• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. COMBIPHAR Padalarang-Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. COMBIPHAR Padalarang-Jawa Barat"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. COMBIPHAR

Padalarang-Jawa Barat

Disusun oleh:

Nanda Sari, S.Farm

103202031

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. COMBIPHAR

PADALARANG – JAWA BARAT

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumater Utara Medan

Disusun oleh :

Nanda Sari, S.Farm NIM 103202031

PT. COMBIPHAR Padalarang – Jawa Barat

Pembimbing

Maman Suhendar, S. Si., Apt.

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim,

Alhamdulillah, penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penyusun sehingga dapat

menyelesaikan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.

Combiphar Jalan Raya Simpang 383 pada tanggal 02-31 Mei 2011.

Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker yang

dilaksanakan di PT. Combiphar sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Pendidikan Profesi Apoteker.

Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. H. Husni Azhar, MBA. selaku Plant Director PT. Combiphar

2. Bapak Maman Suhendar, S.Si., Apt. selaku pembimbing sekaligus koordinator

penyelenggaraan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar yang telah

memberi inspirasi, motivasi, pengarahan dan bimbingan yang sangat berharga

selama melaksanakan PKPA.

3. Ibu Soeprihatin, S.Si, Apt., Ibu Fitria Tri Wahyuni, S.Si, Bapak Edwin

Syailendra selaku pembimbing kerja praktek yang telah memberikan

pengarahan, bimbingan, keramahan, dan senyuman selama praktek kerja

profesi.

4. Rekan-rekan PKP di PT. Combiphar yang berasal dari Univ. Padjadjaran

(Shinta dan Irna), USU (Yola Ruth, Eva), Univ. Andalas (Desri dan Yanti),

(4)

dan Putri) yang telah memberikan tawa, semangat dan pengalaman yang

berkesan selama PKPA.

5. Seluruh karyawan dan staf PT. Combiphar yang telah memberikan bantuan,

pengalaman, bimbingan dan kerja sama selama pelaksanaan Praktek Kerja

Profesi Apoteker.

6. Keluarga, teman-teman seperjuangan P3A Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara periode 2010/2011 dan pihak-pihak Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan

satu persatu yang telah memberi inspirasi, motivasi, pengarahan dan

bimbingan yang sangat berharga selama melaksanakan PKPA.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak

terdapat kekurangan dan kesalahan. Penyusun berharap semoga pengetahuan dan

pengalaman yang diperoleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini

dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang

memerlukan.

Padalarang, 31 Mei 2011

Nanda Sari

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker... 3

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI ... 4

2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar ... 4

2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar ... 5

2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar... 6

2.3.1 Company Organochart ... 6

2.3.2 Plant Organochart ... 7

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT.Combiphar ... 8

2.4.1 Lokasi PT.Combiphar ... 8

2.4.2 PT. Combiphar ... 8

2.4.3 Sarana Penunjang ... 9

2.5 Prestasi dan Penghargaan... 9

2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 9

2.7 PIC/S (Pharmaceuticl Inspection Co-Operation Scheme) ... 28

BAB III PERAN APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI... 31

(6)

3.2 Tugas Masing-masing Departemen di PT.Combiphar ... 33

3.2.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development)... 33

3.2.2 Departemen HRD-GA(Human Resourcement Development –General Affair)... 34

3.2.3 Departemen Teknik... 35

3.2.4.Departemen Cost Accounting ... 37

3.2.5 DepartemenSCM (Supply Chain Management) ... 37

3.2.6 Departemen Produksi... 39

3.2.7 Departemen QAO (Quality Assurance Operation)... 40

BAB IV PEMBAHASAN ... 42

4.1 Manajemen Mutu ... 43

4.2 Personalia... 43

4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 45

4.4 Peralatan... 48

4.5 Sanitasi dan Higiene ... 49

4.6 Produksi ... 51

4.7 Pengawasan Mutu ... 53

4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 55

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 55

4.10 Dokumentasi ... 56

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 58

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Depkes,

2009). Proses produksi dan distribusi obat tersebut harus diperhatikan agar

masyarakat memperoleh obat-obatan yang berkhasiat, aman dalam jumlah yang

dapat memenuhi kebutuhan dan terjangkau secara ekonomi. Kebutuhan

masyarakat akan obat mendorong industri farmasi untuk menyediakan obat yang

berkualitas tinggi dengan berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang

Baik) dalam seluruh proses produksinya.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan salah satu pedoman

industri farmasi di Indonesia untuk dapat memproduksi obat yang berkualitas

serta dapat memberikan jaminan bahwa obat secara konsisten memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

PT. Combiphar sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia yang

selalu berusaha memperkuat dan meningkatkan teknologi farmasinya terutama

dalam bidang teknik formulasi. Selama dua dasawarsa ini, dalam persaingan

industri farmasi yang ketat, PT. Combiphar dapat mempertahankan reputasinya

sebagai penghasil obat berkualitas tinggi serta formulasi canggih, dan akan

(9)

memproduksi obat yang aman dan efektif, bermutu baik, dengan harga yang

terjangkau dan menerapkan CPOB dalam seluruh proses produksinya.

Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi, salah

satunya dalam penerapan CPOB. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun

2009 pada Pasal 9 dijelaskan bahwa, Industri farmasi harus memiliki 3 orang

Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian

mutu, produksi dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Peran yang

penting ini menuntut seorang apoteker tidak hanya membutuhkan pengeteahuan

teoritis, tetapi juga dibutuhkan pengalaman praktis di lapangan.

Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerja sama dengan industri farmasi

untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA

merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman

praktis dan pemahaman tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi.

Oleh karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera

Utara menjalin kerja sama dengan PT. Combiphar untuk dapat memberikan

kesempatan pada calon apoteker agar dapat menjalankan PKPA tersebut yang

berlangsung selama satu bulan.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi antara lain :

1. Mengetahui dan memahami penerapan aspek-aspek CPOB di Divisi

Pabrik PT. Combiphar,

(10)

1.3 Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 02-31

Mei 2011 di Pabrik PT. Combiphar yang terletak di Jalan Raya Simpang No. 383

(11)

BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar

PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jalan Sukabumi No. 61

Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Pada tanggal 27

Juni 1981, divisi produksi PT. Combiphar berpindah lokasi ke Jl. Raya Simpang

No. 383 Padalarang dan diresmikan oleh Direktur Jenderal POM Depkes RI,

sedangkan kantor pusatnya tetap di Jl. Sukabumi 61 Bandung. Pada tahun 1987

kantor pusat PT. Combiphar pindah ke Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Jakarta Timur.

