• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Pidana, dan Pemidanaan. 1.1 Pengertian Pidana

Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman yang berasal dari kata straf, istilah ini merupakan istilah umum dan konvensional, yang dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas, meskipun dalam berbagai literatur kedua istilah tersebut dibedakan14. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Pidana itu sendiri merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.15

14

Andi Hamzah (1993). Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, Hal 1.

15

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Kepustakaan hukum pidana menjelaskan bahwa menurut alam pemikiran yang normatif murni, maka pembicaraan tentang pidana akan terbentur pada suatu titik pertentangan yang paradoxal, yaitu bahwa pidana di satu pihak diadakan untuk melindungi kepentingan seseorang, akan tetapi di lain pihak ternyata memperkosa dan mengabaikan kepentingan serta hak seseorang yang lain dengan memberikan hukuman berupa penderitaan kepada seseorang yang dipidana.16

Berdasarkan beberapa defenisi pidana tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri antara lain sebagai berikut 17

a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

:

b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang)

c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau badan hukum (korporasi) yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

Pengertian pidana tidak terbatas hanya pada pemberian nestapa, tetapi pidana juga digunakan untuk menyerukan tata tertib, pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama yakni mempengaruhi tingkah laku dan untuk menyelesaikan konflik.18

16

Dwidja Priyatno (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, Hal. 6.

17

Ibid Hal. 7.

18

Niniek Suparni (1993). Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 12

Pidana di satu sisi tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat jera, tapi di sisi lain

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

juga ditujuka n agar membuat para pelanggar dapat kembali hidup bermasyarakat sebagaimana layaknya.

Pidana yang dikenakan pada seseorang harus dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis sebagai suatu legalitas dari pidana yang diancamkan, hal ini ditemukan dalam KUHP sebagai induk dari hukum pidana Indonesia. KUHP memiliki suatu bagian yang paling penting dan itu adalah stelsel pidananya, karena KUHP tanpa stelsel pidana tidak akan ada artinya.19

Hukum pidana selain stelsel pidana juga memiliki bagian terpenting lainnya yaitu pemidanaan. Pemidanaan adalah suatu rangkaian cara untuk memberikan kepada seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana, wujud dari penderitaan yang dapat dijatuhkan oleh negara, cara menjatuhkannya, dimana dan bagaimana cara menjalankan pidana itu, oleh karena itu pemidanaan merupakan suatu proses.

1.2. Pengertian Pemidanaan

20

Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahannya tersebut. Pemidanaan terhadap seseorang seyogyanya harus dipahami dengan melihat dari tujuan dijatuhkannya pidana terhadap seseorang tersebut. Tujuan pemidanaan pada umumnya tidak dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, oleh karena itu para sarjana

19

Ibid hal. 20.

20

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

menyebutnya dengan teori yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat21. Manfaat terbesar dengan dijatuhkannya pidana terhadap pembuat adalah pencegahan dilakukannya tindak pidana termasuk juga pencegahan atas pengulangan oleh pembuat (prevensi khusus) maupun pencegahan mereka yang sangat mungkin (potential offender) melakukan tindak pidana tersebut (prevensi umum).22

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

Tujuan pengenaan pidana didalam KUHP peninggalan kolonial Belanda yang berlaku selama ini memang tidak dirumuskan secara eksplisit, namun demikian Rancangan KUHP tahun 2006 telah merumuskan secara eksplisit tujuan pemidanaan yang terdapat dalam Pasal 51 yaitu :

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna.

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pasal 51 ayat (2) Konsep Rancangan KUHP sendiri menyebutkan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan bertujuan semata-mata untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Tujuan pidana yang

21

Adami Chazawi (2002). Pelajaran Hukum Pidana I Jakarta: Rajawali Press, Hal 156 didalam literatur hukum pidana terdapat beberapa teori pemidanaan yang dapat dikelompokkan antara lain teori absolute/teori pembalasan, teori relative atau teori tujuan dan teori gabungan.

