LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
PT. COMBIPHAR
Padalarang-Jawa Barat
Disusun oleh:
Nanda Sari, S.Farm
103202031
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
PT. COMBIPHAR
PADALARANG – JAWA BARAT
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumater Utara Medan
Disusun oleh :
Nanda Sari, S.Farm NIM 103202031
PT. COMBIPHAR Padalarang – Jawa Barat
Pembimbing
Maman Suhendar, S. Si., Apt.
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Alhamdulillah, penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.
Combiphar Jalan Raya Simpang 383 pada tanggal 02-31 Mei 2011.
Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker yang
dilaksanakan di PT. Combiphar sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Pendidikan Profesi Apoteker.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. H. Husni Azhar, MBA. selaku Plant Director PT. Combiphar
2. Bapak Maman Suhendar, S.Si., Apt. selaku pembimbing sekaligus koordinator
penyelenggaraan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar yang telah
memberi inspirasi, motivasi, pengarahan dan bimbingan yang sangat berharga
selama melaksanakan PKPA.
3. Ibu Soeprihatin, S.Si, Apt., Ibu Fitria Tri Wahyuni, S.Si, Bapak Edwin
Syailendra selaku pembimbing kerja praktek yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan, keramahan, dan senyuman selama praktek kerja
profesi.
4. Rekan-rekan PKP di PT. Combiphar yang berasal dari Univ. Padjadjaran
(Shinta dan Irna), USU (Yola Ruth, Eva), Univ. Andalas (Desri dan Yanti),
dan Putri) yang telah memberikan tawa, semangat dan pengalaman yang
berkesan selama PKPA.
5. Seluruh karyawan dan staf PT. Combiphar yang telah memberikan bantuan,
pengalaman, bimbingan dan kerja sama selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
6. Keluarga, teman-teman seperjuangan P3A Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara periode 2010/2011 dan pihak-pihak Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah memberi inspirasi, motivasi, pengarahan dan
bimbingan yang sangat berharga selama melaksanakan PKPA.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan. Penyusun berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
memerlukan.
Padalarang, 31 Mei 2011
Nanda Sari
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
1.3. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker... 3
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI ... 4
2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar ... 4
2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar ... 5
2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar... 6
2.3.1 Company Organochart ... 6
2.3.2 Plant Organochart ... 7
2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT.Combiphar ... 8
2.4.1 Lokasi PT.Combiphar ... 8
2.4.2 PT. Combiphar ... 8
2.4.3 Sarana Penunjang ... 9
2.5 Prestasi dan Penghargaan... 9
2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 9
2.7 PIC/S (Pharmaceuticl Inspection Co-Operation Scheme) ... 28
BAB III PERAN APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI... 31
3.2 Tugas Masing-masing Departemen di PT.Combiphar ... 33
3.2.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development)... 33
3.2.2 Departemen HRD-GA(Human Resourcement Development –General Affair)... 34
3.2.3 Departemen Teknik... 35
3.2.4.Departemen Cost Accounting ... 37
3.2.5 DepartemenSCM (Supply Chain Management) ... 37
3.2.6 Departemen Produksi... 39
3.2.7 Departemen QAO (Quality Assurance Operation)... 40
BAB IV PEMBAHASAN ... 42
4.1 Manajemen Mutu ... 43
4.2 Personalia... 43
4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 45
4.4 Peralatan... 48
4.5 Sanitasi dan Higiene ... 49
4.6 Produksi ... 51
4.7 Pengawasan Mutu ... 53
4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 55
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 55
4.10 Dokumentasi ... 56
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Depkes,
2009). Proses produksi dan distribusi obat tersebut harus diperhatikan agar
masyarakat memperoleh obat-obatan yang berkhasiat, aman dalam jumlah yang
dapat memenuhi kebutuhan dan terjangkau secara ekonomi. Kebutuhan
masyarakat akan obat mendorong industri farmasi untuk menyediakan obat yang
berkualitas tinggi dengan berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) dalam seluruh proses produksinya.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan salah satu pedoman
industri farmasi di Indonesia untuk dapat memproduksi obat yang berkualitas
serta dapat memberikan jaminan bahwa obat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
PT. Combiphar sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia yang
selalu berusaha memperkuat dan meningkatkan teknologi farmasinya terutama
dalam bidang teknik formulasi. Selama dua dasawarsa ini, dalam persaingan
industri farmasi yang ketat, PT. Combiphar dapat mempertahankan reputasinya
sebagai penghasil obat berkualitas tinggi serta formulasi canggih, dan akan
memproduksi obat yang aman dan efektif, bermutu baik, dengan harga yang
terjangkau dan menerapkan CPOB dalam seluruh proses produksinya.
Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi, salah
satunya dalam penerapan CPOB. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
2009 pada Pasal 9 dijelaskan bahwa, Industri farmasi harus memiliki 3 orang
Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian
mutu, produksi dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Peran yang
penting ini menuntut seorang apoteker tidak hanya membutuhkan pengeteahuan
teoritis, tetapi juga dibutuhkan pengalaman praktis di lapangan.
Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerja sama dengan industri farmasi
untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA
merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman
praktis dan pemahaman tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi.
Oleh karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera
Utara menjalin kerja sama dengan PT. Combiphar untuk dapat memberikan
kesempatan pada calon apoteker agar dapat menjalankan PKPA tersebut yang
berlangsung selama satu bulan.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi antara lain :
1. Mengetahui dan memahami penerapan aspek-aspek CPOB di Divisi
Pabrik PT. Combiphar,
1.3 Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 02-31
Mei 2011 di Pabrik PT. Combiphar yang terletak di Jalan Raya Simpang No. 383
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI
2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar
PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jalan Sukabumi No. 61
Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Pada tanggal 27
Juni 1981, divisi produksi PT. Combiphar berpindah lokasi ke Jl. Raya Simpang
No. 383 Padalarang dan diresmikan oleh Direktur Jenderal POM Depkes RI,
sedangkan kantor pusatnya tetap di Jl. Sukabumi 61 Bandung. Pada tahun 1987
kantor pusat PT. Combiphar pindah ke Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Jakarta Timur.