Sejak 8 April 1998 kantor pusat PT. Combiphar menetap di Jl. Tanah Abang II/9

Jakarta Pusat dan selanjutnya pindah ke Graha Atrium lantai 14-16 Jl. Senen Raya

135 Jakarta sejak pertengahan tahun 2007.

Suatu perubahan signifikan terjadi pada dekade kedua. Perubahan tersebut

mencakup penataan ulang standar operating procedures (SOP) dan fasilitas

produksi. Perubahan ini membawa PT. Combiphar tercatat sebagai salah satu

perusahaan Farmasi Nasional yang mendapat penghargaan sertifikat CPOB pada

tahun 1991. Hingga saat ini PT. Combiphar telah mempunyai 22 sertifikat CPOB

yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pada tahun 1997 dibangun gedung induk produksi lensa mata dari Rohto

yang merupakan kerjasama antara PT. Combiphar dengan PT. Rohto dari Jepang

yang berakhir pada tahun 2002. Dengan berakhirnya kerjasama tersebut, maka

gedung Rohto akhirnya digunakan oleh PT. Combiphar untuk departemen

(12)

tahun yang sama di lakukan kerjasama dengan Sanofi-Syntelabo Perancis dan

dibangunlah fasilitas PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) di lingkungan

pabrik PT. Combiphar. Pada tahun 2002 juga dibangun fasilitas gedung khusus

untuk produk OBH (Obat Batuk Hitam) yang dilatar belakangi oleh adanya

permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap produk OBH Combi dan terbatasnya

kapasitas untuk sarana produksi. Kemudian pada tahun 2003 PT. Combiphar telah

meng-upgrade fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Pada bulan Maret 2006, PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar (SSC) beralih

nama menjadi PT. Pharma Health Care (PHC). Pada tanggal 9 Oktober 2006, PT.

Combiphar diperiksa oleh konsultan ISO yaitu AIMS. Perusahaan ini kemudian di

audit oleh SGS, yaitu badan yang berwenang memberikan sertifikat ISO.

Berdasarkan hasil audit, PT. Combiphar dinyatakan berhak mendapatkan sertifikat

ISO 9001:2000.

2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar

PT Combiphar memiliki visi yaitu menjadi salah satu industri farmasi

yang terkemuka dan disegani di Indonesia (Become one of the Leading and

Respectable Pharmaceutical Industry in Indonesia).

Untuk mencapai visi tersebut PT Combiphar menjalankan misi yaitu ikut

berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup melalui program COMBIPHAR yaitu

Care, Optimize, Motivated, Be different, Integrity, Pride, Harmony, Alert,

(13)

2.3 Struktur Organisasi PT. Combiphar

2.3.1 Company Organochart

President

Vice Director

Director

Managing Director

Head of Ethical Division

Head of CCH Division

Head of Oncology

Division

Head of Pharmaserve

Division

Head of Finance

Division

Head of Bussiness Dev. Division

Head of Internal Audit

(14)

2.3.2 Plant Organochart

Managing

Plant

Director

Plant HRD &

GA

Engineering

Manager Production

Manager

Supply Chain

Manager

Quality

Control Product

Development

Assistant

Manager of

Fi &

QA Operation

Manager

Quality

Service Deputy Plant

Cost

(15)

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi PT. Combiphar

2.4.1 Lokasi PT. Combiphar

Divisi pabrik berada di Jalan Raya Simpang No. 383 Padalarang,

Bandung, Jawa Barat, divisi ini bertanggung jawab atas semua proses produksi

produk Combiphar. Kantor pusat (Head Office) dan divisi pemasaran PT.

Combiphar terletak di Graha Atrium Senen Lt. 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta

Pusat. Kantor pusat ini mengatur kegiatan perusahaan yang meliputi Keuangan,

Pemasaran, Bussiness Development, Human Resources Development (HRD), dan

lain-lain. Distribusi produk-produk PT. Combiphar dilakukan oleh PT. Anugrah

Pharmindo Lestari (APL), PT. Parit Padang dan PT. Parazelsus.

2.4.2 Sarana Produksi PT. Combiphar

Bangunan Utama pada divisi pabrik PT. Combiphar terdiri dari 6 gedung

yaitu:

1. Gedung Utama (Gedung Produksi Utama)

Gedung utama ini terdiri beberapa bagian, yaitu:

- Kantor

- Gudang

- Ruang produksi yang terbagi menjadi daerah abu-abu (grey area) dan

daerah hitam (black area)

2. Gedung bagian QA dan Product Development

3. Gedung Produksi OBH dan gudang

4. Gedung PHC (Pharma Health Care)

5. Instalasi Pengolahan Air Limbah

(16)

7. Bagian umum (kantin, mushola, mess karyawan, dan lain-lain)

2.4.3 Sarana Penunjang

Pabrik Combiphar memiliki beberapa sarana penunjang untuk

mendukung dan memperlancar aktivitas produksi. Adapun sarana penunjang

tersebut adalah bengkel teknik (mechanical workshop), city electricity, generator

diesel (genset), dua unit boiler, dua unit Air Compressor, pompa air, pengolahan

air dengan sistem Reverse Osmosis, sistem Heating Ventilating Air Conditioning

(HVAC) pada gedung utama dan gedung sediaan cair (liquid), dua unit fire

hydrant pump yaitu diesel engine dan electric motor, Waste Water Treatment

Plant (WWTP), Penangkal Petir, Sistem telekomunikasi (telepon, faximile,

e-mail), dan System Application Programe (SAP).

2.5 Prestasi dan Penghargaan

a. Sertifikat GMP Obat Modern

b. Lisensi Obat Tradisional

c. Sertifikat Produksi Kosmetika

d. 22 Serifikat CPOB

e. Strata A pada Mapping Industri Farmasi No: PO.00.01.3475

f. Penghargaan Perusahaan Pembina K3 Terbaik

g. Penghargaan Kecelakaan Nihil (Zero Accident)

2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara Pembuatan Obat yang baik atau dikenal dengan istilah CPOB

(17)

pengendalian mutu yang bertujuan menjamin agar setiap obat senantiasa dibuat

untuk mencapai mutu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pedoman CPOB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam SK Menkes

RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 dan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB yang

ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

No. 05410A/A/SK/1989.

Aspek-aspek dari CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan,

peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan

audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan

produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,

serta kualifikasi dan validasi.

