• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DATA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Tingkat kesejahteraan psikologis dari remaja putra dan remaja putr

Purworejo tahun 2016.

Tingkat kesejahteraan psikologis remaja putra di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.2

Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Rentang Skor Kategori Frekuensi %

221 < x Sangat Tinggi 14 46,7%

187 < x ≤ 221 Tinggi 15 50%

153 < x ≤ 187 Sedang 1 3,3%

119 < x ≤ 153 Rendah - -

x ≤ 119 Sangat Rendah - -

Data pada tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti berikut:

Grafik 4.2

Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo 0 2 4 6 8 10 12 14 16

sangat tinggi tinggi sedang rendah sangat rendah

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis

remaja putra di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-

Mudi” di Purworejo pada kategori sangat tinggi sebanyak 14 orang (46,7%), pada kategori tinggi sebanyak 15 orang (50%), pada kategori sedang sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah tidak ada remaja putra yang berada didalam kategori tersebut. Artinya, hampir seluruh laki-laki yang ada di balai sudah memiliki kesejahteraan psikologis yang baik.

Tingkat kesejahteraan psikologis remaja putri di Balai Pelayanan

Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dapat digambarkan

sebagai berikut:

Tabel 4.3

Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja Putri di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Rentang Skor Kategori Frekuensi %

221 < x Sangat Tinggi 39 55,7%

187 < x ≤ 221 Tinggi 29 41,4%

153 < x ≤ 187 Sedang 2 2,9%

119 < x ≤ 153 Rendah - -

x ≤ 119 Sangat Rendah - -

Data pada tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti berikut:

G r

Grafik 4.3

Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja Putri di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Data diatas menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis

remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-

Mudi” di Purworejo pada kategori sangat tinggi sebanyak 39 orang (55,7%), pada kategori tinggi sebanyak 29 orang (41,4%), pada kategori sedang ssebanyak 2 orang (2,9%) , sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah tidak ada remaja putri yang berada didalam kategori tersebut. Artinya pada remaja putri yang menjadi penerima manfaat di balai ini juga sudah memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi.

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan remaja di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang sangat tinggi, tinggi, dan sedang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa baik remaja putra maupun remaja putri memiliki kemampuan evaluasi diri yang baik terhadap dirinya sendiri karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan remaja putra dan remaja putri memiliki kesejahteraan psikologis di kategori sangat tinggi dan tinggi, hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian dari Ryff bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara pria dan wanita.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh remaja yang berada di balai memiliki kesejahteraan psikologis yang baik, artinya para remaja sudah memiliki penilaian yang positif terhadap segala sesuatu yang terjadi disepanjang hidupnya. Remaja telah diajarkan untuk dapat menentukan hidupnya sendiri dan hidup mandiri. Remaja-remaja tersebut diberikan tugas-tugas harian serta pelatihan dan keterampilan saat ada di balai. Kemampuan para remaja yang cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi dan kepercayaan pada kemampuannya mengatasi masalah- masalah juga memungkinkan secara tidak langsung para remaja di balai mampu mengolah diri mereka menjadi lebih baik dan memperoleh kesejahteraan psikologis yang baik pula. Menurut Ryff (1996) , dalam kondisi lingkungan seperti apapun apabila individu memiliki kemampuan untuk mengelola lingkungan, mampu mengontrol susunan yang kompleks yang ada diluar diri, memanfaatkan segala kemungkinan yang ada dilingkungan sekitar secara efektif, mampu untuk menciptakan dan