Sejak 8 April 1998 kantor pusat PT. Combiphar menetap di Jl. Tanah Abang II/9
Jakarta Pusat dan selanjutnya pindah ke Graha Atrium lantai 14-16 Jl. Senen Raya
135 Jakarta sejak pertengahan tahun 2007.
Suatu perubahan signifikan terjadi pada dekade kedua. Perubahan tersebut
mencakup penataan ulang standar operating procedures (SOP) dan fasilitas
produksi. Perubahan ini membawa PT. Combiphar tercatat sebagai salah satu
perusahaan Farmasi Nasional yang mendapat penghargaan sertifikat CPOB pada
tahun 1991. Hingga saat ini PT. Combiphar telah mempunyai 22 sertifikat CPOB
yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pada tahun 1997 dibangun gedung induk produksi lensa mata dari Rohto
yang merupakan kerjasama antara PT. Combiphar dengan PT. Rohto dari Jepang
yang berakhir pada tahun 2002. Dengan berakhirnya kerjasama tersebut, maka
gedung Rohto akhirnya digunakan oleh PT. Combiphar untuk departemen
tahun yang sama di lakukan kerjasama dengan Sanofi-Syntelabo Perancis dan
dibangunlah fasilitas PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) di lingkungan
pabrik PT. Combiphar. Pada tahun 2002 juga dibangun fasilitas gedung khusus
untuk produk OBH (Obat Batuk Hitam) yang dilatar belakangi oleh adanya
permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap produk OBH Combi dan terbatasnya
kapasitas untuk sarana produksi. Kemudian pada tahun 2003 PT. Combiphar telah
meng-upgrade fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pada bulan Maret 2006, PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) beralih
nama menjadi PT. Pharma Health Care (PHC). Pada tanggal 9 Oktober 2006, PT.
Combiphar diperiksa oleh konsultan ISO yaitu AIMS. Perusahaan ini kemudian di
audit oleh SGS, yaitu badan yang berwenang memberikan sertifikat ISO.
Berdasarkan hasil audit, PT. Combiphar dinyatakan berhak mendapatkan sertifikat
ISO 9001:2000.
2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar
PT Combiphar memiliki visi yaitu menjadi salah satu industri farmasi
yang terkemuka dan disegani di Indonesia (Become one of the Leading and
Respectable Pharmaceutical Industry in Indonesia).
Untuk mencapai visi tersebut PT Combiphar menjalankan misi yaitu ikut
berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup melalui program COMBIPHAR yaitu
Care, Optimize, Motivated, Be different, Integrity, Pride, Harmony, Alert,
2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar
2.3.1 Company Organochart
President
Vice Director
Director
Managing Director
Head of Ethical Division
Head of CCH Division
Head of Oncology
Division
Head of Pharmaserve
Division
Head of Finance
Division
Head of Bussiness Dev. Division
Head of Internal Audit
2.3.2 Plant Organochart
Managing
Plant
Director
Plant HRD &
GA
Engineering
Manager Production
Manager
Supply Chain
Manager
Quality
Control Product
Development
Assistant
Manager of
Fi &
QA Operation
Manager
Quality
Service Deputy Plant
Cost
2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT. Combiphar
2.4.1 Lokasi PT. Combiphar
Divisi pabrik berada di Jalan Raya Simpang No. 383 Padalarang,
Bandung, Jawa Barat, divisi ini bertanggung jawab atas semua proses produksi
produk Combiphar. Kantor pusat (Head Office) dan divisi pemasaran PT.
Combiphar terletak di Graha Atrium Senen Lt. 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta
Pusat. Kantor pusat ini mengatur kegiatan perusahaan yang meliputi Keuangan,
Pemasaran, Bussiness Development, Human Resources Development (HRD), dan
lain-lain. Distribusi produk-produk PT. Combiphar dilakukan oleh PT. Anugrah
Pharmindo Lestari (APL), PT. Parit Padang dan PT. Parazelsus.
2.4.2 Sarana Produksi PT. Combiphar
Bangunan Utama pada divisi pabrik PT. Combiphar terdiri dari 6 gedung
yaitu:
1. Gedung Utama (Gedung Produksi Utama)
Gedung utama ini terdiri beberapa bagian, yaitu:
- Kantor
- Gudang
- Ruang produksi yang terbagi menjadi daerah abu-abu (grey area) dan
daerah hitam (black area)
2. Gedung bagian QA dan Product Development
3. Gedung Produksi OBH dan gudang
4. Gedung PHC (Pharma Health Care)
5. Instalasi Pengolahan Air Limbah
7. Bagian umum (kantin, mushola, mess karyawan, dan lain-lain)
2.4.3 Sarana Penunjang
Pabrik Combiphar memiliki beberapa sarana penunjang untuk
mendukung dan memperlancar aktivitas produksi. Adapun sarana penunjang
tersebut adalah bengkel teknik (mechanical workshop), city electricity, generator
diesel (genset), dua unit boiler, dua unit Air Compressor, pompa air, pengolahan
air dengan sistem Reverse Osmosis, sistem Heating Ventilating Air Conditioning
(HVAC) pada gedung utama dan gedung sediaan cair (liquid), dua unit fire
hydrant pump yaitu diesel engine dan electric motor, Waste Water Treatment
Plant (WWTP), Penangkal Petir, Sistem telekomunikasi (telepon, faximile,
e-mail), dan System Application Programe (SAP).
2.5 Prestasi dan Penghargaan
a. Sertifikat GMP Obat Modern
b. Lisensi Obat Tradisional
c. Sertifikat Produksi Kosmetika
d. 22 Serifikat CPOB
e. Strata A pada Mapping Industri Farmasi No: PO.00.01.3475
f. Penghargaan Perusahaan Pembina K3 Terbaik
g. Penghargaan Kecelakaan Nihil (Zero Accident)
2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik
Cara Pembuatan Obat yang baik atau dikenal dengan istilah CPOB
pengendalian mutu yang bertujuan menjamin agar setiap obat senantiasa dibuat
untuk mencapai mutu yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Pedoman CPOB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam SK Menkes
RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 dan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB yang
ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
No. 05410A/A/SK/1989.
