Batasan pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli tergantung dari sudut pandang yang dipergunakan dalam member arti pendidikan. Sudut pandang ini dapat bersumber dari aliran falsafah, pandangan hidup ataupun ilmu – ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia. Dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang system pendidikan naisonal adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sertaketrampilan yang diperlukan dirinya, , masyarakat, bangsa dan Negara (UU RI No 24 2003).
Menurut UU SISDIKNAS No. 20, indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari :
a. Pendidikan dasar jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah
b. Pendidikan menengah : jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar
c. Pendidikan tinggi : jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pascasarjana, doktor, dan spesialis yang diselenggrakan oleh perguruan tinggi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengetahuan semakin bertambah sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan kepusat- pusat pelayanan kesehatan yang baik.
11.Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perceptio: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagilingkungan mereka. (Wikipedia, 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) didefinisikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu,atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal.
Persepsi bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka persepsi dapat dikemukakan karena perasaan dan kemampuan berfikir. Pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu struktur, hasil persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan yang lain karena sifatnya sangat subjektif (Walgito, 2004).
b. Jenis-jenis persepsi
Menurut Walgito (2004) ada beberapa jenis persepsi yaitu: persepsi melalui indera pendengaran, persepsi melalui indera penciuman, persepsi melalui indera pengecap dan persepsi melalui indera kulit atau perasa. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persepsi berasal dari panca indera, apabila persepsi tersebut selaras dengan pengetahuan maka hal tersebut dikatakan sebagai persepsi positif, akan tetapi jika objek persepsi
tidak selaras dengan pengetahuan maka hal tersebut akan menjadi persepsi negatif.
c. Proses terjadinya persepsi
Pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya objek /stimulus yang merangasang untuk ditangkap oleh panca indra(objek tersebut menjadi perhatian panca indra), kemudian stimulus/objek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya “kesan” atau jawaban(respon) adanya stimulus, berupa kesan atau respon dibalikkan ke indra kembali berupa “tanggapan” atau persepsi atau hasi indra berupa pengalaman hasil pengolahan otak.
Walgito (2004) mengemukakan bahwa tahapan persepsi ada empat yaitu: 1) Proses fisik, yaitu proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera
manusia.
2) Proses fisiologis, yaitu diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor ke otak melalui syaraf-syaraf sensorik.
3) Proses psikologis, yaitu proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptornya. Hasil dari proses persepsi, yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka proses terjadinya persepsi yaitu adanya rangsang dari luar, adanya kesadaran individu terhadap rangsang, individu menginterpretasi rangsang tersebut, dan mewujudkan dalam bentuk tindakan. Selain itu terdapat proses fisik, fisiologis, psikologis, dan hasil dari proses persepsi.
d. Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
1.Minat/kebutuhan
Seseorang akan cenderung mempersepsikan sesuatu
berdasarkan kebutuhannya saat ini. Contoh sederhana, seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain yang baru saja makan.
2.Pengalaman
Sebagai hasil dari proses belajar, pengalaman akan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan
sesuatu. 3.Sikap
Sikap juga bisa mempengaruhi persepsi. Orang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu hal kemungkinan akan melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan orang lain. 4.Informasi
Ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. (http://Determinan Persepsi, 2011).
Menurut Walgito (2004) dalam persepsi, individu harus mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterimanya sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi
individu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat
yang berperan dalam persepsi. Faktor-faktor stimulus terdiri dari 3 yaitu pertama, objek yang dipersepsi adalah objek mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus yang datang dari luar individu langsung mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Stimulus juga dapat datang dari dalam diri individu, langsung mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun, sebagian besar stimulus datang dari luar individu tersebut. Kedua, alat indera, saraf dan susunan saraf pusat. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada ke susunan saraf pusat yaitu otak sebagai pusat kesadaran sebagai alat untuk mengadakan respon yang diperlukan saraf motorik. Ketiga, perhatian untuk menyadari sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
12. Konsep dan Perangkat Analisis Gender
Menurut Winjosastro, dkk (2006) mengatakan bahwa :
a.Pembagian Pekerjaan Berbasis Gender
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktifitas yang berbeda, walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut berbeda melintas kelas dan komunitas. Aktifitas tersebut juga berubah sepanjang waktu. Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan commit to user
pekerjaan rumah tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam produksi barang – barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal dengan peran reproduktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga, makanan dan sumber daya terutama peran produktif.
