• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Atas Hukum Dan Pelaksanaannya Di

Nagari Balai Panjang

1. Tinjauan Hukum Pidana Islam atas hukum yang ada di Nagari Balai Panjang Hukum pengasingan yang sudah pernah dilaksanakan pada pelaku tindak pidana zina pada awal Nagari Balai Panjang itu berdiri, hukum tersebut sudah hampir mendekati kepada hukum pidana Islam (hukuman Had). Sebagaimana terdapat pada hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan Abdullah ibn al-Shamit ia bersabda:

َع

او ُذُخ ْيَّنَع ا ْو ُذُخ: َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ هاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ُل ْوُس َر َل اَق : َل اَق ِتِماَّصلا ِنْب َةَداَبُع ْن

،ًلاْيِبَس َّنُهَل ُ هاللَّ َلَعَج ْدَق ،يَّنَع

ٍةَئ ا ِم ُدْلَج ِبَّيَّثل اِب ُبَّيَّثلا َو ،ٍةَنَس ُيْفَن َو ٍةَئاِم ُدْلَج ِرْكِبْل اِب ُرْكِبْلا

ٌمِلْسُم ُها َو َر . ُمْج َّرلا َو

.

74 Mardanis Dt.Kuniang (Aggta KAN Balai Panjang), WawancaraPribadi , 04 Maret 2019

Artinya: “Dari Ubadah bin Ash-Shamit, ia berkata: “Rasulallah Saw. Bersabda: “Ambillah hukum dariku”,ambillah hukum dariku, Allah telah membuat jalan (aturan) untuk mereka (para pezina),bujangan berzina dengan gadis hukumannya 100 cambukan dan diasingkan setahun,duda berzina dengan janda hukumannya 100 cambukan dan dirajam,”(HR.Muslim)76

Berdasarkan hadis di atas, terhadap tindak pidana zina ini sudah ditentukan waktu untuk pengasingan yang akan diberikan kepada pelaku tindak pidana zina dan hal ini berlaku bagi perjaka atau gadis yang melakukan tindak pidana zina. Sedangkan menurut hukum adat di Nagari Balai Panjang, pengasingannya itu tidak dibatasi waktu dan berlaku bagi tindak pidana muhsan maupun ghairu muhsan.

Sedangkan hukuman yang masih diterapkan sampai saat ini di Nagari Balai Panjang mengenai pelanggaran adat wajah nan tigo, pemberian sanksi terhadap orang yang berbuat tindak pidana zina terbagi atas 3:

a. Simambang ba urek ( yaitu tindak pidana zina yang dilakukan oleh pemangku adat yang sudah resmi), sanksinya berupa 1 ekor kerbau. b. Sikabuang Batang, (yaitu orang yang sudah di tunjuk oleh kaumnya sebagi

datuak numun belum diresmikan), sanksi berupa 1 ekor sapi.

c. Siganti Pucuak ( yaitu tindak pidana zina yang dilakukan oleh anak keponakan), sanksi berupa 1 ekor kambing.

76 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam,(Jakarta: Darus Sunnah,2012), Cet ke-7 hlm 315-316

Dari sini jelas sekali jika hukum adat Nagari Balai Panjang membedakan sanksi terhadap tindak pidana zina itu berdasarkan status masyarakat hukum Adat. Alasannya karena kedudukan seorang pemangku adat sangat berpengaruh sekali terhadap kaumnya.

Dalam hukum pidana Islam tindak pidana zina termasuk kepada hukuman hudud. Hukuman hudud ini adalah semua jenis tindak pidana yang telah ditetapkan jenis, bentuk, dan sanksinya oleh Allah dalam Al-qur’an dan dalam hadis Nabi .77

a. Hukuman rajam; istilah hukum rajam hanya ditemukan dalam pidana Islam yang diancamkan bagi pelaku pidana zina yang berstatus muhsan (janda, duda, laki-laki yang masih beristri atau istri yang masih bersuami). Maksud rajam adalah membunuh pezina muhshan dengan menggunakan batu atau serupa dengannya.78

b. Hukuman dera; istilah dera diancamkan atas pelaku zina yang berstatus perawan dan jejaka sebagaimana firman Allah yang di jelaskan dalam surat al-Nur ayat 2 berikut:

➔◆

◆

→⬧



◼◆

☺

⬧⬧

⧫

Artinya :Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera... “(Q.S.24 : 2).79