Aspek-aspek dari CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan
audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan
produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
serta kualifikasi dan validasi.
1. Manajemen Mutu
Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang
menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan
pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang
menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya.
Unsur dasar Manajemen Mutu adalah :
a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan
kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang
mengatur proses yang ada.
b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang disebut
Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu – Pemastian Mutu –
CPOB – Pengawasan Mutu
Manajemen Mutu
(Memberikan arahan kebijakan tentang mutu)
↓
Pemastian Mutu
(Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu)
↓
CPOB
(Menghindarkan atau meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui
serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk)
↓
Pengawasan Mutu
(Bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas,
bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar)
2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu
dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap
yang lain.
Kepala bagian Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu
hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi. Apoteker sebagai
supervisor langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu hendaknya
memiliki keterampilan serta pengalaman praktis yang mencakupi dalam bidang
yang berkaitan dengan tugasnya. Masing-masing kepala bagian tersebut memiliki
tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan
mutu.
CPOB menyatakan bahwa jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah
memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan
tugasnya. Selain itu karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik
yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya dan mempunyai sikap dan
kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka
karyawan tersebut hendaknya dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai
dengan tugasnya maupun prinsip mengenai CPOB. Dimana pelatihan tersebut
dilakukkan secara berkesinambungan dan diikuti oleh seluruh atau sebagian
karyawan. Setelah pelatihan dilakukan evaluasi dan dilakukan penilaian apakah
terjadi peningkatan kerja karyawan. Jumlah karyawan pun harus cukup tersedia
untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan dalam rangka mencapai kualitas
3. Bangunan
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.
Di dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah
dipertimbangkan kesesuaian dengan kegiatan lain, tata letak ruang produksi agar
mengikuti urutan tahap produksi, luasnya ruang kerja yang memungkinkan
penempatan peralatan dan terlaksananya kegiatan, dan pencegahan terjadinya
penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau
bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan
yang sedang dalam proses.
Persyaratan rancang bangun yang perlu diperhatikan pada suatu industri
farmasi adalah sebagai berikut :
a. Mengikuti alur kerja produksi yang bertujuan untuk mencegah terlewatnya
salah satu rangkaian produksi, memudahkan pengawasan, mencegah
kontaminasi silang dan terhambatnya arus kegiatan.
b. Luas ruangan kerja memadai, sehingga penempatan peralatan dan
bahan-bahan dapat teratur dan memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran
c. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai tempat lalu
lintas umum atau sebagai tempat penyimpanan, kecuali untuk bahan-bahan
yang sedang dalam proses.
d. Tersedianya ruangan terpisah untuk membersihkan peralatan dan untuk
menyimpan bahan pembersih.
e. Kamar ganti dan tempat penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan
daerah pengolahan tetapi terpisah dari daerah produksi.
f. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi, tetapi letaknya terpisah dan
dilengkapi dengan ventilasi yang baik.
g. Konstruksi bangunan hendaklah kokoh, kedap air dan dapat melindungi dari
pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, seperti masuk serta bersarangnya
hewan.
h. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, langit-langit, pintu dan
jendela) hendaklah rata dan halus, bebas dari keretakan dan sambungan
terbuka, mudah dibersihkan, tahan desinfektan dan tidak merupakan tempat
pertumbuhan mikroorganisme. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan
langit-langit di daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.
i. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan memiliki bak kontrol serta
ventilasi yang baik.
j. Bangunan harus dilengkapi dengan penerangan yang efektif dan mempunyai
ventilasi dengan sistem pengendalian udara untuk mencegah kontaminasi
silang. Pemasangan pipa dan instalasi lain di daerah produksi haruslah tidak
menimbulkan lubang yang dalam, yang sulit dibersihkan dan sedapat mungkin
k. Daerah penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan
dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan
produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur. Daerah penyimpanan ini
hendaknya cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan awal dan bahan
pengemas yang dikarantina, diluluskan, ditolak serta produk kembalian.
Hendaknya disediakan daerah khusus untuk penyimpanan bahan yang mudah
terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun, narkotika dan obat
berbahaya lainnya.
4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuia desain serta seragam dai bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat harus memiliki rancang
bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan secara
tepat, sehigga mutu yang dirancang bagi tiap produksi obat terjamin secara
seragam dari bets ke bets, selain itu hendaklah mudah dibersihkan baik bagian
dalam maupun bagian luar.
Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan
mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur, serta dikalibrasi sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Perawatan juga hendaklah dilakukan
menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik.
Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,
mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar
batas yang telah ditentukan.
5. Sanitasi dan Higiene
Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya
higiene. Dimana higiene merupakan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan.
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,
bangunan peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan
sumber lain yang menjadi pencemar pada produk. Sumber pencemaran hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu.
Sanitasi terhadap personalia antara lain kebersihan dan higiene bagi semua
karyawan yang berhubungan dengan proses pembuatan oleh karyawan yang
ditugaskan bekerja di daerah bersih dan daerah steril hendaklah diseleksi dengan
seksama untuk memastikan ketaatan terhadap disiplin yang berlaku dan tidak
mengidap penyakit ataupun membawa bahaya mikrobiologi yang tidak normal
terhadap produk atau bahaya lainnya. Oleh karena itu, karyawan harus selalu
menjalani pemeriksaan kesehatan dan hendaklah mengenakan pakaian kerja yang
bersih sesuai dengan tugas yang mereka laksanakan termasuk penutup kepala
yang memadai, masker dan sarung tangan.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan hendaklah
memiliki konstruksi dan rancangan yang sesuai untuk memudahkan pelaksanaan
sanitasi yang baik dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti toilet,
bahan fumigasi dan lain-lain. Untuk itu perlu ada prosedur tertulis untuk sanitasi
bangunan dan fasilitasnya yang memaparkan secara terperinci jadwal serta metode
pembersihan meliputi peralatan dan bahan yang akan digunakan, penanganan
terhadap air limbah, sampah dan bahan buangan lainnya.