b.Peran Gender dan Norma
Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan berpilaku secara berbeda. Mereka dibiasakan untuk berperilku sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus berpakaian dengan cara yang berbeda, memainkn permainan yang berbeda, tertarik pada isu yang berbeda dan memiliki respon yang tidak sama dalam segala situasi. Ada persepsi yang disepakati bersama bahwa apa yang dilakukan laki-laki lebih baik dan bernilai dari apa yang dilakukan perempuan. Dampak dari peran gender yang dibentuk secara sosial dirasakan signifikan pada area seksualitas dan perilaku sosial. Perempuan diharapakan membuat diri mereka menarik
bagi laki-laki, tetapi bersikap lebih pasif, menjaga
keperawanan, tidak pernah memulai aktifitas seksual dan melindungi diri mereka dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena commit to user
perempuan dianggap memiliki dorongan seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan dikendalikan adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan seksual yang tidak dapat terkendali. Laki-laki sering kali diharapkan bersikap jantan dan memiliki dorongan seksual yang tidak terkendali saat dorongan tersebut muncul, memulai aktivitas seksual dan secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.
c. Kekuasaan dan pengambilan Keputusan
Laki-laki mempunyai akses kontrol yang besar tehadap kekuasaan dan pengambilan keputusan daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan keterampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan karena merekalah yang memegang otoritas. Laki- laki kerap kali memiliki keuasaan yang lebih besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas.
13. Alokasi Peran Antara Suami dan Istri Dalam Kesehatan
Reproduksi
Pengertian peran menurut Soekanto (2002) adalah merupakan aspek dinamis kehidupan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Berbicara tentang peran antara suami dan istri, erat kaitannya dengan commit to user
kesetaraan pria dan wanita yang dituntut di dalamnya. Menurut Ilyas dkk (2006) Terdapat enam bentuk keterlibatan pria dalam kesehatan reproduksi yaitu:
a. Supporting (Dukungan)
Yaitu keterlibatan suami dalam bentuk memberi dukungan kepada wanita menjalani tugas reproduksinya. Termasuk dalam keterlibatan suami dalam perhatian, pengertian, masukan dan empati, mendampingi dan membantu pemeliharaan kesehatan, menciptakan suasana yang nyaman, menunjukkan sikap diri dan perilaku yang positif, misalnya kemauan menunda melakukan hubungan seks di saat istri tidak menghendaki, serta turut melaksanakan tugas rumah yang ringan. Contohnya keinginan suami menunda melakukan hubungan seksual sampai istri selesai masa menstruasi.
b. Providing (ketersediaan)
Yaitu keterlibatan suami dalam bentuk menyediakan segala kebutuhan untuk memperoleh kesehatan reproduksi istri yang tidak hanya berupa materi, tetapi juga immateri. Keterlibatan dapat meliputi menyediakan berbagai kebutuhan pangan, sandang, papan, menyediakan bahan-bahan perwatan kesehatan reproduksi, menyediakan biaya dan peluang untuk pelayan kesehatan yaitu memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan istri dan bayi, menyediakan informasi berkenaan dengan perawatan dan pelayanan kesehatan reproduksi istri. Contohnya laki-laki (suami) dalam mencari nafkah untuk menyediakan kebutuhan keluarga.
c. Subtituting (alih peran)
Yaitu keterlibatan suami dengan mengambil alih peran yang pada umumnya dilaksanakan oleh istri dalam keluarga. Pengambilalihan ini tidak dilakukan secara total dari istri, tetapi pria menggantikannya agar istri terhindar dari resiko kesehatan reproduksi. Misalnya terlibat aktif dalam pengasuhan, perawatan dan penjagaan anak, dan mengambil alih tugas rumah di saat istri membutuhkan istirahat yang cukup. Contohnya terlibat aktif membereskan dan merapikan rumah, menyapu dan mengepel rumah, mengasuh anak. Kondisi ketika istri sedang hamil dan istri pasca melahirkan, yang membutuhkan Istri rahat yang cukup.
d. Sharing (menjalin komunikasi)
Yaitu keterlibatan suami dengan menjalin komunikasi dan dialog dengan wanita sangat bermanfaat bagipencapaian kesepakatan secara setara antara pria dan wanita untuk pengambilan keputusan dalam keluarga, meliputi kehidupan seksual bersama dengan pembagian peran dan tanggung jawab reproduksi, penentuan jumlah kelahiran, penggunaan alat kontrasepsi seperti jenis kontrasepsi dan siapa yang menggunakan, pemilihan pelayanan kesehatan, pemecahan masalah kesehatan reproduksi, khususnya yang dialami istri dan pendidikan anak. Dengan keterlibatan ini, suami memberi peluang bagi istri untuk menyatakan kehendak, prinsip, pandangan, pertimbangan, dan kebutuhan reproduksinya. Komunikasi berperan paling utama dalam kehidupan berumah tangga. Contohnya komunikasi dua arah untuk membicarakan perihal hubungan seksual, suami dan istri harus mengkomunikasikan dan sama-sama menikmati ketika melakukannya,menikmati hubungan seks bukan hanya urusan suami saja, namun urusan istri juga.