1. Manajemen Mutu

Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang

menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan

pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang

menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya.

Unsur dasar Manajemen Mutu adalah :

a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan

kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang

mengatur proses yang ada.

b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang disebut

(18)

Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu – Pemastian Mutu –

CPOB – Pengawasan Mutu

Manajemen Mutu

(Memberikan arahan kebijakan tentang mutu)

Pemastian Mutu

(Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu)

CPOB

(Menghindarkan atau meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui

serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk)

Pengawasan Mutu

(Bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas,

bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar)

2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan

berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani

(19)

Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga

bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu

dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap

yang lain.

Kepala bagian Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu

hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi. Apoteker sebagai

supervisor langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu hendaknya

memiliki keterampilan serta pengalaman praktis yang mencakupi dalam bidang

yang berkaitan dengan tugasnya. Masing-masing kepala bagian tersebut memiliki

tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan

mutu.

CPOB menyatakan bahwa jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah

memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan

tugasnya. Selain itu karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik

yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya dan mempunyai sikap dan

kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.

Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka

karyawan tersebut hendaknya dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai

dengan tugasnya maupun prinsip mengenai CPOB. Dimana pelatihan tersebut

dilakukkan secara berkesinambungan dan diikuti oleh seluruh atau sebagian

karyawan. Setelah pelatihan dilakukan evaluasi dan dilakukan penilaian apakah

terjadi peningkatan kerja karyawan. Jumlah karyawan pun harus cukup tersedia

untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan dalam rangka mencapai kualitas

(20)

3. Bangunan

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan

desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya

kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan,

sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu

obat.

Di dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah

dipertimbangkan kesesuaian dengan kegiatan lain, tata letak ruang produksi agar

mengikuti urutan tahap produksi, luasnya ruang kerja yang memungkinkan

penempatan peralatan dan terlaksananya kegiatan, dan pencegahan terjadinya

penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau

bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan

yang sedang dalam proses.

Persyaratan rancang bangun yang perlu diperhatikan pada suatu industri

farmasi adalah sebagai berikut :

a. Mengikuti alur kerja produksi yang bertujuan untuk mencegah terlewatnya

salah satu rangkaian produksi, memudahkan pengawasan, mencegah

kontaminasi silang dan terhambatnya arus kegiatan.

b. Luas ruangan kerja memadai, sehingga penempatan peralatan dan

bahan-bahan dapat teratur dan memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran

(21)

c. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai tempat lalu

lintas umum atau sebagai tempat penyimpanan, kecuali untuk bahan-bahan

yang sedang dalam proses.

d. Tersedianya ruangan terpisah untuk membersihkan peralatan dan untuk

menyimpan bahan pembersih.

e. Kamar ganti dan tempat penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan

daerah pengolahan tetapi terpisah dari daerah produksi.

f. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi, tetapi letaknya terpisah dan

dilengkapi dengan ventilasi yang baik.

g. Konstruksi bangunan hendaklah kokoh, kedap air dan dapat melindungi dari

pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, seperti masuk serta bersarangnya

hewan.

h. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, langit-langit, pintu dan

jendela) hendaklah rata dan halus, bebas dari keretakan dan sambungan

terbuka, mudah dibersihkan, tahan desinfektan dan tidak merupakan tempat

pertumbuhan mikroorganisme. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan

langit-langit di daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

i. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan memiliki bak kontrol serta

ventilasi yang baik.

j. Bangunan harus dilengkapi dengan penerangan yang efektif dan mempunyai

ventilasi dengan sistem pengendalian udara untuk mencegah kontaminasi

silang. Pemasangan pipa dan instalasi lain di daerah produksi haruslah tidak

menimbulkan lubang yang dalam, yang sulit dibersihkan dan sedapat mungkin

(22)

k. Daerah penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan

dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan

produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur. Daerah penyimpanan ini

hendaknya cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan awal dan bahan

pengemas yang dikarantina, diluluskan, ditolak serta produk kembalian.

Hendaknya disediakan daerah khusus untuk penyimpanan bahan yang mudah

terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun, narkotika dan obat

berbahaya lainnya.

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuia desain serta seragam dai bets ke bets dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat harus memiliki rancang

bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan secara

tepat, sehigga mutu yang dirancang bagi tiap produksi obat terjamin secara

seragam dari bets ke bets, selain itu hendaklah mudah dibersihkan baik bagian

dalam maupun bagian luar.

Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan

mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur, serta dikalibrasi sesuai

dengan prosedur yang telah ditetapkan. Perawatan juga hendaklah dilakukan

menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,

(23)

mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar

batas yang telah ditentukan.

5. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya

higiene. Dimana higiene merupakan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan.

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek

pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,

bangunan peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan

sumber lain yang menjadi pencemar pada produk. Sumber pencemaran hendaklah

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan

terpadu.

Sanitasi terhadap personalia antara lain kebersihan dan higiene bagi semua

karyawan yang berhubungan dengan proses pembuatan oleh karyawan yang

ditugaskan bekerja di daerah bersih dan daerah steril hendaklah diseleksi dengan

seksama untuk memastikan ketaatan terhadap disiplin yang berlaku dan tidak

mengidap penyakit ataupun membawa bahaya mikrobiologi yang tidak normal

terhadap produk atau bahaya lainnya. Oleh karena itu, karyawan harus selalu

menjalani pemeriksaan kesehatan dan hendaklah mengenakan pakaian kerja yang

bersih sesuai dengan tugas yang mereka laksanakan termasuk penutup kepala

yang memadai, masker dan sarung tangan.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan hendaklah

memiliki konstruksi dan rancangan yang sesuai untuk memudahkan pelaksanaan

sanitasi yang baik dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti toilet,

(24)

bahan fumigasi dan lain-lain. Untuk itu perlu ada prosedur tertulis untuk sanitasi

bangunan dan fasilitasnya yang memaparkan secara terperinci jadwal serta metode

pembersihan meliputi peralatan dan bahan yang akan digunakan, penanganan

terhadap air limbah, sampah dan bahan buangan lainnya.

Sanitasi terhadap perlengkapan dan wadah bahan produksi juga dilakukan.

Untuk itu perlu adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan pembersihan

peralatan pokok serta meyakinkan bahwa wadah bekas produksi bets sebelumnya

sudah dibersihkan. Keefektifan pembersihan dan pencucian yang dilaksanakan

berdasarkan prosedur yang ditetapkan hendaklah divalidasi secara kimiawi dan

mikrobiologi.

Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara

berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan

cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyartan mutu serta memenuhi ketentuan

izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Tahapan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Bahan awal

Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah

memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label

dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal

(25)

rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan

hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya

dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.

b. Validasi proses

Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi

hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan

hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan

atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut

tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

c. Sistem penomoran Bets dan Lot

Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan

atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot

tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

d. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan

pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara

lengkap.

e. Pengolahan

Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan

hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah

dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang

dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya

memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi

(26)

didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukan untuk setiap

pengolahan.

f. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan

menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan

ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah

dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu

pelulusan dari bagian pengawasan mutu.

g. Obat kembalian

Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau

kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke

bets berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Produk jadi

yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik

pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali

atau diolah ulang ke bets berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh

bagian pengawasan mutu.

h. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang produk jadi

Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum produk jadi

diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan

mutu meluluskan suatu bets atau lot, produk jadi tersebut hendaklah

dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang produk jadi.

i. Pengawasan distribusi produk jadi

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin

(27)

j. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi

Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau

pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

k. Perjanjian kontrak

Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau

keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima

kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi

kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin

operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang

akan dikontrakan.

l. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari.

Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena

menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan

Obat yang Baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten

mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan

komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan

keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai

kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak hanya terbatas pada

kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait

(28)

Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang

dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan

pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini

mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang

dilakukan dalam rangka menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan

produk serta metode pengujiannya.

8. Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas

pemenuhan CPOB, baik kritis yang berdampak besar maupun yang berdampak

kecil.

Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB adalah :

a. Kritis (C)

Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan berdampak fatal

terhadap kesehatan konsumen sampai kematian. Contoh: Pencemaran silang

bahan atau produk, air murni atau air untuk injeksi tercemar.

b. Berdampak Besar (M)

Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak

fatal terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Peralatan ukur utama tidak

dikalibrasi atau diluar batas kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak

didokumentasi dengan benar.

(29)

Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak

berdampak terhadap kesehatan konsumen. Contoh: Pembersihan gudang tidak

sesuai jadwal, catatan ditulis dengan pensil.

Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam, perlu

adanya daftar pemeriksaan yang berisi hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan,

sarana, gudang bahan baku dan bahan pengemas, ruang timbang dan penyerahan,

produksi, daerah pengisian, penandaan dan pengemasan, gudang produk jadi,

pengawasan mutu, pemeliharaan gedung dan peralatan, dokumentasi dan

rekayasa/teknik.

Tim inspeksi diri minimal 3 orang ahli dibidang yang berlainan dan paham

mengenai CPOB. Anggota tim bisa berasal dari lingkungan perusahaan atau dari

luar perusahaan dan bebas dalam memberikan penilaian.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan

memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.

Produk kembalian adalah produk jadi yang telah keluar dari industri atau

beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa

atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan

keraguan akan identitas, mutu, kemanan obat serta kesalahan administratif yang

menyangkut jumlah dan jenis.

Penarikan kembali produk jadi berupa penarikan kembali satu atau

beberapa bets atau seluruh produk jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.

(30)

memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang

merugikan kesehatan, sehingga produk tidak layak untuk diedarkan. Keputusan ini

dapat bersumber dari OPO (Otoritas Pengawasan Obat) atau dari industri.

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang

merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah

diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjutnya yang sesuai.

Prosedur dalam menghadapi keluhan terutama tentang kualitas produk

adalah sebagai berikut:

a. Membuat laporan keluhan yang lengkap

b. Menetapkan karyawan yang ditugaskan untuk menangani keluhan

c. Melakukan evaluasi dan penelitian dokumen pembuatan dan pengkajian arsip

bets yang bersangkutan

d. Bila perlu melakukan pengujian dan penelitian laboratorium

e. Melaporkan hasil evaluasi dan penelitian

f. Menetapkan tindakan selanjutnya yang meliputi penarikan kembali obat dari

pasaran, penghentian peredaran, perbaikan-perbaikan yang diperlukan atau

melakukan penghentian produksi dan peredaran produk jadi yang

bersangkutan.

10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian essensial dalam mengoperasikan suatu

industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi

yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu

menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian

(31)

dokumen yang diperlukan, antara lain Spesifikasi Dokumen Produksi

Induk/Formula Pembuatan. Prosedur Tetap (Protap), metode dan instruksi,

laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca

dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tugas

mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus

dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan

yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan saja. Sistem

dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot

suatu produk jadi dari awal sampai akhir. Sistem dokumentasi digunakan pula

dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan

dan personalia.

Dokumentasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk

antara, produk ruahan dan produk jadi, dokumen produksi, dokumen pengawasan

mutu, dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen pemeliharaan, pembersihan

dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan, dokumen penanganan keluhan

terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan obat,

dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan inspeksi diri, dan pedoman

dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

(32)

secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing

pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk

untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu).

Sebelum surat perjanjian kontrak ditandatangani hendaklah Pemberi

Kontrak mengaudit calon Penerima Kontrak dengan menggunakan daftar periksa

yang dapat menyimpulkan bahwa calon Penerima Kontrak dapat melakukan

pekerjaan pembuatan produk yang akan dikontrakkan dengan memuaskan.

Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan

menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan

produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah

dibuat oleh personil yang kompeten, yang mempunyai pengetahuan yang sesuai

dibidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua

pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui

oleh kedua belah pihak.

12. Kualifikasi dan Validasi

Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses

pembuatan obat hendaklah divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi

(personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat ukur), dan validasi

(prosedur dan proses).

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan

yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

(33)

kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan

validasi.

a. Kualifikasi

Kegiatan kualifikasi bertujuan untuk mendokumentasikan dan menjamin

bahwa alat/sistem yang dikualifikasi sesuai dengan desain yang diinginkan,

dirakit/dipasang sesuai dengan spesifikasi, dapat beroperasi sesuai dengan

petunjuk pengoperasian dan memberikan kinerja yang sesuai dengan pengadaan

alat/sistem.

Adapun kriteria alat yang harus dikualifikasi, yaitu sebagai berikut :

1. Alat yang berpengaruh langsung terhadap mutu produk yang menggunakan

alat tersebut.

