• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Tinjauan Beberapa Parameter

Parameter yang digunakan dalam mengamati penurunan tingkat cemaran limbah kelapa sawit ini adalah oksigen terlarut (dissolved oxygen atau DO), kebutuhan oksigen biokimia (biological oxygen demand atau BOD), kebutuhan oksigen kimia (chemical oxygen demand atau COD), dan karbon organik total (total carbon atau TC). Nilai dari keempat parameter ini diharapkan dapat menurun sehingga tingkat cemaran LCPKS juga dapat menurun.

Adanya oksigen terlarut sangat penting untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung kepada cukupnya kadar oksigen terlarut. Menurut rekomendasi EPA (Environmental Protection Agency), kadar oksigen terlarut bagi biota air minimum adalah 5 mg/L (Krenkel, 1974). Oksigen terlarut yang terdapat di dalam air berasal dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air. Kelarutan oksigen di

dalam air tergantung pada keadaan fisika (suhu air, tekanan barometrik udara atau ketinggian tempat), keadaan kimia (kadar mineral) dan aktivitas biokimia di dalam air.

Analisa oksigen terlarut merupakan suatu test kunci di dalam aktivitas kontrol pencemaran dan proses perlakuan air limbah. Terdapat dua metode pengujian DO yang biasa dipakai, yaitu metode Winkler atau metode Iodometri dan metode Elektrometri menggunakan membran. Metode pengujian DO yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode Winkler atau metode Iodometri. Metode ini didasarkan pada sifat mengoksidasi (oxydating property) dari oksigen terlarut. Oksigen dalam sampel mengoksidasi ion Mn++ dalam suasana alkalis sehingga terjadi endapan MnO2. Dengan pengasaman dan dengan adanya ion iodida, mangan teroksidasi ini diubah menjadi Mn++ kembali yang disertai pembebasan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan sebanding dengan kandungan oksigen terlarut dalam sampel. Penentuan banyaknya iodium yang dibebaskan dapat dilakukan dengan indikator titrasi menggunakan tiosufat standar dengan indikator larutan amilum. Ketelitian yang dapat dicapai dengan cara ini ± 50 µg/L.

Reaksi: 2 Mn2+ + 4 OH- + O2 Æ 2MnO2 + 2H2O MnO2 + 2I- + 2H2O Æ Mn2+ + 4 OH- + I2 I2 + 2 S2O3- Æ 2I + S4O6

-Hasil penentuan dengan metode iodometri dipengaruhi oleh bahan pengoksidasi atau pereduksi yang ada dalam sampel. Bahan pengoksidasi tertentu dapat membebaskan iodioum dari iodida (interferensi negatif). Beberapa modifikasi terhadap metoda iodometri yang dilakukan untuk memperkecil pengaruh bahan tersebut antara lain: modifikasi azida, modifikasi permanganate, modifikasi flokulasi alum, dan modifikasi flokulasi tembaga (II) sulfat-asam format.

Modifikasi azida dapat secara efektif menghilangkan pengaruh nitrit yang paling sering ada dalam air buangan yang diperlakukan secara biologi dan dalam sampel BOD yang diinkubasi. Jika sampel mengandung ion feri 5 mg/L atau lebih, sebelumnya perlu ditambahkan kalium flourida pada modifikasi azida, atau dengan menggunakan asam fosfat 90% untuk pengasaman sebagai pengganti asam sulfat, tetapi prosedur ini belum diuji untuk sampel yang mengandung Fe (III) di atas 20 mg/L. Modifikasi permanganat dilakukan untuk sampel yang mengandung ion fero. Jika sampel mengandung ion fero 5 mg atau lebih perlu ditambahkan kalim flourida sesudah penambahan permanganat.

Modifikasi flokulasi alum digunakan untuk sampel yang mengandung padatan tersuspensi yang mengganggu, sedangkan modifikasi flokulasi kupri sulfat-asam sulfamat digunakan untuk sampel yang mengandung campuran lumpur teraktivasi.