Sanitasi terhadap perlengkapan dan wadah bahan produksi juga dilakukan.
Untuk itu perlu adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan pembersihan
peralatan pokok serta meyakinkan bahwa wadah bekas produksi bets sebelumnya
sudah dibersihkan. Keefektifan pembersihan dan pencucian yang dilaksanakan
berdasarkan prosedur yang ditetapkan hendaklah divalidasi secara kimiawi dan
mikrobiologi.
Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara
berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan
cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyartan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Tahapan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Bahan awal
Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah
memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal
rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan
hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya
dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.
b. Validasi proses
Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi
hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan
hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan
atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut
tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
c. Sistem penomoran Bets dan Lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan
atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot
tertentu dan tidak digunakan secara berulang.
d. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara
lengkap.
e. Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan
hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah
dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang
dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya
memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi
didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukan untuk setiap
pengolahan.
f. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan
ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah
dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu
pelulusan dari bagian pengawasan mutu.
g. Obat kembalian
Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau
kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke
bets berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Produk jadi
yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik
pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali
atau diolah ulang ke bets berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh
bagian pengawasan mutu.
h. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang produk jadi
Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum produk jadi
diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan
mutu meluluskan suatu bets atau lot, produk jadi tersebut hendaklah
dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang produk jadi.
i. Pengawasan distribusi produk jadi
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin
j. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau
pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
k. Perjanjian kontrak
Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau
keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima
kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi
kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin
operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang
akan dikontrakan.
l. Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari.
Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena
menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak hanya terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait
Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang
dilakukan dalam rangka menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan
produk serta metode pengujiannya.
8. Inspeksi Diri
Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas
pemenuhan CPOB, baik kritis yang berdampak besar maupun yang berdampak
kecil.
Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB adalah :
a. Kritis (C)
Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan berdampak fatal
terhadap kesehatan konsumen sampai kematian. Contoh: Pencemaran silang
bahan atau produk, air murni atau air untuk injeksi tercemar.
b. Berdampak Besar (M)
Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak
fatal terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Peralatan ukur utama tidak
dikalibrasi atau diluar batas kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak
didokumentasi dengan benar.
Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak
berdampak terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Pembersihan gudang tidak
sesuai jadwal, catatan ditulis dengan pensil.
Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam, perlu
adanya daftar pemeriksaan yang berisi hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan,
sarana, gudang bahan baku dan bahan pengemas, ruang timbang dan penyerahan,
produksi, daerah pengisian, penandaan dan pengemasan, gudang produk jadi,
pengawasan mutu, pemeliharaan gedung dan peralatan, dokumentasi dan
rekayasa/teknik.
Tim inspeksi diri minimal 3 orang ahli dibidang yang berlainan dan paham
mengenai CPOB. Anggota tim bisa berasal dari lingkungan perusahaan atau dari
luar perusahaan dan bebas dalam memberikan penilaian.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan
memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.
Produk kembalian adalah produk jadi yang telah keluar dari industri atau
beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, kemanan obat serta kesalahan administratif yang
menyangkut jumlah dan jenis.
Penarikan kembali produk jadi berupa penarikan kembali satu atau
beberapa bets atau seluruh produk jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang
merugikan kesehatan, sehingga produk tidak layak untuk diedarkan. Keputusan ini
dapat bersumber dari OPO (Otoritas Pengawasan Obat) atau dari industri.
Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang
merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah
diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjutnya yang sesuai.
Prosedur dalam menghadapi keluhan terutama tentang kualitas produk
adalah sebagai berikut:
a. Membuat laporan keluhan yang lengkap
b. Menetapkan karyawan yang ditugaskan untuk menangani keluhan
c. Melakukan evaluasi dan penelitian dokumen pembuatan dan pengkajian arsip
bets yang bersangkutan
d. Bila perlu melakukan pengujian dan penelitian laboratorium
e. Melaporkan hasil evaluasi dan penelitian
f. Menetapkan tindakan selanjutnya yang meliputi penarikan kembali obat dari
pasaran, penghentian peredaran, perbaikan-perbaikan yang diperlukan atau
melakukan penghentian produksi dan peredaran produk jadi yang
bersangkutan.
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian essensial dalam mengoperasikan suatu
industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi
yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu
menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian
dokumen yang diperlukan, antara lain Spesifikasi Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan. Prosedur Tetap (Protap), metode dan instruksi,
laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca
dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tugas
mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan
yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan saja. Sistem
dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot
suatu produk jadi dari awal sampai akhir. Sistem dokumentasi digunakan pula
dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan
dan personalia.
Dokumentasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, dokumen produksi, dokumen pengawasan
mutu, dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen pemeliharaan, pembersihan
dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan, dokumen penanganan keluhan
terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan obat,
dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan inspeksi diri, dan pedoman
dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan.
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu).
Sebelum surat perjanjian kontrak ditandatangani hendaklah Pemberi
Kontrak mengaudit calon Penerima Kontrak dengan menggunakan daftar periksa
yang dapat menyimpulkan bahwa calon Penerima Kontrak dapat melakukan
pekerjaan pembuatan produk yang akan dikontrakkan dengan memuaskan.
Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan
menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan
produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah
dibuat oleh personil yang kompeten, yang mempunyai pengetahuan yang sesuai
dibidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua
pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui
oleh kedua belah pihak.
12. Kualifikasi dan Validasi
Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses
pembuatan obat hendaklah divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi
(personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat ukur), dan validasi
(prosedur dan proses).
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi.
a. Kualifikasi
Kegiatan kualifikasi bertujuan untuk mendokumentasikan dan menjamin
bahwa alat/sistem yang dikualifikasi sesuai dengan desain yang diinginkan,
dirakit/dipasang sesuai dengan spesifikasi, dapat beroperasi sesuai dengan
petunjuk pengoperasian dan memberikan kinerja yang sesuai dengan pengadaan
alat/sistem.
Adapun kriteria alat yang harus dikualifikasi, yaitu sebagai berikut :
1. Alat yang berpengaruh langsung terhadap mutu produk yang menggunakan
alat tersebut.