2. Alat yang memerlukan tingkat stabilitas yang tinggi, diperlukan kualifikasi

(paling tidak kualifikasi operasi, dan kualifikasi kinerja) pada jangka waktu

tertentu untuk menjamin bahwa kualifikasi operasi dan kualifikasi kinerja

masih sesuai dengan ketentuan.

3. Alat yang dalam operasinya mensyaratkan satu hasil kinerja tertentu dan harus

tercapai dalam pemakaian alat untuk produksi (contoh : oven, otoklaf, dan

lain-lain.

4. Apabila ada keraguan apakah alat masih menunjukkan operasi atau kinerja

seperti yang disyaratkan.

Dalam pelaksanaan kualifikasi, terlebih dahulu dibuat suatu protokol

kualifikasi. Protokol tersebut harus disetujui oleh pihak-pihak yang

berkepentingan sebelum pelaksanaan kualifikasi. Protokol harus memuat segala

(34)

dimuat dalam laporan kualifikasi, laporan ini juga memuat kesimpulan apakah

peralatan memenuhi persyaratan kualifikasi atau tidak.

Kualifikasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Kualifikasi Rancangan atau Design Qualification (DQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa spesifikasi teknik peralatan

yang dipakai telah memenuhi rancangan untuk proses pembuatan,

pemeriksaan, dan sesuai dengan persyaratan CPOB terbaru.

2. Kualifikasi Instalasi atau Installation Qualification (IQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, peralatan

penunjang (utility) atau peralatan untuk proses pembangunan telah dibangun

atau dipasang sesuai dengan spesifikasi rancangannya.

3. Kualifikasi Operasi atau Operational Qualification (OQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, sarana

penunjang (utility) dan peralatan untuk proses produksi beroperasi sesuai

dengan spesifikasi rancangannya.

4. Kualifikasi Kinerja atau Performance Qualification (PQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa pabrik, sistem, atau

peralatan beroperasi secara konsisten dan akan selalu menghasilkan suatu

produk yang memenuhi spesifikasi atau kualitas yang telah ditetapkan

sebelumnya.

b. Validasi

Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai

(35)

mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa

mencapai hasil yang diinginkan.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Validasi terdiri dari :

1. Validasi Proses

Berlaku untuk pembuatan sediaan obat, yang mencakup validasi (initial

validation) proses baru, validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi

ulang. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan

(Validasi Prosfektif), validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi

rutin dilakukan (Validasi Konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah

juga divalidasi (Validasi Retrospektif).

2. Validasi Pembersihan

Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas

prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan

pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan

pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah

dapat dicapai dan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analisa

tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran.

3. Validasi Metode Analisa

Tujuan validasi metode analisa adalah untuk mengetahui bahwa metode

analisa sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Metode analisa hendaklah jelas dan mudah dimengerti karena hal ini akan

(36)

yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : akurasi, presisi,

ripitabilitas, intermediate precision, spesifisitas, batas deteksi, batas

kuantisasi, linieritas, dan rentang.

2.7 PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme)

Pharmaceutical Inspection Convention dan Pharmaceutical Inspection

Co-operation Scheme (disebut sebagai PIC/S) adalah dua instrumen internasional

antar negara dan merupakan otoritas inspeksi farmasi, yang bersama-sama aktif

dalam melaksanakan konstruksi di bidang GMP (Good Manufacturing Practice).

Misi dari PIC/S adalah “Untuk Memimpin Pembangunan Internasional,

Implementasi dan Pemeliharaan yang harmonis dari Good Manufacturing

Practice (GMP) dan Sistem Standar Mutu Dalam Bidang Produk Obat.”

Hal ini akan dicapai dengan mengembangkan dan mempromosikan standar

GMP dan dokumen standar, pelatihan analis, menilai (dan menilai kembali)

inspeksi, dan memfasilitasi kerjasama dan jaringan untuk pihak yang

berwewenang dan organisasi internasional. Saat ini ada 37 partisipan yang

berwenang di PIC/S.

PIC (Pharmaceutical Inspection Convention) didirikan pada bulan

Oktober 1970 oleh EFTA (European Free Trade Association). Anggota awal PIC

terdiri dari 10 negara anggota EFTA pada waktu itu, yaitu. Austria, Denmark,

Finlandia, Islandia, Liechtenstein, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss dan

Kerajaan Inggris. Keanggotaan PIC kemudian diperluas untuk mencakup

Hungaria, Irlandia, Rumania, Jerman, Italia, Belgia, Perancis dan Australia.

(37)

hukum Eropa, sehingga tidak mungkin bagi negara-negara baru untuk diakui

sebagai anggota PIC. Australia adalah negara terakhir yang mampu menjadi

anggota dari PIC pada Januari 1993. PIC dan PIC/S, secara bersama beroperasi

secara paralel dan bergabung menjadi PIC/S.

Sebelum suatu negara menjadi anggota PIC/S, penilaian dilakukan untuk

menentukan apakah negara tersebut memiliki peraturan dan kompetensi yang

diperlukan sesuai dengan ketentuan PIC/S.

Penilaian yang dilakukan oleh delegasi PIC/S ini melibatkan pemeriksaan

otoritas dan sistem lisensi, sistem mutu, persyaratan, pelatihan, dan untuk

mengamati pelaksanaan GMP secara aktual.

Tujuan dari PIC/S, dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan

masyarakat, adalah:

a. Kesamaan pengakuan inspeksi sesama anggota

b. Harmonisasi persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice)

c. Kesamaan sistem inspeksi

d. Pelatihan inspektor

e. Pertukaran informasi sesama anggota

f. Kepercayaan sesama anggota

Manfaat PIC/S terhadap industri farmasi adalah:

a. Mengurangi duplikasi pemeriksaan

b. Penghematan biaya

c. Ekspor fasilitasi

(38)

BAB III

PERAN APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI

3.1 Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang

mengatur tentang pekerjaan kefarmasian, di bagian ketiga yaitu tentang pekerjaan

kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, menyebutkan bahwa industri

farmasi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung

jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan

mutu setiap produksi sediaan farmasi. Untuk memenuhi tuntutan peran apoteker di

industri farmasi, maka seorang apoteker harus memiliki beberapa kompetensi

antara lain :

1. Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran produk jadi secara efektif, terutama

dalam hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.

2. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa/bahan aktif terapeutik

atau eksipien baru yang lebih baik/aktif.

3. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula

sediaan obat, pilot plant dan up-scaling.

4. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal

maupun produk jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan awal,

produk jadi dan kemasan.

5. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan

(39)

6. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi/proses manufaktur atau

pembuatan sediaan obat.

7. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan obat

sesuai dengan cara laboratorium yang baik (Good Laboratory Practice) dan

CPOB untuk menjamin mutu produk yang akan dipasarkan serta untuk

menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.

8. Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang sesuai.

9. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan

untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu

kadaluarsa produk.

10.Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.

11.Mampu melaksanakan pemeriksaan/pengujian yang sesuai untuk keperluan

perbaikan mutu produk dan proses yang sudah ada.

12.Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses.

13.Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga

profesional kesehatan lain.

14.Mampu melaksanakan pengelolaan persediaan (inventory) yang efektif dan

efisien untuk memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin

pemeliharaan kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan

yang ada.

Peran apoteker di industri farmasi yang digariskan oleh World Health

Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist yang meliputi :

1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi obat,

(40)

dengan individu/kelompok di dalam industri (regulatory, QA/QC, produksi

dan lain-lain) dan individu/kelompok di luar industri.

2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk

mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri.

3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi

dengan baik secara lisan maupun tulisan.

4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dalam

mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan bimbingan ke

bawahannya dalam mencapai sasaran industri.

5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di

industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan

kinerja industri dari waktu ke waktu.

6. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan.

7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat

apoteker atau lainnya.

8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan

mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk

kesehatan masyarakat.

3.2 Tugas Masing-masing Bagian Departemen di PT.Combiphar

3.2.1 Departemen Pengembangan Produk (Product Development)

Departemen Pengembangan Produk (Product Development/Prodev)

(41)

pengembangan produk dan penyusunan formula. Prodev dipimpin oleh seorang

manajer yang bertanggungjawab langsung pada plant director. Manajer

Pengembangan Produk membawahi 3 kepala unit yaitu: unit pengembangan

formulasi (Formulation Development), unit pengembangan metode analisis

(Analytical Development), dan unit pengembangan pengemas dan dokumentasi

registrasi (Packaging Development and Registration Documentation).

Masing-masing kepala unit tersebut dibantu oleh beberapa orang officer.

3.2.2 Departemen HRD-GA (Human Resourcement Development-General Affair)

Departemen HRD-GA dipimpin oleh seorang HRD & GA Manager. Dalam

menjalankan tugas dan fungsinya HRD & GA Manager Divisi Pabrik

berkoordinasi dengan HRD & GA Manager Head Office.

Departemen HRD-GA merupakan suatu atap yang disanggah dengan

menggunakan empat buah pilar. Keempat pilar tersebut diantaranya yaitu:

a. Requirement Management, yaitu mendapatkan orang yang tepat dilihat dari

kompetensi yang dimiliki dengan melihat perilaku (behavior) dan teknikal dari

cara bekerja.

b. People Development Management, yaitu suatu sistem pengembangan

karyawan dengan cara membuat program-program training.

c. Performance Management, yaitu memperhatikan benefit dan performance

seseorang. Juga ikut andil dalam penyusunan training dengan melihat hasil

training mana yang tercapai atau tidak. Performance Management memiliki

dua jenis kunci yaitu Key Performance Indicator (KPI) dan Key Performance

(42)

d. Termination Management, yaitu melakukan pemutusan hubungan kerja bagi

para karyawan. Misalnya, karyawan dengan status kontrak atau karyawan

tetap, karyawan yang mengalami perselisihan, atau hal lain yang dapat

menyebabkan terjadinya keputusan pemutusan kerja.

Selain empat pilar tersebut, HRD-GA juga mempunyai dua fondasi

diantaranya Reward Management yaitu pemberian suatu penghargaan atau hadiah

bagi karyawan terbaik, dan Industrial Management yaitu yang berkaitan dengan

pemerintah dan masyarakat.

3.2.3 Departemen Teknik

Departemen Teknik PT. Combiphar dipimpin oleh seorang Manajer yang

dibantu oleh Kepala Unit Maintenance, Kepala Unit Utility dan Kepala Unit EHS

(Environment, Health and Safety). Masing-masing Kepala Unit dibantu oleh

beberapa orang Kepala Seksi dan Teknisi.

Unit Maintenance bertanggungjawab dalam perawatan dan perbaikan

seluruh peralatan yang menunjang kegiatan di industri farmasi, diantaranya

menjaga downtime dari mesin-mesin. Program yang dilakukan untuk menjalankan

fungsinya ini adalah program Total Productive Maintenance yang terdiri dari :

a. Breakdown maintenance

Breakdown maintenance merupakan perawatan yang tidak terjadwal atau tidak

terencana, yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan hanya pada saat

permasalahan timbul sebagai akibat kerusakan mesin.

b. Preventive maintenance

Preventive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan sesuai dengan

(43)

kata lain, melakukan perawatan mesin untuk tujuan pencegahan kerusakan.

c. Predictive Maintenance

Predictive maintenance merupakan perawatan yang dilakukan berdasarkan

prediksi, kapan suatu mesin atau komponen-komponennya memerlukan

perawatan atau penggantian dengan komponen yang baru.

d. Proactive maintenance

Proactive maintenance merupakan perpaduan antara preventive maintenance

dan predictive maintenance. Dalam proactive maintenance, perawatan

dilakukan berdasarkan prediksi dan bersifat terjadwal.

e. Autonomous maintenance

Autonomous maintenance menuntut keterlibatan semua pihak. Perawatan

mesin dilakukan mandiri oleh operator mesin produksi atau dalam arti lain

operator produksi tidak saja menjalankan kegiatan produksi, tetapi juga

dilibatkan dalam kegiatan perawatan sederhana seperti pengecekan harian,

pelumasan, pengukuran dan pembersihan. Dengan demikian gejala kerusakan

dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara

total.

Unit Utility bertanggungjawab untuk menjamin ketersediaan utilitas yang

diperlukan dalam kegiatan di industri farmasi diantaranya HVAC, sistem air,

compressed air system, listrik, sistem uap (steam).

Unit EHS (Environtment, Health and Safety) bertanggungjawab untuk

menjamin bahwa kegiatan yang dilakukan di industri farmasi telah memenuhi

kaidah-kaidah K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan) sehingga

(44)

cara mengadakan program Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

membuat prosedur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), melakukan

pengecekan kebisingan, pengecekan emisi yang dibuang ke udara, dan

sebagainya.

Penanganan air limbah oleh bagian teknik menggunakan sistem

pengolahan secara fisika dan mikrobiologi dengan menggunakan bakteri aerob.