Kebutuhan oksigen biologis (BOD) adalah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik. Nilai BOD menunjukkan besarnya beban pencemaran oleh buangan yang dinyatakan dengan parameter kebutuhan oksigen yang akan dikonsumsi oleh bakteri bila beban pencemaran tersebut memasuki sungai. Penentuan nilai BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen dengan bantuan bakteri aerobik. Hasil oksidasi berupa karbon dioksida, air, dan ammonia.

Reaksi tersebut berlangsung sempurna dalam waktu yang cukup lama (± 20 hari). Untuk keperluan praktis, inkubasi hanya dilakukan selama lima hari pada suhu 200C. Agar reaksi oksidasi berlangsung dengan baik, diperlukan oksigen dalam jumlah yang cukup serta bakteri pengurai. Oleh sebab itu, pada perhitungan nilai BOD dinyatakan oksigen terlarut minimum setelah inkubasi selama

lima hari (DO5 minimum) adalah 1 mg/L dan penurunan oksigen terlarut selama lima hari (DO0-DO5) adalah 40-70% dari oksigen terlarut mula-mula (DO0).

Sampel untuk analisa BOD dapat mengalami degradasi selama penanganan dan penyimpanan. Sampel yang telah disimpan akan mengalami penurunan nilai BOD. Besarnya penurunan nilai BOD ini tergantung pada banyaknya bahan organik (suplai makanan) dan jenis organisme (polulasi biologi). Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah ekivalen oksigen yang diperlukan untuk oksidasi bahan organik dalam sampel yang dapat dioksidasi oleh oksidator kuat (K2Cr2O7). COD merupakan salah satu parameter penting yang dapat diukur dengan cepat untuk mengontrol tingkat pencemaran air limbah. Tanpa penggunaan katalis, metode ini tidak mencakup pengukuran tingkat pencemaran oleh bahan-bahan organik seperti hidrokarbon aromatik, hidrokarbon rantai lurus, dan piridin. Selain menggunakan katalisator Ag2SO4 untuk mempermudah reaksi oksidasi, juga digunakan merkuri sulfat untuk mengikat klorida yang dapat mengganggu katalisator.

Meskipun senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen teroksidasi pada analisa ini, akan tetapi ammonia bebas tidak dapat teroksidasi. Sedangkan pada analisa BOD, ammonia juga ikut teroksidasi meskipun membutuhkan waktu yang lama. Untuk limbah tertentu yang mengandung zat beracun, hanya metode ini dan penentuan karbon organik total yang dapat mengukur beban pencemaran oleh bahan organik. Untuk air limbah yang hanya mengandung bahan organik makanan bakteri dan tidak mengandung bahan beracun, metode COD dapat digunakan untuk memperkirakan BOD karbon.

Metode COD dapat digunakan untuk analisa air limbah dengan nilai COD di atas 50 mg/L, sedangkan pada metode BOD diperlukan pengenceran. Akan tetapi metode COD kurang teliti untuk air limbah dengan nilai COD di bawah 10 mg/L. Analisa COD memerlukan cukup banyak pekerjaan dan keterampilan. Oleh sebab itu ada beberapa peneliti yang melakukan modifikasi terhadap metode standard.

Karbon yang terkandung di dalam air ada dalam bentuk bahan organik dan karbon anorganik yang dianalisis berdasarkan kandungan senyawa karbon total (selanjutnya disebut total carbon/TC). Analisis TC dilakukan dengan pendekatan analisis total padatan terlarut (Total Dissolved Solid/TDS) dikurangi dengan padatan terlarut sisa pijar atau padatan terlarut terikat (Fixed Disssolved Solid/FDS).

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Alat dan Bahan

3.2.6. Alat

Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini antara lain bioreaktor batch dan kontinyu, aerator. Adapun alat yang digunakan untuk analisis BOD dan COD adalah botol BOD/COD dan perangkat destruksi. Alat yang digunakan untuk analisis DO adalah DO meter. Untuk analisis total padatan digunakan oven, dan cawan porselen, sedangkan untuk melihat kurva pertumbuhan digunakan spektrofotometer. Pemanenan biomassa dilakukan menggunakan kertas saring.

