• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar

PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jalan Sukabumi No. 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Pada tanggal 27 Juni 1981, divisi produksi PT. Combiphar berpindah lokasi ke Jl. Raya Simpang No. 383 Padalarang dan diresmikan oleh Direktur Jenderal POM Depkes RI, sedangkan kantor pusatnya tetap di Jl. Sukabumi 61 Bandung. Pada tahun 1987 kantor pusat PT. Combiphar pindah ke Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Jakarta Timur. Sejak 8 April 1998 kantor pusat PT. Combiphar menetap di Jl. Tanah Abang II/9 Jakarta Pusat dan selanjutnya pindah ke Graha Atrium lantai 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta sejak pertengahan tahun 2007.

Suatu perubahan signifikan terjadi pada dekade kedua. Perubahan tersebut mencakup penataan ulang standar operating procedures (SOP) dan fasilitas produksi. Perubahan ini membawa PT. Combiphar tercatat sebagai salah satu perusahaan Farmasi Nasional yang mendapat penghargaan sertifikat CPOB pada tahun 1991. Hingga saat ini PT. Combiphar telah mempunyai 22 sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pada tahun 1997 dibangun gedung induk produksi lensa mata dari Rohto yang merupakan kerjasama antara PT. Combiphar dengan PT. Rohto dari Jepang yang berakhir pada tahun 2002. Dengan berakhirnya kerjasama tersebut, maka gedung Rohto akhirnya digunakan oleh PT. Combiphar untuk departemen

tahun yang sama di lakukan kerjasama dengan Sanofi-Syntelabo Perancis dan dibangunlah fasilitas PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) di lingkungan pabrik PT. Combiphar. Pada tahun 2002 juga dibangun fasilitas gedung khusus untuk produk OBH (Obat Batuk Hitam) yang dilatar belakangi oleh adanya permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap produk OBH Combi dan terbatasnya kapasitas untuk sarana produksi. Kemudian pada tahun 2003 PT. Combiphar telah meng-upgrade fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Pada bulan Maret 2006, PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) beralih nama menjadi PT. Pharma Health Care (PHC). Pada tanggal 9 Oktober 2006, PT. Combiphar diperiksa oleh konsultan ISO yaitu AIMS. Perusahaan ini kemudian di audit oleh SGS, yaitu badan yang berwenang memberikan sertifikat ISO. Berdasarkan hasil audit, PT. Combiphar dinyatakan berhak mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000.

2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar

PT Combiphar memiliki visi yaitu menjadi salah satu industri farmasi yang terkemuka dan disegani di Indonesia (Become one of the Leading and

Respectable Pharmaceutical Industry in Indonesia).

Untuk mencapai visi tersebut PT Combiphar menjalankan misi yaitu ikut berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup melalui program COMBIPHAR yaitu

Care, Optimize, Motivated, Be different, Integrity, Pride, Harmony, Alert,

2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar 2.3.1 Company Organochart President Vice Director Director Managing Director Head of Ethical Division Head of CCH Division Head of Oncology Division Head of Pharmaserve Division Head of Finance Division Head of Bussiness Dev. Division

Head of Internal Audit

Head of Plant Division

2.3.2 Plant Organochart Managing Plant Director Plant HRD & GA Engineering Manager Production Manager Supply Chain Manager Quality Control Product Development Assistant Manager of Fi & QA Operation Manager Quality Service Deputy Plant Cost Accounting

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT. Combiphar 2.4.1 Lokasi PT. Combiphar

Divisi pabrik berada di Jalan Raya Simpang No. 383 Padalarang, Bandung, Jawa Barat, divisi ini bertanggung jawab atas semua proses produksi produk Combiphar. Kantor pusat (Head Office) dan divisi pemasaran PT. Combiphar terletak di Graha Atrium Senen Lt. 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta Pusat. Kantor pusat ini mengatur kegiatan perusahaan yang meliputi Keuangan, Pemasaran, Bussiness Development, Human Resources Development (HRD), dan lain-lain. Distribusi produk-produk PT. Combiphar dilakukan oleh PT. Anugrah Pharmindo Lestari (APL), PT. Parit Padang dan PT. Parazelsus.

