• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Tingkat Pertumbuhan B. pumilus LA4P pada Media Perlakuan

Pengujian tingkat pertumbuhan sel secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui masa pertumbuhan optimum B. pumilus LA4P selama berada pada media perlakuan dengan variasi konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan. Pengujian ini diharapkan dapat menemukan formulasi terbaik hasil kombinasi konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan yang sesuai dengan kriteria minimum Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun 2011.

Tabel 6. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat (LIA dan tepung ikan) terhadap jumlah sel B. pumilus LA4P (108 CFU/mL).

Konsentrasi LIA

Konsentrasi Tepung

Ikan

Jumlah Sel (log CFU/mL)

H1 H3 H5 H7 H9 H11

1% (L1)

0,1% (T1) 9,31a-f 14,26a-i 10,51a-f 6,86a-e 10,43a-f 9,52e-k 0,2% (T2) 11,07a-f 16,87d-k 16,08c-k 18,72f-l 11,68a-f 11,11a-f 0,3% (T3) 15,23b-k 16,33c-k 10,84a-f 22,09g-m 11,01a-f 11,26i-m

2% (L2)

0,1% (T1) 7,22a-e 8,27a-f 4,36a 5,50a-b 5,88a-c 6,03a-c 0,2% (T2) 10,91a-f 10,32a-f 12,67a-h 17,01d-k 8,89a-f 7,71a-e 0,3% (T3) 10,27a-f 6,71a-e 11,48a-f 14,48a-j 9,06a-f 7,94a-e

3% (L3)

0,1% (T1) 29,56m 23,35i-m 22,67h-m 24,93k-m 14,14a-i 12,03a-g 0,2% (T2) 24,59j-m 6,50a-d 16,14c-k 12,47a-h 11,68a-f 7,85a-e 0,3% (T3) 27,71l-m 11,82a-g 5,92a-c 4,38a 14,82a-k 6,49a-d Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

LIA = limbah industri agar-agar (konsentrasi 1%, 2%, 3%) T = tepung ikan (konsentrasi 0,1%; 0,2%; 0,3%)

Hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai Sig. (0,000) ≤ 0,05 dengan variabel konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan serta interaksi secara simultan ketiga faktor perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel bakteri B. pumilus LA4P. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sel B. pumilus LA4P dipengaruhi oleh variasi konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan pada media uji.

Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) berdasarkan interaksi ketiga faktor perlakuan tertera pada Tabel 6. Hasil DMRT tersebut menunjukkan rerata jumlah sel tertinggi yang dihasilkan terjadi pada kelompok perlakuan konsentrasi LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada waktu inkubasi hari ke-1, yaitu sebesar 29,56±0,09 x 108 CFU/mL. Jumlah sel terendah yang dihasilkan terjadi pada kelompok perlakuan konsentrasi LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,3% (L3T3) pada waktu inkubasi hari ke-7, yaitu sebesar 4,38±0,07 x 108 CFU/mL.

Formulasi perlakuan LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada waktu inkubasi hari ke-1 tidak berbeda nyata dengan beberapa formulasi yang menggunakan perlakuan LIA sebanyak 3% dan 0,1% tepung ikan, diantaranya yaitu LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada hari ke-3, hari ke-5, dan hari ke-7. Hal ini menunjukkan pertumbuhan bakteri optimal pada rentang waktu inkubasi 1-7 hari. Kondisi ini disebabkan karena bakteri sudah mampu memanfaatkan nutrisi pada substrat untuk fase pertumbuhan dengan maksimal. Ketersediaan nutrisi dianggap mencukupi dan kondisi lingkungan kultur sesuai dengan pertumbuhan sel bakteri karena jumlah bakteri yang tidak terlalu berbeda signifikan (Masithah et al., 2011). Formulasi perlakuan LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada waktu inkubasi hari ke-1 juga tidak berbeda nyata dengan formulasi perlakuan LIA 3% dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0,2% (L3T2) pada hari ke-1 dan penambahan tepung ikan 0,3% (L3T3) pada hari ke-1. Hal ini disebabkan karena bakteri mulai melakukan pertumbuhan eksponensial dengan memanfaatkan nutrisi dari substrat LIA.

Hasil yang tertera pada Tabel 6. formulasi terbaik hasil interaksi dari faktor konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan terhadap pertumbuhan sel bakteri B.

pumilus LA4P menunjukkan bahwa formulasi LIA 3%, tepung ikan 0,1% (L3T1) dan waktu inkubasi hari ke-1 merupakan hasil terbaik. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat pertumbuhan sel bakteri yang baru memasuki hari pertama masa inkubasi serta kestabilan pertumbuhan hingga waktu inkubasi hari terakhir. Tingginya tingkat pertumbuhan sel bakteri menunjukkan adanya kesesuaian antara pertumbuhan bakteri dan media pembawa pupuk hayati (Rohmah et al., 2016). Secara umum, substrat dimanfaatkan mikroorganisme untuk pertumbuhan biomassa, pemeliharaan sel, dan membentuk asam organik untuk bertahan hidup (Safitri et al., 2016). Menurut Munifah (2017) substrat LIA memiliki komponen selulosa yang mencapai 77,65%. Komponen selulosa yang berlimpah menjadi sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri terutama mikroorganisme selulolitik (Anindyawati, 2010). Menurut Subagyo et al. (2015) penambahan sumber karbon memberikan efek peningkatan pertumbuhan dan kepadatan sel bakteri.