3.2.7. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur S. platensis koleksi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan LCPKS yang diperoleh dari Kebun Kertajaya PT Perkebunan Nusantara VIII, Banten. Nutrisi tambahan untuk kultur S. platensis adalah NaHCO3, NaCO3, K2HPO4, KNO3, MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, CaCl2, NaCl, EDTA, H3BO3, MnSO4.7H2O, CuSO4.5H2O, ZnSO4.7H2O, Na2MoO4, CoCl.6H2O. Reagen analisis terdiri dari buffer fosfat pH 7, HCl, HgSO4, H2SO4 pekat, K2Cr2O7, larutan MnSO4, larutan alkali-iodida-azida, indikator amilum 0,5%, larutan stok tio 0,1 N, larutan standard tio 0,025 N, larutan kalium fluorida, larutan magnesium sulfat, larutan feri klorida, larutan asam atau basa 1 N, larutan natrium sulfit 0,025 N, larutan kalsium klorida indikator ferolin, titran standard fero amonium sulfat 0,1 N.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pembuatan media sintetik

Komposisi media sintetik untuk media tumbuh S. platensis adalah sesuai dengan komposisi menurut Aiba & Ogawa (1977) (Tabel 1). Media sintetik terdiri dari senyawa makronutrien dan mikronutrien. Senyawa mikronutrien dibuat sebanyak 100 mL sebagai larutan stok. Media sintetik dibuat sebanyak 1 liter, dengan penambahan senyawa mikronutrien ke dalam media sintetik sebanyak 2 mL/L. Media yang dibuat, dilarutkan dalam air dan ditepatkan pH-nya menjadi 8,3 dengan menambah larutan HCl 1:1.

Tabel 2. Komposisi media sintetik untuk pertumbuhan S. platensis (Aiba & Ogawa 1977)

No Komposisi Media Pertumbuhan

Makronutrien Komposisi (g/L) Mikronutrien Komposisi (g/L)

1 NaHCO3 13,6 H3BO3 2,86 2 Na2CO3 4 MnSO4.7H2O 1,55 3 K2HPO4 0,5 ZnSO4.7H2O 0,22 4 KNO3 1 NaMoO4.2H2O 0,03 5 NaCl 1 CuSO4.5H2O 0,079 6 MgSO4.7H2O 0,2 CoCl.6H2O 0,01 7. CaCl2 0,03 8. FeSO4.7H2O 0,01 9. EDTA 0,08

3.3.2. Kondisi kultur

S. platensis dapat tumbuh optimum pada suhu ruang, sedangkan suhu minimumnya antara 18-200C dan maksimum 400C. Cahaya buatan untuk mensuplai energi pada kultur yang dipelihara di laboratorium didapatkan dari lampu tube light (TL) 20 W. Kondisi pH dijaga pada kisaran 8-11.

3.3.3. Penelitian pendahuluan (sistem batch)

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan penumbuhan S. platensis pada medium LCPKS 25% dan 75% media sintetik, LCPKS 50% dan 50% media sintetik, LCPKS 75% dan 25% media sintetik, serta LCPKS 90% dan 10% media sintetik dengan sistem batch. LCPKS ini terlebih dahulu diaerasi hingga berubah dari limbah yang berwarna hitam pekat menjadi coklat tua dan lebih encer. LCPKS kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk menghindari kontaminasi dari benda asing maupun makhluk hidup lain yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan mikroalga ini. S. platensis ditumbuhkan pada suatu bejana atau toples kaca dengan volume 3 L dan diaerasi. Inokulum

S. platensis ditambahkan sebanyak 10% dari volume medium pertumbuhan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi medium LCPKS dan waktu yang optimum untuk menumbuhkan S. platensis.

