H. Pengolahan Peta
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat Kesesuaian Habitat
Kesesuaian habitat satwaliar adalah kemampuan habitat untuk menyediakan kebutuhan hidup satwaliar. Proses identifikasi atau menentukan kesesuaian habitat satwaliar adalah berdasarkan kajian dan penilaian (review and evaluate)
dari kebutuhan hidup (life requisites) satwaliar tersebut (Lekagul & McNeely, 1977). Penghitungan atau penentuan indeks kesesuaian habitat didasarkan pada asumsi bahwa individu atau kelompok suatu suatu spesies akan memilih
kebutuhan hidupnya (Schamberger & O’Neill, 1λ86 dalam Coops & Catling, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemodelan kesesuaian habitat satwa liar (wildlife habitat suitability mapping) merupakan suatu analisis hubungan komplek antara beberapa variasi faktor lingkunganyang tersedia yang merupakan kebutuhan hidup dari satwaliar dalam bentuk geografis. Kesesuaian habitat dapat dianalisis dengan komponen-komponen seperti ketinggian tempat, kemiringan lereng,jarak dari jalan, suhu dan kerapatan tajuk.. Hari hasil analisis masing- masing peta tematik diperoleh data peta setiap variabel seperti berikut :
a. Peta Kerapatan Tajuk
Hasil analisis citra landsat menjadi peta kerapatan tajuk, daerah yang paling luas adalah daerah dengan kerapatan tajuk sedang dengan nilai 2,29 ≤ LAI <4,58 yakni seluas 18.688,28 ha. Daerah ini kebanyakan berada memusat di sekitar Gunung Gede. Selain itu, daerah dengan kerapatan tajuk rendah dengan nilai 0 ≤ LAI < 2,29 seluas 3.611,79 ha sedangkan daerah yang paling kecil luasannya adalah daerah dengan nilai LAI ≥4,58 yakni sebesar 2.28λ,76 ha yang berada pada daerah puncak gunung. Daerah ini merupakan daerah dengan kerapatan tajuk tinggi. Peta hasil dari analisis citra landsat menjadi peta kerapatan tajuk/LAI (Leaf Area Index) pada Gambar 9.
Gambar 9 Peta kerapatan tajuk di TNGGP
b. Peta Sebaran Suhu
Hasil analisis citra landsat menjadi peta suhu diperoleh hasil, kawasan di TNGGP yang paling luas adalah daerah dengan sebaran suhu berkisar ≥ 0 < 140C yakni seluas 12.315,6 ha. Daerah ini terletak pada daerah kaki Gunung Gede dan Pangrango. Kemudian daerah dengan suhu berkisar ≥ 180C adalah daerah dengan luasan terbesar kedua yakni seluas 7.612,56 ha. Daerah yang paling kecil luasannya adalah daerah yang bersuhu sekitar ≥ 14 kurang dari 180C dengan luas 4.937,76 ha. Peta hasil analisis citra landsat menjadi peta sebaran suhu dihasilkan peta tematik yang disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10 Peta sebaran suhu di TNGGP
c. Peta Ketinggian Tempat
Hasil analisis peta kontur menjadi peta ketinggian dihasilkan peta tematik seperti Gambar 11. Hasil analisis ketinggian tempat di TNGGP diperoleh hasil daerah yang paling luas adalah daerah dengan ketinggian 1000- 2000 m dpl sebesar 8.128 ha. Daerah dengan ketinggian 500-1000 m dpl adalah daerah dengan luasan terbesar kedua yakni sebesar 6.718 ha. Untuk daerah yang paling kecil luasannya adalah daerah dengan ketinggian 2000-3000 m dpl dengan luas sebesar 9.424 ha.
Gambar 11 Peta ketinggian tempat di TNGGP
d. Peta Kemiringan Lereng
Hasil analisis peta kontur menjadi peta kemiringan lereng diperoleh peta tematik seperti pada Gambar 12. Kemiringan lereng di kawasan TNGGP diperoleh hasil bahwa daerah yang paling kecil luasannya adalah daerah dengan kemiringan lereng 23-32° dengan luas sebesar 2.184,818 ha. Daerah dengan kemiringan lereng 0-23° adalah daerah dengan luasan terbesar kedua dengan luas 8.642,723 ha. Daerah yang paling besar luasannya adalah daerah dengan kemiringan lereng besar dari 32 °dengan luas 13.589,955 ha.
