• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Tingkat Kepatuhan

1. Pengertian Tingkat Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2005), patuh berarti suka menurut perintah, taat

patuh, ketaatan, tunduk, atau patuh pada ajaran atau aturan. Adapun

definisi kepatuhan yang dijabarkan oleh tim subdit verifikasi Dit PPh

Ditjen Pajak menyatakan bahwa: “Kepatuhan biasanya berkisar pada

istilah tingkat sampai dimana wajib pajak memenuhi Undang-Undang dan

administrasi perpajakan, tanpa perlunya kegiatan penegakan hukum.”

Kepatuhan wajib pajak dalam teori psikologi, yaitu rasa bersalah dan rasa

malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang

mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.

Tingkat kepatuhan perpajakan yaitu suatu keadaan dimana wajib

pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya. Kewajiban pajak tersebut berupa: tepat waktu dalam

menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan dalam dua tahun

terakhir, tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak, kecuali

telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda, dan membayar

pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hak pajak yang

dimaksud adalah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak (Nurmantu, 2005 dalam Rahayu, 2010).

2. Pelayanan Perpajakan dalam Meningkatkan Kepatuhan

Pelayanan perpajakan sebagai pelayanan publik. Keputusan

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993

mengartikan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah sebagai

bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi

bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-

undangan. Pelayanan pajak merupakan produk pelayanan produk dari

instansi pemerintah yang khusus berwenang mengurusi pajak yaitu

Direktorat Jendral Pajak. Kendati DJP tidak memberikan pelayanan secara

maksimal, penerimaan pajak yang ditetapkan dalam target penerimaan

tetap akan tercapai, berbeda dengan organisasi lain. Hal ini disebabkan

karena adanya sistem perpajakan yang disebut Self assesment system

(Rahayu, 134:2010).

Salah satu langkah penting yang dilakukan DJP sebagai wujud

nyata kepedulian pada pentingnya kualitas pelayanan adalah memberikan

pelayanan prima kepada wajib pajak dalam mengoptimalkan penerimaan

negara. Untuk itu pada awal tahun 2003 dibentuk Tim Modernisasi

Administrasi Perpajakan Jangka Menengah yang menyusun administrasi

perpajakan modern dengan sasaran:

1. Tercapainya tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak yang tinggi.

2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan

yang tinggi.

3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.

Terdapat dua macam kepatuhan, yakni: (1) kepatuhan formal

adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan

secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak

telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh)

Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah

memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi

ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara

substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai

isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat

meliputi kepatuhan formal. (2) kepatuhan material adalah wajib pajak

yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT)

sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak

sebelum batas waktu berakhir (Nurmantu, 2005 dalam Rahayu, 2010).

Kepatuhan wajib pajak dibentuk oleh dimensi pemeriksaan

pajak, penegakan hukum dan kompensasi pajak. Tujuan pemeriksaan

pajak adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Kajian mengenai pemeriksaan juga banyak

dilakukan oleh peneliti di negara Barat. Menurut Karanta yang dikutip

oleh Suryadi (2006) menyimpulkan bahwa pemeriksaan pajak akan

mendeteksi upaya wajib pajak untuk menghindar. Audit perpajakan juga

dapat menemukan kesalahan pelaporan pajak oleh wajib pajak.

Menurut Suryadi (2006), apabila penegakan hukum dapat

memberikan keadilan dan kepastian hukum maka Wajib Pajak akan taat,

Pajak merasa kompensasi pajak telah memenuhi harapan mereka maka

mereka akan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Wajib Pajak yang tergolong patuh dapat mencerminkan bahwa

dalam diri jiwa wajib pajak telah tertanam jiwa kebangsaan yang kuat

dalam mempertahankan kemaslahatan hidup manusia, sepanjang dalam

membayar pajak tersebut tidak merasa adanya unsur paksaan, walaupun

secara teori paksaan merupakan unsur pengertian pajak. Penekanan jiwa

kebangsaan dalam diri Wajib Pajak patuh berkaitan dengan pelayanan

yang diberikan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan adalah hal yang

wajar terlebih dalam era reformasi dan transparansi yang saat ini di tuntut

oleh pemerintah (Burton, 2006).

Kriteria untuk di tetapkan sebagai Wajib Pajak patuh Keputusan

Menteri Keuangan No. 235/KMK.03/2003 tentang kriteria Wajib Pajak

yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

192/PMK.03/2007 adalah:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dalam 2 tahun terakhir.

b. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT masa yang terlambat tidak

lebih dari 3 tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak

berturut-turut.

c. SPT Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat batas waktu

penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.

1) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak;

2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang

diterbitkan untuk 2 dua masa pajak terakhir.

e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

Kepatuhan Wajib Pajak adalah sifat patuh atau ketaatan wajib

pajak pada perintah-perintah yang dimaksud dalam Keputusan Menteri

Keuangan No 235/KMK.03/2003 tentang kriteria Wajib Pajak yang dapat

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak

sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

192/PMK.03/2007, tentang kriteria wajib pajak yang dapat diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Jadi, tingkat

kepatuhan wajib pajak adalah tingkat ketaatan wajib pajak pada perintah-

perintah sebagaimana dimaksud dalam keputusan diatas.

Dokumen terkait