Hasil penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian utama. Parameter-parameter yang diamati pada penelitian ini adalah nilai densitas optik (OD) pada λ 480 nm, biomassa kering (g/L), dan nilai total carbon/ TC (ppm). Hasil pengamatan ini digunakan pula untuk menghitung laju pertumbuhan (μ) berdasarkan rumus:

μ = 1/X (dX/dt) X= konsentrasi biomassa

t = waktu pertumbuhan

3.3.4. Penelitian utama (sistem kontinyu)

Waktu pertumbuhan dan konsentrasi medium LCPKS yang optimum pada sistem batch

digunakan untuk penggunaan waktu dan medium optimum pertumbuhan pada sistem kontinyu. Pada sistem kontinyu dipilih laju dilusi optimum agar diperoleh laju pertumbuhan maksimum S. platensis

dan sekaligus laju penurunan maksimum tingkat cemaran limbah. Percobaan ini dilakukan pada fotobioreaktor berkapasitas 1,2 L. Variasi laju alir pengumpanan diatur pada variasi 1 tetes/ 5 detik

(laju dilusi 0,03 jam-1), 1 tetes/ 10 detik (laju dilusi 0,015 jam -1), dan 1 tetes/ 15 detik (laju dilusi 0,01 jam-1). Laju tersebut dipilih berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

y Pertumbuhan sistem batch membutuhkan waktu dua minggu. Dengan laju alir 1 tetes/detik membutuhkan fotobioreaktor dengan kapasitas 1 tetes/detik x 0,05 mL/tetes x 14 hari x 24 jam/hari x 3600 detik/jam = 60.480 mL (=60,48 liter).

y Kapasitas fotobioreaktor terbesar yang tersedia 10 liter, sehingga laju alir diperkirakan 1 tetes/ 6 detik

y Untuk fotobioreaktor 1,2 L, laju alir seharusnya 1 tetes/50 detik

y Laju dilusi (D) = flow rate/volume (jam-1)

Jika kultur S. platensis dapat tumbuh baik, OD pada panjang gelombang 480 nm akan terlihat meningkat, DO meningkat, sementara BOD, COD, dan total padatan terlarut menurun. Kondisi optimum dipilih berdasarkan peningkatan OD pada panjang gelombang 480 nm dan DO tertinggi dan penurunan BOD, COD, dan padatan terlarut paling besar. Penelitian variasi laju alir ini dilakukan hingga mendapatkan nilai BOD, COD, dan OD yang relatif konstan. Berikut adalah cara penentuan masing-masing parameter tersebut (American Public Health Association, 1976; Direktorat Pengendalian Masalah Air, 1981, Mc. Coy, 1969).

Penentuan DO

Penentuan DO dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu dengan penggunaan DO meter atau dengan metode Winkler. Prosedur penentuan DO dengan metode Winkler adalah sebagai berikut:

1. Ke dalam contoh di dalam botol DO 300 mL ditambahkan 2 mL larutan MnSO4

2. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan alkali-iodida-azida. Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan cara membolak balikkan botol beberapa kali. Gumpalan dibiarkan mengendap. 3. Bila proses pengendapan telah sempurna, bagian larutan yang jernih dikeluarkan dari

botol sebanyak ± 100 mL.

4. Larutan jernih ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat, dialirkan melalui dinding bagian dalam dari leher botol, dan segera ditutup kembali.

5. Botol digoyangkan dengan hati-hati sampai semua endapan larut.

6. Iodium yang dihasilkan dari reaksi tersebut, kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat standard 0,025 N, sampai larutan berubah menjadi kuning muda.

7. Larutan ditambahkan indikator kanji 1-2 mL (timbul warna biru), dan titrasi dengan tiosulfat dilanjutkan sampai warna biru hilang pertama kali.

8. Bila diinginkan ketelitian yang tinggi, bagian larutan jernih yang dikeluarkan dari botol DO (langkah 3) ditambah beberapa tetes H2SO4 pekat dan dititrasi dengan larutan standard tiosulfat, kemudian hasil titrasi iodium dari botol DO.