Air limbah diolah secara fisik dan biologi secara berurutan. Proses biologi

dilakukan secara aerob dengan suatu sistem kontak stabilisasi menggunakan

mikroorganisme yang mampu untuk mendegradasi air limbah industri farmasi.

Tahapan pengolahan air limbah yang dilakukan: prasedimentasi, ekualisasi,

stabilisasi, aerasi, clarifier, carbon filter, kolam ikan.

3.2.4 Departemen Cost Accounting

Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab

kepada Deputy Plant Director dan bertugas dalam pengelolaan keuangan dan

akuntansi di divisi pabrik termasuk diantaranya adalah pembelian bahan baku dari

supplier dan pemasukan dari distributor.

Urusan pengeluaran biaya untuk gaji karyawan, pembelian bahan baku dan

bahan kemas dari supplier di luar Bandung, biaya pengadaan peralatan dan

bangunan, biaya pemasukan dari APL di luar Bandung dikelola oleh bagian

keuangan di kantor pusat Jakarta.

3.2.5 Departemen SCM (Supply Chain Management)

Departemen ini dipimpin oleh seorang kepala bagian/manajer dan

(45)

Warehouse and Distribution Unit, System Application and Product In Data

Processing (SAP) Unit. Penjelasan masing-masing bagian SCM sebagai berikut :

a. PPIC (Production Planning Inventory Control)

Kepala unit PPIC membawahi tiga seksi yaitu Production Planner,

Material Planner, dan Demand Planner. Production Planner bekerjasama dengan

bagian produksi bertugas merencanakan jadwal produksi dan menjamin produksi

berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Material Planner bertugas

untuk menjamin ketersediaan material produksi. Demand Planner bertugas

mengelola penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor.

Pengadaan material dilakukan dengan menggunakan surat pesanan yang

dibuat rangkap untuk bagian keuangan, bagian pembelian, dan bagian supply

chain. Pengaturan bahan baku dan bahan pengemas dilakukan oleh bagian

inventory control melalui SAP (System Application and Product in Data

Processing). Pengaturan ini secara kuantitas berdasarkan minimum order

quantity, permintaan dan stok yang ada. Selain itu juga berdasarkan waktu

produksi dan lead time dari pemasok bahan baku dan atau bahan pengemas.

b. Warehouse and Distribution

Unit Warehouse and Distribution dipimpin oleh seorang kepala unit

bertugas merencanakan, memonitor, mengevaluasi, serta mengkoordinir kegiatan

pemenuhan ketetapan CPOB di gudang dan mengkoordinir penerimaan pesanan

dari distributor serta pengirimannya ke distributor dari pihak ketiga. Gudang

memiliki beberapa fasilitas yaitu: pemadam api, pest control, insect-o-cutor,

(46)

Unit Warehouse and Distribution terdiri dari:

1. Gudang Bahan Baku (Raw Material Warehouse)

2. Gudang Bahan Kemas dan Produk Solid (Packaging and Solid Product

Warehouse)

3. Gudang OBH dan Produk Liquid(OBH and Liquid Produk Warehouse).

c. SAP dan Factory Information System (FIS)

Sistem SAP (System Application Program) digunakan untuk mengelola

Enterprise Resource Planning (ERP) di seluruh PT. Combiphar. System

Application Program (SAP) adalah sistem terintegrasi untuk mengelola seluruh

aktivitas perusahaaan termasuk keuangan, produksi, HRD-GA, marketing, supply

chain, logistik, dan lain-lain. Unit ini juga bertugas dalam Total Quality

Management yang bertujuan untuk mengatur agar segala hal yang dilakukan di

pabrik dapat senantiasa berjalan dengan baik.

3.2.6 Departemen Produksi

Departemen produksi dipimpin oleh manajer produksi yang bertanggung

jawab dalam melaksanakan program yang menyangkut produksi suatu obat.

Manajer produksi membawahi 2 asisten manajer yaitu asisten manajer solid dan

asisten manajer liquid. Asisten manajer solid membawahi 7 seksi yaitu seksi

dispensing and solid mixing; tablet and coating; semisolid; capsul and solid

filling; primary packagin; repack-packing service; dan secondary packaging.

Asisten manajer liquid juga membawahi 7 seksi yaitu seksi OBH

dispensing-process-washing-filling; seksi OBH packaging I; seksi OBH

packaging II; seksi OBH packaging III; seksi liquid packaging service; dan seksi

(47)

Tugas pokok bagian produksi divisi pabrik PT. Combiphar antara lain adalah:

1. Melaksanakan kegiatan pengolahan dan pengemasan produk, mulai dari

penimbangan bahan baku hingga menjadi obat jadi, sesuai dengan jadwal

produksi yang telah ditetapkan.

2. Menyusun rencana produksi mingguan bersama dengan bagian supply chain.

3. Melaksanakan pembuatan produk baru skala produksi bersama dengan bagian

product development.

4. Melaksanakan upaya-upaya peningkatan efisiensi proses produksi.

5. Menjamin penerapan CPOB di lingkungan bagian produksi.

3.2.7 Departemen QAO (Quality Assurance Operation)

Departemen QAO membawahi unit QC (Quality Control) dan unit QAS

(Quality Assurance Service), masing-masing dikepalai oleh manajer. Terdapat

juga unit GMP Compliance yang berkoordinasi dengan QAO Manajer

a. Bagian Quality Control (QC)

Quality Control dipimpin oleh manajer QC yang bertanggung jawab

terhadap:

1. Bahan awal untuk produksi obat harus memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, dan keamanannya.

2. Tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan.

3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap

suatu batch obat.

4. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama peredaran yang

ditetapkan.

(48)

1. Seksi pemeriksaan bahan awal dan mikrobiologi.

2. Seksi pemeriksaan obat jadi dan IPC.

b. Quality Assurance Service (QAS)

Unit ini dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi 2 farmasis yaitu

Quality Service (QS) Pharmacist yang menangani complaint, product recall,

return product, APR (Annual Product Review) dan penyimpangan/deviasi dan QS

Pharmacist yang menangani dokumentasi dan Change Control.

c. Unit GMP Compliance

Unit GMP Compliance dipimpin oleh seorang asisten manajer. Unit

GMPC berada dibawah pimpinan QAS manajer dan mempunyai garis koordinasi

langsung terhadap QAO manajer. Unit ini memiliki tugas antara lain:

a. Melakukan audit internal dan audit eksternal.

