• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum) dengan Pelarut Metanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum) dengan Pelarut Metanol"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT

RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN

PELARUT METANOL

SKRIPSI

Oleh

ELVI RASIDA FLORENTINA HUTAPEA

090405030

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(2)

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT

RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN

PELARUT METANOL

SKRIPSI

Oleh

ELVI RASIDA FLORENTINA HUTAPEA

090405030

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT METANOL

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Sejauh yang saya ketahui, skripsi ini bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan atau yang pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Demikian pernyataan ini di buat apabila dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi

sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 17 Juli 2014

(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT METANOL

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang sarjana pada tanggal 17 Juli 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/ sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui,

Koordinator Skripsi

Ir. Renita Manurung, MT NIP. 19681214 199702 2 002

Medan, 17 Juli 2014 Dosen Pembimbing

Dr. Eng. Rondang Tambun, ST., MT NIP. 19720612 200012 1 001

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan

judul “Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum)

dengan Pelarut Metanol”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Melalui penelitian ini diperoleh kondisi optimum untuk ekstraksi antosianin dari

kulit rambutan dengan pelarut metanol pada temperatur 50 oC dan waktu reaksi 6 jam dengan absorbansi 1,6103, konsentrasi 55,766 mg/L dan rendemen 0,2788%.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, ST., MT., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Bapak Dr. Ir. M. Yusuf Ritonga, MT. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosdanelli

Hasibuan, MSc., sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Eng.Ir. Irvan, MT., selaku ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Renita Manurung, MT., selaku koordinator penelitian

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 17 Juli 2014 Penulis

(6)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini untuk kedua orang tua penulis, M. Hutapea dan M. br. Sinaga yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Elvi Rasida Florentina Hutapea

NIM : 090405030

Tempat, tanggal lahir

: Pkl Berandan, 06 Juni 1991

Nama orang tua : M. Hutapea dan M. br. Sinaga Alamat orang tua :

Jl. Pelita No.309 Pangkalan Susu

Asal Sekolah:

 SD Dharma Patra YKPP Pertamina Pangkalan Susu tahun 1997-2003  SMP Negeri 1 Pangkalan Susu tahun 2003 – 2006

 SMA Negeri 1 Babalan tahun 2006 – 2009 Beasiswa yang diperoleh:

Beasiswa PPA tahun 2010, 2011, 2012 Universitas Sumatera Utara Pengalaman Organisasi:

1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2012/2013 sebagai anggota Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal:

Elvi Rasida Florentina Hutapea, Laura Olivia Siahaan, Rondang Tambun,

“Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum)

dengan Pelarut Metanol”,Jurnal Teknik Kimia, Vol. 3, No. 2 (Juni 2014) Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai:

1. Juara II Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika se-Kabupaten Langkat tahun 2008

(8)

ABSTRAK

Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang gelombang dan nilai absorbansinya. Ukuran kulit rambutan yang terbaik adalah kulit rambutan yang diblender dan hasil terbaik diperoleh pada temperatur 50 0C dan waktu ekstraksi selama 6 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna dengan absorbansi 1,6103, konsentrasi 55,7659 mg/L dan rendemen sebesar 0,2788%.

(9)

ABSTRACT

Rambutan fruits (Nephelium lappaceum Linn) is a kind of tropical fruits which come from Malaysia and Indonesia. Their red coloured rinds have not used yet effectively and the red coloured may be due to anthocyanin that can be used for natural colours. The purpose of this research is to know the optimal condition of

the extraction of anthocyanin, that is particle size of rambutan‟s rinds, temperature

and extraction time. Analysis of the anthocyanin use spectrophotometer UV-Vis to detect the wavelength and the absorbance of the anthocyanin. The best

condition is rambutan‟s rind milled by blender at temperature 50 0

C and extraction time for 6 hours. Those give the highest color intensity having maximal absorbancy of 1,6103, anthocyanin concentration of 55,7659 mg/L and rendement of 0,2788%.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 2

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 PEWARNA MAKANAN 4

2.1.1 Pewarna Alami 4

2.1.2 Pewarna Sintetik 5

2.2 ANTOSIANIN 6

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin 9 2.2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin 9

2.3 RAMBUTAN 11

2.4 EKSTRAKSI 13

2.5 TEORI POLAR DAN NONPOLAR 15

2.6 PELARUT 16

(11)

2.7 ANALISIS EKONOMI 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19

3.1 BAHAN DAN PERALATAN 19

3.1.1 Bahan 19

3.1.1.1 Bahan Baku Utama 19

3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang 19

3.1.1.3 Bahan Analisis 19

3.1.2 Peralatan 19

3.2 METODE PENELITIAN 20

3.3 PENELITIAN PENDAHULUAN 21

3.4 PENELITIAN UTAMA 21

3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama 22 3.5 ANALISIS

3.6 FLOWCHART PENELITIAN

3.6.1 Flowchart Penelitian Pendahuluan 3.6.2 Flowchart Penelitian Utama

3.6.3 Flowchart Analisis pH

3.6.4 Flowchart Analisis Intensitas Warna 3.6.5 Flowchart Analisis Konsentrasi Antosianin

3.6.6 Flowchart Analisis Rendemen Antosianin

22 23 23 24

24 25 25

26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN 27

4.2 PENELITIAN UTAMA 29

4.2.1 Pengujian Antosianin 29

4.2.2 Intensitas Warna 31

4.2.3 Konsentrasi Antosianin 34

4.2.4 Rendemen Antosianin 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 42

5.1 KESIMPULAN 42

5.2 SARAN 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Antosianin Pelargonidin 7

Gambar 2.2 Struktur Antosianin Sianidin 7

Gambar 2.3 Struktur Antosianin Delfinidin 7

Gambar 2.4 Struktur Antosianin Peonidin 7

Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin 7

Gambar 2.6 Struktur Antosianin Malvidin 7

Gambar 2.7 Empat Bentuk Kesetimbangan Antosianin 10

Gambar 2.8 Rambutan 12

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Rangkaian Peralatan

Flowchart Penelitian Pendahuluan Flowchart Penelitian Utama Flowchart Analisis pH

Flowchart AnalisisIntensitas Warna Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin Flowchart Analisis Rendemen Antosianin

20 23 24 24 25 26 26 Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Absorbansi dari Kulit Rambutan

yang Dipotong Kecil-kecil dan Kulit Rambutan yang Diblender

28

Gambar 4.2 Pengukuran pH terhadap Filtrat yang Mengandung Antosianin

30

Gambar 4.3 Panjang Gelombang Antosianin 31

Gambar 4.4 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan

32

Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan

33

Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit

Rambutan

34

(13)

Antosianin dari Kulit Rambutan

Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin Antosianin dari Kulit Rambutan

37

Gambar 4.9 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin dari Kulit Rambutan

37

Gambar 4.10 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan

39

Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan

40

Gambar 4.12 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Antosianin dari Kulit Rambutan

