• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEOR

2. Tinjauan Budaya Sekolah

Kata “budaya” sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak orang dari dalam maupun luar negeri mengetahui bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya. Pengertian dari budaya terkadang hanya dipandang sebatas hasil karya manusia, seperti tarian, lagu, alat musik, dan lain-lain. Sebenarnya, budaya adalah suatu hal yang sangat luas dan tidak

25

terbatas hanya pada hasil karya manusia. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan budaya sebagai hasil pikiran dan akal budi manusia (1990: 130). Budaya merupakan hasil pikiran atau akal budi manusia yang dijadikan pandangan hidup manusia. Nurkolis (2006: 200) memberikan pendapat mengenai pengertian budaya yaitu pandangan hidup yang diakui dan dilaksanakan bersama oleh masyarakat yang terdiri dari cara berpikir, perilaku, sikap, serta nilai-nilai yang nyata maupun abstrak. Pendapat tersebut hampi sama dengan Aan Komariah & Cepi Triatna (2010: 98) menyatakan bahwa “budaya merupakan pandangan hidup (way of life) yang dapat berupa nilai-nilai, norma, kebiasaan, hasil karya, pengalaman, dan tradisi yang mengakar di suatu masyarakat dan mempengaruhi sikap dan perilaku setiap orang/masyarakat tersebut”. Budaya dapat dikatakan sebagai pandangan hidup masyarakat yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik secara konkret maupun abstrak. Beberapa budaya juga dapat berubah mengikuti perkembangan jaman. Tergantung pada sikap masyarakat dalam menanggapi budaya yang positif atau negatif.

Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah hasil pikiran dan akal budi manusia yang dijadikan pandnagan hidup masyarakat. Budaya dapat berupa cara berpikir, perilaku, sikap, nilai dan norma, kebiasaan, hasil karya, pengalaman, dan tradisi. Budaya terdapat di seluruh aspek kehidupan masyarakat serta lingkungan tempat masyarakat berkembang. Lingkungan keluarga, lingkungan

26

masyarakat bahkan lingkungan sekolah tentu memiliki budaya yang berbeda satu dengan yang lain.

b. Pengertian Budaya Sekolah

Budaya terdapat di segala aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikan yang terjadi di sekolah. Suatu hal yang dibudayakan di sekolah disebut dengan budaya sekolah. Budaya sekolah secara umum dijelaskan sebagai suasana sekolah yang menjadi tempat interaksi antar siswa, antar guru, antar konselor, antar pegawai administrasi dan antar warga sekolah (Kemendiknas, 2010: 19). Pengertian tersebut terlalu luas, sehingga perlu dipersempit lagi agar pengertian budaya sekolah yang sebenarnya dapat dipahami.

Budaya sekolah menjadi ciri khusus yang dimiliki oleh suatu sekolah. seperti pendapat dari Aan Komariah & Cepi Triatna (2010: 102) yang menyampaikan bahwa budaya sekolah adalah karakteristik khas yang dimiliki oleh sekolah. Karakteristik khas tersebut dapat ditunjukkan melalui nilai-nilai yang diterapkan, sikap yang dimiliki, kebiasaan yang ditampilkan, serta tindakan seluruh warga sekolah yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem sekolah. Budaya sekolah merupakan sistem berpikir dan bertindak secara khas serta kompleks yang dimiliki oleh suatu sekolah (Barnawi & Mohammad Arifin, 2013: 110). Sistem tersebut dilandasi oleh nilai, keyakinan serta asumsi yang bersifat dinamis serta memiliki tujuan yang jelas.

