• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.2 Tingkat Pengetahuan Dismenore

Pada penelitian ini terdapat 9 pertanyaan tentang pengetahuan dismenore yang mana jika responden menjawab dengan benar akan mendapatkan skor 2, salah mendapatkan skor 1 dan jika tidak menjawab mendapatkan skor 0, sedangkan untuk kategori tingkat pengetahuan dismenore terdapat 3 tingkatan yaitu, responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik jika berhasil menjawab dengan benar 76 – 100% dari total skor yang diperoleh, berpengetahuan yang cukup jika menjawab dengan benar 60 – 75% dari total skor yang diperoleh, dan memiliki pengetahuan yang kurang jika hanya berhasil menjawab benar ≤ 60% dari total skor yang

20

diperoleh. Hasil dari analisa tingkat pengetahuan tentang dismenore dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.

Tabel 4.10 Tingkat pengetahuan dismenore

Kategori tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 10 16.7

Cukup 5 8.3

Baik 45 75.0

Jumlah 60 100.0

Berdasarkan tabel 4.10 didapatkan hasil bahwa sebanyak 45 (75%) mahasiswi memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang dismenore, 10 (16.7%) mahasiswi memiliki pengetahuan yang kurang dan hanya 5 (8.3%) mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.

4.2 PEMBAHASAN

Sebanyak 90% dari remaja wanita di seluruh dunia mengalami masalah saat haid (Larasati dan Alatas, 2016), salah satu dari masalah yang sering terjadi pada saat haid adalah nyeri menstruasi, hal ini tentu sudah tidak asing lagi dikalangan wanita, terbukti bahwa sebanyak 60 (100%) responden penelitian ini pernah mendengar kata nyeri menstruasi.

Menstruasi yang pertama kali dialami para wanita disebut menarke, menarke pada umumnya dialami oleh wanita pada saat berusia 14 tahun (Larasati dan Alatas, 2016), seperti yang didapatkan dari hasil penelitian ini bahwa sebanyak 54 (90%) responden dalam penelitian ini mengalami menarke pada usia 11 – 14 tahun, 4 (6.7%) responden mengalami menarke dini yaitu pada usia dibawah 11 tahun, dan 2 (3.3%) lainnya mengalami menarke terlambat yakni pada usia diatas 15 tahun.

Hal ini sesuai dengan penelitian Andari di SMA Dharma Pancasila yaitu sebanyak 98,9% siswi mengalami menarke pada usia 12 – 14 tahun (Andari, 2014). Usia menarke menjadi salah satu faktor resiko terjadinya dismenore, Larasati dan Alatas (2016) menuliskan bahwa para wanita yang mengalami menarke dini memiliki peluang yang lebih besar untuk menderita dismenore dibandingkan dengan wanita yang mengalami menarke pada usia 11 – 14 tahun, hal ini dikarenakan wanita yang

mengalami menarke dini mengalami paparan prostaglandin yang lebih lama sehingga menyebabkan kram dan nyeri pada perut.

Wanita yang mengalami menarke dini memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk mengalami dismenore, namun bukan berarti para wanita yang mengalami menarke pada usia normal tidak mengalami dismenore, seperti yang terlihat pada penelitian ini bahwa sebanyak 60 (100%) responden mengalami dismenore, yang berarti bahwa angka kejadian dismenore pada mahasiswi angkatan 2019 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mencapai 100%, seluruh mahasiswi yang menjadi responden pada penelitian ini mengalami dismenore, hasil ini mendekati hasil yang didapati pada penelitian Andari di SMA Dharma Pancasila yaitu 91,5%

responden mengalami dismenore (Andari, 2014).

Dismenore diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan patofisiologi nya yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder (Proctor dan Farquhar, 2016). Pada dismenore primer biasanya nyeri yang dirasakan terjadi pada 48 – 72 jam sebelum hingga saat menstruasi namun tidak jarang juga nyeri dirasakan hanya beberapa jam sebelum dan saat menstruasi saja (Calis et al, 2017), hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini bahwa 27 (45%) responden mengalami dismenore dengan durasi 2 – 3 hari sebelum dan saat menstruasi, 20 (40%) responden mengalami dismenore 1 hari pada saat menstruasi dan 9 (15%) responden lainnya mengalami dismenore hanya beberapa jam sebelum dan saat menstruasi saja. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Amita dkk di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yaitu sebanyak 48,9% responden mengalami dismenore pada < 12 jam sebelum mulainya menstruasi dan 45,8%

responden mengalami dismenore dalam 12 – 48 jam sebelum mulainya menstruasi (Amita et al, 2018).

Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang disertai dengan kelainan patologis, salah satu tanda dan gejala dari dismenore sekunder adalah onset terjadinya dismenore pada usia 20 – 30 tahun tanpa didahului oleh keluhan yang sama sebelumnya (Calis et al, 2017), didapati dari penelitian ini bahwa 0 (0%) responden yang baru menderita dismenore pada usia diatas 20 tahun,

22

artinya tidak ada responden yang memiliki salah satu tanda dan gejala dari dismenore sekunder, 47 (78.3%) responden pertama kali mengalami dismenore pada usia 15 – 20 tahun, dan 13 (21.7%) responden lainnya pertama kali mengalami dismenore pada usia 10 – 14 tahun.

Selain berdasarkan patofisiologi, dismenore juga diklasifikasikan berdasarkan intensitas nyeri, yaitu ringan, sedang, dan berat (Larasati dan Alatas, 2016). Dalam penelitian ini didapati bahwa sebanyak 11 (18.3%) mahasiswi tidak terganggu aktivitas nya sehari-hari yang termasuk kedalam dismenore ringan, 29 (48.3%) mahasiswi aktivitasnya terpengaruhi oleh dismenore yang termasuk kedalam dismenore sedang, dan 20 (33.3%) mahasiswi lainnya mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang berarti mengalami dismenore berat. Hasil ini sesuai dengan penelitian Purba di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2012 yaitu sebanyak 54,5% responden mengalami dismenore ringan, 42,4% responden mengalami dismenore sedang, dan hanya 3,0% responden yang mengalami dismenore berat (Purba, 2016).

Nyeri yang terjadi selama menstruasi tidak hanya dirasakan pada daerah bagian bawah perut saja, namun ada juga beberapa yang merasakan gejala lain, terlihat dari hasil penelitian ini bahwa sebanyak 36 (60%) mahasiswi mengalami gejala lain selain nyeri pada perut bagian bawah dan 24 (40%) mahasiswi tidak mengalami gejala lain selain nyeri pada perut bagian bawah. Adapun gejala lain yang menyertai dismenore yaitu 12 (20%) mahasiswi mengalami sakit kepala, 3 (5%) mahasiswi mengalami mual dan muntah, dan 21 (35%) mahasiswi lainnya mengalami kelelahan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Purba (2016) yaitu sebanyak 53,3%

responden mengalami kelelahan sedangkan hanya 24,2% responden mengalami mual dan muntah (Purba, 2016).

Penanganan dismenore dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat penghilang nyeri seperti obat NSAID dan obat-obatan analgesik lainnya, dalam penelitian ini hanya sedikit responden yang mengonsumsi obat penghilang rasa nyeri yaitu hanya 6 (10%) responden, 54 (90%) lainnya tidak mengonsumsi obat penghilang rasa nyeri. Hasil ini sesuai dengan penelitian Amita dkk (2018) di Fakultas Kedokteran

Udayana yang mengatakan bahwa sebanyak 30,5% responden mengonsumsi obat untuk mengurangi nyeri yang dirasakan, dan sebagian besar lainnya memilih untuk istirahat/tidur (Amita et al, 2018).

Dalam hal penanganan dismenore tentu tingkat pengetahuan menjadi latar belakang seseorang untuk mengambil tindakan yang dilakukan untuk mengatasi gejala yang dirasakan. Dalam penelitian ini sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang dismenore yaitu sebanyak 45 (75%), 10 (16.7%) mahasiswi memiliki pengetahuan yang kurang dan 5 (8.3%) mahasiswi lainnya memiliki tingkat pengetahuan yang cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian Meinar di SMA Negeri 1 Medan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang dismenore yaitu 79% (Meinar, 2012) dan penelitian Nakamura di Universitas Sumatera Utara yang mengatakan bahwa sebanyak 16,9% responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang dismenore dan 73,2% responden memiliki tingkat pengetahuan yang sedang (Nakamura, 2017).

Pengetahuan tentang dismenore menjadi hal penting bagi seorang wanita karena setiap wanita mengalami menstruasi dan dismenore. Para wanita diharapkan mampu untuk mengetahui gejala dan mengklasifikasikan dismenore yang dialaminya. Jika seseorang mengalami dismenore berat ataupun dismenore sekunder maka harus segera mengunjungi fasilitas kesehatan untuk memeriksakan keadaanya, namun jika seseorang hanya mengalami dismenore primer dengan intensitas ringan hingga sedang maka mereka dapat melakukan penanganan mandiri berdasarkan pengetahuan tentang dismenore yang mereka miliki.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait