• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PREVALENSI TUBERKULOSIS

KONSUMSI ENERGI DIBAWAH KEBUTUHAN MINIMAL

2. Pengobatan efektif malaria pada balita hanya 21,9 persen

6.3. TINGKAT PREVALENSI TUBERKULOSIS

Riskesdas 2010 bertujuan untuk memberikan hasil antara lain Angka Prevalensi Nasional TB 2010 dan Proporsi pemanfaatan OAT DOTS oleh penderita TB yang merupakan salah satu komponen untuk memperoleh gambaran pemanfaatan Program Directly Observed Treatment

of Short-course (DOTS) di Indonesia. Kedua data ini merupakan bagian dari target nomor 6

pada Millenium Development Goal’s (MDG’s) dan dapat memberikan gambaran mengenai tata laksana TB di Indonesia.

Angka Prevalensi Nasional TB pada Riskesdas 2010 diperoleh dengan cara wawancara terstruktur menggunakan kuesioner Kesmas dimana kepada responden ditanyakan apakah dalam 12 bulan terakhir pernah didiagnosis menderita TB Paru melalui pemeriksaan dahak dan atau foto paru oleh tenaga kesehatan/nakes (dokter/perawat/bidan) untuk menentukan angka Prevalensi Nasional TB berdasarkan diagnosis (D). Kepada responden juga ditanyakan apakah dalam 12 bulan terakhir pernah menderita batuk berdahak = 2 minggu disertai satu atau lebih gejala: dahak bercampur darah/ batuk berdarah, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam > 1 bulan untuk menentukan angka Prevalensi Nasional TB berdasarkan gejala (G).

Definisi operasional untuk Prevalensi TB menurut WHO adalah Angka penderita TB Paru positif pada 100.000 populasi berusia 15 tahun atau lebih. Sementara definisi operasional untuk TB Paru positif menurut International Standard for TB Care (ISTC) yang telah diadopsi oleh Indonesia mulai tahun 2006 adalah suspek TB yang telah positif diuji secara mikroskopis BTA (Bakteri Tahan Asam) apusan dahaknya dengan minimal pembacaan terhadap apusan dahak yang dikumpulkan dua kali atau lebih baik tiga kali (sewaktu, pagi, sewaktu) dan paling sedikit satu kali (pagi).

Pada Riskesdas 2010 berdasarkan diagnosis nakes (D) adalah sebesar 0,7 persen sementara berdasarkan gejala (G) adalah sebesar 2,7 persen. Angka Prevalensi Nasional TB hasil gabungan D dan G (DG) menjadi 3,3 persen. Bila mengacu pada definisi operasional WHO dan ISTC maka data prevalensi yang mendekati kenyataan adalah data yang berasal dari diagnosis nakes (D), yaitu sebesar 0,7 persen.

Prevalensi Nasional TB (D) cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dimana angka tertinggi berada pada kelompok usia 55-64 tahun (1,3%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 (0,3%). Prevalensi penderita laki-laki adalah 0,8 persen dan perempuan 0,6 persen dengan prevalensi penderita yang berada di kota sama dengan di desa sebesar 0,7 persen, serta juga menunjukkan kecenderungan menurun dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dimana prevalensi paling rendah terdapat pada tingkat pendidikan tamat SMA (Tabel 6.3.1).

Prevalensi TB tertinggi berdasarkan jenis pekerjaan ditemukan pada kelompok pekerjaan Petani, Nelayan dan Buruh sebesar 0,9 persen dan terendah pada kelompok Sekolah dan POLRI/TNI/Pegawai sebesar 0,4 persen.

Berdasarkan tingkat pengeluaran perkapita prevalensi TB yang berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan didapati prevalensi terendah pada kuintil 5 (0,6%) dan tertinggi pada kuintil 3 dan 4

(0,8%). Sedangkan angka prevalensi TB berdasarkan diagnosa dan gejala (DG) didapati prevalensi tertinggi pada kuintil 1(3,5%) dan terendah pada kuintil 5 (3,9%) (Tabel 6.3.1).

Tabel 6.3.1 Prevalensi TBC menurut Karakteristik Responden, Riskesdas 2007 Karakteristik Responden Prevalensi 2007(%) Prevalensi 2010 (%) D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

15-24 0,21 0,60 0,3 2,6 25-34 0,32 0,83 0,6 2,8 35-44 0,44 1,10 0,7 3,1 45-44 0,59 1,45 0,9 3,7 55-64 0,70 1,91 1,3 4,7 65-74 1,08 2,62 1,2 4,7 >74 1,10 2,75 1,1 5,1 Jenis kelamin Laki-laki 0,44 1,08 0,8 3,1 Perempuan 0,35 0,90 0,6 2,4 Tipe Daerah Perkotaan 0,36 0,77 0,7 3,1 Perdesaan 0,42 1,12 0,7 2,4 Pendidikan

Tidak pernah sekolah 0,88 2,42 1,1 4,9 Tidak tamat SD/MI 0,53 1,46 1,0 4,7 Tamat SD/MI 0,39 1,02 0,9 3,7 Tamat SLTP/MTS 0,31 0,73 0,6 2,7 Tamat SLTA/MA 0,29 0,62 0,5 2,3 Tamat PT 0,27 0,60 0,6 1,8 Pekerjaan Tidak bekerja 0,62 1,40 0,8 3,2 Sekolah 0,18 0,49 0,4 2,5 TNI/ Polri/Pegawai 0,27 0,56 0,4 2,1 Wiraswata/ Layan Jasa/ Dagang 0,42 0,89 0,7 2,8 Petani/Nelayan/Buruh 0,55 1,60 0,9 4,2 Lainnya 0,49 1,17 0,7 3,1

Tingkat pengeluaran per kapita

Kuintil 1 0,40 1,07 0,7 3,5 Kuintil 2 0,43 1,07 0,7 3,4 Kuintil 3 0,42 1,01 0,8 3,4 Kuintil 4 0,38 0,94 0,8 3,1 Kuintil 5 0,34 0,82 0,6 2,9

Data Prevalensi Nasional TB hasil Riskesdas 2007 tidak dapat dibandingkan dengan data Prevalensi Nasional TB hasil Riskesdas 2010. Hal ini disebabkan karena penentuan sampel BS pada Riskesdas 2007 berbeda dengan Riskesdas 2010 serta pertanyaan mencakup data diagnosa dan gejala pada kuisioner terstruktur juga berbeda. Menjadi catatan bahwa dengan ruang lingkup pertanyaan yang lebih rinci pada Riskesdas 2010 angka Prevalensi Nasional TB menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Tuberkulosis Paru klinis tersebar di seluruh Indonesia dengan prevalensi 12 bulan terakhir adalah 0,7 persen. Beberapa provinsi memiliki prevalensi di atas angka nasional, yaitu tertinggi di Provinsi Papua (1,5%), diikuti oleh Provinsi Sulawesi Utara (1,3%) dan Banten (1,3%) serta angka terendah terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, DIY dan Bali (0,3%), hal ini dapat dilihat pada grafik 6.3.1 di bawah ini.

Grafik 6.3.1 Prevalensi TB Berdasarkan Provinsi pada Riskesdas 2010

Perbedaan Angka Prevalensi TB pada Riskesdas 2007 dan 2010 dapat dilihat pada tabel 6.3.2 di bawah ini.

Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2&PL tahun 2010 menyebutkan estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus/100.000 penduduk/tahun (0,275%) dan pada tahun 2010 turun menjadi 244 kasus/100.000 penduduk/tahun (0,244%). Data ini diperoleh berdasarkan hasil laporan dari fasilitas kesehatan yang tergabung dalam program DOTS di seluruh Indonesia.

Data prevalensi sebelumnya yang menggunakan uji konfirmasi laboratorium adalah data Prevalensi Nasional hasil Survey Prevalensi TB pada tahun 2004 yang memberikan angka prevalensi Nasional TB berdasarkan pemeriksaan mikroskopis BTA terhadap suspek adalah sebesar 104 kasus/ 100.000 penduduk (0,104%).

