapat dijual dalam keadaan memiliki nilai tambah, tidak dalam kondisi bahan mentah.

Peran BUMDes perlu didorong oleh pemerintah untuk memacu efektivitas Dana Desa melalui peningkatan perekonomian warga desa. Pertumbuhan produksi pada sektor pertanian diyakini memiliki daya ungkit yang lebih besar terhadap perekonomian Sulbar dibandingkan sektor lainnya mengingat kontribusinya sebagai penyumbang terbesar PDRB. Oleh karena itu, peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat pada sektor

ini diharapkan lebih mampu menjadi salah satu jalan keluar bagi pengentasan kemiskinan.

Grafik 1.15 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulbar tahun 2015-2018

Sumber: BPS Sulbar, 2019 (diolah)

Pada sisi lain, kondisi tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan di wilayah Sulbar pada tahun 2018 menunjukkan tren penurunan dibandingkan tahun 2017. Data tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung meningkat mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin menyempit. Salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki Indeks Kedalaman Kemiskinan ini adalah melalui Program Beras Sejahtera (Rastra). Sehubungan dengan dugaan adanya migrasi warga miskin, maka diperlukan konfirmasi BPS. Apabila terbukti benar, maka perlu segera melakukan update data warga miskin agar dapat meningkatkan coverage Program Rastra tersebut.

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 31-34)