40

Gambar B.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi 50

Gambar B.2 Filtrasi 50

Gambar B.3 Pembuatan Larutan Buffer pH = 1 51

Gambar B.4 Pembuatan Larutan Buffer pH = 4,5 51

Gambar B.5 Alat Spektrofotometer UV-Vis 52

Gambar B.6 Foto Hasil Antosianin 52

Gambar C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan yang Dipotong

53

Gambar C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan yang Diblender

53

Gambar C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 0C ; t = 2 jam

54

Gambar C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 0C ; t = 4 jam

54

Gambar C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 0C ; t = 6 jam

54

GambarC.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 30 0C ; t = 8 jam

55

Gambar C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 0C ; t = 2 jam

(14)

Gambar C.8 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 0C ; t = 4 jam

55

Gambar C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 0C ; t = 6 jam

56

Gambar C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 40 0C ; t = 8 jam

56

Gambar C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 2 jam

56

Gambar C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 4 jam

57

Gambar C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 6 jam

57

Gambar C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 50 0C ; t = 8 jam

57

Gambar C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 2 jam

58

Gambar C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 4 jam

58

Gambar C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin

pada T = 60 0C ; t = 6 jam

58

Gambar C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin pada T = 60 0C ; t = 8 jam

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan 12

Tabel 2.2 Varietas Rambutan 13

Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut Metanol

17

Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama 22

Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin 47 Tabel A.2 Data Absorbansi Antosianin dan Hasil Perhitungannya 47 Tabel A.3 Data Panjang Gelombang Antosianin 47

Tabel A.4 Data Absorbansi Antosianin dan Hasil Perhitungannya 48 Tabel D.1 Beberapa Peneliti yang Mengekstraksi Pigmen

Antosianin dari Kulit Buah - buahan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A Data Penelitian Dan Hasil Perhitungan 47

A.1 Data Penelitian Pendahuluan 47

A.2 Data Penelitian Utama 47

A.3 Perhitungan Absorbansi 48

A.4 Perhitungan Konsentrasi Antosianin 48

A.5 Perhitungan Rendemen Antosianin 49

Lampiran B Dokumentasi Penelitian 50

B.1 Rangkaian Alat Ekstraksi 50

B.2 Filtrasi 50

B.3 Pembuatan Larutan Buffer PH = 1 51

B.4 Pembuatan Larutan Buffer Ph = 4,5 51

B.5 Alat Spektrofotometer Uv-Vis 51

B.6 Foto Hasil Antosianin 52

Lampiran C Hasil Pengujian Lab Analisis Dan Instrumen 53 C.1 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada

Kulit Rambutan Yang Dipotong

53

C.2 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada Kulit Rambutan Yang Diblender

53

C.3 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 0c ; t = 2 Jam

54

C.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 0c ; t = 4 Jam

54

C.5 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 0c ; t = 6 Jam

54

C.6 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 30 0c ; t = 8 Jam

55

C.7 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 0c ; t = 2 Jam

55

C.8 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 0c ; t = 4 Jam

(17)

C.9 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 0c ; t = 6 Jam

56

C.10 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 40 0c ; t = 8 Jam

56

C.11 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 0c ; t = 2 Jam

56

C.12 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 0c ; t = 4 Jam

57

C.13 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 0c ; t = 6 Jam

57

C.14 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 50 0c ; t = 8 Jam

57

C.15 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 0c ; t = 2 Jam

58

C.16 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 0c ; t = 4 Jam

58

C.17 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin Pada T = 60 0c ; t = 6 Jam

58

C.18 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Antosianin

Pada T = 60 0c ; t = 8 Jam

59

(18)

ABSTRAK

Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol. Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang gelombang dan nilai absorbansinya. Ukuran kulit rambutan yang terbaik adalah kulit rambutan yang diblender dan hasil terbaik diperoleh pada temperatur 50 0C dan waktu ekstraksi selama 6 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna dengan absorbansi 1,6103, konsentrasi 55,7659 mg/L dan rendemen sebesar 0,2788%.

(19)

ABSTRACT

Rambutan fruits (Nephelium lappaceum Linn) is a kind of tropical fruits which come from Malaysia and Indonesia. Their red coloured rinds have not used yet effectively and the red coloured may be due to anthocyanin that can be used for natural colours. The purpose of this research is to know the optimal condition of

the extraction of anthocyanin, that is particle size of rambutan‟s rinds, temperature

and extraction time. Analysis of the anthocyanin use spectrophotometer UV-Vis to detect the wavelength and the absorbance of the anthocyanin. The best

condition is rambutan‟s rind milled by blender at temperature 50 0

C and extraction time for 6 hours. Those give the highest color intensity having maximal absorbancy of 1,6103, anthocyanin concentration of 55,7659 mg/L and rendement of 0,2788%.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami [1].

Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah warnanya [1]. Penggunaan pewarna sintetik ini dapat

berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan kanker kulit, kanker mulut, kerusakan otak, serta menimbulkan dampak bagi lingkungan seperti pencemaran

air dan tanah. Hal ini berdampak secara tidak langsung bagi kesehatan manusia karena di dalamnya terkandung unsur logam berat seperti Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan lain-lain [2].

Penggunaan pewarna sintetik ini mendapat sorotan karena produsen pangan olahan terutama skala industri rumah tangga banyak menyalahgunakan pewarna yang sebenarnya bukan untuk pangan. Oleh karena itu, perlu dicari sumber-sumber pewarna alami yang dapat digunakan dalam pengolahan pangan sehingga dihasilkan pewarna yang aman dengan harga relatif murah. Salah satu contoh pewarna alami yang bisa digunakan adalah antosianin.

(21)

sampai ke ungu termasuk juga kuning dan tidak berwarna (seluruh warna kecuali hijau) [2].

Menurut Rene [1], pada pH rendah (asam) pigmen antosianin ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi coklat dan kemudian menjadi biru. Penggunaan zat pewarna alami misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu). Pada Lampiran D, Tabel D.1 menunjukkan beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian untuk mengekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah-buahan [1-6].

Sifat polar dari antosianin membuat pigmen ini larut dalam pelarut polar, seperti metanol, etanol, aseton dan air. Penggunaan asam bertujuan untuk menstabilkan antosianin dalam bentuk kation flavilium, dimana pigmen ini akan berwarna merah pada kondisi pH yang rendah [3].

Pada penelitian ini, kulit buah rambutan merah akan diteliti sebagai sumber antosianin. Kondisi yang optimal akan dikaji untuk mengekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol. Penelitian ini

memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ukuran kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi dalam menghasilkan pigmen antosianin dari kulit buah rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

(22)

2. Memberi masukan dan informasi kepada dunia industri dan pemerintah bahwa zat pewarna alami dapat dihasilkan dari kulit buah rambutan.