e. Decision making (pengambil keputusan)
Yaitu keterlibatan suami dalam pengambilan keputusan kesehatan reproduksi yang berpihak pada istri. Dengan keterlibatan ini suami akan mengambil keputusan dalam keluarga yang berpihak kepada istri, baik melalui diskusi dengan istri maupun tidak. Keterlibatan ini dalam wilayah publik, suami menempatkan posisi yang membuatnya memiliki otoritas untuk mengambil keputusan yang juga berpihak kepada istri, mulai dari penyusunan undang- undang dan pengembangan teknologi hingga penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi. Contohnya merencanakan jumlah anak, mengasuh anak dan mendidik anak.
f. Practicing (keterlibatan suami dalam kontrasepsi)
Yaitu keterlibatan suami dalam kontrasepsi. Alat kontrasepsi dan pemakaiannya seharusnya tidak selalu ditujukan pada istri, tetapi juga pada suami. Keterlibatan ini secara psikologis tidak akan menempatkan tubuh istri sebagai obyek dari kebijakan pengembangan teknologi dan kependudukan yang diambil korporasi dan negara. Secara etis, dalam lingkup keluarga keharusan pemakaian alat kontrasepsi itu menjadi semakin kuat untuk menghindarkan istri dari IMS (Infeksi Menular Seksual) dan resiko pemakaian alat untuk mengendalikan kelahiran (KB). Contohnya Bentuk partisipasi laki-laki (suami) dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi laki- laki atau suami secara langsung (sebagai peserta KB) adalah keikutsertaan suami dalam menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi (kontrasepsi pria).
14. Teori Peran
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
Menurut BKKBN (2007) Peran dan tanggung jawab pria
dalam kesehatan reproduksi khususnya pada Keluarga
Berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
a.Peran Suami Sebagai Motivator
Dalam melaksanakan Keluarga Berencana, dukungan suami sangat diperlukan. Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai.
b.Peran suami sebagai edukator
Selain peran penting dalam mendukung mengambil keputusan, peran suami dalam memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obat atau jadwal untuk kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak boleh commit to user
dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan sangat berperan bagi isri saat akan atau telah memakai alat kontrasepsi. Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita (istri) saja. c. Peran suami sebagai fasilitator
Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai.
Menurut Romauli dan Vindari (2012) peran wanita adalah serangkaian perilaku yang diharapakan sesuai dengan teori
posisi sosial yang diberikan kepada wanita. Peran
menerangkan pada apa yang harus dilakukan wanita dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri dan harapan orang lain. Dalam penelitian ini menekankan peran wanita dalam keluarga. Menurut Romauli dan Vindari (2012), peran wanita dalam keluarga antara lain:
a. Peran wanita sebagai istri dan pendamping suami
Keberhasilan suami didukung oleh dukungan dari seorang istri. Untuk itu peran wanita sebagai istri pendamping suami diantaranya memposisikan diri sebagai istri sekaligus ibu, teman, dan kekasih bagi suami. Menjadi teman diskusi seraya memberikan dukungan motivasi
kepada suami. Berbagi rasa suka dan duka serta
memahami keadaan keadaan, kedudukan, tugas
dan tanggung jawab suami. Menjaga kesesuaian
hubungan suami istri.
b. Peran wanita sebagai ibu dan pendidik bagi anak-anak
Setelah melahirkan, wanita akan berperan sebagai ibu. Bila ibu tersebut mampau menciptakan iklim psikis yang gembira, bahagia dan bebas sehingga suasana rumah tangga menjadi semarakdan bisa memberikan rasa aman, bebas, hangat dan menyenangkan. Selain berperan sebagai
ibu, wanita juga berperan dalam mendidik dan
menciptakan moralitas dan akhlak yang baik bagi anak- anaknya.
c. Peran wanita sebagai partner seks
Tujuan berumah tangga adalah meneruskan keturunan, dengan begitu hubungan intim pasangan suami istri sudah
menjadi satu kesatuan. Ada relasi seksual yang
memuaskan. Kehidupan seks yang memuaskan disebabkan karena kehidupan psikis yang stabil, imbang tanpa konflik-konflik batin yang serius. Ada kesediaan untuk memahami partnernya serta rela berkorban.
d. Peran wanita sebagai pengatur/pengelola rumah tangga
Dalam hal ini terdapat relai-relasi formal dan semacam pembagian kerja diaman suami bertindak sebagai pencari nafkah, istri berfungsi sebgai pengurus rumah tangga tetapi seringkali juga berperan sebagai pencari nafkah. Dalam pengurusan rumah tangga hal yang sangat terpenting adalah faktor kemampuan membagi waktu dan tenaga untuk melakukan berbagai macam tugas rumah tangga.