2. Alat yang memerlukan tingkat stabilitas yang tinggi, diperlukan kualifikasi
(paling tidak kualifikasi operasi, dan kualifikasi kinerja) pada jangka waktu
tertentu untuk menjamin bahwa kualifikasi operasi dan kualifikasi kinerja
masih sesuai dengan ketentuan.
3. Alat yang dalam operasinya mensyaratkan satu hasil kinerja tertentu dan harus
tercapai dalam pemakaian alat untuk produksi (contoh : oven, otoklaf, dan
lain-lain.
4. Apabila ada keraguan apakah alat masih menunjukkan operasi atau kinerja
seperti yang disyaratkan.
Dalam pelaksanaan kualifikasi, terlebih dahulu dibuat suatu protokol
kualifikasi. Protokol tersebut harus disetujui oleh pihak-pihak yang
berkepentingan sebelum pelaksanaan kualifikasi. Protokol harus memuat segala
dimuat dalam laporan kualifikasi, laporan ini juga memuat kesimpulan apakah
peralatan memenuhi persyaratan kualifikasi atau tidak.
Kualifikasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
1. Kualifikasi Rancangan atau Design Qualification (DQ).
Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa spesifikasi teknik peralatan
yang dipakai telah memenuhi rancangan untuk proses pembuatan,
pemeriksaan, dan sesuai dengan persyaratan CPOB terbaru.
2. Kualifikasi Instalasi atau Installation Qualification (IQ).
Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, peralatan
penunjang (utility) atau peralatan untuk proses pembangunan telah dibangun
atau dipasang sesuai dengan spesifikasi rancangannya.
3. Kualifikasi Operasi atau Operational Qualification (OQ).
Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, sarana
penunjang (utility) dan peralatan untuk proses produksi beroperasi sesuai
dengan spesifikasi rancangannya.
4. Kualifikasi Kinerja atau Performance Qualification (PQ).
Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa pabrik, sistem, atau
peralatan beroperasi secara konsisten dan akan selalu menghasilkan suatu
produk yang memenuhi spesifikasi atau kualitas yang telah ditetapkan
sebelumnya.
b. Validasi
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Validasi terdiri dari :
1. Validasi Proses
Berlaku untuk pembuatan sediaan obat, yang mencakup validasi (initial
validation) proses baru, validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi
ulang. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan
(Validasi Prosfektif), validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi
rutin dilakukan (Validasi Konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah
juga divalidasi (Validasi Retrospektif).
2. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas
prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan
pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan
pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah
dapat dicapai dan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analisa
tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran.
3. Validasi Metode Analisa
Tujuan validasi metode analisa adalah untuk mengetahui bahwa metode
analisa sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Metode analisa hendaklah jelas dan mudah dimengerti karena hal ini akan
yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : akurasi, presisi,
ripitabilitas, intermediate precision, spesifisitas, batas deteksi, batas
kuantisasi, linieritas, dan rentang.
2.7 PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme)
Pharmaceutical Inspection Convention dan Pharmaceutical Inspection
Co-operation Scheme (disebut sebagai PIC/S) adalah dua instrumen internasional
antar negara dan merupakan otoritas inspeksi farmasi, yang bersama-sama aktif
dalam melaksanakan konstruksi di bidang GMP (Good Manufacturing Practice).
Misi dari PIC/S adalah “Untuk Memimpin Pembangunan Internasional,
Implementasi dan Pemeliharaan yang harmonis dari Good Manufacturing
Practice (GMP) dan Sistem Standar Mutu Dalam Bidang Produk Obat.”
Hal ini akan dicapai dengan mengembangkan dan mempromosikan standar
GMP dan dokumen standar, pelatihan analis, menilai (dan menilai kembali)
inspeksi, dan memfasilitasi kerjasama dan jaringan untuk pihak yang
berwewenang dan organisasi internasional. Saat ini ada 37 partisipan yang
berwenang di PIC/S.
PIC (Pharmaceutical Inspection Convention) didirikan pada bulan
Oktober 1970 oleh EFTA (European Free Trade Association). Anggota awal PIC
terdiri dari 10 negara anggota EFTA pada waktu itu, yaitu. Austria, Denmark,
Finlandia, Islandia, Liechtenstein, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss dan
Kerajaan Inggris. Keanggotaan PIC kemudian diperluas untuk mencakup
Hungaria, Irlandia, Rumania, Jerman, Italia, Belgia, Perancis dan Australia.
hukum Eropa, sehingga tidak mungkin bagi negara-negara baru untuk diakui
sebagai anggota PIC. Australia adalah negara terakhir yang mampu menjadi
anggota dari PIC pada Januari 1993. PIC dan PIC/S, secara bersama beroperasi
secara paralel dan bergabung menjadi PIC/S.
Sebelum suatu negara menjadi anggota PIC/S, penilaian dilakukan untuk
menentukan apakah negara tersebut memiliki peraturan dan kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan ketentuan PIC/S.
Penilaian yang dilakukan oleh delegasi PIC/S ini melibatkan pemeriksaan
otoritas dan sistem lisensi, sistem mutu, persyaratan, pelatihan, dan untuk
mengamati pelaksanaan GMP secara aktual.
Tujuan dari PIC/S, dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan
masyarakat, adalah:
a. Kesamaan pengakuan inspeksi sesama anggota
b. Harmonisasi persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice)
c. Kesamaan sistem inspeksi
d. Pelatihan inspektor
e. Pertukaran informasi sesama anggota
f. Kepercayaan sesama anggota
Manfaat PIC/S terhadap industri farmasi adalah:
a. Mengurangi duplikasi pemeriksaan
b. Penghematan biaya
c. Ekspor fasilitasi
BAB III
PERAN APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI
3.1 Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang
mengatur tentang pekerjaan kefarmasian, di bagian ketiga yaitu tentang pekerjaan
kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, menyebutkan bahwa industri
farmasi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung
jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan
mutu setiap produksi sediaan farmasi. Untuk memenuhi tuntutan peran apoteker di
industri farmasi, maka seorang apoteker harus memiliki beberapa kompetensi
antara lain :
1. Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran produk jadi secara efektif, terutama
dalam hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.
2. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa/bahan aktif terapeutik
atau eksipien baru yang lebih baik/aktif.
3. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula
sediaan obat, pilot plant dan up-scaling.
4. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal
maupun produk jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan awal,
produk jadi dan kemasan.
5. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan
6. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi/proses manufaktur atau
pembuatan sediaan obat.
7. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan obat
sesuai dengan cara laboratorium yang baik (Good Laboratory Practice) dan
CPOB untuk menjamin mutu produk yang akan dipasarkan serta untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.
8. Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang sesuai.
9. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan
untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu
kadaluarsa produk.
10.Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.
11.Mampu melaksanakan pemeriksaan/pengujian yang sesuai untuk keperluan
perbaikan mutu produk dan proses yang sudah ada.
12.Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses.
13.Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga
profesional kesehatan lain.
14.Mampu melaksanakan pengelolaan persediaan (inventory) yang efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin
pemeliharaan kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan
yang ada.
Peran apoteker di industri farmasi yang digariskan oleh World Health
Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist yang meliputi :
1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi obat,
dengan individu/kelompok di dalam industri (regulatory, QA/QC, produksi
dan lain-lain) dan individu/kelompok di luar industri.
2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk
mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri.
3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
dengan baik secara lisan maupun tulisan.
4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dalam
mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan bimbingan ke
bawahannya dalam mencapai sasaran industri.
5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di
industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan
kinerja industri dari waktu ke waktu.
6. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan.
7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat
apoteker atau lainnya.
8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan
mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk
kesehatan masyarakat.
3.2 Tugas Masing-masing Bagian Departemen di PT.Combiphar
3.2.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development)
Departemen Pengembangan Produk (Product Development/Prodev)
pengembangan produk dan penyusunan formula. Prodev dipimpin oleh seorang
manajer yang bertanggungjawab langsung pada plant director. Manajer
Pengembangan Produk membawahi 3 kepala unit yaitu: unit pengembangan
formulasi (Formulation Development), unit pengembangan metode analisis
(Analytical Development), dan unit pengembangan pengemas dan dokumentasi
registrasi (Packaging Development and Registration Documentation).
Masing-masing kepala unit tersebut dibantu oleh beberapa orang officer.
3.2.2 Departemen HRD-GA (Human Resourcement Development-General Affair)
Departemen HRD-GA dipimpin oleh seorang HRD & GA Manager. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya HRD & GA Manager Divisi Pabrik
berkoordinasi dengan HRD & GA Manager Head Office.
Departemen HRD-GA merupakan suatu atap yang disanggah dengan
menggunakan empat buah pilar. Keempat pilar tersebut diantaranya yaitu:
a. Requirement Management, yaitu mendapatkan orang yang tepat dilihat dari
kompetensi yang dimiliki dengan melihat perilaku (behavior) dan teknikal dari
cara bekerja.
b. People Development Management, yaitu suatu sistem pengembangan
karyawan dengan cara membuat program-program training.
c. Performance Management, yaitu memperhatikan benefit dan performance
seseorang. Juga ikut andil dalam penyusunan training dengan melihat hasil
training mana yang tercapai atau tidak. Performance Management memiliki
dua jenis kunci yaitu Key Performance Indicator (KPI) dan Key Performance
d. Termination Management, yaitu melakukan pemutusan hubungan kerja bagi
para karyawan. Misalnya, karyawan dengan status kontrak atau karyawan
tetap, karyawan yang mengalami perselisihan, atau hal lain yang dapat
menyebabkan terjadinya keputusan pemutusan kerja.
Selain empat pilar tersebut, HRD-GA juga mempunyai dua fondasi
diantaranya Reward Management yaitu pemberian suatu penghargaan atau hadiah
bagi karyawan terbaik, dan Industrial Management yaitu yang berkaitan dengan
pemerintah dan masyarakat.
3.2.3 Departemen Teknik
Departemen Teknik PT. Combiphar dipimpin oleh seorang Manajer yang
dibantu oleh Kepala Unit Maintenance, Kepala Unit Utility dan Kepala Unit EHS
(Environment, Health and Safety). Masing-masing Kepala Unit dibantu oleh
beberapa orang Kepala Seksi dan Teknisi.
Unit Maintenance bertanggungjawab dalam perawatan dan perbaikan
seluruh peralatan yang menunjang kegiatan di industri farmasi, diantaranya
menjaga downtime dari mesin-mesin. Program yang dilakukan untuk menjalankan
fungsinya ini adalah program Total Productive Maintenance yang terdiri dari :
a. Breakdown maintenance
Breakdown maintenance merupakan perawatan yang tidak terjadwal atau tidak
terencana, yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan hanya pada saat
permasalahan timbul sebagai akibat kerusakan mesin.
b. Preventive maintenance
Preventive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan sesuai dengan
kata lain, melakukan perawatan mesin untuk tujuan pencegahan kerusakan.
c. Predictive Maintenance
Predictive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan berdasarkan
prediksi, kapan suatu mesin atau komponen-komponennya memerlukan
perawatan atau penggantian dengan komponen yang baru.
d. Proactive maintenance
Proactive maintenance merupakan perpaduan antara preventive maintenance
dan predictive maintenance. Dalam proactive maintenance, perawatan
dilakukan berdasarkan prediksi dan bersifat terjadwal.
e. Autonomous maintenance
Autonomous maintenance menuntut keterlibatan semua pihak. Perawatan
mesin dilakukan mandiri oleh operator mesin produksi atau dalam arti lain
operator produksi tidak saja menjalankan kegiatan produksi, tetapi juga
dilibatkan dalam kegiatan perawatan sederhana seperti pengecekan harian,
pelumasan, pengukuran dan pembersihan. Dengan demikian gejala kerusakan
dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara
total.
Unit Utility bertanggungjawab untuk menjamin ketersediaan utilitas yang
diperlukan dalam kegiatan di industri farmasi diantaranya HVAC, sistem air,
compressed air system, listrik, sistem uap (steam).