mengelola keadaan yang cocok bagi kebutuhan dan nilai-nilai pribadi, maka individu tersebut mampu memiliki kesejahteraan psikologis. Kebanyakan para remaja yang berada di balai adalah anak terlantar dimana lingkungan asal mereka berbeda dengan lingkungan di balai, sehingga hal ini membuat para remaja di balai harus bisa beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Ada beberapa kemungkinan para remaja di balai bisa memperoleh kesejahteraan psikologis yang baik. Pertama, para remaja ini tinggal bersama di balai walaupun mereka adalah pendatang dari berbagai daerah kecil di sekitar Purworejo. Para remaja di balai diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan seperti piket harian dan kerja bakti, sehingga secara tidak langsung kegiatan ini menciptakan suatu hubungan dari satu orang dengan orang yang lain di balai termasuk dengan para pengasuh. Ryff (1996) mengatakan bahwa hubungan yang hangat bisa menciptakan sikap empati, hubungan pertemanan yang lebih dalam, dan memunculkan kasih sayang dengan sesama yang lebih besar. Menurut Ryff (1996), memiliki suatu hubungan yang hangat dengan orang lain itu sangat penting, karena hubungan yang hangat dengan orang lain juga menandakan sebagai suatu bentuk kedewasaan seorang individu terutama dalam mencapai kesejahteraan psikologis, sehingga hal ini juga menjadi suatu hal yang mungkin membuat kesejahteraan psikologis para remaja di balai menjadi baik.

Kedua, para remaja yang berada di balai ini diwajibkan untuk mandiri dan bertanggung jawab akan diri mereka sendiri terutama dalam menentukan pilihan. Baik dari hal berangkat sekolah, belajar, mencuci, membereskan tempat tidur, menentukan pilihan SMK mana yang akan mereka pilih, lalu pekerjaan apa yang akan mereka pilih ketika sudah lulus SMK dan keluar dari balai. Segala keputusan ada ditangan para remaja ini walaupun di balai diberikan berbagai macam pelayanan. Ryff (1996) mengatakan bahwa seseorang mampu memperoleh kesejahteraan psikologis karena mampu mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar- standar yang telah ditentukan oleh individu itu sendiri dan mampu menentukan pilihan hidupnya di masa yang akan datang sehingga membuat kehidupan yang sekarang menjadi lebih kreatif, semangat dan produktif.

Ketiga, pada penelitian ini kebanyakan remaja yang ada di balai adalah anak terlantar dimana para remaja tersebut masih memiliki keluarga, tetapi keluarga tersebut tidak mampu memberikan kebutuhan di bidang ekonomi dan pendidikan kepada anak sehingga dititipkan di balai. Di balai ini banyak fasilitas yang mendukung keseharian para remaja ini, seperti tempat tidur, kipas angin, komputer, jaringan internet, makan tiga kali sehari sesuai dengan asupan gizi, dan perlengkapan sekolah. Ryff (1996) mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh penghasilan seseorang dimana hal tersebut dapat mempengaruhi enam dimensi kesejahteraan psikologis (The National Survey of Families

and Households). Semakin tinggi tingkat penghasilan, semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis yang diperoleh, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut bisa sejalan dengan hasil penelitian ini dimana remaja di balai bisa memperoleh kesejahteraan psikologis yang baik karena terpenuhinya kebutuhan mereka untuk hidup dan sekolah dan fasilitas yang tidak didapatkan dari keluarga mereka tapi bisa mereka dapatkan di balai.

Hasil penelitian ini bisa tidak sejalan sebagaimana yang diungkapkan oleh Ryff dengan dugaan awal peneliti. Hal tersebut bisa muncul apabila ternyata fasilitas yang ada di balai bukan penyebab kesejahteraan psikologis remaja di balai baik. Peneliti mendasarkan dugaan tersebut berdasarkan pemahaman bahwa anak yang berada di balai adalah anak yang berkekurangan secara ekonomi, tetapi ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki taraf ekonomi rendah juga mampu memiliki kesejahteraan psikologis yang baik.

Dari beberapa kemungkinan tersebut, muncul juga penemuan bahwa beberapa tugas perkembangan menurut Hurlock (1980) sedang dalam proses pencapaian oleh para remaja di balai. Tugas perkembangan yang bisa dilihat adalah mempelajari hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, memiliki keterampilan intelektual dan kecakapan sosial serta mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab, mempersiapkan diri untuk memilih bidang pekerjaan atau karir agar bisa mandiri secara ekonomi di masa yang akan datang, dan membentuk nilai- nilai yang sesuai dengan lingkungan.

