• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Populasi Rafflesia micropylora Meijer

5.2.1.1.3. Tingkat pancang

-5 10 15 20 25 30 35

Euphorbiaceae Meliaceae Rutaceae Lainnya

INP (%)

Famili

Gambar 6 Persentase famili tingkat tiang berdasarkan INP.

5.2.1.1.3. Tingkat pancang

Jumlah spesies yang didapat pada vegetasi tingkat pancang yaitu 52 spesies dengan 24 famili. Dari 52 spesies vegetasi tingkat pancang, Glochidion kollmannianum merupakan spesies yang paling dominan dengan nilai INP 22,31%, dan diikuti oleh spesies Aglaia argentea, Hydnocarpus woodii,

Parashorea parvifolia, dan Aglai odorata sebagaimana yang tersaji pada Tabel 8. Selain 5 spesies yang paling dominan terdapat 21 spesies lainnya yang memiliki INP terendah dengan nilai INP 1,10% (Lampiran 3).

Tabel 8 Lima spesies tingkat pancang yang memiliki tingkat INP tinggi

No Nama Ilmiah Famili KR (%) FR (%) INP (%)

1 Glochidion kollmannianum Euphorbiaceae 10,54 11,76 22,31

2 Aglaia argentea Meliaceae 10,18 9,55 19,74

3 Hydnocarpus woodii Flacourtiaceae 11,27 6,61 17,89

4 Parashorea parvifolia Dipterocarpaceae 8 7,35 15,35

5 Aglaia odorata Meliaceae 6,18 8,08 14,27

Nilai kerapatan vegetasi tertinggi pada tingkat pancang dimiliki oleh H. woodii dengan nilai KR 11,27% dan diikuti oleh spesies G. kollmannianum,

Aglaia argentea, P. parvifolia dan A. odorata. Spesies yang paling menyebar ialah G. kollmannianum, A. argentea, A. odorata, P. parvifolia, dan H. woodii. Salah satu kemampuan menyebarnya suatu spesies ditentukan oleh kemampuannya dalam menyesuaikan habitatnya, terutama terhadap media tanah dan kebutuhan unsur hara yang diperlukan. Spesies yang menyebar tidak selalu menggambarkan penyebaran terhadap famili.

Gambar 7 menunjukkan famili Euphorbiaceae memiliki nilai INP tertinggi dan diikuti oleh famili Meliaceae, dan Anonaceae.

-5 10 15 20 25

Euphorbiaceae Meliaceae Annonaceae Lainnya

INP (%)

Famili

Gambar 7 Persentase famili tingkat pancang berdasarkan INP.

Jika diperhatikan dari famili tingkat pohon, tiang, dan pancang memiliki persamaan famili di tingkat pertama dan kedua yaitu famili Euphorbiaceae dan Meliaceae. Sebagai perbandingan, di habitat R. patma Cagar Alam Penanjung Pangandaran Jawa Barat di tingkat pancang yaitu Euphorbiaceae dan Meliaceae juga menempati posisi pertama dan kedua (Mukmin 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat pancang habitat Rafflesia di hutan hujan dataran rendah yang mendominasi adalah famili Euphorbiaceae dan Meliaceae. 5.2.1.1.4 Tingkat semai/tumbuhan bawah

Vegetasi tingkat semai/tumbuhan bawah memiliki jumlah spesies yang paling banyak ditemukan, yaitu mencapai 73 spesies dengan 33 famili. Spesies yang paling dominan ditemukan adalah Parashorea parvifolia dengan INP 26,23%, diikuti oleh Elatostema vitatum, Toona sureni, Boesenbergia sp. dan

Smythea lanceata (Tabel 9). Daftar lengkap spesies tingkat semai/tumbuhan bawah dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 9 Lima spesies tingkat semai/tumbuhan bawah yang memiliki tingkat INP tinggi

No Nama Ilmiah Famili KR (%) FR (%) INP (%)