1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Sedangkan analisa spektrofotometer dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit rambutan. Variabel yang digunakan antara lain:

1. Variabel tetap

 Perbandingan bahan baku : pelarut = 1 : 10 [4]

 Jenis pelarut : metanol p.a yang diasamkan dengan HCl 1% [1]

2. Variabel berubah

 Ukuran kulit : 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, 140 mesh, dipotong kecil

dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender  Temperatur : 30 0C, 40 0C, 50 0C dan 60 0C

 Waktu reaksi : 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PEWARNA MAKANAN

Dewasa ini penggunaan zat warna sudah semakin luas terutama dalam makanan dan minuman karena warna makanan memberikan daya tarik bagi konsumen. Sifat warna adalah sifat produk pangan yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak di antara sifat-sifat produk pangan lainnya. Warna mempunyai banyak arti dan peran pada produk pangan, diantaranya sebagai tanda-tanda kerusakan, penunjuk tingkat mutu, pedoman proses pengolahan dan masih banyak lagi peranannya.

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Beberapa contoh makanan yang menggunakan pewarna yaitu sirup, puding, tahu, permen, makanan ringan, es krim, manisan buah dan masih banyak lagi makanan yang menggunakan pewarna [1].

Zat warna menurut asalnya terdiri dari zat warna alami dan zat warna sintetik. Zat warna alami (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat dalam tanaman maupun hewan. Penggunaan zat warna alami untuk makanan dan minuman tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Zat warna sintetik lebih sering digunakan karena keuntungannya antara lain stabilitasnya lebih tinggi dan penggunaannya dalam jumlah kecil sudah cukup memberikan warna yang diinginkan, namun penggunaan zat warna sintetik dapat mengakibatkan efek samping yang menunjukkan sifat karsinogenik [7].

2.1.1 Pewarna Alami

Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bagian tanaman yang digunakan untuk menghasilkan warna alami adalah daun, buah,

(24)

sayuran, biji, akar dan juga mikroorganisme yang disebut biopewarna. Pigmen tumbuhan ini baik untuk dikonsumsi karena tidak berbahaya bagi manusia [8].

Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan atau pemrosesan. Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami antara lain:

a. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat diperoleh dari wortel, pepaya dan sebagainya.

b. Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana. c. Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis

karbohidrat, gula pasir, laktosa dan lain-lain.

d. Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan dan sebagainya.

e. Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah dan sebagainya.

f. Tanin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah [9].

Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari dan suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada 4-8 0C untuk

meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. Untuk meningkatkan kestabilan pewarna alami selama pengolahan dan penyimpanan pewarna dan produk dilakukan beberapa strategi misalnya mikroenkapsulasi, penambahan antioksidan, pembentukan emulsi atau suspensi dalam minyak dan penyimpanan secara vakum [1].

2.1.2 Pewarna Sintetik

(25)

sintetik umumnya merupakan bahan kimia yang sangat kuat sehingga pemakaian dalam jumlah sedikit memberikan warna yang cukup intensif [1].

Banyak negara merespon bahwa pewarna sintetik mengandung racun dan menimbulkan alergi karena reaksi. Penelitian tentang pewarna sintetik diduga melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat menimbulkan alergi, kanker dan menggangu kesehatan manusia [10]

2.2 ANTOSIANIN

Antosianin ditemukan di alam pada berbagai tumbuhan baik pada buah-buahan maupun sayuran, yang menyediakan berbagai warna yang bervariasi dari merah sampai ungu. Di samping sebagai pigmen, antosianin hadir untuk memenuhi fungsi biologis lainnya, dimana antioksidan mungkin jadi salah satu yang paling berpengaruh. Eugene [3] menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan dari highbush blueberries (Vaccinium corymbosum L.) dan lowbush blueberries

(Vaccinium angustifolium Aiton) sangat berhubungan dengan jumlah antosianin.

Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan

sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer. Antosianin dalam bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk aglikosidanya. Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya

yang tinggi sebagai pendonor hidrogen atau elektron dan kemampuan radikal turunan polifenol untuk menstabilkan dan mendelokasi elektron tidak berpasangan, serta kemampuannya mengkhelat ion logam [11].

Terdapat enam antosianidin yang umum. Antosianidin ialah aglikon

antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang

paling umum sampai saat ini ialah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna

jingga disebabkan pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan

sianidin, sedangkan warna merah senduduk, lembayung dan biru umumnya

disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin.

Tiga jenis eter metal antosianidin juga sangat umum yaitu peonidin yang merupakan

turunan sianidin, serta petunidin dan malvidin yang terbentuk dari delfinidin.

Masing-masing antosianidin terdapat sebagai sederetan glikosida dengan berbagai gula yang

(26)

atau arabinosa), jumlah satuan gula (mono-, di-, atau triglikosida) dan letak ikatan

gula biasanya pada 3-hidroksi atau pada 3- dan 5- hidroksi.

Gambar 2.1 Struktur Antosianin Pelargonidin [1]

Gambar 2.2 Struktur Antosianin Sianidin [1]

Gambar 2.3 Struktur Antosianin Delfinidin [1]

Gambar 2.4 Struktur Antosianin Peonidin [1]

Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin [1]

(27)

Total antosianin yang terdapat pada buah-buahan sebagian besar tergantung pada beberapa faktor seperti spesies, varietas, kondisi tumbuh tanaman, sifat fisik tumbuhan dan buah, ukuran buah, letak buah pada tanaman, pemberian obat-obatan dan pupuk. Beberapa buah-buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan [1].

Salah satu fungsi antosianin adalah sebagai antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah. Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mencegah terjadinya oksidasi lemak jahat atau LDL (lipoprotein densitas rendah) oleh antioksidan. Kemudian antosianin juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan. Kerusakan sel endotel merupakan tahap awal terjadinya aterosklerosis sehingga perlu dihindari. Selain itu, antosianin juga dapat merelaksasi pembuluh darah, melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan

kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai senyawa anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan diabetes, meningkatkan

kemampuan memori otak dan mencegah penyakit neurologis, serta menangkal radikal bebas dalam tubuh sebagai antioksidan.

(28)

maupun industri tekstil [13]. Zat warna antosianin dapat digunakan pada kebanyakan produk makanan seperti minuman, jelly, selai, es krim, yoghurt, kue-kue dan lain-lain [12].

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin

Antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, air, yang diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil suhu 50°C, mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H110. Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah senduduk,

biru dan ungu, mempunyai panjang gelombang maksimum 490 - 550 nm [14,15].

2.2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin

Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul secara keseluruhan. Bagaimanapun, antosianin tidak stabil karena kondisi pemrosesan dan penyimpanannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan pigmen antara lain jenis spesies tanaman, kondisi lingkungan dan

tanah, ekstraksi dan parameter pemrosesan seperti pH, temperatur penyimpanan, konsentrasi, struktur kimia, cahaya, oksigen, protein, asam askorbat, gula, enzim dan ion logam [16].

1. pH

Di antara faktor-faktor yang lain, pH adalah faktor yang paling berpengaruh pada stabilitas antosianin. Pada umumnya, antosianin lebih stabil dalam media asam pada pH rendah daripada larutan alkali. Antosianin dikenal dapat menampilkan sejumlah variasi warna pada range pH 1-14.