Kecendrungan meningkatnya angka Prevalensi Nasional TB bila dibandingkan antara hasil Survei Prevalensi TB 2004 (0,1% terhadap suspek) dan hasil Riskesdas 2010 (0,7% pada populasi) dapat hendaknya menjadi perhatian yang serius bagi Program TB di Indonesia. Meskipun terjadi peningkatan Case Detection Rate dan Cure Rate yang tinggi setiap tahunnya tetapi percepatan penyebaran penyakit di masyarakat masih lebih tinggi. Metode active case

finding terhadap populasi usia 15 tahun ke atas yang diterapkan pada Riskesdas 2010

memberikan kenyataan tentang hal ini dimana kasus TBC di masyarakat masih sangat tinggi.

Tabel 6.3.2 Prevalensi TB Berdasarkan Provinsi pada Riskesdas 2007 dan 2010

PROVINSI Prevalensi 2007(%) Prevalensi 2010 (%)

D DG D DG

Nanggroe Aceh Darussalam 0,73 1,45 0,6 3,1 Sumatera Utara 0,18 0,48 0,5 3,4 Sumatera Barat 0,37 1,03 0,7 5,4 Riau 0,42 1,00 0,4 2,4 Jambi 0,34 0,75 0,6 5,2 Sumatera Selatan 0,25 0,40 0,3 2,0 Bengkulu 0,33 0,86 0,8 4,7 Lampung 0,11 0,31 0,3 2,0 Bangka Belitung 0,12 0,49 0,6 4,2 Kepulauan Riau 0,38 0,83 0,4 3,6 DKI Jakarta 0,71 1,26 1,0 3,1 Jawa Barat 0,56 0,98 0,9 3,4 Jawa Tengah 0,63 1,47 0,7 2,6 DI Yogyakarta 0,36 1,58 0,3 2,4 Jawa Timur 0,24 1,54 0,6 2,3 Banten 1,13 2,01 1,3 4,1 Bali 0,29 0,53 0,3 1,6 Nusa Tenggara Barat 0,43 1,07 0,9 3,7 Nusa Tenggara Timur 0,40 2,05 0,4 7,6 Kalimantan Barat 0,43 0,82 1,0 3,4 Kalimantan Tengah 0,38 0,69 0,4 4,6 Kalimantan Selatan 0,47 1,36 0,8 4,9 Kalimantan Timur 0,34 1,02 0,8 3,3 Sulawesi Utara 0,21 0,62 1,3 4,7 Sulawesi Tengah 0,31 1,22 0,6 5,8 Sulawesi Selatan 0,23 1,03 0,6 5,2 Sulawesi Tenggara 0,31 1,00 0,4 2,5 Gorontalo 0,24 1,11 1,2 7,8 Sulawesi Barat 0,23 0,58 0,7 2,7 Maluku 0,15 0,47 0,9 4,6 Maluku Utara 0,19 0,47 0,5 3,5 Papua Barat 1,02 2,55 0,7 7,9 Papua 1,89 1,73 1,5 5,0 Indonesia 0,4 0,99 0,7 3,3

Grafik 6.3.2 Data Prevalensi Nasional TB Indonesia dalam persen

Indonesia telah mengadopsi program DOTS dari tahun 1994 dimana terdapat lima komponen dan strategi utama DOTS yang direkomendasikan untuk penanggulangan TB yaitu: Komitmen politik, Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan serta Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu diikuti Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Penurunan prevalensi TB sangat tergantung pada implementasi program DOTS di lapangan, terutama penemuan kasus, kecepataan diagnosis (diagnosis dini) dan terapi pengobatan yang dilakukan.

Proporsi jumlah penderita TB yang memanfaatkan OAT DOTS diperoleh dari wawancara terstruktur menggunakan kuesioner Kesmas dimana pada responden yang telah didiagnosis TB oleh nakes dalam 12 bulan terakhir ditanyakan “apakah jika berobat, jenis obat yang digunakan adalah Kombipak/FDC (Fixed Doses Combination) atau non Kombipak/FDC?”. Definisi operasional untuk obat Kombipak terdiri atas: Kombipak I dan Kombipak II untuk fase awal; Kombipak III untuk fase lanjutan; Kombipak IV untuk fase sisipan. OAT Kombipak untuk program TB jangka pendek selama 2 bulan adalah Isoniazid (H); Rifampisin (R); Pirazinamid (Z); Streptomisin (S); dan Ethambutol (E). Fase lanjutan adalah INH dan Rifampicin yang diberikan selama 4 bulan. Pemberian INH dan Etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif untuk fase lanjutan pada kasus yang keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut.11 Definisi operasional untuk OAT Fixed dose combination terbagi atas 2 obat yaitu INH dan Rifampisin; 3 obat yaitu INH, Rifampisin, pirazinamid; dan 4 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Pemberian OAT adalah berdasarkan Berat Badan.