Unit EHS (Environtment, Health and Safety) bertanggungjawab untuk
menjamin bahwa kegiatan yang dilakukan di industri farmasi telah memenuhi
kaidah-kaidah K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan) sehingga
cara mengadakan program Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
membuat prosedur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), melakukan
pengecekan kebisingan, pengecekan emisi yang dibuang ke udara, dan
sebagainya.
Penanganan air limbah oleh bagian teknik menggunakan sistem
pengolahan secara fisika dan mikrobiologi dengan menggunakan bakteri aerob.
Air limbah diolah secara fisik dan biologi secara berurutan. Proses biologi
dilakukan secara aerob dengan suatu sistem kontak stabilisasi menggunakan
mikroorganisme yang mampu untuk mendegradasi air limbah industri farmasi.
Tahapan pengolahan air limbah yang dilakukan: prasedimentasi, ekualisasi,
stabilisasi, aerasi, clarifier, carbon filter, kolam ikan.
3.2.4 Departemen Cost Accounting
Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab
kepada Deputy Plant Director dan bertugas dalam pengelolaan keuangan dan
akuntansi di divisi pabrik termasuk diantaranya adalah pembelian bahan baku dari
supplier dan pemasukan dari distributor.
Urusan pengeluaran biaya untuk gaji karyawan, pembelian bahan baku dan
bahan kemas dari supplier di luar Bandung, biaya pengadaan peralatan dan
bangunan, biaya pemasukan dari APL di luar Bandung dikelola oleh bagian
keuangan di kantor pusat Jakarta.
3.2.5 Departemen SCM (Supply Chain Management)
Departemen ini dipimpin oleh seorang kepala bagian/manajer dan
Warehouse and Distribution Unit, System Application and Product In Data
Processing (SAP) Unit. Penjelasan masing-masing bagian SCM sebagai berikut :
a. PPIC (Production Planning Inventory Control)
Kepala unit PPIC membawahi tiga seksi yaitu Production Planner,
Material Planner, dan Demand Planner. Production Planner bekerjasama dengan
bagian produksi bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi
berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Material Planner bertugas
untuk menjamin ketersediaan material produksi. Demand Planner bertugas
mengelola penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor.
Pengadaan material dilakukan dengan menggunakan surat pesanan yang
dibuat rangkap untuk bagian keuangan, bagian pembelian, dan bagian supply
chain. Pengaturan bahan baku dan bahan pengemas dilakukan oleh bagian
inventory control melalui SAP (System Application and Product in Data
Processing). Pengaturan ini secara kuantitas berdasarkan minimum order
quantity, permintaan dan stok yang ada. Selain itu juga berdasarkan waktu
produksi dan lead time dari pemasok bahan baku dan atau bahan pengemas.
b. Warehouse and Distribution
Unit Warehouse and Distribution dipimpin oleh seorang kepala unit
bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan
pemenuhan ketetapan CPOB di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan
dari distributor serta pengirimannya ke distributor dari pihak ketiga. Gudang
memiliki beberapa fasilitas yaitu: pemadam api, pest control, insect-o-cutor,
Unit Warehouse and Distribution terdiri dari:
1. Gudang Bahan Baku (Raw Material Warehouse)
2. Gudang Bahan Kemas dan Produk Solid (Packaging and Solid Product
Warehouse)
3. Gudang OBH dan Produk Liquid(OBH and Liquid Produk Warehouse).
c. SAP dan Factory Information System (FIS)
Sistem SAP (System Application Program) digunakan untuk mengelola
Enterprise Resource Planning (ERP) di seluruh PT. Combiphar. System
Application Program (SAP) adalah sistem terintegrasi untuk mengelola seluruh
aktivitas perusahaaan termasuk keuangan, produksi, HRD-GA, marketing, supply
chain, logistik, dan lain-lain. Unit ini juga bertugas dalam Total Quality
Management yang bertujuan untuk mengatur agar segala hal yang dilakukan di
pabrik dapat senantiasa berjalan dengan baik.
3.2.6 Departemen Produksi
Departemen produksi dipimpin oleh manajer produksi yang bertanggung
jawab dalam melaksanakan program yang menyangkut produksi suatu obat.
Manajer produksi membawahi 2 asisten manajer yaitu asisten manajer solid dan
asisten manajer liquid. Asisten manajer solid membawahi 7 seksi yaitu seksi
dispensing and solid mixing; tablet and coating; semisolid; capsul and solid
filling; primary packagin; repack-packing service; dan secondary packaging.
Asisten manajer liquid juga membawahi 7 seksi yaitu seksi OBH
dispensing-process-washing-filling; seksi OBH packaging I; seksi OBH
packaging II; seksi OBH packaging III; seksi liquid packaging service; dan seksi
Tugas pokok bagian produksi divisi pabrik PT. Combiphar antara lain adalah:
1. Melaksanakan kegiatan pengolahan dan pengemasan produk, mulai dari
penimbangan bahan baku hingga menjadi obat jadi, sesuai dengan jadwal
produksi yang telah ditetapkan.
2. Menyusun rencana produksi mingguan bersama dengan bagian supply chain.
3. Melaksanakan pembuatan produk baru skala produksi bersama dengan bagian
product development.
4. Melaksanakan upaya-upaya peningkatan efisiensi proses produksi.
5. Menjamin penerapan CPOB di lingkungan bagian produksi.
3.2.7 Departemen QAO (Quality Assurance Operation)
Departemen QAO membawahi unit QC (Quality Control) dan unit QAS
(Quality Assurance Service), masing-masing dikepalai oleh manajer. Terdapat
juga unit GMP Compliance yang berkoordinasi dengan QAO Manajer
a. Bagian Quality Control (QC)
Quality Control dipimpin oleh manajer QC yang bertanggung jawab
terhadap:
1. Bahan awal untuk produksi obat harus memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, dan keamanannya.
2. Tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan.
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap
suatu batch obat.
4. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama peredaran yang
ditetapkan.