Dalam larutan aqueous, antosianin berada pada empat bentuk kesetimbangan yang tergantung pada pH: quiononoidal base (QB), flavylium

cation (FC), carbinol atau pseudobase (PB) dan chalchone (CH). Pada kondisi

(29)

perubahan bentuk flavylium cation menjadi bentuk quinonoidal. Ketika pH meningkat lagi, bentuk carbinol berubah mejadi chalcone. Pada nilai pH berada di antara 4-5,5 sangat sedikit warna yang tertinggal karena bentuk carbinol tak berwarna dan chalcone yang berwarna kekuningan yang mendominasi. Beberapa studi mengenai stabilitas antosianin yang berada pada rentang pH yang luas menyatakan bahwa ada beberapa antosianin yang menunjukkan stabilitas warna yang meningkat pada kondisi basa sekitar pH 8-9, meskipun intensitas warnanya terlihat sederhana [16].

Gambar 2.7 Empat Bentuk Kesetimbangan Antosianin [16]

Bentuk-bentuk antosianin pada kondisi kesetimbangan tersebut bervariasi berdasarkan pH. Dengan kata lain, antosianin memungkinkan terjadinya perubahan struktur molekul secara reversible berdasarkan perubahan pH, yang juga mengakibatkan perubahan warna. Hal ini diyakini melalui pengaturan pH, proses stabilisasi alami untuk antosianin dapat dicapai sehingga pengetahuan itu dapat menjadi nilai yang berharga bagi perusahaan makanan dan tekstil [17]. 2. Temperatur

(30)

3. Oksigen

Oksigen menjelaskan pengaruh kuat lain yang mempengaruhi proses degradasi antosianin. Kehadiran oksigen, bersama dengan temperatur, adalah kombinasi yang paling merusak dalam kehilangan warna antosianin. Oksigen merangsang ketidakstabilan antosianin yang dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH, maka semakin kuat terjadinya degradasi antosianin dengan keberadaan oksigen [17].

4. Cahaya

Cahaya berpengaruh terhadap antosianin dengan dua cara yang berbeda. Cahaya cukup penting untuk biosintesis, tetapi cahaya juga dapat mempercepat degradasi. Untuk mengurangi degradasi warna, antosianin lebih baik disimpan dalam keadaan gelap [17].

Pengaruh antosianin yang bermanfaat bagi kesehatan manusia telah mendorong meningkatnya permintaan untuk penggunaan pigmen ini dalam produk-produk makanan dan membuat suatu metode yang murah dan efektif untuk mengukur kandungan antosianin dalam sampel, dan hasilnya akan

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh para laboratorian. Pada tahun 2005, metode pH differential mendapat persetujuan dari Association of Analytical

Communities (AOAC). Metode pH diferential ini telah didemonstrasikan sebagai

sesuatu yang sederhana, cepat dan akurat untuk mengukur total monomer dari kandungan antosianin dalam sampel dan telah digunakan secara luas oleh komunitas sains dan industri [18].

2.3 RAMBUTAN

Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda dan akan berubah warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Masa kematangan dari rambutan antara 100 - 130 hari. Pohon rambutan secara teori berbuah 275 - 300 hari tanam [19].

(31)
[image:31.595.231.395.147.283.2]

merah muda, oranye dan merah tua. Ketebalan kulitnya sekitar 0,2 – 0,4 cm. Biji buah berdiameter 1 – 1,5 cm, daging buahnya berwarna putih, transparan, rasanya manis, dengan ketebalan 0,4 – 0,8 cm [20].

Gambar 2.8 Rambutan [21]

Rambutan termasuk buah non klimakterik, maka buah itu harus dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Hal ini dikarenakan sifat buah non klimakterik yang tidak dapat mengalami kematangan setelah dipetik. Adapun nama lain dari rambutan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan [20]

Nama Ilmiah Nama Umum

Nephelium lappaceum Linn Rambutan (Indonesia)

Nephelium chryseum Blum Rambutan (Malaysia)

Nephelium sufferrugineum Radlk Ramboutanier (Inggris)

Euphobia nephelium DC Shao tzu (Cina)

Produksi buah rambutan di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tanaman rambutan ditanam di daerah rendah dengan ketinggian mencapai 300 meter di atas permukaan laut. Rambutan tumbuh pada tempat beriklim panas dengan curah hujan merata dan toleran terhadap berbagai tipe tanah. Di Indonesia tercatat ada 22 varietas buah rambutan yang satu sama lain sedikit berbeda. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat perbedaan karakteristik dari masing-masing varietas rambutan yang paling umum dijumpai.

Kulit rambutan terbagi atas dua lapisan yaitu lapisan dalam berwarna putih susu dan lapisan luar berwarna hijau kekuningan, merah muda, oranye hingga

(32)
[image:32.595.112.531.178.482.2]

Saat ini, buah rambutan masih digemari oleh masyarakat. Namun kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal, adanya warna merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami.

Tabel 2.2 Varietas Rambutan [20]

Varietas Karakteristik

Lebakbulus Kulit berwarna merah gelap, rambut agak lemas dan panjangnya 1,5 cm, daging buahnya berwarna putih keabuan, terlepas dari biji

(kelotok), rasanya manis masam.

Simacan Kulit buahnya berwarna merah tua, rambutnya panjang-panjang.

Sinyonya Buahnya berbentuk bulat, dengan warna kulit merah gelap, rambut lemas, daging buahnya berwarna putih buram, tidak mengelupas dan rasanya manis

Rapiah Penampilannnya kurang menarik, buahnya berukuran kecil sampai sedang dengan berat rata-rata 25,1 gram per buah, bentuknya bulat lonjong, terdapat garis yang membagi dua bagian buah, rambut pendek dan jarang, warna kulitnya hijau sampai kuning atau merah, daging buah tebal, kenyal, mudah mengelupas, rasanya manis dan tidak berair.

2.4 EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali

campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi antara lain:

(33)

Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:

1. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya untuk bercampur, dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya yaitu pelarutan ekstrak.

2. Memisahkan larutan ekstraksi dan rafinat, kebanyakan dengan cara filtrasi. 3. Mengisolasikan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya

dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.

Pada metode ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar terutama di bidang industri bahan alami dan makanan, misalnya untuk memperoleh bahan aktif dari tumbuhan [1].

Ada beberapa teknik ekstraksi antara lain: 1. Metode Maserasi

Merupakan teknik ekstraksi untuk mengekstraksi suatu bahan tumbuhan

bergantung pada tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan dan jenis senyawa yang akan diisolasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara merendam zat terlarut dalam pelarut yang sesuai pada waktu tertentu, tanpa adanya tambahan

energi panas. 2. Refluks

Merupakan proses ekstraksi dengan cara mendidihkan campuran antara zat terlarut dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu, dan mengembunkan kembali uap yang terbentuk dalam kondensor agar kembali ke labu reaksi sehingga volume campuran tetap. Teknik ini dapat digunakan untuk kepentingan preparatif, pemurnian, pemisahan dan analisis pada semua skala kerja, baik analisis dalam skala industri maupun skala laboratorium [22].

Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi faktor – faktor antara lain:

1. Selektifitas

(34)

2. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki komponen melarutkan ekstrak yang besar. 3. Reaktifitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi.

4. Titik didih

Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih tidak terlalu tinggi.

