• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV A NALISIS DATA

LANDASAN TEORI

A. TINGKAT 1. Pengerti

simana yang n tersebut kemamj nilai-nil >EMAHAMAN KEAGAMAAN an tingkat pemahaman keagamaan

'emahaman kegagamaan disini mengandung pengertian bahwa sampai temampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama engandung nilai-nilai luhurnya serta mempraktikkan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku. Hal ini akan terlihat dari uan seseorang untuk memahami, menghayati dan mengaplikasikan

u luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengan ut agama karena menganut keyakinan agam tersebutlan yang terbaik karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu dotampi Ikannya dalam dikap dan tingkah laku keagamaan yang mencentiinkan ketaatan terhadap agamanya.

i igama sering dipraktikkan hanya menyangkut hubungan vertikal dengan tuhannya. Sama sekali tidak berkaitan dengan persoalan sehari-hari. Dogmat sme dan ritualisme semata bukanlah pertanda “kebangkitan agama”! tarena ada yang amat menDesak masyarakat kita saat ini adalah nilai praktis dan aplikatif dari ajaran-ajaran agama tersebut. Tatkala sebuah konseps tentang agama tidak lagi punya makna, ia akan ditinggalkan dan diganti (lengan ajaran yang baru. Citra agama harus selali di sesuaikan dengan perkembangan zaman, artinyaa setiap generasi harus melahirkan senduru

agama kemanu perwuju

beragan kepribac

yang layak” agar kehadirannya berarti jamuan atas kelangsungan iaan universal tanpa pandang bulu. Pada konteks inilha kita menaati iann agama “autentik” yang senantiasa memberi jawaban mrmuaskan atas segila persoalan soaial yang melanda masyarakat.

Dalam kehidupan kemasyarakatan banyak ditemukan mereka yang itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe ian masing-masing. Kondisi ini menrut temuan psikologi agama memper garuh sikap keagamaan seseorang, dengan demikian pengaruh tersebut secara umum meberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masung- masing. Willian James melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya. Dalam bukunyj “The Varieties o f religious eksperience” menilai secara garis besamy. sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yait i: (Dr. jalaludin,1966:109)

a. Tipe orang yang sakit jiwa (the sick soul)

1) r Tpe ini dilatar belakangi oleh faktor interen (dalam diri) adalah : (a) Tempramen

Adalah unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan kejiwaan seseorang.

(b) Gangguan jiwa

Tindak tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang dita,pilkan tergantung dari gejala gangguan juwa yang mereka hadapi.

2) piri-c

(c) Konflik dari keraguan

Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti taat, fanatik hingga ke atcis.

d) Jauh dari tuhan

Seseorang yang kehidupannya jauh dari ajaran ahama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat mengahadapi cobaan. (Dr. Jalaludin, 1996:110)

ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan Icejiwaan itu pada umumnya menampilkan sikap:

a) Pesimis

Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cennderung untuk berpasrah kepada nasib yangtelah mereka terima

(b) Introvert

Sikap pesimis membawa mereka bersikap objektif, segala marabahaya dan penderitaan selalu dihubungkan dengan kesalahan diri dan dosa yang telah di perbuatnya.

0 ) Menyenangi paham ortodoks

sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasih, sehingga mereka lebih menyenangi paham keagamaan yang lebuh konservatif dan ortodoks.

) Mengalami proses keagamaan non graduasi

Proses timbulnya keyakinan terhadap ajaran agama umumnya

3)

menjadi tahu dan kemudian mengamalkan nya dalam bentuk amalan rutin yang wajar. Jadi timbulnya keyakinan beragama pada mereka ini berlangsung secara mendadak dan berubah tiba-tiba. 7aktor ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap ceagamaan secara mendadak adalah :

[a) Musibah

Suatu musibah dapat menggoncangkan jiwa sering menimbulkan kesadaran pada diri manusia berbagai macam tafsiran, yaitu sebagai peringatan dari Tuhan kepada dirimya.

itb) Kejahatan

Munculnya perasaan berdosa, menyesal dan bertobat atas perbuatan jahatnya akan mendorong mereka untuk mencari penyaluran menurut penilaiannya dapat memberi ketentraman jiwa, yaitu kembali kepada agama sehingga akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatic (Dr. Jalaludin, 1996:114)

b. Tipe orang yang sehat j iwa (healthy-Minded- Janes)

1) Ciri-ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiw a menurut W Slarbuck yang dikemukakan oleh W.H. Clark dalam bukunya

Psychology o f Religion ” adalah: (c.) Optimis dan gembira

Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Mereka beranggapan bahwa pahala

adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya, bukan sebagai peringatan Tuhan.