22

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

diharapkan ialah untul mencegah terjadinya suatu kejahatan berikutnya, untuk perbaikan terhadap diri si penjahat, menjamin ketertiban umum dan berusaha menakut-nakuti calon penjahata agar tidak melakukan kejahatan.23

Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana

2. Pengertian Tindak Pidana

24

. Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang terkandung didalamnya.25

Tindak pidana atau delik menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan dalam masyarakat yang dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial dapat juga dikatakan sebagai suatu tindak pidana. Beberapa pendapat lainnya yang

23

SR Sianturi (2002). Azas-Azas Hukum Pidana Jakarta: Storia Grafika, Hal. 60.

24

Ibid hal 204

25

Ruslan Saleh (1983). Perbuatan dan Pertanggungjawaban pidana. Jakarta: Aksara Baru, Hal 20.

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah straafbaar feit antara lain26 Moeljatno yang memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian straafbaar feit dan beliau mendefenisikannya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Berdasarkan definisi diatas, Moeljatno27

a. Perbuatan

menjabarkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar)

Menurut R.Tresna straafbaarfeit atau perbuatan pidana atau juga peristiwa pidana tersebut adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Beliau kemudian memberikan defenisi bahwa untuk memenuhi syarat telah terjadinya suatu perbuatan atau peristiwa pidana tersebut adalah28

a. Harus ada suatu perbuatan manusia

:

b. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum

c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat yaitu bahwa orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan

26

Satochid Kartanegara (Tanpa Tahun). Hukum Pidana (Kumpulan Kuliah) Bagian I Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Hal 74

27

Loc cit

28

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

d. Perbuatan tersebut harus berlawanan dengan hukum

e. Terhadap perbuatan tersebut harus tersedia adanya ancaman hukumannya didalam undang-undang.

3. Pengertian Penegakan Hukum Pidana

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alinea ke IV mengamanatkan bahwa tujuan yang dikehendaki oleh Negara dalam hal ini Pemerintah Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa:

“ …untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

Pembukaan UUD 1945 diatas menekankan pentingnya menciptakan suatu kesejahteraan umum dalam Negara (welfare state)29

29

Siswanto Sunarso (2005). Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Bandung: Citra Aditya, Hal 3

Usaha-usaha untuk memajukan dan mewujudkan suatu kesejahteraan umum tersebut mutlak membutuhkan adanya suatu ketertiban sosial yang hanya dapat terwujud dengan terselenggaranya penegakan hukum yang berfungsi sebagai kontrol sosial melalui sanksi-sanksinya. Korelasi antara penerapan hukum sebagai suatu kebijakan kriminal (criminal policy) dengan kebijakan sosial dan penerapan sanksi-sanksi hukum yang adil melalui suatu proses penegakan hukum tentunya diperlukan

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

untuk mewujudkan ketertiban sosial yang diinginkan dan hukum yang dimaksud disini adalah hukum Pidana.30 Sudarto31

a. Dalam arti sempit yaitu keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

mengemukakan bahwa kebijakan kriminal memiliki tiga pengertian yang berkaitan dengan asas dan metode, fungsi dan kebijakan/politik kriminal itu sendiri yaitu :

b. Dalam arti luas ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi;

c. Dalam arti yang paling luas yaitu keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Hukum pidana sebagai bagian dari politik hukum pemerintahan suatu negara bertujuan untuk menegakkan dan menciptakan suatu keteraturan sosial (social order) dan ketertiban hukum (law order)32. Moeljatno mengemukakan, pada dasarnya hukum pidana tersebut mengatur tentang33

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang, yang tidak boleh dilakukan, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya

:

30

Ibid

31

Barda Nawawi (1996). Bunga rampai kebijakan hukum pidana. Bandung: Citra Aditya, Hal 1

32

Ibid hal 5

33

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

b. Menentukan kapan saja dan dalam hal apa saja keadaan mereka yang telah melakukan larangan-larangan tersebut dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang telah disebutkan diatas

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangkakan telah melanggar larangan-larangan tersebut.