5. Kriteria yang lain

Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif, tidak bercampur dengan udara, tidak korosif, tidak membentuk terjadinya emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil secara kimia dan termis [9].

Efektivitas proses ekstraksi ditentukan oleh kemurnian pelarut, suhu

ekstraksi, metode ekstraksi dan ukuran partikel-partikel bahan yang diekstraksi. Semakin murni suatu pelarut dan makin lama waktu kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstraksi pada suhu tertentu, maka ekstrak yang dihasilkan makin

banyak [23].

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode ekstraksi refluks. Hal ini karena jumlah pelarut yang dibutuhkan tidak terlalu banyak karena sebagian pelarut yang menguap akan dikondensasikan dengan menggunakan refluks kondensor dan dikembalikan ke dalam reaktor sehingga volume pelarut dalam reaktor relatif konstan.

2.5 TEORI POLAR DAN NONPOLAR

Senyawa polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan tersebut mempunyai nilai elektronegatifitas yang berbeda. Ciri -ciri senyawa polar

antara lain:

(35)

 memiliki kutub (+) dan kutub (-), akibat tidak meratanya distribusi

elektron

 memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau

memiliki perbedaan keelektronegatifan.

Contoh pelarut polar yaitu senyawa alkohol, HCl, PCl3, H2O, N2O5.

Senyawa non polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang sama/hampir sama. Ciri -ciri senyawa nonpolar antara lain:

 tidak dapat larut dalam air dan pelarut lain

 tidak memiliki kutub (+) dan kutub (–) , akibat meratanya distribusi elektron

 tidak memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui)

atau keelektronegatifannya sama.

Contoh senyawa nonpolar yaitu Cl2, PCl5, H2, N2 [24].

2.6 PELARUT

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam

kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar.

(36)

mudah membentuk emulsi. Beberapa pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi diantaranya adalah metanol, etanol, etil asetat, aseton dan asetonitril dengan air dan atau HCl [1].

Antosianin adalah molekul polar dan tentunya pigmen ini akan larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Bagaimanapun, jelas bahwa kelarutan bergantung pada beberapa faktor, termasuk kondisi media tertentu. Sebagaimana telah diberitahukan, sistem ekstraksi telah dimodifikasi untuk menghasilkan yield yang lebih banyak dan keamanan tetap diperhatikan. Asam klorida berperan menjaga pH agar tetap rendah. Asam klorida adalah asam kuat yang dapat mengubah bentuk asli antosianin dengan cara memecah ikatan lemah yang terjadi dengan metal dan kopigmen [25].

2.6.1 Metanol

Metanol (CH3OH) disebut juga metil alkohol yang merupakan pelarut

organik tidak berwarna pada temperatur dan tekanan normal, higroskopik, dan larut dalam air. Metanol adalah pelarut yang baik, tetapi sangat beracun dan mudah terbakar. Alkohol dengan satu karbon adalah pelarut yang volatil dan bahan bakar yang ringan. Metanol digunakan untuk membuat bahan bakar, sebagai pelarut, refrigerant dan sebagainya. Titik lebur metanol adalah -97 0C dan titik didihnya 65 0C [26].

2.7 ANALISIS EKONOMI

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana

terhadap ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut metanol. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut Metanol

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Buah Rambutan 120 ikat 9.000,-/ikat 108.000,- Metanol (CH3OH) PA 5 L 350.000,-/2,5 L 700.000,-

Natrium Asetat (CH3COONa) 40 gr 1.500,-/g 60.000,-

Aquades 3 L 2.000,-/L 6.000,-

Pemakaian Alat Gelas - 250.000,- 250.000,-

Analisa Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet - Visible

Spectrophotometer)

(37)

Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut Metanol (lanjutan)

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Botol Plastik 250 mL 54 botol 1.800,-/botol 97.200,-

pH Indikator 1 115.000,- 115.000,-

Total 1.496.200,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan pelarut metanol adalah sebesar Rp1.496.200,-. Pada penelitian ini, antosianin yang diperoleh untuk setiap run berkisar antara 19 mg – 55 mg, meskipun antosianin yang dihasilkan masih belum murni dan diperlukan adanya tahap purifikasi untuk menjadikan produk tersebut menjadi antosianin murni. Sementara itu, harga antosianin yang dijual di pasaran adalah Rp6.550.000,-/mg. Oleh karena itu, antosianin yang diperoleh dari kulit rambutan layak untuk dipertimbangkan.

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN

3.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku utama, bahan baku penunjang dan bahan analisis.

3.1.1.1 Bahan Baku Utama

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit rambutan. Sebelum melakukan penelitian utama, kulit rambutan ini terlebih dahulu dikeringkan, dipotong kecil-kecil lalu dihancurkan dengan ball mill dan diayak dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Namun perlakuan ini gagal karena larutan yang dianalisa tidak mengandung antosianin. Selanjutnya, kulit rambutan diberikan dua perlakuan yang berbeda yaitu dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender.

3.1.1.2 Bahan Baku Penunjang

Bahan baku penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut

organik untuk ekstraksi yaitu metanol yang diasamkan dengan asam klorida (HCl).

3.1.1.3 Bahan Analisis

Bahan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan buffer potassium klorida dan larutan buffer sodium asetat.

3.1.2 Peralatan

(39)

4 5

6 2 1

3

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan

Peralatan penunjang yang dibutuhkan meliputi cawan petri, corong, peralatan gelas (gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes), ball mill, ayakan, kertas saring Whatman No.1, timbangan digital, desikator dan spektrofotometer.

3.2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimum ekstraksi

antosianin dari kulit rambutan dengan memvariasikan beberapa perlakuan dan kondisi operasi. Adapun perlakuan yang diberikan antara lain ukuran kulit rambutan (x), temperatur reaksi (T) dan waktu ekstraksi (t).

Pelarut yang digunakan adalah metanol. Ukuran kulit rambutan dengan berbagai variasi ukuran ayakan yaitu 50, 70, 100 dan 14 mesh, kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang diblender. Untuk temperatur reaksinya adalah: T1 = 30 0C, T2 = 40 0C, T3 = 50 0C

dan T4 = 60 0C, sedangkan waktu reaksi yang diperlukan adalah selama: t1 = 2

jam, t2 = 4 jam, t3 = 6 jam dan t4 = 8 jam.

Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah ukuran kulit rambutan, temperatur dan waktu pada proses ekstraksi. Ketiga variabel bebas ini divariasikan nilainya untuk mendapatkan kondisi optimumnya. Sedangkan variabel tidak bebas adalah perolehan rendemen antosianin yang merupakan fungsi dari jenis pelarut dan perbandingan bahan baku dengan pelarut.