Gambar 12 Peta kemiringan lereng di TNGGP
e. Peta Jarak dari sungai
Hasil analisis peta jaringan sungai menjadi peta jarak dari sungai diperoleh peta tematik pada Gambar 13. Peta jarak dari sungai di kawasan TNGGP diperoleh hasil bahwa daerah yang paling kecil luasannya adalah daerah dengan jarak dari sungai 0-10 mdengan luas sebesar 1.907 ha. Kemudian daerah dengan jarak dari sungai 10-30 m adalah daerah dengan luasan terbesar kedua dengan luas 5.256 ha. Daerah yang paling besar luasannya adalah daerah dengan jarak lebih dari 30 m dengan luas 17.107 ha.
Gambar 13 Peta jarak dari sungai di TNGGP f. Analisis Komponen Utama
Hasil analisis spasial tiap titik individu kodok merah pada kelima variabel tersebut (ketinggian tempat, kemiringan lereng, kerapatan tajuk, suhu dan jarak dari jalur manusia/patroli) dianalisis dengan metode PCA, sehingga menghasilkan data komponen utama. Data hasil analisis PCA disajikan pada Tabel 10 dan vekor ciri pada Tabel 11.
Tabel 10 Hasil analisis PCA titik perjumpaan kodok merah di TNGGP Komponen
Utama
Akar Ciri
Total % Keragaman % Kumulatif
1 2,222 44,40 44,40
2 1,413 28,30 72,70
3 1,060 21,20 93,90
4 0,216 04,30 98,20
Tabel 11 Vektor ciri titik perjumpaan kodok merah di TNGGP
Variabel Komponen Utama
1 2 3
Jarak dari sungai 0,075 -0,273 0,900
Kelerengan -0,523 0,440 -0,083
Ketinggian 0,592 0,147 0,315
LAI -0,587 -,0,362 -0,050
Suhu 0,164 0,761 0,283
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari lima variabel yang ditelaah, dapat disederhanakan oleh tiga komponen. Dimana tiga komponen tersebut sudah menyerap sebagian besar varian yang terkandung dalam matriks data awal. Sebanyak 93,90 % dari kelima variabel di atas telah dapat dijelaskan oleh komponen 1, 2 dan 3, 16,10% dipengaruhi oleh faktor lain. Variabel yang masuk dalam komponen 1 adalah ketinggian, kerapatan tajuk (LAI) dan kemiringan lereng, sedangkan variabel yang masuk dalam komponen 2 adalah suhu, serta variabel yang masuk pada komponen 3 adalah jarak dari sungai.
Faktor bobot menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-masing variabel habitat. Nilai bobot ditentukan dengan mempertimbangkan skor PCA masing-masing komponen utama dan vektor ciri terbesar dari masing-masing komponen. Tabel bobot tiap variabel dapat dilihat padaTabel 12.
Tabel 12 Nilai bobot setiap variabel lingkungan hidup kodok merah berdasarkan PCA
Variabel Skor Keragaman PCA Nilai Bobot
Jarak dari sungai 1,060 1,060
Kelerengan 2,222 2,222
Ketinggian 2,222 2,222
Kerapatan Tajuk 2,222 2,222
Suhu 1,413 1,413
Berdasarkan data pada Tabel 12 maka indeks kesesuaian habitat bagi kodok merah di TNGGP memiliki model sebagai berikut :
Y = {(2,222,x FK1) + (2,222x FK2) + (2,222x FK3) + (1,413x FK4) + (1,060x FK5)}.
Keterangan :
Y= Model Frekuensi pertemuan kodok merah di TNGGP, FK1= Faktor ketinggian, FK2= Faktor kerapatan tajuk, FK3= Faktor kemiringan lereng, FK4= Faktor suhu, FK5= Faktor jarak dari sungai.