(b) Ekstovet dan tak mendalam

Sikap optimis yang terbuka yang dimiliki orang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai akses agamis tindakannya. Mereka berpandangan keluar dan membawa suasana hatinya lepas dari kungkungan ajaran keagamaan yang terlampaui menjelimet.

>[c) Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal

Sikap yang dimiliki orang yang sehat jiw a ini cenderung menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal, yang mana mereka lebih menyukai keislaman yang lunak (Dr. Jalaludin, 1996:116) 2) Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovert maka mereka

c enderung:

(a) Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku;

( d) Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas;

O p) Menentukan ajaran cinta kasih dari pada kemungkaran dan dosa; (< l) Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosal; (< t) Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan; (i j) Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama;

) Selalu berpandangan positif; (1) Berkembang secara graduasi.

Walaupun keberagaman orang dewasa ditandai dengan keteguhan dalam pendirian, ketepatan dalam kepercayaan baik dalam bentuk positif m aupui negatif. Namun dalam kenyataan yang ditemui masih banyak juga orang dewasa yang berubah keyakinan dan kepercayaan. Perubahan itu bisa beraba i dari acuh tak acuh dari agama, atau ke arah ketaatan terhadap agama (Dr. Jaaludin, 1996:117).

2. Agama dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

Di tengah semakin kentalnya ghirah keagamaan masyarakat sekitar, tidak bisa dipungkiri justru banyak pertanyaan kritis yang terlontar seiring semaki] i kentalnya simbolisme ketaqwaan. Pangkal sebabnya, tatkala tingkat pemahaman keagamaan (relogiositas) seseorang pada tataran ritual dipandang berkorelasi positif dengan dimensi etis kesehariannya, tak pelak bakal selalu menjadi pertanyaan besar jika kenyataan yang kasat mata menunjukkan hal sebaliknya.

Kenyataan bahwa kebangkitan agama-agama dengan semakin derasny i simbol-simbol religiositas di bumi ini malah menjadi paradoks dengan kenyataan kehidupan sosial kita sehari-hari, semakin mengencangkan kritisme sementara kalangan tentang apa sebenarnya makna ghirah ritual keagamitan yang menyala-nyala itu.

ftering disampaikan bahwa agama mempunyai peran vital dalam meletak! can kerangka landasan moral, etik dan spiritual. Jika itu yang dijadikan sasaran akhir, jelas bahwa agama-agama harus menunjukkan “prestasi” lebih dari apa yang telah ditampilkannya. Perilaku semangat

ritualisme atau ghirah keagamaan yang mengedepankan dalam kehidupan sosial masyarakat ternyata tidak lantas pararel, dengan gelagak yang sama dengan memberi solusi implemaentatif bagi segenap ketimpangan dan penyakit sosial yang melanda masyarakat saat ini (Dr Jalaludin, 1996: 228).

Eanyak persoalan yang amat mendasar di negeri ini, membutuhkan sumbangsih agama sesegera mungkin untuk menyelesaikannya. Agama tidak bisa disebut berhasil bila hanya membuat pemeluknya khusyu’ berdo’a, tetapi tidak bermanfaat apa-apa dalam meningkatkan kesejahteraan hidup, tidak bersuara apa-apa ketika hak-hak kepentingan masyarakat yang sah diabaikan, hanya menanamkan kebencian tetapi tidak mampu memberikan kedamaian di hati bagi para pemeluknya.

/g am a sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap suatu yang bersifat idikodrati (supranatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup yang luas. Menurut seorang ahli psikolog agama bernama Elisabetl K. Borttinghm berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipaham melalui definisi melainkan melalui diskripsi atau menggambarkan tak ada satupun definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan.

Dengan demikian unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah:

(a) Kekiatan ghaib, manusia merasa dirinya dan berhajat pada kekuatan ghaib itu s*sbagai tempat minta tolong. Hubungan baik ini dapat diwujudkan deng m mematuhi perintah dan menjauhi larangan Tuhan.

(b) Keyakinan manusia bahwa kesejahteraan di dunia ini dan hidupnya di akherat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan ghaib yan§ dimaksud.

(c) Respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon itu mengambil bent jk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.

(d) Palu m adanya yang kudus (sacred) dan suci dalam bentuk kekuatan ghaib, dalan bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu (Harun Nasution, 199f :11).