Menurut Hurlock (1980:239), remaja yang kurang mampu menyesuaikan diri sejak masa kanak-kanak, cenderung paling tidak berbahagia dan tetap tidak berbahagia sepanjang tahun-tahun awal masa remaja. Ketidakbahagiaan remaja lebih-lebih karena masalah-masalah pribadi daripada masalah-masalah lingkungan. Ia mempunyai tingkat aspirasi tinggi, yang tidak realistik bagi dirinya sendiri, dan bila prestasinya tidak memenuhi harapan, akan timbul rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bersikap bahwa dirinya tidak mampu. Oleh karena itu hal ini memunculkan kemungkinan bahwa beberapa remaja yang memiliki kesejahteraan psikologis pada kategori sedang dikarenakan individu tersebut memiliki kemampuan evaluasi diri yang kurang baik.

Adapun hal yang menjadi dugaan peneliti terkait dengan hasil penelitian ini karena hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan pengamatan peneliti semula bahwa tingkat kesejahteraan psikologis remaja di balai berada di kategori sedang ke bawah. Pada informasi awal yang diperoleh peneliti melalui wawancara kepada tiga responden di balai terungkap bahwa perhatian pengasuh sebagai pengganti orangtua para remaja masih dianggap kurang. Hal tersebut mungkin terjadi karena para pengasuh memenuhi kewajiban untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dikantor dimana para pengasuh bekerja sebagai pegawai negeri dan juga memiliki tanggungjawab kepada kepala balai dan pemerintah. Hal tersebut bertolak belakang dengan tingkat kesejahteraan psikologis para remaja yang menunjukkan hasil baik, padahal segala kegiatan, fasilitas dan

aktivitas yang ada dibalai tidak terlepas dengan adanya campur tangan dari para pengasuh, sehingga hal tersebut memunculkan kemungkinan apakah kesejahteraan psikologis tersebut memang dimiliki oleh para remaja di balai atau karena instrumen yang dibuat oleh peneliti memiliki kekurangan dalam hal perumusan pernyataan yang membuat para remaja cenderung memilih alternatif jawaban yang baik saja. Pernyataan yang dibuat oleh peneliti lebih banyak berbentuk pernyataan positif yang berisi tentang diri mereka dan kehidupan mereka di balai. Hal ini yang mungkin mendorong mereka untuk memberikan jawaban yang dapat berkesan baik.

Singkatnya, kesejahteraan psikologis bisa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adalah apabila remaja realistik tentang derajat penerimaan yang dapat mereka capai, dan merasa puas pada orang-orang yang menerima mereka dan menunjukkan kasih sayang pada orang-orang tersebut, kemungkinan untuk merasa bahagia pada masa remaja akan meningkat. Kebutuhan remaja akan dukungan atau penerimaan, kasih sayang dan prestasi menjadi ketiga unsur kebahagiaan yang bergantung pada lingkungan atau pada dirinya sendiri. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah pengendalian yang diberikan oleh lingkungan sedemikian rupa sehingga memperbolehkan remaja memuaskan kebutuhannya, ia akan bahagia sepanjang kebutuhannya bersifat realistik dalam arti sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi hal tersebut.

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dipaparkan tentang kesimpulan, keterbatasan dan saran.

A. Kesimpulan

Kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo yang mayoritas berstatus anak terlantar berada dalam kategori tinggi bahkan sangat tinggi. Artinya para remaja di balai sudah mampu mengevaluasi dirinya secara baik. Kesejahteraan psikologis para remaja di balai bisa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal lebih kepada hal yang berada diluar diri remaja baik lingkungan fisik maupun dukungan dari orang sekitar, misalnya perhatian dari para pengasuh, dan lingkungan fisik yang memadai. Hal ini sejalan dengan visi dan misi balai yakni membuat anak terlantar menjadi lebih sejahtera baik secara jasmani dan rohani. Oleh karenanya, secara tidak langsung pelayanan dan kegiatan yang diberikan oleh balai juga menunjang kesejahteraan psikologis para remaja. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi lebih kepada kemampuan para remaja untuk mengevaluasi segala peristiwa yang telah terjadi disepanjang hidupnya, misalnya kemampuan untuk menjalin hubungan yang hangat dengan remaja yang lain di balai, kemampuan untuk mandiri dalam menjalani hidupnya di balai, dan kemampuan untuk

bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas dan kewajiban mereka di balai.