1 Parashorea parvifolia Dipterocarpaceae 19,22 17 26,23

2 Elatostema vitatum Urticaceae 10,69 4,67 15,37

3 Toona sureni Meliaceae 6,97 2,80 9,78

4 Boesenbergia sp Zingiberaceae 4,34 4,67 9,01

5 Smythea lanceata Rhamnaceae 5,58 1,86 7,45

Spesies P. parvifolia merupakan spesies yang hampir menyebar di setiap petak contoh, dan termasuk kedalam INP terbesar pada tingkat semai. Spesies P. parvifolia termasuk juga kedalam INP terbesar pada tingkat pohon. Hal ini

menunjukkan bahwa P. parvifolia tingkat regenerasinya cukup baik. Walaupun demikian, jika dilihat dari famili ranking berdasarkan nilai INP, maka famili Euphorbiaceae memiliki nilai INP tertinggi sebesar 24% diikuti oleh Araceae, Rubiaceae, dan Meliaceae (Gambar 8).

Jumlah famili yang terdapat di tingkat semai/tumbuhan bawah merupakan jumlah famili yang terbanyak didapat jika dibandingkan dengan jumlah famili tingkat pohon, tiang, dan pancang. Hal ini berarti tingkat semai memiliki famili yang lebih beragam dibanding dengan tingkat pancang, tiang dan pohon.

-2 4 6 8 10 12 14 16 Famili INP (%)

Gambar 8 Persentase famili tingkat semai/tumbuhan bawah berdasarkan INP.

5.2.1.1.5 Keanekaragaman spesies tumbuhan

Tingginya keanekaragaman tumbuhan terutama yang berhabitus pohon merupakan salah satu indikator bahwa hutan tersebut masih alami. Nilai-nilai pengukuran keanekaragaman spesies (Dmg, H’, dan E) untuk tingkat vegetasi semai/tumbuhan bawah, pancang, tiang, dan pohon tersaji dalam Tabel 10.

Tabel 10 Keanekaragaman spesies tumbuhan pada petak habitat R. micropylora

Tingkat Vegetasi Dmg H’ E

Pohon 7,08 2,96 0,83

Tiang 7,51 3,17 0,89

Pancang 9,07 3,37 0,85

Semai/tumbuhan bawah 10,97 3,72 0,87

Besarnya nilai kekayaan spesies (Dmg) menunjukkan bahwa tingkat semai/tumbuhan bawah tertinggi dengan nilai Dmg = 10,67, kemudian tingkat pancang Dmg = 9,07, tiang Dmg = 7,51, dan tingkat pohon Dmg = 7,08. Kekayaan spesies ditentukan oleh tingkat penemuan spesies pada suatu komunitas vegetasi yang dipengaruhi oleh banyaknya jumlah spesies dan jumlah individu yang terdapat pada suatu komunitas (Afrianti 2007).

Selain itu, tingkat semai/tumbuhan bawah memiliki keanekaragaman yang tertinggi juga, dan diikuti oleh tingkat vegetasi pancang, tiang dan pohon. Pohon memiliki nilai keanekaragaman yang sedang. Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener yaitu selang nilai >3 memiliki nilai keanekaragaman yang tinggi, penyebaran jumlah individu tiap famili tinggi dan kestabilan komunitas tinggi. Selang 1-3 memiliki nilai keanekaragaman yang sedang, penyebaran jumlah individu tiap famili sedang dan komunitas yang sedang. Sementara nilai < 1 memiliki keanekaragaman yang rendah, penyebaran jumlah individu tiap famili rendah dan komunitas yang rendah (Barbour et al.

1987 diacu dalam Afrianti 2007).