DO mg/L = L

Penentuan BOD

Penentuan BOD juga dapat dilakukan dengan DO meter atau dengan metode Winkler. Penentuan BOD dengan metode Winkler sama seperti metode penentuan DO dengan metode Winkler. Dengan hati-hati dimasukkan contoh air ke dalan dua botol inkubasi, dihindarkan masuknya udara ke dalam botol (timbulnya gelembung udara), kemudian salah satu dari botol tersebut diperiksa oksigen

terlarutnya (DO0), dan satu lagi diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, baru kemudian ditetapkan oksigen terlarutnya (DO5).

BOD mg/L = D D

DO0= nilai DO sampel sebelum diinkubasi

DO5= nilai DO sampel setelah diinkubasi (5 hari, 200 C) p= desimal faktor pengenceran

Penentuan COD

Jika COD lebih dari 50 mg/L, contoh air 50 mL atau contoh yang telah diencerkan menjadi 50 mL dituangkan ke dalam bejana refluks kapasitas 500 mL. Ditambahkan 1 g HgSO4, batu didih dan 5 mL reagen H2SO4 pekat yang dituangkan dengan hati-hati dan diaduk untuk melarutkan HgSO4. Selama mencampur, bejana didinginkan untuk mencegah penguapan. K2Cr2O7 0,25 N ditambahkan pula sebanyak 25 mL. Kondensor dihubungkan dengan air pendingin. Sisa H2SO4 sebanyak 70 mL ditambahkan melalui kondensor. Campuran direfluks selama 2 jam, kemudian didinginkan dan kondensor dibilas dengan air suling. Campuran tersebut diencerkan kurang lebih dua kali dengan air suling, dan didinginkan sampai temperatur ruangan. Kelebihan bikromat dititrasi dengan larutan standard fero amonium sulfat dengan indikator feroin (2-3 tetes), sampai terjadi perubahan warna dari biru hijau menjadi merah coklat. Blangko (air suling dikerjakan dengan cara yang sama dengan prosedur tersebut di atas. Penggunaan katalisator 1 g HgSO4 di dalam 50 mL contoh air berlaku untuk kadar klorida sampai 2000 mg/L. Apabila volume contoh diperkecil, dipertahankan perbandingan HgSO4:Cl = 10:1.

Penentuan COD yang nilainya rendah dilakukan dengan cara seperti di atas, tetapi dengan larutan standard bikromat dan titran fero amonium sulfat yang lebih encer (bikromat 0,025 N dan fero 0,01 N).

COD mg/L =

a = ml ferro ammonium sulfat untuk blanko b= ml fero ammonium sulfat untuk contoh N = normalitas fero ammonium sulfat

Penetapan Total Dissolved Solid (TDS)

Cawan porselin dicuci bersih lalu bilas dengan air suling kemudian dipanaskan selama ±1 jam dalam oven pada suhu 103-105 oC. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin menggunakan neraca analitik. Kemudian panaskan lagi dalam oven pada suhu 103-105 oC selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin sampai diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin kosong.

Sampel air limbah yang ditampung dalam botol sampel dipipet menggunakan pipet tetes sebanyak 2 gram b/v kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dikeringkan di dalam oven selama pada suhu 103-105 oC selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin sampai diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin+endapan. Nilai TDS diperoleh dari perbandingan antara bobot cawan porselin+endapan dikurangi cawan porselin kosong dengan jumlah sampel.

TDS ppm =

Penetapan Fixed Disolved Solid (FDS)

Cawan porselin yang berisi sampel dari hasil perhitungan TDS kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550 oC selama 3 jam. Kemudian cawan porselin dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin yang berisi endapan kering sampai diperoleh bobot konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin+endapan. Nilai FDS diperoleh dari perbandingan antara bobot cawan porselin+endapan dikurangi cawan porselin kosong dengan jumlah sampel.