B. Keterbatasan

Dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan masih ditemukan dalam kuesioner meskipun memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Kuesioner yang dibuat oleh peneliti masih memiliki kekurangan dalam mengungkap beberapa indikator instrumen dikarenakan ketidaksesuaian jumlah dari item favorable dan unfavorable

sehingga instrumen tersebut tidak mampu mengungkap kesejahteraan psikologis per dimensi secara memadai.

C. Saran

Beberapa saran yang dapat dipaparkan oleh peneliti untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja di balai, yaitu:

1. Bagi Para Pengasuh

Para pengasuh diharapkan bisa memberikan perhatiannya kepada para remaja yang ada di balai disela-sela waktu kosongnya ketika tugas administratif yang menjadi kewajiban para pengasuh sudah selesai dikerjakan.

2. Bagi Balai

Balai diharapkan bisa mempertahankan fasilitas yang telah diberikan kepada remaja lebih-lebih bisa meningkatkan fasilitas yang ada di balai, seperti penambahan unit komputer dan perbaikan fasilitas yang tidak bisa berfungsi secara baik lagi seperti kipas angin.

3. Bagi Peneliti Lain

Kuesioner yang dibuat oleh peneliti jumlah item favorable dan

unfavorable per indikatornya masih banyak yang tidak seimbang. Peneliti lain diharapkan bisa mengembangkan Kuesioner Kesejahteraan Psikologis yang telah dibuat peneliti. Hal yang harus dikembangkan adalah jumlah item favorable dan unfavorable setiap indikator yang sesuai dan seimbang sehingga kuesioner juga dapat mengungkap tingkat kesejahteraan berdasarkan masing-masing dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Mulia, dkk. 2013. Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Jakarta Timur: P3KS Press

Azwar, Saifuddin. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar Azwar, Saifuddin. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:

Pustaka Belajar

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.2012. Persentase Anak Terlantar (Usia 5-17 Tahun) Terlantar dan Jumlah Anak, Tahun 2012. (dalam http://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/230, diunduh pada tanggal 21 Agustus 2016, pukul 16.50 WIB)

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan) (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga. Kementerian Dalam Negeri. 2012. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun

2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. (dalam http://kepri.kemenag.go.id/file/file/Perpu/oyba1391564325.pdf, diunduh pada tanggal 28 Agustus 2016, pukul 15.20 WIB) Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah.

Yogyakarta: Kanisius

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 53 Tahun 2013

Periantalo, Jelpa. 2015. Penyusunan Skala Psikologi: Asyik, Mudah & Bermanfaat. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Priatna, Bambang Avip. 2008. Uji Coba Instrumen Penelitian dengan Menggunakan MS Excel dan SPSS, (dalam

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIK A/196412051990031-

BAMBANG_AVIP_PRIATNA_M/Makalah_November_2008.pdf, diunduh pada tanggal 7 Juli 2016, pukul 14.20 WIB)

Ryff, C. D. Dan Keyes, C. L. M.. 1995. The Structure of Psychological Well Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology. 69, 719-727.

Ryff, C. D. Dan Singer, B. H. 1996. Psychlogical Well Being: Meaning, Measurement and Implications for Psychoteraphy Research.

Journal of Psychoteraphy Psychomatics, 65, 14-23.

Ryff, C. D. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Exploration on the Meaning of Psychologial Well Being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069-1081.

Sugiyono.2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suparno, Paul. 2011. Pengantar Statistika Untuku Pendidikan dan Psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Synder, C.R., & S.J. Lopez. 2002. Hanbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press

Undang-Undang Republik Indonesia. 2002. No. 23 Tentang Perlindungan Anak, (dalam

http://www.depkop.go.id/attachments/article/1465/02.%20UU%20 No.%2023%20Tahun%202002%20tentang%20Perlindungan%20A nak.pdf, diunduh pada tanggal 15 Mei 2016, pukul 19.10 WIB)

62

Dokumen terkait