27

Budaya sekolah diciptakan dengan tujuan memajukan suatu sekolah. Menciptakan budaya sekolah juga memerlukan pemikiran serta pertimbangan dari warga sekolah. Budaya sekolah merupakan sesuatu yang dibangun dari pertemuan antara nilai-nilai yang dianut oleh kepala skeolah dan nilai-nilai yang dianut oleh guru-guru serta karyawan (Muhaimin, Suti’ah & Sugeng Listyo Prabowo, 2010: 48). Budaya sekolah dibangun dari pemikiran orang- orang yang ada di sekolah. Utamanya adalah pemikiran pemimpin sekolah, yaitu kepala sekolah yang akan lebih banyak memberikan pengaruh. Kepala sekolah yang visioner akan membawa sekolah untuk lebih maju.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah sistem berpikir dan bertindak secara khas serta kompleks yang dimiliki oleh suatu sekolah yang menjadi karakteristik sekolah. Sistem berpikir dan bertindak tersebut dibangun dari pemikiran kepala sekolah, guru dan karyawan. Kepala sekolah sebagai pembimbing untuk mengarahkan tujuan yang akan dicapai melalui nilai-nilai yang diterapkan, sikap yang dimiliki, kebiasaan yang ditampilkan, serta tindakan seluruh warga sekolah.

c. Karakteristik Budaya Sekolah

Budaya sekolah yang tercipta memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik budaya sekolah terdiri dari budaya positif dan budaya negatif. Budaya sekolah yang positif adalah budaya sekolah yang mendukung peningkatan mutu sekolah (Jumadi, 2006: 4). Bentuk budaya sekolah yang positif antara lain penghargaan terhadap warga sekolah yang berprestasi, komitmen terhadap belajar, saling percaya antar warga sekolah, menjaga

28

sportivitas, dan lain-lain. Penanaman budaya positif dapat memberikan peluang sekolah beserta warga sekolah untuk berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, memiliki semangat tinggi, dan mampu untuk terus berkembang (Moerdiyanto, Tt: 5-6). Budaya positif perlu dikembangkan sebagai modal untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam meningkatkan mutu sekolah.

Keberadaan budaya sekolah yang bersifat netral, tidak akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan mutu sekolah. Budaya sekolah yang bersifat netral, yaitu budaya sekolah yang tidak mendukung maupun menghambat peningkatan mutu sekolah (Jumadi, 2006: 5). Budaya sekolah netral akan selalu ada di lingkungan sekolah, meskipun tidak memberikan dampak bagi peningkatan mutu sekolah. Hal ini dikarenakan budaya sekolah netral dapat dijadikan alat untuk menjalin hubungan yang hangat antar warga sekolah. Contoh dari budaya sekolah yang netral adalah arisan keluarga sekolah, pembuatan seragam, dan lain-lain.

Berbanding terbalik dengan budaya sekolah positif, budaya sekolah negatif sebaiknya dihindari. Budaya negatif cenderung bersifat anarkis, negatif, meracuni warga sekolah dengan hal yang tidak baik, bias serta dominatif (Moerdiyanto, Tt: 5-6). Sekolah yang memiliki budaya negatif, salah satunya adalah sekolah yang cepat puas dengan sesuatu yang telah diraih diraih. Sekolah yang cepat puas dengan sesuatu yang diperoleh tidak akan berkembang karena selalu menerima dengan puas yang telah diperoleh. Tidak akan ada motivasi untuk bekerja keras secara terus menerus dan

29

memperoleh hasil yang lebih baik lagi dari sebelumnya atau tidak berusaha untuk lebih baik dari sekolah lain. Contoh lainnya adalah banyak jam pelajaran kosong, siswa takut berbuat salah, siswa takut bertanya/mengemukakan pendapat, warga sekolah saling menjatuhkan, persaingan yang tidak sehat antar warga sekolah, perkelahian antar siswa maupun antar sekolah, penggunaan minuman keras dan obat terlarang, pornografi, dan lain-lain (Jumadi, 2006: 5).

d. Identifikasi Budaya Sekolah

Wujud budaya terdiri dari 3 tingkatan kebudayaan oleh Edgar H. Schein. Tiga tingkatan budaya meliputi artifacts, espoused beliefs and values, basic underlying assumptions (Schein, 2004: 25-36). Berikut adalah penjelasannya:

1. Artifacts/ artifak

Artifak merupakan tingkat pertama dalam tingkat budaya. Artifak merupakan sesuatu kebudayaan yang dapat dilihat secara konkret. Artifak meliputi kondisi fisik sekolah, bahasa yang digunakan dalam interaksi antar warga sekolah, cara warga sekolah dalam berpakaian, daftar absensi, daftar nilai, upacara bendera, dan lain-lain.