FDS ppm =

Penetapan berat biomassa kering

Kertas saring Whatman No.42 disimpan di dalam cawan petri kemudian dipanaskan selama ±1 jam dalam oven pada suhu 103-105 oC. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan petri+kertas saring menggunakan neraca analitik hingga diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan petri+kertas saring kosong.

Sampel air limbah yang ditampung dalam botol sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman

No.42. Setelah tersaring residu yang terdapat dalam kertas saring dengan cawan petri dipanaskan selama 1 jam hingga bobot konstan dalam oven pada suhu 103-105 oC. Kemudian cawan petri+kertas saring yang berisi residu dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu bobot cawan petri+kertas saring berisi residu ditimbang bobotnya menggunakan neraca analitik sampai diperoleh bobot konstan.

Biomassa kering =

Pembuatan kurva laju pertumbuhan

Laju pertumbuhan S. platensis dapat dilihat menggunakan spektrofotometri Spectronic dengan panjang gelombang 480 nm.

3.2.5 Penelitian sistem kontinyu skala 10L

Penelitian dengan sistem kontinyu skala 10L dilakukan dengan acuan hasil penelitian pendahuluan dan penelitian utama skala 1,2L. Parameter-parameter yang diamati adalah produksi biomassa, nilai OD, nilai BOD, DO, dan COD.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan (sistem batch)

Spirulina platensis merupakan mikroalga yang mampu tumbuh dengan memanfaatkan gula sebagai sumber karbon dan hidrolisat protein sebagai sumber karbon dan nitrogen (Marquez et al., 1993; 1995; Singh et al., 1995). Walaupun LCPKS telah mengandung senyawa makronutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan S. platensis, pada media pertumbuhan tetap ditambahkan medium sintetik karena mikroalga ini juga membutuhkan senyawa mikronutrien yang mungkin tidak dikandung oleh LCPKS. Percobaan sebelumnya yang dilakukan oleh Tri-Panji et al. (2010) menunjukkan bahwa S. platensis sukar tumbuh dengan baik pada LCPKS 100% tanpa tambahan mikronutrien dan memerlukan waktu aklimatisasi lebih dari tiga bulan untuk tumbuh, mungkin karena kekurangan mikronutrien. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu dan konsentrasi medium yang optimum untuk pertumbuhan S. platensis.

Gambar 1. Fotobioreaktor kapasitas 3L dengan variasi konsentrasi LCPKS

Selama masa inkubasi pada sistem batch (Gambar 1), produksi biomassa S. platensis terus meningkat. Dari data produksi biomassa, fase logaritmik (fase log) dicapai pada periode pertumbuhan 14 hingga 21 hari. Laju pertumbuhan maksimum (µ maks) pada LCPKS 25% mencapai 0,264/hari (Tabel 2). Penurunan OD 480 nm dari hari ke-21 ke hari ke-25 menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroalga ini telah mencapai maksimum pada hari ke-21 (Gambar 2a). Selama periode tersebut, nilai

Total Carbon (TC) turun yang menunjukkan bahwa senyawaan karbon yang sebagian di antaranya berasal dari bahan organik LCPKS dikonsumsi oleh S. platensis. Hal ini dimungkinkan mengingat mikroalga ini mampu tumbuh baik dalam media organik, anorganik maupun campuran keduanya (Marquez et al., 1993)

Spirulina platensis masih tumbuh pada periode 21-25 hari. Hal ini mungkin disebabkan S. platensis tumbuh menggunakan bahan-bahan anorganik yang berasal dari media sintetik mengingat media pertumbuhan ini menggunakan 75% media anorganik sintetik dan hanya 25% media organik LCPKS. Menurut Marquez et al. (1995), S. platensis mampu tumbuh dalam media miksotropik (mixotropihic), yaitu menggunakan sumber karbon campuran organik dan anorganik. Dengan demikian meskipun mungkin kandungan bahan organik menurun, pertumbuhannya menggunakan sumber karbon anorganik lebih dominan, sesuai dengan dominasi karbon anorganik dalam media campuran yang digunakan. Kandungan karbon anorganik selama pertumbuhan tidak dianalisis, tetapi

yang dianalisis adalah total karbon. Senyawa karbon anorganik yang digunakan pada awal pertumbuhan sebanyak 75% dari 13,6 g/L atau sebanyak 10,2 g/L.