Nilai indeks kemerataan spesies yang memiliki selang antara 0-1. Dimana nilai 0 menunjukkan tingkat kemerataan spesies tumbuhan pada tingkat sangat tidak merata. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan hampir seluruh spesies yang ada mempunyai kelimpahan yang sama (Magurran 1988). Nilai indeks kemerataan (Evenness) hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tingkatan vegetasi tersebut memiliki kelimpahan yang hampir sama, walau dari nilai tersebut untuk nilai indeks kemerataan tingkat tiang yang paling tinggi di antara keempat tingkatan vegetasi tersebut. Nilai indeks kemerataan tingkat tiang memperlihatkan hampir menyebar merata pada setiap petak contoh jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan/permudaan lainnya.

Jika dibandingkan dengan penelitian habitat Rafflesia lainnya yang terdapat di hutan Sumatera menunjukkan komposisi spesies yang berbeda, seperti tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11 Perbandingan spesies-spesies vegetasi tingkat pohon (diameter > 10 cm) pada berbagai habitat Rafflesia di Sumetera

No Nama Spesies Famili SYH HND EKW PNL

1 Villebrunea rubescens Urticaceae 9 9

2 Nauclea purpurascens Rubiaceae 9

3 Sauraia vulcanica Sauriaceae 9

4 Sloanea sigun Tiliaceae 9

5 Commersonia batramia Sterculiaceae 9

6 Litsea velutina Lauraceae 9

7 Styrax agresten Styracaceae 9

8 Turpinia sphaerocarpha Staphyllaceae 9 9 Macaranga gigantean Euphorbiaceae 9

10 Dyera costulata Apocinaceae 9

11 Artocarpus elasticus Moraceae 9

12 Tetracera asiatica Delleniaceae 9

13 Oroxylum indica Bignonaceae 9

14 Glycosmis pentaphylla Rutaceae 9

15 Artocarpus sp. Moraceae 9

16 Pseudovaria reticulata Annonaceae 9

17 Baccaurea cf. Pyriformis Euphorbiaceae 9

18 Litsea robusta Lauraceae 9

19 Stromboisa javanica Ulmaceae 9

20 Baccaurea macrocarpa Euphorbiaceae 9

21 Syzygium kunstleri Myrtaceae 9

22 Dacryodes longifolia Burseraceae 9

23 Artocarpus lanceifolius Moraceae 9

24 Cratoxylon cochinchinense Guttiferae 9

25 Aporasa arborea Euphorbiaceae 9

26 Euvodia macrocarpa Rutaceae 9

27 Knema lauria Myrtaceae 9

28 Hellicia serrata Proteaceae 9

29 Santiria laevigata Burseraceae 9

30 Glochidion sp. Euphorbiaceae 9

31 Aglaia argentea Meliaceae 9

32 Murraya paniculata Rutaceae 9

33 Pterospermum javanicum Sterculiaceae 9

34 Ficus sp. Moraceae 9

35 Nephelium rubescens Sapindaceae 9

36 Salacia sp. Celastraceae 9

37 Aphanamixis polystachya Meliaceae 9

38 Ardisia fuliginosa Myrsinaceae 9

39 Smythea lanceata Rhamnaceae 9

Keterangan: SYH (Syahbuddin 1981), HND (Hernidiah 1999), EKW (Ekawati 2001), PNL (Penelitian ini)

Berdasarkan Tabel 11, hanya satu spesies pada tingkat pohon yang sama dengan habitat lainnya yaitu spesies Villebrunea rubescens. Spesies tersebut berada pada habitat R. arnoldii yang diteliti oleh Syahbuddin (1981) di Cagar Alam (CA) Palupuh dan sama dengan yang diteliti oleh Ekawati (2001) pada R. arnoldii di Gunung Sago Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat. Sedangkan dari perbandingan spesies-spesies vegetasi tingkat permudaan anakan

pohon (diameter 2-10 cm) pada berbagai habitat Rafflesia yang ada di Sumatera (Tabel 12), tiga spesies yang sama dengan penelitian di tempat lain.

Tabel 12 Perbandingan spesies-spesies vegetasi tingkat permudaan anakan pohon (diameter 2-10 cm) pada berbagai habitat Rafflesia di Sumetera.