Manusia beragama berarti mensucikan dan membersihkan jiw a yang akan membina manusia baik-baik, manuasia yang jauh dari kejahatan. Dalam hal ini lrerarti agama erat hubungannya dengan pendidikan moral. Agama tanpa ajsran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat merubah kehidupan manusia Tidak mengherankan jika agama selalu diidentifikasikan dengan moralitas.

/gam a berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktifitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta etaatan. Keterkaitan ini akan memberikan pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu sekaligus sebagai nilai etik karena dalam melakukan tindakan seseorang akan terikat pada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak bol<bh menurut ajaran agama yang dianutnya (DrJalaludin, 1996: 229).

3. agama d alam kehidupan individu

£gama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu. Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Menurut Mc. Guire ,diri manusia memiliki bentuk system rilai tertentu.

System nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sytem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat system ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas (Dr. Jalaludin,1996:226).

Kebangkitan agama-agama yang muncul sebagai respon atas semakin derasnya dekadensi moral, melonggarnya nilai-nilai yang dulu sangat dijaga untuk tidak dilanggar di masyarakat, membuat masyarakat beitu peka terhadap persoalan menyangkut etika, misalnya saja tentang pelecehan seksual, pelecehan agama dan lain-lain.

sbetulnya hal ini merupakan hal yang positif yang menunjukkan masyaralat kita amasih memiliki kepedulian yang tinggi terhadap situasi sosial di n sekitarnya. Hanya saja pait di telaah lebih lanjut bahwasanya kepedulii

hal yang

individu, Maka pei

n ini cenderung hanya menyemtuh persoalan-persoalan etika bukan jaling mendasar “etika”

Agama juga berfungsi sdan berperanmemberi pengaruh terhadap baik alam, bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, igaruh yang paling penting adalah sebagai bentuk kata hati. Kata hati

menuru Erick Fromm adalah panggilan kembali manusia pada dirinya sekaligi s membagi kata hati menjadi dua :

1. Kafe hati otoritarian, yang dibentuk oleh pengaruh luar yang berkaitan denj an kepatuhan, pengorbanan diri dan tugas manusia atau penyesuaian solusinya

2. Kate hati humanistic, bersumber dari dalam diri manusia sebagai pernyataan kepentingan diri dan integrasi manusia. (DrJalaludin, 1996: 228).

Apabila keduanya berjalan seiring sejalan dengan harmonis, maka manusia akan merasa bahagia. Karena adanya motivasi yang mendorong sesorang untuk merkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etil: mendiring seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji, sabar dan sebagair ya. Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas menerin a cobaan dan berdoa. Sikap ini akan lebih terasa mendalam jika bersimbor dari keyakinan terhadap agama.

4. Agama c lalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat adalah gabungan dari berbagai individu yang terbentuk berdasar can tatanan sosial tertentu. Dimana masyarkat terbentuk dari adanya solidaritiis-solidaritas dan konsensus sebagai dasar dalam organisaso terhadap nilai-nila dan norma-morma dan memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok. Unsur solidaritas dan konsensus ini bersumber dari ajaran suatu agama sebagai pedoman hidup sehari-hari. Maka fungsi agama adalah sebagai motivasi dan etos masyarakat.

Dalam konteks ini maka agama juga dapat menjadi pemecah, bila solidariias dan konsensus melemah dan mengendor. Kondisi seperti inidapat kita lihat pada masyarakat yang majemuk dan heterogen maka akan memberi pengarub dalam menjaga solidaritas dan konsensus bersama. Agama sebagai panutan masyarakat, sehingga masalah aga,a tak mungkin dapat dipisahkan dalam kshidupan masyarakat.

5. fungsi a >ama dalam masyarakat. (1) Edukatif

Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang dan men beri ajaran-ajaran yang harus dipatuhi.

(2) Penjelamat

Keselamatan yang diberikan agama meliputi dua alam yaitu kehidupan duni i dan kehidupan akhirat.

(3) Perdimaian

Seseorang yang bersalah dan berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama melalui taubat, penyucian jiw a ataupun pene Dusan dosa.

(4) Konlrol sosial

Ajari m agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sekaligus sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.

(5) Pemupuk solidaritas

Dalam ajaran agama dijelaskan bahwa agama itu adalah menjunjung tinggi rasa persaudaraan yang kokoh

(6) Transformative

Ajari m agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok mejadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran yang dianutnya. (7) K reaif

Agama mengajak para penganutnya untuk bekeija produktif, melakukan inovasi dan penemuan baru.

(8) Sublimatif

Ajari in agama yang mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja uyan g bersifat ukhrawi juga bersifat duniawi (Dr. Jalaludin, 1996:236).

Dokumen terkait