77 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), Cet. Ke-1, hlm 47

78 Nuraisyah,Hukum Pidana Islam,(Bukittinggi: STAIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi, 2004), Cet ke-1 hlm 228

Jadi, berdasarkan sanksi yang diterapkan menurut hukum adat Nagari Balai Panjang, sanksi tersebut bukanlah termasuk ke dalam hukuman hudud namun sanksi tersebut dalam hukum pidana Islam termasuk kedalam hukuman ta’zir. Karena secara etimologis takzir berarti menolak dan mencegah sedangkan menurut istilah takzir adalah semua jenis sanksi hukum yang ditetapkan oleh otoritas pemerintah disuatu instansi atau Negara.80

Berbeda dengan qisas dan hudud, bentuk sanksi takzir tidak disebutkan secara tegas dalam Al-quran dan hadis. Untuk menentukan jenis dan ukurannya menjadi wewenang hakim atau penguasa setempat. Mengenai pembuktian tindak pidana zina yang terdapat di Nagari Balai Panjang ditinjau dari hukum pidana Islam terdapat beberapa persamaan dan beberapa perbedaan. Di mana persamaannya adalah sama memiliki sanksi, pengakuan pelaku dan hamil. Di balik persamaannya tersebut terdapat beberapa perbedaan.

Perbedaannya saksi yang harus dimiliki oleh hukum adat untuk membuktikan orang berzina itu ada 2 saksi (Babukti bakatorangan), sedangkan menurut hukum Islam saksi itu terdapat 4 orang laki-laki yang adil. Menurut hukum adat yang dimaksud 2 orang saksi tersebut tidak ditentukan apakah saksi tersebut laki-laki atau perempuan dan saksi tersebut adil atau tidaknya.

Jadi kesimpulan mengenai 2 orang saksi yang yang dijadikan alat bukti untuk tindak pidana zina di Nagari Balai Panjang ini menurut penulis belum cukup kuat untuk membuktikan apakah seseorang itu telah melakukan tindak pidana zina atau tidaknya karena Islam secara tegas menyatakan bahwasanya saksi yang harus dihadirkan sebanyak empat oang saksi laki-laki yang adil. Jumlah empat orang merupakan suatu ketentuan yang bersifat mutlak. Dalam hukum Islam hakim tidak bisa memberikan had zina manakala hanya berdasarkan kesaksian 3 orang saja. Akan tetapi hakim dapat menjatuhi saksi had zina jika pelaku mengakui, meskipun saksi hanya 1 atau 2 orang saja. Had tersebut ditetapkan bukan karena saksi tapi karena pengakuan pelaku.

Mengenai bukti yang kedua (Rupo ditengok) di adat menjelaskan tidak mengetahui seseorang itu bersalah atau tidak, namun pelaku hamil harus dipanggil mamak dari yang bersangkutan terlebih dahulu. Dalam hukum Islam istilah proses memanggil mamak itu tidaklah ada. Akan tetapi di dalam hukum Islam seseorang bisa dijatuhi hukuman had zina manakala terlihat kehamilan di perutnya, sedangkan ia belum atau tidak sedang berada dalam ikatan pernikahan, dan ia tidak bisa mendatangkan bukti yang bisa menghapus had darinya. Apabila wanita tersebut mampu menghadirkan alasan yang dapat menghapus had zina, maka had tidak akan dijatuhkan kepadanya.

Alasan-alasan tersebut bisa berupa ia hamil karena diperkosa atau dipaksa dengan ancaman.81

Melihat pengakuan yang dijadikan bukti untuk tindak pidana zina dalam hukum Islam terdapat beberapa perberbedaan berapakalinya pengakuan yang diucapkan oleh seseorang yang melakukan tidak pidana zina tersebut. Menurut hukum adat Nagari balai Panjang cukup sekali saja pengakuan itu dilakukan oleh orang yang melakukan perbuatan zina itu maka bisa langsung dijadikan alat bukti, sedangkan dalam hukum Islam sesuai hadis Nabi di mana pengakuan yang diberikan oleh orang yang berbuat tindak pidana zina tersebut adalah sebanyak empat kali, sebagaimana hadis nabi:

ٌلُج َر َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ هللّ ا ىَّلَص ِ هاللَّ َل وُس َر ىَتَأ :ل اَق ُهَّنَأ َة َرْي َرُه يِبَأ ْنًع َو