g. Model Kesesuaian Habitat
Hasil peta tematik tiap-tiap kesesuaian habitat kodok merah dianalisis secara spasial dengan menggunakan beberapa metode dimulai dari metode
scoring, pembobotan, dan metode overlay sehingga menghasilkan peta kesesuaian habitat. Dari peta model tersebut diperoleh nilai piksel terendah 0 dan tertinggi 27,417 dengan standar deviasi data yang dihasilkan sebesar 8,988 dan rerata (mean) sebesar 9,795. Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan selang indeks kesesuaian habitat kodok merah seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Nilai skor tiap kelas kesesuaian kodok merah di TNGGP
Selang Skor Kategori Klasifikasi
Kesesuaian Min - (mean+0,5 Std. Dev) 0,00 – 14,289 IKH1 Rendah (Max KKHI) - (Max KKHI+ 0,5 Std) 14,289 – 18,783 IKH2 Sedang (Max KKH2) – Max 18,783 – 27,417 IKH3 Tinggi IKH : Indeks Kesesuaian Habitat
Hasil analisis model spasial kodok merah di kawasan TNGGP di peroleh hasil bahwa habitat dengan tingkat kesesuaian tinggi mempunyai luas sebesar 653,625 ha, tingkat kesesuaian habitat rendah memiliki luas tertinggi yakni 16.077,847 ha dan tingkat kesesuaian sedang mempunyai luas 7.686,023 ha. Peta hasil analisis kesesuaian habitat dengan klasifikasi indeks kesesuaian habitat rendah, sedang dan tinggi disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Peta kesesuaian habitat kodok merah di TNGGP
Peta kesesuaian habitat kodok merah di lokasi Rawa Denok, Rawa Gayonggong, Curug Cibeureum dan Lebak Saat dapat dilihat pada Gambar 15. Peta kesesuaian habitat kodok merah di lokasi Bedogol dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 15 Peta Kesesuaian habitat kodok merah di Rawa Denok, Rawa Gayonggong, Curug Cibeureum dan Lebak Saat
Gambar 16 Peta Kesesuaian habitat kodok merah di Bedogol
Uji validasi dilakukan terhadap model peta kelas kesesuaian dan koordinat ada/tidaknya ditemukannya kodok merah. Hasil validasi diperoleh nilai persentasi kelas kesesuaian. Kelas kesesuaian rendah sebesar 0%, kelas kesesuaian sedang sebesar 38 % dan kelas kesesuaian tinggi sebesar 62% . Titik-titik yang digunakan dalam validasi model dapat dilihat pada Gambar 17. Jumlah titik yang digunakan dalam validasi adalah sebanyak 20 titik lokasi. Titik yang digunakan dalam pembuatan model dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 17 Titik validasi kodok merah di TNGGP
Gambar 18 Titik yang digunakan dalam membuat model kesesuaian habitat kodok merah
2. Preferensi Habitat a. Komponen Fisik
Berdasarkan pengamatan, jumlah kodok merah terbanyak ditemukan di Curug Cibeureum dan Rawa Denok, sedangkan jumlah paling sedikit dijumpai di Rawa Gayonggong. Di lokasi Lebak Saat dan Bedogol tidak ditemukan kodok merah.. Jumlah kodok merah yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah kodok merah pada setiap lokasi berdasarkan ketinggian tempat dan frekuensi kehadiran
Lokasi Ketinggian (m dpl) N1 N2 N3 Rawa Denok 1819 19 5 16 Rawa Gayonggong 1599 4 2 4 Curug Cibeureum 1650 13 20 14 Lebak Saat 2323 0 - - Bedogol 691 0 - - Keterangan :
N= Jumlah pada pengamatan ke-
Di lokasi penelitian Rawa Denok, Rawa Gayonggong dan Curug Cibeureum dilakukan ulangan sebanyak tiga kali ulangan. Rerata kodok merah yang dijumpai pada lokasi penelitian Rawa Dedok adalah 14 ekor, Rawa Gayonggong sebanyak tiga ekor dan Curug Cibeureum sebanyak 16 ekor. Di lokasi Lebak Saat dan Bedogol hanya dilakukan ulangan sebanyak satu kali untuk pengamatan miktohabitat, pada lokasi ini tidak ditemukan kodok merah sama sekali.