2.4.2 Sarana Produksi PT. Combiphar

Bangunan Utama pada divisi pabrik PT. Combiphar terdiri dari 6 gedung yaitu:

1. Gedung Utama (Gedung Produksi Utama) Gedung utama ini terdiri beberapa bagian, yaitu: - Kantor

- Gudang

- Ruang produksi yang terbagi menjadi daerah abu-abu (grey area) dan daerah hitam (black area)

2. Gedung bagian QA dan Product Development 3. Gedung Produksi OBH dan gudang

4. Gedung PHC (Pharma Health Care) 5. Instalasi Pengolahan Air Limbah 6. Gedung Produksi Solid dan gudang

7. Bagian umum (kantin, mushola, mess karyawan, dan lain-lain) 2.4.3 Sarana Penunjang

Pabrik Combiphar memiliki beberapa sarana penunjang untuk mendukung dan memperlancar aktivitas produksi. Adapun sarana penunjang tersebut adalah bengkel teknik (mechanical workshop), city electricity, generator

diesel (genset), dua unit boiler, dua unit Air Compressor, pompa air, pengolahan

air dengan sistem Reverse Osmosis, sistem Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC) pada gedung utama dan gedung sediaan cair (liquid), dua unit fire

hydrant pump yaitu diesel engine dan electric motor, Waste Water Treatment

Plant (WWTP), Penangkal Petir, Sistem telekomunikasi (telepon, faximile,

e-mail), dan System Application Programe (SAP).

2.5 Prestasi dan Penghargaan a. Sertifikat GMP Obat Modern b. Lisensi Obat Tradisional c. Sertifikat Produksi Kosmetika d. 22 Serifikat CPOB

e. Strata A pada Mapping Industri Farmasi No: PO.00.01.3475 f. Penghargaan Perusahaan Pembina K3 Terbaik

g. Penghargaan Kecelakaan Nihil (Zero Accident)

2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara Pembuatan Obat yang baik atau dikenal dengan istilah CPOB merupakan suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu yang bertujuan menjamin agar setiap obat senantiasa dibuat untuk mencapai mutu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pedoman CPOB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam SK Menkes RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 dan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 05410A/A/SK/1989.

Aspek-aspek dari CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

1. Manajemen Mutu

Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya.

Unsur dasar Manajemen Mutu adalah :

a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada.

b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang disebut pemastian mutu atau quality assurance.

Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu – Pemastian Mutu – CPOB – Pengawasan Mutu

Manajemen Mutu

(Memberikan arahan kebijakan tentang mutu)

Pemastian Mutu

(Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu)

CPOB

(Menghindarkan atau meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk)

Pengawasan Mutu

(Bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar)

2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.

Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.

Kepala bagian Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi. Apoteker sebagai

supervisor langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu hendaknya

memiliki keterampilan serta pengalaman praktis yang mencakupi dalam bidang yang berkaitan dengan tugasnya. Masing-masing kepala bagian tersebut memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu.

CPOB menyatakan bahwa jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugasnya. Selain itu karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya dan mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.

Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka karyawan tersebut hendaknya dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun prinsip mengenai CPOB. Dimana pelatihan tersebut dilakukkan secara berkesinambungan dan diikuti oleh seluruh atau sebagian karyawan. Setelah pelatihan dilakukan evaluasi dan dilakukan penilaian apakah terjadi peningkatan kerja karyawan. Jumlah karyawan pun harus cukup tersedia untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan dalam rangka mencapai kualitas obat yang diharapkan.

3. Bangunan

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Di dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah dipertimbangkan kesesuaian dengan kegiatan lain, tata letak ruang produksi agar mengikuti urutan tahap produksi, luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan terlaksananya kegiatan, dan pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

Persyaratan rancang bangun yang perlu diperhatikan pada suatu industri farmasi adalah sebagai berikut :

a. Mengikuti alur kerja produksi yang bertujuan untuk mencegah terlewatnya salah satu rangkaian produksi, memudahkan pengawasan, mencegah kontaminasi silang dan terhambatnya arus kegiatan.

b. Luas ruangan kerja memadai, sehingga penempatan peralatan dan bahan-bahan dapat teratur dan memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, arus barang, arus komunikasi dan pengawasan yang efektif.

c. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai tempat lalu lintas umum atau sebagai tempat penyimpanan, kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

d. Tersedianya ruangan terpisah untuk membersihkan peralatan dan untuk menyimpan bahan pembersih.

e. Kamar ganti dan tempat penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan daerah pengolahan tetapi terpisah dari daerah produksi.

f. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi, tetapi letaknya terpisah dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik.

g. Konstruksi bangunan hendaklah kokoh, kedap air dan dapat melindungi dari pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, seperti masuk serta bersarangnya hewan.

h. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, langit-langit, pintu dan jendela) hendaklah rata dan halus, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka, mudah dibersihkan, tahan desinfektan dan tidak merupakan tempat pertumbuhan mikroorganisme. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan langit-langit di daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

i. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan memiliki bak kontrol serta ventilasi yang baik.

j. Bangunan harus dilengkapi dengan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan sistem pengendalian udara untuk mencegah kontaminasi silang. Pemasangan pipa dan instalasi lain di daerah produksi haruslah tidak menimbulkan lubang yang dalam, yang sulit dibersihkan dan sedapat mungkin dipasang di luar daerah produksi.

k. Daerah penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur. Daerah penyimpanan ini hendaknya cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan awal dan bahan pengemas yang dikarantina, diluluskan, ditolak serta produk kembalian. Hendaknya disediakan daerah khusus untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun, narkotika dan obat berbahaya lainnya.

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuia desain serta seragam dai bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat harus memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan secara tepat, sehigga mutu yang dirancang bagi tiap produksi obat terjamin secara seragam dari bets ke bets, selain itu hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar.

Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur, serta dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Perawatan juga hendaklah dilakukan menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau

mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar batas yang telah ditentukan.

5. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya higiene. Dimana higiene merupakan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan sumber lain yang menjadi pencemar pada produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Sanitasi terhadap personalia antara lain kebersihan dan higiene bagi semua karyawan yang berhubungan dengan proses pembuatan oleh karyawan yang ditugaskan bekerja di daerah bersih dan daerah steril hendaklah diseleksi dengan seksama untuk memastikan ketaatan terhadap disiplin yang berlaku dan tidak mengidap penyakit ataupun membawa bahaya mikrobiologi yang tidak normal terhadap produk atau bahaya lainnya. Oleh karena itu, karyawan harus selalu menjalani pemeriksaan kesehatan dan hendaklah mengenakan pakaian kerja yang bersih sesuai dengan tugas yang mereka laksanakan termasuk penutup kepala yang memadai, masker dan sarung tangan.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan hendaklah memiliki konstruksi dan rancangan yang sesuai untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti toilet,

bahan fumigasi dan lain-lain. Untuk itu perlu ada prosedur tertulis untuk sanitasi bangunan dan fasilitasnya yang memaparkan secara terperinci jadwal serta metode pembersihan meliputi peralatan dan bahan yang akan digunakan, penanganan terhadap air limbah, sampah dan bahan buangan lainnya.

Sanitasi terhadap perlengkapan dan wadah bahan produksi juga dilakukan. Untuk itu perlu adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan pembersihan peralatan pokok serta meyakinkan bahwa wadah bekas produksi bets sebelumnya sudah dibersihkan. Keefektifan pembersihan dan pencucian yang dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan hendaklah divalidasi secara kimiawi dan mikrobiologi.

Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyartan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Tahapan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Bahan awal

Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung

rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.

b. Validasi proses

Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. c. Sistem penomoran Bets dan Lot

Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

d. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara lengkap.

e. Pengolahan

Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan

didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukan untuk setiap pengolahan.

f. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu.

g. Obat kembalian

Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Produk jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh bagian pengawasan mutu.

h. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang produk jadi

Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum produk jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu bets atau lot, produk jadi tersebut hendaklah dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang produk jadi.

i. Pengawasan distribusi produk jadi

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu.

j. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

k. Perjanjian kontrak

Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan dikontrakan.

l. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak hanya terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

8. Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik kritis yang berdampak besar maupun yang berdampak kecil.

Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB adalah : a. Kritis (C)

Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen sampai kematian. Contoh: Pencemaran silang bahan atau produk, air murni atau air untuk injeksi tercemar.

b. Berdampak Besar (M)

Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Peralatan ukur utama tidak dikalibrasi atau diluar batas kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak didokumentasi dengan benar.

Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Pembersihan gudang tidak sesuai jadwal, catatan ditulis dengan pensil.

Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam, perlu adanya daftar pemeriksaan yang berisi hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, sarana, gudang bahan baku dan bahan pengemas, ruang timbang dan penyerahan, produksi, daerah pengisian, penandaan dan pengemasan, gudang produk jadi, pengawasan mutu, pemeliharaan gedung dan peralatan, dokumentasi dan rekayasa/teknik.

Tim inspeksi diri minimal 3 orang ahli dibidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB. Anggota tim bisa berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar perusahaan dan bebas dalam memberikan penilaian.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan

Dokumen terkait