َر اَي :َل اَقَف ،ُهاَد اَنَف ِد ِجْسَمْلا يِف َوُه َو

ُهْنَع َض َرْعَأَف ، ُتْيَن َز يَّنِإ ِ هاللَّ َلوُس

ىَّحَنَتَف

َكِل َذ ىَنَث ىَّتَح ُهْنَع َض َرْعَأَف ،ُتْيَن َز يَّنِإ ِ هاللَّ َلوُس َر اَي :َل اَقَف ،ِهِهْج َو َءاَقْلِت

ُ هاللَّ َّلَص ِ هاللَّ ُلوُس َر ُهاَعَد ٍتاَداَهَث َعَب ْرَأ ِهِسْفَن ىَلَع َدِهَث اَّمَلَف ،ٍتا َّرَم َعَب ْرَأ ِهْيَلَع

اَقَف ،َمَّلَس َو ِهْيَلَع

َل اَقَف ،ْمَعَن :َل اَق ؟ َتْنَصْحَأ ْلَهَف:َل اَق،َلا :ل اَق ؟ٌنوُنُج َكِبَأ :َل

ِهْيَلَع ٌقَفَّتُم .ُهوُمٌج ْر اَف ِهِب اوُبَهْذا :َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ هاللَّ ىَّلَص ِ هاللَّ ُلوُس َر

Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “ ada seorang muslim menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berada di masjid. Ia menyeru beliau dan berkata, “wahai Rasulallah, sungguh aku telah berzina.” Beliau berpaling darinya dan orang itu berputar menghadap wajah beliau, lalu berkata, “wahai Rasulallah sungguh aku aku telah berzina.” Beliau memalingkan muka lagi, hingga orang itu mengulangi ucapannya empat kali. Setelah ia bersanksi dengan kesalahannya sendiri empat kali, Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam memanggilnya dan bersabda, “Apakah engkau gila?” ia menjawab, tidak. “beliau bertanya

81 Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana Islam Sistem Hukum Islam,(Ciawi Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet. Ke-1 hlm 27

apakah engkau sudah minikah?” ia menjawab, Ya. “lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “bawalah dia dan rajamlah.” (Muttafaq Alaih).82

Berdasarkan penjelasan hadis di atas sudah jelas bahwasanya pengakuan dari orang yang melakukan tindak pidana zina haruslah empat kali pengakuan karna satu kali pengakuan tidaklah cukup (belum kuat) untuk membuktikan orang tersebut bersalah.

Terhadap Pembuktian tindak pidana zina dalam hukum adat Nagari Balai Panjang tersebut, Ada beberapa pembuktian di mana dalam hukum pidana Islam tidak ada dijelaskan mengenai pembuktian yang namanya Buni nan didonga yaiu orang tersebut terdengar melahirkan (terdengar suara anak kecil menangis).

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan adanya perbedaan mendasar mengenai tindak pidana zina menurut hukum pidana Islam dan hukum adat Nagari Balai Panjang berdasarkan tabel berikut:

Tabel X

Tindak Pidana Zina Ditinjau dari

Hukum Pidana Islam Hukum Adat Nagari Balai Panjang

Pelaku 1. Muhsan

2. Gairu muhsan

Berdasarkan status masyarakat hukum

19Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam, (Jakarta: Darus Sunnah,2012), Cet ke-7 hlm 321

Adat

Sanksi 1. Rajam

2. Dera

1. Pengucilan

2. Denda Pelanggaran Adat Wajah nan tigo

Pembuktian 1. Saksi 2. Pengakuan pelaku 3. Hamil 1. Babukti bakatorangan 2. Rupo ditengok 3. Buni Nan di donga 4. Ada yang melihat 5. Pengakuan

2. Tinjauan hukum pidana Islam tentang pelaksanaan hukuman bagi tindak pidana zina

Dalam pelaksanaannya menurut hukum pidana Islam dibagi menjadi 2 yaitu muhsan dan ghairu muhsan. Dalam tata cara pelaksannaan hukuman bagi tindak pidana muhsan jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang dihukum rajam jika seorang laki-laki, maka ia di eksekusi dengan berdiri, tidak diikat dengan apapun, tidak dipegangi dan tidak pula ditanam (dikubur setengah badan). Vonis rajam tersebut ditetapkan berdasarkan sanksi atau

berdasarkan pengakuannya sendiri hal ini sebagaimana dilakukan oleh baginda Rasulallah Saw. Terhadap Maiz. Ketika di eksekusi beliau tidak menginstrusikan supaya maiz ditanam.