No Nama Spesies Famili SYH HND EKW PNL

1 Villebrunea rubescens Urticaceae 9 9

2 Roureopsis sp. Connaraceae 9

3 Milletia sericea Papilinaceae 9

4 Nauclea purpurascens Rubiaceae 9

5 Pravinia mindanaensis Rubiaceae 9

6 T. lanceolarium Vitaceae 9

7 Caryota mitis Arecaceae 9 9

8 Syzygium sp. Myrtaceae 9

9 Artocarphus fulficortex Moraceae 9 10 Sterculiaceae oblongata Sterculiaceae 9

11 Mamecylon costatum Meliaceae 9

12 Santiria laevigata Burseraceae 9 9

13 Fordia cf. Joharensis Fabaceae 9

14 Litsea robusta Lauraceae 9

15 Ficus sp. Moraceae 9

16 Mysetia sp. Rubiaceae 9

18 Palaquium dasyphyllum Sapotaceae 9

19 Litsea firma Lauraceae 9

20 Strombosia javanica Nemaceae 9

21 Tetrastigma papilosum Vitaceae 9

22 Macaranga tribola Euphorbiaceae 9

24 Syzygium sp. Myrtaceae 9

25 Euvodia macrocarpa Rutaceae 9

26 Burkilanthus malaccensis Rutaceae 9

27 Dacryodes longifolia Burseraceae 9

29 Litsea sp. Lauraceae 9

30 Cinnamomum cassia Lauraceae 9

31 Koilodpas brevipes Euphorbiaceae 9

32 Smythea lanceata Rhamnaceae 9

33 Ichnocarpus sp. Apocynaceae 9

34 Dalbergia sp. Fabaceae 9

35 Derris elliptica Papilionaceae 9

36 Glochidion sp. Euphorbiaceae 9

37 Aglaia argentea Meliaceae 9

38 Trivalvaria macrophylla Annonaceae 9

39 Smythea lanceata Rhamnaceae 9

40 Pterospermum javanicum Sterculiaceae 9

Keterangan: SYH (Syahbuddin 1981), HND (Hernidiah 1999), EKW (Ekawati 2001), PNL (Penelitian ini)

Tiga spesies tersebut yaitu Villebrunea rubescens, Caryota mitis dan

Santiria laevigata. Spesies V. rubescens terdapat pada habitat R. arnoldii yang di CA Batang Palupuh (Syahbuddin 1981) yang memiliki kesamaan dengan Ekawati (2001) di Gunung Sago pada spesies V. rubescens. Sementara spesies Caryota mitis sama dengan yang diteliti Syahbuddin (1981) dan Hernidiah (1999) dan di habitat R. arnoldii CA Batang Palupuh pada habitat R. hasseltii di Taman

Nasional Bukit Tigapuluh Riau-Jambi. Spesies Santiria laevigata terdapat pada habitat yang diteliti oleh Hernidiah (1999) dan Ekawati (2001).

Spesies yang ada pada berbagai habitat tingkat permudaan anakan pohon belum menunjukkan kesamaan spesies yang signifikan, terutama pada spesies vegetasi R. micropylora pada penelitian ini. Tidak terdapat satu spesies pun yang sama baik dari tingkat pohon maupun dari tingkat permudaan anakan pohon dari berbagai habitat Rafflesia yang terdapat di Sumatera. Ketidaksamaan vegetasi dari berbagai habitat Rafflesia yang ada, menunjukkan bahwa Rafflesia memiliki karakteristik habitat yang sangat unik pada setiap tipe habitatnya.

5.2.1.1.6 Stratifikasi dan penutupan tajuk vegetasi

Dari pengambilan stratifikasi penutupan tajuk dengan lima petak seluas 0,2 ha (Gambar 9), didapat nilai strata tajuk yang digambarkan berada pada strata A, B, dan C. Strata tajuk A yaitu spesies Parashorea parvifolia,Artocarpus sp., dan

Hydnocarpus woodii. Kemudian pada strata B ditunjukkan oleh spesies

Eucalyptus sp., Mallotus oblongifolius,Pterospermum javanicum, Aglaia odorata,

dan Diospyros perfida. Sementara untuk strata C merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di antaranya spesies Mallotus oblongifolius, Eucalyptus sp.,

Glochidion kollmaniannaum, dan Hydnocarpus woodii.