2. Espoused beliefs and values/ keyakinan dan nilai

Keyakinan serta nilai-nilai yang dianut antara satu sekolah dengan sekolah lain berbeda. Keyakinan serta nilai-nilai tersebut merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi perilaku warga sekolah. Warga sekolah yang yakin berhasil memperoleh prestasi pasti bekerja keras untuk

30

dapat mencapai prestasi yang tinggi. Keyakinan serta nilai-nilai dapat digunakan oleh warga sekolah sebagai acuan untuk bertindak. Keyakinan dan nilai-nilai juga ada pada kalimat dalam slogan-slogan yang terpampang di lingkungan sekolah.

3. Basic underlying assumptions/ asumsi dasar

Asumsi merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan dan terbukti benar, sehingga digunakan sebagai pedoman. Tujuan dari asumsi juga mengacu pada keberhasilan suatu sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah, salah satunya yang berkaitan dengan prestasi siswa. Contoh asumsi adalah merubah tata letak ruangan kelas agar lebih efektif saat kegiatan belajar mengajar.

Pendapat mengenai tingkatan budaya dari Edgar H. Schein tersebut senada dengan pendapat dari John P. Kotter. John P. Kotter (Moerdiyanto, Tt: 7-8) menyatakan bahwa lapisan budaya sekolah terdiri atas lapisan yang dapat diamati dan lapisan yang tidak dapat diamati. Lapisan yang dapat diamati terdiri dari keadaan gedung sekolah, tata ruang, kebiasaan, peraturan- peraturan, upacara, simbol, logo, slogan, bendera, gambar yang dipasang, sopan santun, cara berpakaian, dan lain-lain. Lapisan yang tidak dapat diamati antara lain norma, cara tradisional yang masih digunakan, dan lain-lain.

Kedua lapisan tersebut dapat digolongkan dalam tiga bentuk budaya sekolah. Lapisan yang mudah diamati tergolong dalam bentuk artifak. Lapisan yang tidak dapat diamati tergolong dalam nilai dan keyakinan serta

31

asumsi dasar. Lapisan-lapisan budaya sekolah yang dikemukakan oleh John P. Kotter dapat dijelaskan melalui tabel berikut:

Tabel 2. Lapisan-lapisan Budaya Sekolah

Lapisan kultur Bentuk Perwujudan Keterangan

Artifak Kondisi fisik sekolah:

1. Halaman sekolah yang bersih, rapi dan asri.

2. Gedung yang layak digunakan.

3. Interior ruang yang mendukung kegiatan belajar mengajar.

4. Sarana ruang yang bersih dan tertata.

Nyata dan dapat

diamati

Perilaku:

1. Kegiatan non akademik yang dilaksanakan.

2. Cara berpakaian warga sekolah. 3. Upacara bendera maupun upacara

keagamaan yang dilaksanakan. Nilai dan

keyakinan

1. Nilai-nilai dan keyakinan yang ditanamkan untuk membentuk sikap yang baik.

2. Nilai-nilai dan keyakinan yang ditanamkan untuk menunjang peningkatan prestasi.

Abstrak dan tersembunyi

Asumsi 1. Asumsi dasar untuk menciptakan keharmonisan.

2. Asumsi dasar untuk meningkatkan prestasi.

3. Asumsi dasar dalam membentuk sikap baik.

3. Tinjauan Matematika

Dokumen terkait