Hasil pengamatan dan penelitian di lima lokasi penelitian diduga terdapat beberapa faktor fisik yang mempengaruhi sebaran populasi kodok merah di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kisaran hasil pengamatan di lokasi Rawa Denok, Rawa Gayonggong, Curug Cibeureum, Lebak Saat dan Bedogol dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Kisaran beberapa faktor fisik yang mempengaruhi penyebaran kodok merah di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Variabel
Lokasi Penelitian
Rawa Denok Rawa
Gayonggong
Curug
Cibeureum Lebak Saat
Bedogol Ketinggian (m dpl) 1.807-1885 1.624 1650 2.302-2.371 682-732 Subsrat Tanah (%) Pasir (%) Kerikil (%) Batu (%) 35 0 0 65 50 0 0 50 0 0 0 100 62 0 0 8 97 0 0 3 Suhu udara (°C) 15,0-16,1 16-16,5 16,0 14,0 22,8 Suhu air (°C), 20,0-21,0 15,0-16,0 15,0-15,5 11,0 22,0 Kelembaban udara (%) 89 79-89 80-89 89 91 Diameter Lubang (mm) 135-270 - 275 - - Kedalaman lubang (mm) 50-360 - 900 - - Kecepatan arus (m/dtk) 0,63-0,83 0,17-0,2 0,50-0,56 0,30 0,33 Lebar sungai (m) 4,8-8,7 1,0-1,5 3,0-4,3 2,1-5,3 2,5-6,0 Jarak ditemukannya
kodok dari permukaan tanah (m)
0,04-1,0 0,05-0,80 0,1-2,9 - -
Jarak ditemukannya kodok dari sumber air (m)
0-8,4 0-3,4 0-4,6 - -
Jarak dari jalan manusia/jalan patroli (m)
117,0-303,8 1,5-3,5 22,7-40,0 4,5-160,4 240-820
Rata-rata ditemukannya kodok merah (ekor/hr)
14 4 15 0 0
Dari Tabel 11 dapat dicermati bahwa kodok merah berada di daerah ketinggian dengan kisaran 1.624 m dpl (di Rawa Gayonggong) sampai 1885 m dpl (di Rawa Denok). Secara umum kodok dijumpai di substrat berbatu dan juga bertanah dengan kisaran suhu 15 - 16,5 °C. Suhu air pada habitat kodok merah berkisar 15-21 °C dengan kelembaban udara 79-89 %. Pada saat penelitian dilakukan beberapa kodok merah di Rawa Denok dan Curug Cibereum berada di lubang dengan diameter lubang berkisar 135-270 mm, dan kedalaman lubang 50- 900 mm. Kecepatan arus sungai tercepat pada lokasi penelitian adalah di Rawa Denok yaitu berkisar 0,63-0,83 m/dtk. Kecepatan arus sungai terkecil adalah di
Rawa Gayonggong berkisar 0,17-0,20 m/dt, sungai ini termasuk berarus lambat. Lebar sungai pada lokasi penelitian berkisar 1,0-8,7 m. Rawa Gayonggong memiliki sungai tersempit dengan kisaran 1-1,5 m yang berada di bawah jembatan menuju Curug Cibeureum. Kodok merah hampir selalu dijumpai di permukaan tanah, walaupun pernah ditemukan di atas permukaan batu dengan ketinggian dari permukaan dasar sungai mencapai 2,9 meter. Dua lokasi tempat ditemukannya kodok merah (Rawa Gayonggong dan Curug Cibereum) sangat dekat dengan aktifitas manusia, sementara di Rawa Denok jarak lokasi sangat jauh dari aktivitas manusia (mencapai 300 m dari jalan patroli/jalur manusia).
Jenis subsrat dianalisis dengan menggunakan uji beda chi-square untuk melihat seberapa besar perbedaan subsrat antara lokasi ditemukannya kodok merah dengan lokasi tidak ditemukannya kodok merah (Tabel 16 ). Hasil uji beda chi-square pada tabel di atas menunjukan adanya perbedaan nyata subsrat antara lokasi ada/tidak dijumpai kodok merah (p < 0,05).