Besarnya nilai penutupan tajuk yang ada yaitu 55,15%. Nilai penutupan tajuk sedemikian akan menguntungkan bagi spesies vegetasi tertentu untuk pertumbuhannya, baik pertumbuhan tinggi maupun pertumbuhan diameter batang. Misalnya famili Dipterocarpaceae pada intensitas cahaya 50-70% sangat bagus untuk pertumbuhan tinggi, bobot kering, indeks luas daun dan tingkat kematian semai yang rendah (Tjondronegoro 1983 diacu dalam Soerianegara 1991). Sementara Soerianegara (1991) menunjukkan pada penelitiannya dengan intensitas cahaya 40-50% merupakan intensitas cahaya yang optimal bagi anakan semai dari famili Dipterocarpaceae. Hal ini memperlihatkan salah satu spesies yang diuntungkan tersebut dengan keadaan penutupan tajuk yang demikian ialah spesies P. parvifolia.

13. Glochidion kollmaniannaum Keterangan: Knop Rafflesia

14. Mallotus oblongifolius A : Strata A (tinggi pohon ≥ 30 m)

15. Mallotus oblongifolius B : Strata B (tinggi pohon ≥ 20-29 m)

16. Hydnocarpus woodii C : Strata C (tinggi pohon ≥ 4-19 m)

17. Glochidion kollmaniannaum 1. Artocarpus sp. 18. Hydnocarpus woodii 2. Eucalyptus sp. 19. Cryptocarya mentek 3. Mallotus oblongifolius 20. Glochidion kollmaniannaum 4. Eucalyptus sp. 21. Diospyros perfida 5. Eucalyptus sp. 22. Murraya paniculata 6. Eucalyptus sp. 23. Aglaia odorata 7. Aglaia odorata 24. Parashorea parvifolia 8. Diospyros perfida 25. Parashorea parvifolia 9. Eucalyptus sp. 26. Mallotus oblongifolius 10. Hydnocarpus woodii 27. Cryptocarya mentek 11. Kayu kemong 12. Hydnocarpus woodii

Gambar 9 Bentuk profil hutan vertikal dan horizontal tingkat pohon.

Penutupan tajuk akan memberi dampak yang positif bagi pertumbuhan salah satu spesies yaitu P. parvifolia dari famili Diterocarpaceae. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya spesies P. parvifolia mendominasi pada tingkat semai.

Gambar 10 Kondisi habitat R. micropylora.

Penutupan tajuk berpengaruh terhadap perubahan iklim mikro. Namun pada penutupan tajuk vegetasi yang terbuka (Gambar 9) kurang mendukung terhadap pertumbuhan R. micropylora. Hernidiah (1999) mengatakan, selain cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan yang mempengaruhi secara langsung terhadap keberadaan Rafflesia, terjadinya pembukaan tajuk yang berlebihan menyebabkan Rafflesia akan mengalami kekeringan dan pada akhirnya kematian. Akan tetapi, keberhasilan suatu tumbuhan pada suatu habitat ditentukan oleh kemampuan sifat adaptasi mekanisme fisiologis terhadap keadaan lingkungan yang khusus. Apabila keadaan lingkungan setempat tidak cukup mendukung maka keadaan optimal tidak akan tercapai (Soerianegara 1991). Selanjutnya Soerianegara dan Indrawan (1983) menyatakan bahwa stratifikasi yang terjadi dalam suatu tumbuh-tumbuhan di hutan terjadi karena adanya persaingan dimana spesies tertentu berkuasa (dominan) dari spesies lain, pohon-pohon tinggi dalam lapisan paling atas menguasai pohon-pohon yang dibawahnya.

Dokumen terkait