Kegiatan ini dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kinerja

karyawan dan kualitas produk. Audit eksternal terdiri dari 4 jenis, yaitu audit

supllier/vendor, audit Manufacturing Toll Out, audit distributor, dan audit

laboratorium luar (analisis dan kalibrasi). Audit internal dibagi menjadi 4 level,

yaitu:

1. Audit level 1

2. Audit level 2

3. Audit level 3

4. Audit level 4

b. Melakukan pemantauan terhadap udara ruang produksi, alat, dinding, lantai

dan persosnil ruang produksi saat produksi sedang berjalan atau saat at rest; air

(49)

c. Melakukan training berupa GMP training dan non-GMP training.

d. Melakukan kalibrasi dan kualifikasi peralatan dan instrumen QA.

e. Menangani Pest control, yaitu pemantauan terhadap hama di lingkungan

(50)

BAB IV

PEMBAHASAN

PT. Combiphar telah memperoleh sertifikat CPOB sebanyak 22 sertifikat

sejak tahun 1991 sampai sekarang. Hal tersebut menjadi bukti bahwa CPOB telah

diterapkan dalam setiap aspek produksinya. Berdasarkan regulasi BPOM yang

terbaru mengenai mapping industri farmasi, PT. Combiphar termasuk dalam

industri farmasi golongan A, dimana industri tersebut dapat memproduksi dan

mengekspor produk ke luar negeri. Menjelang era globalisasi, PT. Combiphar

berusaha meningkatkan kualitasnya dan tengah berkonsentrasi untuk mendapatkan

sertifikasi dari TGA (Therapeutic Good Administration) Australia dan PIC/S

(Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme) Eropa. Kedua sertifikasi ini

sangat penting dan dapat menjadi bentuk pengakuan Internasional terhadap

kualitas produk-produk yang dihasilkan PT. Combiphar.

Hal di atas merupakan bukti bahwa PT. Combiphar terus-menerus

melakukan perbaikan dan pengembangan perusahaannya agar dapat memenuhi

kebutuhan pasar sekaligus mewujudkan misinya yaitu memberikan kontribusi

untuk meningkatkan kualitas hidup.

Mutu suatu produk tidak ditentukan berdasarkan pemeriksaan (analisis)

produk akhir, namun mutu harus dibentuk ke dalam produk (Build in Quality)

selama keseluruhan proses pembuatan. Hal ini tertuang dalam 12 aspek dalam

CPOB yang mencakup manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,

peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan

(51)

produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,

serta kualifikasi dan validasi.

4.1 Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu telah dijalankan yang baik oleh PT. Combiphar

berdasarkan CPOB dan juga telah melakukan pengkajian mutu produk secara

berkala melalui suatu program yang disebut Annual Product Review (APR).

Pengkajian mutu secara berkala dilakukan terhadap semua obat terdaftar,

termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses,

kesesuaian dari spesifikasi bahan baku, bahan pengemas dan obat jadi. Pengkajian

mutu produk ini didokumentasikan kemudian dievaluasi untuk menentukan perlu

tidaknya dilakukan tindakan perbaikan atau pencegahan. Dalam menjalankan

sistem pemastian mutu PT. Combiphar didukung dengan tersedianya personil

yang berkompeten, bangunan, sarana serta peralatan yang memadai. Terlihat

bahwa PT. Combiphar adalah perusahaan yang mengutamakan mutu dan

menerapkan pemastian mutu secara konsisten. Selain berpedoman pada CPOB,

PT. Combiphar juga mengadopsi standar dari ISO 9001:2000 sebagai acuan

manajemen mutu.

4.2 Personalia

PT. Combiphar berusaha menyediakan personil yang terkualifikasi dalam

jumlah yang memadai dan telah melakukan pembagian tugas, tanggung jawab dan

kewenangan yang jelas dalam struktur organisasinya agar dapat dihasilkan kinerja

perusahaan yang optimal. Pembagian tugas setiap departemen, unit, hingga seksi

(52)

posisi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan CPOB agar masing-masing bagian

dapat menjalankan tugasnya secara efektif, dan tidak tumpang tindih.

Di PT. Combiphar, posisi kepala departemen produksi, kepala departemen

penjaminan mutu (QA), kepala unit Quality Control (QC), kepala departemen

Supply Chain Management, kepala departemen pengembangan produk dijabat

oleh apoteker. Dimana apoteker merupakan personil kunci yang tepat pada posisi

tersebut dan merupakan seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia di PT. Combiphar sangat

diutamakan melalui program-program pelatihan internal maupun eksternal.

Pelatihan tersebut berupa pelatihan CPOB/GMP maupun non-CPOB/GMP.

Pelatihan tentang CPOB/GMP dilakukan terjadwal setiap tahun oleh unit GMP

compliance. Pelatihan non-CPOB/GMP dapat berupa training skill (penggunaan

instrument seperti HPLC, spektrofotometer), training K3, 5R (Ringkas, Rapi,

Resik, Rawat, Rajin) / 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke).

Pelatihan-pelatihan di PT. Combiphar dilakukan secara berkesinambungan dan efektivitas

penerapannya dinilai secara berkala. Penilaian dapat dilakukan dengan cara tes

tertulis untuk pelatihan yang bersifat informatif dan evaluasi lapangan untuk

pelatihan yang bersifat aplikatif.

Industri farmasi merupakan industri yang berhubungan langsung dengan

bahan obat, pelarut kimia, dan zat berbahaya sehingga beresiko tinggi terhadap

karyawannya. Oleh karena itu, PT. Combiphar memberikan perhatian terhadap

kesehatan para karyawan, dengan melakukan General Check Up yang dilakukan

rutin setiap tahun bagi seluruh karyawan. PT. Combiphar juga memberikan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

CLASSIFICATION OF AIRBORNE LASER SCANNING DATA USING GEOMETRIC MULTI-SCALE FEATURES AND DIFFERENT NEIGHBOURHOOD

PT BANK VICTORIA INTERNATIONAL

We evaluate our classification method both on benchmark data from a mobile mapping platform and on a variety of large, terrestrial laser scans with greatly varying point density..

(3) Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dalam menjalankan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Pimpinan kmbaga Perlindungan Saksi dan

Maka dari itu penulis mencoba membuat sebuah situs penjualan handphone online dengan menggunakan PHP dan database MySQL. Untuk pembuatan aplikasi tersebut, penulis memperoleh bahan

perlu menetapkan pengangkatan mereka yang namanya tercantum dalam Diktum PERTAMA Keputusan Presiden ini, sebagai Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,

[r]