Perbedaan jumlah sel bakteri pada Tabel 6. disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrisi pada setiap formulasi dari hari ke hari akibat pemanfaatan sumber karbon yang digunakan bakteri sebagai sumber energi (Retnowati et al., 2011). Sumber karbon tersebut menjadi energi bagi bakteri juga untuk mengaktifkan enzim-enzim yang digunakan dalam proses metabolisme bakteri (Zuhri et al., 2013). Pola pertumbuhan B. pumilus LA4P hasil interaksi dengan konsentrasi substrat LIA dan tepung ikan dengan variasi waktu inkubasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Jumlah sel bakteri yang diinokulasi ke dalam media perlakuan pada awal inkubasi sebanyak 4,14 x 108 CFU/mL. Pertumbuhan sel B. pumilus LA4P pada media perlakuan berkisar antara 4,36 hingga 29,56 x 108 CFU/mL. Isolat B. pumilus LA4P memiliki aktivitas tertinggi pada hari ke-1 masa inkubasi atau 24 jam setelah inokulasi pada media dengan komposisi LIA 3% dan tepung ikan 0,1% (L3T1). Tingginya pertumbuhan pada media dengan LIA 3% disebabkan karena kandungan LIA yang lebih tinggi dari perlakuan LIA 1% dan LIA 2% sehingga kandungan selulosa yang bisa dimanfaatkan bakteri untuk pertumbuhan lebih banyak. Secara umum setelah hari ke-1 masa inkubasi pertumbuhan bakteri cenderung fluktuatif.

Jumlah bakteri yang fluktuatif tersebut masih berada dalam kriteria minimum formulasi pupuk hayati tunggal menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun 2011, yaitu 1 x 108 CFU/mL (Tabel 1).

Gambar 3. Grafik pertumbuhan sel B. pumilus LA4P hasil interaksikonsentrasi substrat (LIA dan tepung ikan) dan waktu inkubasi. (Keterangan : L1 = LIA 1%, L2 = LIA 2%, L3 = 3%, T1 = tepung ikan 0,1%, T2 = tepung ikan 0,2%, T3 = tepung ikan 0,3%).

Pertumbuhan bakteri B. pumilus LA4P paling terlihat jelas saat mengalami fase eksponensial. Aktivitas-aktivitas yang cukup tinggi terjadi pada beberapa perlakuan LIA 3% (L3) hari ke-1 dimana fase eksponensial mengalami titik optimum pertumbuhan, sementara sebagian perlakuan mampu mencapai fase stasioner ketika hari ke-3. Pada kelompok perlakuan LIA 3%, fase eksponensial terjadi pada rentang waktu hari ke-0 hingga hari ke-1 waktu inkubasi. Pada perlakuan LIA 1% dan LIA 2% rerata fase eksponensial terjadi hingga hari ke-3 waktu inkubasi. Fase eksponensial diduga terjadi karena adanya kandungan glukosa yang dimanfaatkan bakteri sebagai sumber karbon. Penelitian Faizah et al. (2017) yang menggunakan media dengan sumber karbon glukosa sebagai media tumbuh B. pumilus menunjukkan pertumbuhan bakteri memasuki fase stasioner pada hari ke-4 setelah inokulasi. Penelitian Munifah (2017) pada media selektif selulosa menunjukkan B. pumilus mulai memasuki fase eksponensial akhir menuju fase stasioner pada hari ke-4. Pertumbuhan yang cepat pada hari ke-0 hingga hari ke-3 diduga karena adanya

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 0 1 3 5 7 9 11 Log se l (C FU /m L)

Waktu Inkubasi (Hari)

L1T1 L1T2 L1T3 L2T1 L2T2 L2T3 L3T1 L3T2 L3T3

penambahan konsentrasi tepung ikan pada setiap perlakuan media. Tepung ikan mengandung berbagai unsur-unsur seperti protein, air, abu, serat, dan nutrisi lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan sel (Ramkumar et al., 2016).

Pada Gambar 3. setelah hari ke-3 terjadi fluktuasi kurva pertumbuhan bakteri B. pumilus LA4P. Kurva menunjukkan adanya penurunan dan kenaikan pertumbuhan bakteri yang cenderung tidak terlalu berbeda signifikan. Hal ini disebabkan sebagian bakteri mengalami pertumbuhan kembali setelah mengalami penurunan. Isolat bakteri dapat tumbuh kembali karena adanya sumber nutrisi yang berasal dari sel-sel bakteri yang telah mengalami kematian. Jasad bakteri mengalami penguraian sehingga dapat dijadikan sumber nutrisi bagi sisa bakteri yang masih hidup (Respati et al., 2017). Kondisi ini dimanfaatkan bakteri untuk mensintesis dan mengaktifkan enzim yang dibutuhkan untuk proses metabolisme menggunakan sumber karbon lain (Sari, 2010).

4.5. Aktivitas Selulase B. pumilus LA4P pada Media Limbah Industri

Dokumen terkait