Keterangan:

1. Refluks kondensor

2. Pengambil sampel 3. Termometer 4. Reaktor 1000 mL

5. Magnetic stirrer

(40)

3.3 PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah pembuatan bubuk kulit rambutan dan persiapan larutan untuk diekstraksi. Kulit rambutan dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian dipotong tipis-tipis menggunakan pisau. Kulit rambutan yang telah bersih dikeringkan dalam oven dan juga dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari hingga mencapai kadar air 9%. Setelah kering, irisan kulit rambutan ini digiling dengan ball mill dan diayak dengan ukuran ayakan 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh dan 140 mesh. Bubuk kulit rambutan yang dihasilkan kemudian dikemas dengan menggunakan plastik untuk menghindari penyerapan uap air di udara serta untuk menghindari dari bahan kontaminan lainnya. Namun, perlakuan tersebut mengalami kegagalan karena tidak menghasilkan larutan yan mengandung antosianin. Oleh karena itu, kulit rambutan selanjutnya diberikan dua perlakuan yaitu dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan diblender.

3.4 PENELITIAN UTAMA

Pada penelitian ini, ekstraksi pigmen antosianin dari kulit rambutan menggunakan pelarut metanol dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh, temperatur ekstraksi 30 0C, 40 0C, 50 0C dan 60 0C serta waktu ekstraksi 2

jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam. Namun, variasi ukuran ayakan mengalami kegagalan karena larutan yang dihasilkan tidak mengandung antosianin. Oleh karena itu, pada penelitian berikutnya digunakan kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang diblender.

Kulit rambutan yang akan diekstrak ditimbang sebanyak 80 gram, lalu dimasukkan ke dalam labu leher tiga 1000 mL, kemudian ditambahkan pelarut metanol dengan perbandingan 1:10. Pelarut tersebut diasamkan dengan HCl 1%. Campuran ini diekstraksi sampai interval waktu yang ditentukan.

Ekstrak yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring

Whatman No.1. Hasil penyaringan berupa ampas dan pelarut yang mengandung

(41)

kemudian disimpan pada suhu rendah sebelum dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.1 Model Rancangan Percobaan Utama

Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan dengan tiga faktor, yaitu ukuran kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Model rancangan percobaan dapat disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Utama

Pelarut (A) Ukuran Kulit Rambutan (x)

Temperatur Reaksi (T)

Waktu Reaksi (t)

Metanol

Dipotong kecil-kecil (x1)

300C (T1) 2 jam (t1)

400C (T2) 4 jam (t2)

Diblender (x2)

500C (T3) 6 jam (t3)

600C (T4) 8 jam (t4)

3.5 ANALISIS

Analisis yang dilakukan adalah analisis pH, intensitas warna, konsentrasi antosianin dan rendemen antosianin.

1. pH

Warna antosianin sangat sensitif kestabilannya terhadap kondisi pH. Di dalam larutan dengan pH rendah antara 1 - 4 (asam) pigmen ini akan berwarna merah dan pada pH yang tinggi akan terjadi perubahan warna menjadi warna biru. 2. Intensitas warna

Intensitas warna menunjukkan kepekatan warna merah dari kulit rambutan. 3. Konsentrasi antosianin

Konsentrasi antosianin diukur berdasarkan metode pH-differential (AOAC

method 2005.02) [27]. Ekstrak kering dilarutkan dalam pelarut yang digunakan

(42)

asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.

4. Rendemen antosianin

Rendemen antosianin dihitung dalam persen sebagai konsentrasi antosianin dibagi dengan konsentrasi kulit buah rambutan [6].

3.6 FLOWCHART PENELITIAN

[image:42.595.195.503.264.734.2]

3.6.1 Flowchart Penelitian Pendahuluan

Gambar 3.2 Flowchart Penelitian Pendahuluan Kulit rambutan dicuci dengan air

Kulit rambutan dipotong tipis-tipis

Dikeringkan hingga tercapai kadar air 9%

Apakah kulit rambutan telah kering?

Digiling dengan ballmill

Disaring dengan berbagai ukuran penyaringan yaitu 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh

Dikemas dalam plastik

Tidak

Ya Mulai

(43)

Diekstraksi dengan interval waktu dan suhu tertentu

[image:43.595.125.544.91.496.2]

3.6.2 Flowchart Penelitian Utama

Gambar 3.3 Flowchart Penelitian Utama

3.6.3 Flowchart Analisis pH

Gambar 3.4 Flowchart Analisis pH Kulit rambutan dipotong 0,5 cm x 0,5 cm

Dimasukkan ke dalam labu leher tiga 1000 ml

Ekstrak disaring dengan kertas Whatman No. 1 Ampas

Dilakukan analisa

Filtrat yang diperoleh diukur pH-nya

Analisis pH dimana antosianin pada pH 1-3 berwarna merah Ditambahkan metanol yang diasamkan

dengan HCl 1 % dengan perbandingan 1 : 10

Kulit rambutan diblender Mulai

Selesai Selesai

(44)
[image:44.595.131.536.113.369.2]

3.6.4 Flowchart Analisis Intensitas Warna

Gambar 3.5 Flowchart AnalisisIntensitas Warna

3.6.5 Flowchart Analisis Konsentrasi Antosianin

Disediakan filtrat yang diperoleh

Diukur absorbansi maksimumnya pada spektrofotometer Ditambahkan potassium klorida pada pH 1

Dicatat hasil absorbansi maksimal yang diperoleh

Pada tabung reaksi I ditambahkan larutan buffer

potassium klorida dengan

pH 1 sebanyak 10 ml

Pada tabung reaksi II ditambahkan larutan buffer

sodium asetat dengan pH

4,5 sebanyak 10 ml

Pengaturan pH ditambahkan HCl pekat

Filtrat sebanyak 10 ml masing-masing dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi

Selesai Mulai

(45)
[image:45.595.154.497.77.309.2]

Gambar 3.6 Flowchart Analisa Konsentrasi Antosianin

3.6.6 Flowchart Analisis Rendemen Antosianin

Gambar 3.7 Flowchart Analisis Rendemen Antosianin Didiamkan selama 15 menit

Diukur absorbansi dari kedua perlakuan pH dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm

Dilakukan perhitungan

Diukur konsentrasi antosianin Ditimbang berat kulit buah rambutan

Dilakukan perhitungan dengan membagi konsentrasi antosianin dengan berat kulit buah rambutan

A

Selesai

[image:45.595.111.534.381.603.2]
(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan preparasi bahan baku kulit rambutan yang akan digunakan untuk penelitian utama dan pada penelitian utama dilakukan ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dan kemudian dianalisa.

4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan ukuran optimum kulit rambutan dalam ekstraksi antosianin dari kulit rambutan. Variasi ukuran kulit rambutan adalah dengan mengggunakan variasi ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Sebelum diekstraksi, terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan baku. Kulit rambutan yang sudah dicuci dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dalam oven dan juga di bawah sinar matahari. Setelah itu dimasukkan ke dalam ball mill untuk dihancurkan dan menjadi bubuk, kemudian diayak dengan variasi ukuran ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Namun, pre-treatment ini tidak menghasilkan larutan yang mengandung antosianin. Indikasi kegagalan ditinjau dari warna larutan hasil ekstraksi yang berwarna coklat, pH nya 4,5-7 dan panjang gelombangnya tidak berada dalam rentang panjang gelombang antosianin yaitu 490-550 nm. Kegagalan ini diduga karena adanya pemanasan dan paparan sinar matahari terhadap kulit rambutan yang menyebabkan struktur antosianin terdegradasi. Hee-Ock [28] menyatakan bahwa temperatur yang tinggi

mempunyai pengaruh yang negatif pada jumlah antosianin dan paparan sinar matahari juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan struktur antosianin yang

menyebabkan jumlahnya menjadi berkurang.