Jika terpidana yang dihukum had adalah seorang wanita, ulama Hanafiyah mengatakan, imam diberikan kebebasan pilihan antara menanam wanita tersebut atau tidak menanamnya. Alasan diperbolehkannya menanam karena menanam akan lebih dapat menutupi aurat si terhukum wanita tersebut. Alasan tidak melakukan penanaman karena jika alasan menanam adalah untuk menutupi aurat terhukum, sebenarnya pakaiannya sudah dapat menutupi auratnya. Karena wanita terhukum pada saat menjalani eksekusi hukumannya, pakaiannya tidak boleh terbuka.83

Sedangkan dalam tata cara pelaksanaan hukuman ghairu muhsan ulama hanafiah mengatakan agar tempat pemukulan tidak pada satu bagian dari tubuh saja. Karena seperti itu dapat menyebabkan rusaknya anggota tubuh tertentu dan dapat merobek kulit. Pemukulan harus diarahkan ke beberapa bagian anggota tubuh yang berbeda-beda seperti dua bahu, dua lengan atas, dua lengan bawah, dua betis dan dua kaki. Pemukulan juga jangan sampai diarahkan keanggota tubuh yang sensitive seperti wajah, kepala, dada, perut, serta alat-alat produksi.

83 Wabah az-Zuhaili, Fiqih Islam 7, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Juul Asli “al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu” Juz VII, (Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. Ke-1 hlm 338

Imam Malik mengatakan, dalam hukuman had cambuk yang dipukul adalah punggung dan sekitarnya. Imam Syafii mengatakan, pemukulan dilakukan merata pada bagian-bagian anggota badan dengan memerhatikan agar jangan sampai memukul wajah, alat kelamin, panggul, dan anggota tubuh sensitif lainnya.

Semenara itu Imam Ahmad mengatakan, seluruh tubuhnya harus merasakan pukulan kecuali tiga tempat yaitu kepala, wajah dan alat kelamin, baik apakah terhukum itu laki-laki atau perempuan.84

Berbeda dengan hukum adat di Nagari Balai Panjang yaitu tata cara pelaksanaan hukuman tindak pidana zina setelah diputuskan orang itu bersalah, maka langsung berlaku sanksi sesuai dengan hukuman yang sudah ditentukan.

Sedangkan proses hukum Islam mempunyai tata cara tersendiri bagi muhsan dan ghairu muhsan sedangkan dalam hukum adat di Nagari Balai Panjang tidak ada melaksanakan tata cara bagi muhsan dan ghairu muhsan, namun berdasarkan golongan atau pangkat yang dimiliki hukum adat setempat. Hukumannya berupa pengasingan, denda berdasarkan pelanggaran adat wajah nan tigo dan ditambah lagi pencabutan gelar bagi pemangku adat yang berbuat tindak pidana zina tersebut.

84 Wabah az-Zuhaili, Fiqih Islam 7, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Juul Asli “al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu” Juz VII, …Cet. Ke-1 hlm 341

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari lapangan yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya, penulis akan memberikan kesimpulan beserta saran yang bertujuan untuk merangkum kembali pembahasan yang sudah di uraikan tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hukum adat yang mengatur tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana perzinaan di Nagari Balai Panjang yang masih berlaku pada saat ini adalah pengucilan dan pemberian sanksi berupa denda pelanggaran adat wajah nan tigo.

2. Tinjauan hukum pidana Islam atas hukum dan pelaksanaanya di Nagari Balai Panjang yaitu dalam pandangan Hukum pidana Islam sesuai dengan aturan yang berlaku saat di nagari balai panjang ini termasuk kedalam hukuman ta’zir. Dalam pelaksanaanya hukum adat nagari Balai Panjang setelah di ketahui dan diputuskan orang itu berzina maka langsung saja berlaku aturan tersebut. Hal tersebut jika dipandang dalam hukum islam untuk pelaksanaanya memiliki prosedur yang panjang. Hal ini berbeda dengan yang berlaku di Nagari Balai Panjang saat ini.

B. Saran

1. Penulis berharap dalam pemberian sanksi terhadap pelaku zina di Nagari Balai Panjang lebih di pertegas lagi sehingga atas sanksi yang diberikan bukan pelaku saja yang jera namun bagi masyarakat juga merasakan takut untuk melakukan perbuatan itu.

2. Di harapkan kepada wali Nagari Balai Panjang beserta jajarannya untuk membuat peraturan Nagari berbentuk lembaran (tertulis) yang memiliki pasal-pasal untuk memperkuat hukum adat yang sudah ada di Nagari Balai Panjang.

Dokumen terkait