Tabel 16 Uji beda chi-square antara substrat dengan ada/tidak ditemukannya kodok merah
Ada/tidak ada kodok merah Subsrat Chi-Square 12,600 64,686 Df 1 2 Asymp sig 000 000 b. Komponen Biotik
Hasil pengamatan dan identifikasi jenis vegetasi pada masing-masing lokasi penelitian sebagai berikut :
1. Rawa Denok
Dari 40 kuadrat plot di lokasi penelitian ini ternyata jenis Famili Hepaticopsida (lumut) menempati 28 lokasi kuadrat plot, diikuti oleh jenis Bryopsida (lumut) yaitu 23 lokasi kuadrat plot. Jenis yang paling sedikit menempati kuadrat plot tersebut adalah Ficus recurva, Acer laurinum, dan
dan frekuensi vegetasi yang terdapat pada lokasi Rawa Denok dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Jenis dan frekuensi vegetasi di Rawa Denok
2. Rawa Gayonggong
Jumlah kuadrat plot di Rawa Gayonggong adalah paling sedikit yaitu hanya 10 kuadrat plot. Jenis vegetasi yang frekuensi terbanyak di Rawa Gayonggong adalah jenis Bryopsida (lumut), Hepaticopsida (lumut) dan Marumia muscosa masing-masing menempati keseluruhan kuadrat plot. Jenis vegetasi yang frekuensinya paling sedikit adalah jenis pisang-pisangan (Musa sp). Jenis dan frekuensi vegetasi yang terdapat pada lokasi Rawa Gayonggong dapat dilihat pada Gambar 20. 0 5 10 15 20 25 30 Hepaticopsida Bryopsida Elatostem m a sp Strobilanthus sp Begonia sp Im patiens platypetala Cyrtandra picta Selaginella sp Cyathea sp Diplazium sp Eupatorium pallescens Asplenium sp Medinilla hasseltii Prochris laevigata Argostem m a m ontanum Bryonopsis laciniosa Ficus sp Frecynetia sp Pilea trinervia Eupatorium riparium Pandanus sp Pilea sp Cyperus sp Diplazium repandum Peperom ia pellucida Schefflera arom atica Curculigo recurvata Piper aduncum Ficus recurva Acer laurinum Coniogram m ae sp Je ni s Frekuensi
0 2 4 6 8 10 12 Bryopsida Hepaticopsida Marum ia m uscosa Diplazium sp Prochris laevigata Eupatorium riparium Peperom ia pellucida Musa sp Je ni s Fre kue ns i
Gambar 20 Jenis dan frekuensi vegetasi di Rawa Gayonggong 3. Curug Cibeureum
Jenis vegetasi yang menempati kuadrat plot terbanyak di Curug Cibeureum adalah jenis Selaginella sp, sedangkan jenis yang paling sedikit menempati kuadrat plot dilokasi penelitian ini adalah jenis Pilea trinervia, Pilea sp dan jenis Marumia muscosa. Jenis dan frekuensi vegetasi yang terdapat pada lokasi penelitian Curug Cibeureum dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Jenis dan frekuensi vegetasi di Curug Cibeureum 4. Lebak Saat
Jumlah kuadrat plot di Lebak Saat adalah 14 kuadrat plot. Pada lokasi ini tidak ditemukan kodok merah, jenis vegetasi terbanyak di lokasi ini adalah
Impatiens platipetala. Jenis dan frekuensi vegetasi pada lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 22.
0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0
S ela g in ella sp Hep a tico p sid a Bryo p sid a Cya th ea sp Ela to stem m a sp Pro ch ris la evig a ta Im p a tien s p la typ eta la Eu p a to riu m rip a riu m Pep ero m ia p ellu cid a Dip la ziu m sp Eu p a to riu m p a llescen s Ma ru m ia m u sco sa Pilea sp Pilea trin ervia
Je
nis
Gambar 22 Jenis dan frekuensi vegetasi di Lebak Saat
5. Bedogol
Jumlah kuadrat plot di Bedogol adalah 30 kuadrat plot. Di lokasi ini tidak ditemukan kodok merah. Jenis vegetasi terbanyak di lokasi ini adalah Selaginella sp. Jenis vegetasi yang hanya menempati satu kuadrat plot adalah Begonia sp, calocasia esculenta, Cyrtandra picta, Drynarian sp, Ficus sp, Laportea stimulans, Perstrophe hysopyfolia. Jenis dan frekuensi vegetasi di lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 23. 0 5 10 15 20 Selaginella sp Diplazium sp Elatostem m a sp Im patiens platypetala Piper aduncum Schism atoglotis sp Marum ia m uscosa Pilea trinervia Eupatorium pallescens Hepaticopsida Bam busa sp Cyathea sp Prochris laevigata Begonia sp Coffea sp Diplazium esculentum Medinilla hasseltii Am om um coccineum Asplenium sp Bryopsida Caliiandra sp Crocus sp Cyrtandra picta Cyrtandra reticosa Dicksonia blum ei Ficus recurva Acer laurinum Colocasia esculenta Curculigo recurvata Drynariansp Ficus sp Laportea stim ulans Peristrophe hysopyfolia Pilea sp Strobilanthus sp Je ni s Jumlah (ind)
Gambar 23 Jenis dan frekuensi vegetasi di Bedogol
Secara keseluruhan jenis vegetasi yang terdapat pada lokasi ditemukannya kodok merah (Rawa Denok, Rawa Gayonggong dan Curug Cibeureum) dapat dilihat dapat Gambar 24. Gambar 25 menerangkan jenis dan frekuensi vegetasi tidak ditemukannya kodok merah (Lebak Saat dan Bedogol).