(47)

Antosianin pada umumnya diekstraksi dalam media yang bersifat asam. Di antara banyak metode yang telah dilakukan untuk mengekstraksi antosianin dari berbagai sumber alam, ditemukan bahwa penggunaan metanol yang diasamkan dengan 1% asam sebagai pelarut menghasilkan perolehan antosianin yang besar. Efisiensi ekstraksi dalam kondisi asam ditujukan pada pH rendah yang dicapai pada sistem ini (sekitar 1-1,3) sehingga kelarutan antosianin lebih tinggi dalam metanol dan juga penggunaan sampel yang dihancurkan dapat meningkatkan kontak permukaan dari partikel-partikel di dalam pelarut [29]. Penambahan larutan HCl menyebabkan perolehan antosianin meningkat. Larutan HCl berfungsi untuk memecah dinding sel pada kulit rambutan supaya antosianin dapat terekstrak [4].

Variasi ukuran selanjutnya adalah menggunakan bahan baku berupa kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan kulit rambutan yang dihancurkan dengan menggunakan blender. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol yang diasamkan dengan 1% HCl, dengan perbandingan bubuk kulit rambutan dan pelarut 1 : 6 dan diekstraksi pada

temperatur 50 oC selama 4 jam. Hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Absorbansi dari Kulit Rambutan yang Dipotong Kecil-kecil dan Kulit Rambutan yang Diblender

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

A

b

sor

b

an

si

Variasi Perlakuan

Dipotong kecil

(48)

Dari Gambar 4.1, terlihat jelas bahwa nilai absorbansi dari kulit rambutan yang diblender lebih tinggi dibandingkan dengan nilai absorbansi dari kulit rambutan yang dipotong kecil-kecil. Kulit rambutan yang diblender menghasilkan nilai absorbansi yang tertinggi yaitu 1,0775 dengan perolehan rendemen sebesar 0,19 %. Sedangkan kulit rambutan yang dipotong dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm hanya menghasilkan nilai absorbansi sebesar 0,8078 dengan perolehan rendemen sebesar 0,0706 %. Umpan kulit rambutan yang diblender mampu menghasilkan absorbansi dan rendemen yang besar karena mempunyai luas kontak yang lebih besar dibandingkan dengan kulit rambutan yang diblender. Luas kontak yang besar dengan pelarut menyebabkan lebih banyak terjadinya tumbukan dengan pelarut yang mengakibatkan pigmen antosianin lebih banyak berdifusi sehingga rendemen antosianin menjadi lebih besar [4].

4.2 PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama meliputi ekstraksi dan analisis. Pada penelitian ini, ekstraksi dilakukan dengan memvariasikan waktu dan temperatur ekstraksi untuk

mendapatkan kondisi yang optimum dalam perolehan antosianin dari kulit rambutan. Selanjutnya akan dianalisis absorbansi dari antosianin yang dihasilkan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, lalu dihitung konsentrasi dan

rendemen antosianin yang diperoleh.

4.2.1 Pengujian Antosianin

Dilakukan uji secara fisik untuk memastikan bahwa filtrat hasil ekstraksi kulit rambutan benar mengandung antosianin. Pengukuran pH terhadap filtrat yang mengandung antosianin ditunjukkan pada Gambar 4.2.

(49)
[image:49.595.260.363.145.324.2]

nilai pH maka warna konsentrat makin merah dan stabil atau jika pH semakin mendekati satu maka warna semakin stabil.

Gambar 4.2 Pengukuran pH terhadap Filtrat yang Mengandung Antosianin

Pada filtrat dimungkinkan mengandung pigmen antosianin karena dilakukan uji kualitatif sederhana dengan menggunakan asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH). Perlakuannya ialah dilakukan penambahan NaOH terhadap filtrat, maka kemudian larutan filtrat berubah menjadi coklat kekuningan. Selanjutnya dilakukan penambahan HCl pada filtrat, larutan tersebut kemudian berubah warna menjadi warna merah lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lydia [31] yang menjelaskan bahwa sifat kimia antosianin sangat dipengaruh oleh pH,

bila ekstrak antosianin ditambahkan alkali, pigmennya akan berubah warna menjadi hijau yang seringkali berakhir dengan warna kuning, tetapi bila ekstrak

antosianin direaksikan dengan senyawa yang bersifat asam maka ekstrak akan berubah warna menjadi merah lagi. Terjadinya perubahan warna tersebut disebabkan perubahan struktur antosianin akibat pengaruh ion H+ dan OH-.

(50)

yang hilang, dan antosianin akan berada dalam bentuk kation flavium dimana larutannya berwarna merah [32].

[image:50.595.137.488.214.431.2]

Selanjutnya, filtrat hasil ekstraksi kulit rambutan kemudian dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk memastikan keberadaan pigmen tersebut dalam filtrat yang dihasilkan. Hasil spektrofotometer UV-Vis yaitu berupa panjang gelombang antosianin ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Panjang Gelombang Antosianin

Berdasarkan hasil analisa, filtrat tersebut memiliki panjang gelombang 507,5 nm. Elfi [15] menyatakan bahwa absorbansi maksimal (peak) yang dicapai antosianin adalah pada panjang gelombang 490 – 550 nm.

Ciri-ciri di atas sangat sesuai dengan ciri-ciri pigmen antosianin yang memiliki penampakan warna merah, panjang gelombang 490 – 550 nm dan sangat baik pada suasana asam (pH 1-4). Maka dapat dikatakan bahwa filtrat yang dihasilkan dari ekstraksi kulit rambutan mengandung antosianin.

4.2.2 Intensitas Warna

(51)
[image:51.595.150.478.414.663.2]

Jika ditinjau dari pengaruh temperatur reaksi, dapat dilihat bahwa pada awalnya absorbansi antosianin mengalami kenaikan dari temperatur 30 oC - 50 oC. Kenaikan absorbansi menunjukkan kenaikan intensitas warna yang terekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur reaksi, maka semakin tinggi intensitas warnanya yang berarti semakin pekat warna merah yang terekstrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Eugene [3] yang menyatakan bahwa temperatur yang lebih tinggi pada umumnya menyebabkan kelarutan fitokimia yang lebih tinggi di dalam pelarut dan juga konstanta kesetimbangan yang lebih besar. Antosianin ditemukan dalam tumbuhan dan sering terdapat di dalam jaringan kulit rambutan, oleh karena itu temperatur yang tinggi dapat membantu ekstraksi dengan cara memecah struktur jaringan tersebut. Pada temperatur 30 oC dengan waktu reaksi 2 jam terjadi penyimpangan dimana seharusnya nilai absorbansinya lebih rendah daripada waktu reaksi 8 jam, hal ini disebabkan adanya pemanasan yang tidak konstan. Nilai absorbansi yang tertinggi dicapai pada temperatur 50 oC yaitu 1,6103.