Pada Riskedas 2010, Persentase Pemanfaatan Program DOTS diperoleh dari data diagnosis

0.104 0.275 0.244 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 2004 2006 2010

Dose Combination) pada responden TB dalam 12 bulan terakhir. Hasil Riskesdas 2010 untuk

Persentase Pemanfaatan OAT DOTS adalah sebesar 83,2 persen. Grafik 6.3.1 Proporsi Kasus TB Yang Diobati OAT

Program DOTS pada Riskesdas 2010

Hasil ini bila dibandingkan dengan laporan cakupan DOTS sebesar 66,25 persen (91% keberhasilan OAT DOTS terhadap 72.8% deteksi kasus pada tahun tahun 2008) menunjukkan terjadi peningkatan pemanfaatan OAT DOTS di masyarakat sebesar hampir 10 persen. Data ini ini sejalan dengan informasi yang diberikan Subdit TB P2&PL tentang meningkatnya keterlibatan rumah sakit dalam program TB DOTS, termasuk pemberian dukungan dan pelaksanaan Standar Internasional untuk Pelayanan TB (ISTC = International Standard for

Tuberculosis Care) yang semakin ditingkatkan dari tahun ke tahun dengan memperkuat jejaring

eksternal dan internal. Keterlibatan institusi lainnya dalam penanggulangan TB sampai dengan 2009 adalah 13 persen pada Lapas/Rutan, 10 persen pada TB di tempat kerja dan pada RS Angkatan Darat sebanyak 35 persen yang dilibatkan melaksanakan penanggulangan TB menggunakan strategi DOTS.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Prevalensi TB berdasarkan pengakuan responden yang diagnosis tenaga kesehatan secara nasional sebesar 0.7 persen dimana terjadi peningkatan Angka Prevalensi dibandingkan dengan Riskesdas 2007 (0,4%). Prevalensi TB berdasarkan pengakuan responden yang diagnosis tenaga kesehatan menurut provinsi yang tertinggi adalah Provinsi Papua Barat (1,5%) dan terendah Provinsi Lampung, DIY, Bali, dan Sumatera Selatan (0,3). Prevalensi tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun (0,9%) sedangkan terendah pada kelompok umur 15-24 tahun (0,3%). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi pada laki-laki sebesar 0,8 persen dan pada perempuan 0,6 persen. Berdasarkan pendidikan prevalensi tertinggi pada kelompok yang tidak pernah sekolah sebesar 1,1 persen dan terendah pada kelompok tamat SMA sebesar 0,5 persen. Berdasarkan pekerjaan prevalensi tertinggi dapat ditemukan pada kelompok dengan pekerjaan pertani, nelayan, dan buruh sebesar 0,9 persen dan terendah pada kelompok yang sedang sekolah dan kelompok

26.8

83.2 OBAT DOTS NON DOTS

dengan pekerjaan TNI/Polri/Pegawai sebesar 0,4 persen. Sedangkan berdasarkan tingkat pengeluaran per kapita prevalensi TB tertinggi ditemui pada kuintil 3 dan 4 (0,8%) dan terendah pada kuintil 5 (0,6%).

Persentase pemanfaatan OAT DOTS hasil Riskesdas 2010 adalah sebesar 83,2 persen. Angka ini bila dibandingkan dengan laporan cakupan DOTS sebesar 66,25 persen (91% keberhasilan OAT DOTS terhadap 72.8% deteksi kasus pada tahun tahun 2008) menunjukkan terjadi peningkatan pemanfaatan OAT DOTS di masyarakat sebesar hampir 10 persen

5.Goal 7 – MDG

Air Minum dan Sanitasi layak

Target

Menurunkan hingga separuhnya penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi dasar pada 2015

Indikator yang dipantau:

1. Proporsi rumahtangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak 2. Proporsi rumahtangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar

Dokumen terkait