1. Seksi pemeriksaan bahan awal dan mikrobiologi.
2. Seksi pemeriksaan obat jadi dan IPC.
b. Quality Assurance Service (QAS)
Unit ini dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi 2 farmasis yaitu
Quality Service (QS) Pharmacist yang menangani complaint, product recall,
return product, APR (Annual Product Review) dan penyimpangan/deviasi dan QS
Pharmacist yang menangani dokumentasi dan Change Control.
c. Unit GMP Compliance
Unit GMP Compliance dipimpin oleh seorang asisten manajer. Unit
GMPC berada dibawah pimpinan QAS manajer dan mempunyai garis koordinasi
langsung terhadap QAO manajer. Unit ini memiliki tugas antara lain:
a. Melakukan audit internal dan audit eksternal.
Kegiatan ini dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kinerja
karyawan dan kualitas produk. Audit eksternal terdiri dari 4 jenis, yaitu audit
supllier/vendor, audit Manufacturing Toll Out, audit distributor, dan audit
laboratorium luar (analisis dan kalibrasi). Audit internal dibagi menjadi 4 level,
yaitu:
1. Audit level 1
2. Audit level 2
3. Audit level 3
4. Audit level 4
b. Melakukan pemantauan terhadap udara ruang produksi, alat, dinding, lantai
dan persosnil ruang produksi saat produksi sedang berjalan atau saat at rest; air
c. Melakukan training berupa GMP training dan non-GMP training.
d. Melakukan kalibrasi dan kualifikasi peralatan dan instrumen QA.
e. Menangani Pest control, yaitu pemantauan terhadap hama di lingkungan
BAB IV
PEMBAHASAN
PT. Combiphar telah memperoleh sertifikat CPOB sebanyak 22 sertifikat
sejak tahun 1991 sampai sekarang. Hal tersebut menjadi bukti bahwa CPOB telah
diterapkan dalam setiap aspek produksinya. Berdasarkan regulasi BPOM yang
terbaru mengenai mapping industri farmasi, PT. Combiphar termasuk dalam
industri farmasi golongan A, dimana industri tersebut dapat memproduksi dan
mengekspor produk ke luar negeri. Menjelang era globalisasi, PT. Combiphar
berusaha meningkatkan kualitasnya dan tengah berkonsentrasi untuk mendapatkan
sertifikasi dari TGA (Therapeutic Good Administration) Australia dan PIC/S
(Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme) Eropa. Kedua sertifikasi ini
sangat penting dan dapat menjadi bentuk pengakuan Internasional terhadap
kualitas produk-produk yang dihasilkan PT. Combiphar.
Hal di atas merupakan bukti bahwa PT. Combiphar terus-menerus
melakukan perbaikan dan pengembangan perusahaannya agar dapat memenuhi
kebutuhan pasar sekaligus mewujudkan misinya yaitu memberikan kontribusi
untuk meningkatkan kualitas hidup.
Mutu suatu produk tidak ditentukan berdasarkan pemeriksaan (analisis)
produk akhir, namun mutu harus dibentuk ke dalam produk (Build in Quality)
selama keseluruhan proses pembuatan. Hal ini tertuang dalam 12 aspek dalam
CPOB yang mencakup manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan
produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
serta kualifikasi dan validasi.
4.1 Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu telah dijalankan yang baik oleh PT. Combiphar
berdasarkan CPOB dan juga telah melakukan pengkajian mutu produk secara
berkala melalui suatu program yang disebut Annual Product Review (APR).
Pengkajian mutu secara berkala dilakukan terhadap semua obat terdaftar,
termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses,
kesesuaian dari spesifikasi bahan baku, bahan pengemas dan obat jadi. Pengkajian
mutu produk ini didokumentasikan kemudian dievaluasi untuk menentukan perlu
tidaknya dilakukan tindakan perbaikan atau pencegahan. Dalam menjalankan
sistem pemastian mutu PT. Combiphar didukung dengan tersedianya personil
yang berkompeten, bangunan, sarana serta peralatan yang memadai. Terlihat
bahwa PT. Combiphar adalah perusahaan yang mengutamakan mutu dan
menerapkan pemastian mutu secara konsisten. Selain berpedoman pada CPOB,
PT. Combiphar juga mengadopsi standar dari ISO 9001:2000 sebagai acuan
manajemen mutu.
4.2 Personalia
PT. Combiphar berusaha menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai dan telah melakukan pembagian tugas, tanggung jawab dan
kewenangan yang jelas dalam struktur organisasinya agar dapat dihasilkan kinerja
perusahaan yang optimal. Pembagian tugas setiap departemen, unit, hingga seksi
posisi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan CPOB agar masing-masing bagian
dapat menjalankan tugasnya secara efektif, dan tidak tumpang tindih.
Di PT. Combiphar, posisi kepala departemen produksi, kepala departemen
penjaminan mutu (QA), kepala unit Quality Control (QC), kepala departemen
Supply Chain Management, kepala departemen pengembangan produk dijabat
oleh apoteker. Dimana apoteker merupakan personil kunci yang tepat pada posisi
tersebut dan merupakan seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia di PT. Combiphar sangat
diutamakan melalui program-program pelatihan internal maupun eksternal.
Pelatihan tersebut berupa pelatihan CPOB/GMP maupun non-CPOB/GMP.
Pelatihan tentang CPOB/GMP dilakukan terjadwal setiap tahun oleh unit GMP
compliance. Pelatihan non-CPOB/GMP dapat berupa training skill (penggunaan
instrument seperti HPLC, spektrofotometer), training K3, 5R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, Rajin) / 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke).
Pelatihan-pelatihan di PT. Combiphar dilakukan secara berkesinambungan dan efektivitas
penerapannya dinilai secara berkala. Penilaian dapat dilakukan dengan cara tes
tertulis untuk pelatihan yang bersifat informatif dan evaluasi lapangan untuk
pelatihan yang bersifat aplikatif.
Industri farmasi merupakan industri yang berhubungan langsung dengan
bahan obat, pelarut kimia, dan zat berbahaya sehingga beresiko tinggi terhadap
karyawannya. Oleh karena itu, PT. Combiphar memberikan perhatian terhadap
kesehatan para karyawan, dengan melakukan General Check Up yang dilakukan
rutin setiap tahun bagi seluruh karyawan. PT. Combiphar juga memberikan