Gambar 4.4 Pengaruh Temperatur terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan

30 35 40 45 50 55 60

0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8

Temperatur (oC)

A

b

so

rb

a

n

si

(52)

Namun pada temperatur 60 oC, absorbansinya mengalami penurunan yang berarti penurunan intensitas warna (zat warna yang terekstrak turun). Hal ini dikarenakan sifat dari antosianin sendiri yang tidak tahan terhadap panas. Hee-Ock [28] menyatakan bahwa temperatur yang tinggi mempunyai pengaruh yang negatif pada jumlah antosianin. Temperatur merupakan faktor yang penting. Kalkon, bentuk antosianin yang tak berwarna, akan terbentuk dengan cepat dan lama-kelamaan akan terdegradasi menjadi hasil yang berwarna coklat. Tetapi menariknya, jika pemanasan tidak berlebihan, warna dapat diperoleh kembali setelah tahap pendinginan selama beberapa jam [25].

Jika ditinjau dari pengaruh waktu reaksi, tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi, maka nilai absorbansi antosianin semakin tinggi. Nilai absorbansi antosianin tertinggi terdapat pada ekstraksi dengan waktu reaksi selama 6 jam. Namun pada waktu ekstraksi 8 jam, absorbansi antosianin mengalami penurunan. Hal tersebut secara parsial mungkin disebabkan oleh degradasi termal karena dilakukan pada temperatur tinggi dan waktu ekstraksi yang lama. Waktu ekstraksi yang lebih

[image:52.595.164.456.492.707.2]

lama dan temperatur yang semakin tinggi pada teknik ekstraksi Soxhlet mungkin dapat meningkatkan yield, tetapi degradasi termal dapat mengurangi konsentrasi dari campuran pada keadaan akhir dari sampel yang diekstraksi [33].

Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan

2 3 4 5 6 7 8

0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 Waktu (Jam) Ab s o rb a n s i

(53)
[image:53.595.148.479.148.389.2]

Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh kedua variabel bebas yaitu temperatur dan waktu ekstraksi antosianin terhadap intensitas warnanya.

Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur dan Waktu Ekstraksi terhadap Absorbansi Maksimum Antosianin dari Kulit Rambutan

Pengaruh temperatur dan waktu reaksi terhadap intensitas warna antosianin dapat ditunjukkan dengan model matematik berikut:

I = -2,395 + 0,142 T – 0,00152 T2 + 0,126 t – 0,008 t2………… (Pers 4.1) dengan I = Intensitas warna, T = Temperatur, dan t = Waktu reaksi. Persamaan 4.1 di atas memiliki faktor korelasi 0,737. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa intensitas warna yang tertinggi terdapat pada ekstraksi antosianin dengan temperatur ekstraksi 50 oC dan waktu reaksi selama 6 jam yaitu dengan nilai absorbansi maksimumnya sebesar 1,6103.

4.2.3 Konsentrasi Antosianin

Konsentrasi total antosianin di alam sampel diuji dengan menggunakan metode pH differensial. Pengukuran absorbansi pada dua nilai pH yang berbeda disebabkan karena perubahan struktur yang terjadi pada antosianin sebagai suatu fungsi pH. Absorbansi diukur pada λ maksimum dan pH = 1 karena pada kondisi

30 35

40 45

50 55

60 2 4

6 8

0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

Waktu (Jam)

Temperatur (oC)

Ab

s

o

rb

a

n

s

(54)

ini antosianin mempunyai penyerapan yang maksimum, dan begitu juga dengan campuran lain yang mungkin ada di dalam sampel. Oleh karena itu, absorbansi juga diukur pada pH = 4,5 karena pada kondisi ini, larutan antosianin menjadi semakin pudar warnanya dan tidak ada penyerapan, jadi campuran lainnya yang telah menyerap pada pH = 1 masih akan menyerap pada pH = 4,5, dimana antosianin tidak lagi melakukan penyerapan. Dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 700 nm dan kemudian dikurangi dari λmaks, absorbansi

dikoreksi untuk campuran lain yang telah menyerap pada pH = 1 dan pH = 4,5 [34].

Konsentrasi antosianin yang diperoleh dari ekstraksi antosianin dari kulit buah rambutan pada berbagai temperatur dan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi antosianin tertinggi terdapat pada ekstraksi pada temperatur 50 oC yaitu sebesar 55,7659 mg/L. Temperatur yang lebih tinggi pada umumnya menyebabkan kelarutan fitokimia yang lebih tinggi di dalam pelarut dan juga konstanta kesetimbangan yang lebih besar. Antosianin ditemukan dalam tumbuhan dan

sering terdapat di dalam jaringan kulit rambutan, oleh karena itu temperatur yang tinggi dapat membantu ekstraksi dengan cara memecah struktur jaringan tersebut [3]. Namun pada temperatur 60 oC, konsentrasi antosianin menurun dikarenakan

sifat dari antosianin sendiri yang tidak tahan terhadap panas. Pada temperatur 30

o

(55)
[image:55.595.147.477.103.368.2]

Gambar 4.7 Pengaruh Temperatur Ekstraksi terhadap Konsentrasi Antosianin dari Kulit Rambutan

Sementara itu, variabel waktu juga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dan data yang diperoleh bersifat fluktuatif, seperti yang terlihat pada Gambar 4.8. Namun apabila ditinjau secara keseluruhan, maka waktu terbaik untuk ekstraksi antosianin adalah selama 6 jam. Pada waktu ekstraksi 8 jam, terlihat konsentrasi antosianin pada umumnya mengalami penurunan. Hal terse

Gambar

Gambar 2.8 Rambutan [21]
Tabel 2.2 Varietas Rambutan [20]
Gambar 3.2 Flowchart Penelitian Pendahuluan
Gambar 3.3 Flowchart Penelitian Utama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Artikel ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik biocharcoal dari kulit rambutan; berat optimum biocharcoal terhadap adsorpsinya pada zink dan tembaga;

Berdasarkan hasil percobaan maka diperoleh kondisi optimum ekstraksi kulit buah naga jenis super merah selama 70 menit menggunakan pelarut aquadest pada suhu 50 o C

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu ekstraksi dan kecepatan putar pengaduk pada ekstraksi asam lemak bebas dari minyak sawit dengan menggunakan pelarut

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit buah rambutan (Nephellium lappaceum L.) dilakukan dengan maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak pekat metanol

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang kulit buah rambutan yang berwana merah dan diduga mengandung pigmen zat warna antosianin, dapat

Penelitian tahap kedua, ekstraksi antosianin dengan menggunakan pelarut aquades yang ditambahkan asam sitrat 1% merupakan perlakuan terbaik dalam mengekstraksi antosianin dari

Berdasarkan hasil percobaan maka diperoleh kondisi optimum ekstraksi kulit buah naga jenis super merah selama 70 menit menggunakan pelarut aquadest pada suhu 50 o C

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap hasil ekstraksi antosianin dari kulit buah naga yang terekstrak menggunakan gelombang