S. platensis yang ditumbuhkan pada medium LCPKS 25% memiliki waktu pertumbuhan yang cukup lama hingga mencapai optimum, yaitu 21 hari. Terlebih lagi, penambahan medium sintetik yang jauh lebih banyak dibandingkan LCPKS akan memperbanyak kandungan bahan anorganik berupa senyawa karbonat dan bikarbonat yang tidak diharapkan, karena pada sistem kontinyu yang nantinya akan diterapkan berdasarkan kondisi sistem batch, outflow media tumbuh pada sistem kontinyu diharapkan sudah memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan tidak mengandung bahan media sintetik yang ditambahkan pada media pembiakan S. platensis.

Tabel 3. Nilai laju pertumbuhan maksimum (μ maks) dan rasio penggunaan substrat ((So-S)/S) S. platensis pada berbagai konsentrasi LCPKS

Konsentrasi LCPKS (%) μ maks (So-S)/So

25 0.133 0.520

50 0.244 0.313

75 0.203 0.562

90 0.233 0.167

Dari data pada Tabel 3 terlihat bahwa laju pertumbuhan maksimum tertinggi dicapai pada penggunan substrat LCPKS 50% yaitu 0,244, sedangkan rasio penggunaan substrat tertinggi dicapai pada penggunaan substrat LCPKS 75%. Dengan pertimbangan penggunaan LCPKS paling banyak tetapi S. platensis masih dapat tumbuh baik, selanjutnya pembiakan S. platensis pada sistem kontinyu dilakukan pada LCPKS 90%. Penggunaan media tumbuh dengan konsentrasi LCPKS yang setinggi mungkin berarti penghilangan bahan organik yang merupakan polutan dalam limbah ini juga akan mencapai nilai tertinggi.

Pengamatan nilai TC pada kultur S. platensis dalam media LCPKS 75% dan 90% menunjukkan bahwa nilai TC menurun dengan cepat dari hari ketujuh pada media LCPKS 75% dan mulai hari ketiga pada media LCPKS 90%. Hal ini sejalan dengan laju pertumbuhan S. platensis yang pada masing-masing media tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa S. platensis yang sudah teraklimatisasi dalam LCPKS sangat potensial untuk dibiakkan dalam media limbah ini untuk produksi biomassa dan sekaligus untuk menurunkan kadar polutan limbah ini.

Nilai biomassa kering ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan nilai OD, berbeda dengan pertumbuhan dengan menggunakan media sintetik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya koloid berwarna cokelat dari LCPKS. Koloid ini tidak dapat dihilangkan melalui penyaringan menggunakan kertas saring. Nilai biomasssa kering tertinggi terdapat pada S. platensis yang ditumbuhkan pada medium LCPKS 75% mencapai sekitar 6 g/L (Gambar 2b).

Nilai TC pada medium LCPKS 25% yang ditumbuhi S. platensis mengalami penurunan hingga hari terakhir pengamatan yaitu hari 25, namun penurunan paling tajam terjadi pada periode hari ke-7 hingga hari ke-11. Meskipun nilai OD 480 nm terlihat menurun pada periode dari hari ke -21 sampai hari ke-25, konsentrasi biomassa sel tetap terlihat naik. Penurunan nilai OD ini mungkin disebabkan sebagian sel-sel S. platensis membentuk gumpalan-gumpalan yang menyebabkan penurunan kekeruhan.

Pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode mulai dari hari ke-14. Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan pada media LCPKS 25% merupakan percobaan pertama penumbuhan S.

Dokumen terkait