0 2 4 6 8 10 12 14 16 Selaginella sp Elatostemma sp Diplazium sp Schismatoglotis sp Marumia muscosa Bambusa sp Eupatorium pallescens Piper aduncum Coffea sp Diplazium esculentum Prochris laevigata Amomum coccineum Caliiandra sp Crocus sp Cyathea sp Cyrtandra reticosa Dicksonia blumei Begonia sp Colocasia esculenta Cyrtandra picta Drynariansp Ficus sp Laportea stimulans Peristrophe hysopyfolia
Je
n
is
Frekuensi
Gambar 24 Jenis vegetasi dan frekuensi pada pada habitat ditemukannya kodok merah (Rawa Denok, Rawa Gayonggong dan Curug Cibeureum)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 Hepaticopsida Bryopsida Selaginella sp Elatostem m a sp Cyathea sp Prochris laevigata Im patiens platypetala Diplazium sp Eupatorium riparium Peperom ia pellucida Eupatorium pallescens Begonia sp Marum ia m uscosa Strobilanthus sp Cyrtandra picta Medinilla hasseltii Pilea trinervia Asplenium sp Bryonopsis laciniosa Ficus sp Pilea sp Frecynetia sp Pandanus sp Argostem m a m ontanum Curculigo recurvata Cyperus sp Diplazium repandum Musa sp Schefflera arom atica Piper aduncum Acer laurinum Coniogram m ae sp Ficus recurva Je n is Jumlah (ind)
Gambar 25 Jenis vegetasi dan frekuensi pada pada habitat tidak ditemukannya kodok merah (Lebak Saat dan Bedogol)
Analisis data untuk mengetahui jenis yang paling membedakan antara lokasi ditemukannya kodok merah dengan lokasi tidak ditemukannya kodok merah, berdasarkan persamaan regresi logistik dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 16. Hasil analisis regresi logistik metode forward stepwise terhadap keseluruhan variabel didapatkan bahwa jenis yang sangat berpengaruh terhadap kehadiran kodok merah dengan variabel yang memiliki taraf nyata secara statistika (p< 0,05) adalah Bryopsida, Marumia mucosa, Pilea trinervia dan Piper aduncum.
0 5 10 15 20 Selaginella sp Diplazium sp Elatostem m a sp Im patiens platypetala Piper aduncum Schism atoglotis sp Marum ia m uscosa Pilea trinervia Eupatorium pallescens Hepaticopsida Bam busa sp Cyathea sp Prochris laevigata Begonia sp Coffea sp Diplazium esculentum Medinilla hasseltii Am om um coccineum Asplenium sp Bryopsida Caliiandra sp Crocus sp Cyrtandra picta Cyrtandra reticosa Dicksonia blum ei Ficus recurva Acer laurinum Colocasia esculenta Curculigo recurvata Drynariansp Ficus sp Laportea stim ulans Peristrophe hysopyfolia Pilea sp Strobilanthus sp Je ni s Jumlah (ind)
Dengan menggunakan uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan signifikansi sebesar 0,987 (p > 0,05). Dinyatakan layak dengan uji Hosmer-Lemeshow jika signifikansi model (p> 0,05). Nilai Nagelkerke R2 sebesar 76% merupakan gambaran sejauh mana variabel-variabel vegetasi menjelaskan hubungan varian vegetasi dan kehadiran kodok merah. Sisanya yaitu sebesar 24 % dijelaskan oleh vegetasi lain yang tidak masuk di dalam jenis yang terbentuk.
Dari lima lokasi penelitian ternyata ada pemilihan habitat oleh kodok merah. Pengujian terhadap indeks pemilihan habitat dilakukan menggunakan uji
Chi-square ( 2hit) dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran akan ada tidaknya
pemilihan (seleksi) atas habitat tertentu. Kriteria uji yang digunakan adalah jika
2
hit > 2(0.05,k-1) maka terdapat pemilihan habitat/seleksi dan jika 2hit ≤ 2(0.05,k-1)
maka tidak terdapat pemilihan habitat (Tabel 17).
Tabel 17 Nilai Chi-square pemilihan habitat tertentu oleh kodok merah
Lokasi a (m2) p ni=Oi Ei=∑ni.pi Oi - Ei (Oi-Ei) 2 /Ei 2(0.05,4) Rawa Denok 14400 0,16 14 5,28 0,72 14,40 Rawa Gayonggong 12000 0,13 4 4,40 -0,40 0,04 Curug Cibeureum 12000 0,13 15 4,40 10,60 25,54 Lebak Saat 15600 0,17 0 5,72 -5,72 5,72 Bedogol 36000 0,40 0 13,2 -13,2 13,2 Jumlah 90000 1.00 33 33 58,89 9,49
Keterangan: a=luas areal pengamatan, p=proporsi luas areal pengamatan, Oi=jumlah kodok yang ditemukan, Ei=harapan jumlah kodok merah
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa nilai 2hit > 2(0.05,k-1), yaitu >
9,49 sehingga terdapat pemilihan habitat tertentu oleh kodok merah. Kodok merah dapat ditemukan di lokasi Rawa Denok, Rawa Gayonggong dan Curug Cibeureum, sedangkan pada lokasi Lebak Saat dan Bedogol pada saat penelitian tidak ditemukan sama sekali.
Analisis faktor digunakan untuk menentukan faktor mikrohabitat yang paling dominan. Hasil analisis diperoleh variabel mikro habitat yang paling berpengaruh dalam menentukan frekuensi perjumpaan kodok merah adalah jarak dari air, jarak dari jalur dan variabel ketinggian tempat. Vektor ciri yang mempengaruhi perjumpaan kodok merah dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Vektor ciri PCA mikrohabitat kodok merah Komponen
Utama
Akar Ciri
Total % Keragaman % Kumulatif
1 2,001 66,687 66,687
2 0,973 31,421 99,108
3 0,027 0,892 100,00
Hasil analisis PCA Tabel 18 menjelaskan bahwa dengan menggunakan satu komponen utama sudah dapat menjelaskan varian sebanyak 66,68% sedangkan 33,32 % lainnya dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan analisis faktor dapat dijelaskan bahwa dengan satu komponen cukup untuk mereduksi variabel bebas yang ada sehingga hanya satu faktor yang terbentuk dengan komponen matrik seperti pada Tabel 19. Sebelum uji beda nyata dilakukan uji homogenitas data seperti yang terlihat pada Tabel 20.
Tabel 19 Komponen matrik faktor yang mempengaruhi perjumpaan kodok merah
Variabel Komponen
Jarak dari sumber air (m) 0,232
Jarak dari jalur (m) 0,988
Ketinggian tempat (m) 0,985
Tabel 20 Uji homogenitas variabel jarak dari air dan jarak dari jalur kodok merah
Variabel Levene Statistic df1 df2 df3
Jarak dari air (m) 8,528 2 94 000
Jarak dari jalur manusia (m) 51,208 4 135 000
Hasil Tabel 20 menunjukan bahwa data kedua variabel menunjukan syarat kemohogenan data (p < 0,05). Kemudian perlu dilakukan uji beda nyata (analisis Kruskal Wallis) untuk menentukan variabel yang paling dominan (Tabel 21). Berdasarkan pada Tabel 21, diperoleh faktor yang paling dominan menentukan ditemukannya kodok merah adalah jarak dari jalur manusia (p < 0,05).
Tabel 21 Uji Kruskal Wallis antara jarak dari sumber air dan jarak dari jalur manusia terhadap ada/ tidaknya ditemukan kodok merah
Jarak dari sumber air (m) Jarak dari jalur manusia (m)
Chi-Square 0,841 78,327
df 2 2
Asymp sig 0,657 000