Hukum pidana itu sendiri memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu melindungi dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Metode atau cara bagaimana menjalankan hukum pidana itu sendiri yang diwujudkan dalam suatu perundang-undangan, oleh karena itu dengan kata lain diperlukan adanya suatu politik hukum dalam arti politik hukum pidana. Sudarto34

Tujuan Negara sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 hanya akan dapat dicapai melalui serangkaian kebijakan untuk menciptakan adanya suatu keamanan dan ketertiban. Usaha-usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik

juga mengemukakan bahwa politik hukum pidana ialah suatu cara bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik, dengan kata lain merupakan suatu bentuk cara melakukan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan yang baik, yang memenuhi syarat keadilan dan daya guna.

35 34 Ibid Hal 6 35 Ibid

oleh karena itu mutlak harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi berbagai kejahatan.

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat salah satunya ialah berusaha untuk melindungi lingkungan hidup dan ekosistemnya, termasuk satwa-satwa liar yang ada didalamnya, hal ini dikarenakan lingkungan kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari alam lingkungan sekitarnya menjadi salah satu sebab pentingnya perlindungan terhadap keseimbangan ekosistem tersebut. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu kebijakan kriminal dengan menggunakan politik hukum pidana yang baik yang diantaranya ialah berusaha untuk menciptakan serangkaian peraturan perundang-undangan ataupun produk hukum lainnya untuk mencegah berbagai perbuatan/tindak pidana yang mengancam keutuhan suaka alam dan satwa-satwa liar tersebut, misalnya saja dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya maupun serangkaian peraturan lainnya.

Penggunaan sanksi pidana dalam mengatur masyarakat lewat suatu perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian dari salah satu kebijakan terutama kebijakan dengan upaya Penal walaupun terkadang hasil kebijakan tetap belum mampu untuk mencegah dan menghapus kejahatan. Menurut Habib-Ur-Rahman Khan36

36

Barda Nawawi Arif (1998). Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya, Hal 49

konsep kebijakan pemidanaan yang selama ini berorientasi kepada orang, lebih mengutamakan filsafat pemidanaan ataupun perawatan si pelaku kejahatan. Kejahatan tersebut apabila dipandang sebagai suatu produk masyarakat, maka masyarakatlah yang membutuhkan pembinaan dan bukan hanya kepada si pelaku semata. Pendekatan integral atau dengan kata lain sistemik

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kejahatan seperti yang pernah dikemukakan dalam kongres PBB37

a. Pencegahan kejahatan dan peradilan pidana jangan dilihat sebagai problem yang terisolir dan ditangani dengan metode yang fragmentair tetapi harus dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan ditangani dengan kebijakan yang luas dan menyeluruh.

yaitu:

b. Pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan, upaya penanggulangan dan kondisi-kondisi yang demikian harus merupakan suatu strategi mendasar dalam upaya pencegahan kejahatan.

c. Penyebab utama kejahatan diberbagai Negara adalah ketimpangan sosial, diskriminasi ras, diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, tingkat pendidikan dan jumlah penduduk buta huruf dan jumlah pengangguran yang besar.

d. Pencegahan pidana seyogyanya dipertimbangkan dalam hubungan dengan pembangunan ekonomi, sistem politik, nilai-nilai sosio kultural dan perubahan masyarakat serta hubungannya dengan tata ekonomi dunia internasional yang baru.

Kebijakan kriminal ataupun kebijakan penanggulangan kejahatan seyogyanya ditempuh dengan pendekatan ataupun kebijakan yang integral, baik dengan menggunakan sarana penal maupun non penal38

37 Ibid hal 51. 38 Ibid hal 53 . Penegakan hukum

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

(pidana) yang dilakukan tidak semata-mata hanya membuat serangkaian peraturan perundang-undangan yang memiliki sanksi kemudian menghukum para pelanggarnya. Penegakan hukum pidana tidak harus selalu bersifat represif, tetapi juga harus bersifat preventif sebagai salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan.39

Kebijakan penanggulangan kejahatan seyogyanya tidak semata bertumpu pada upaya secara penal dengan penjatuhan hukuman semata, tetapi juga harus melihat kesatuannya secara integral. Menurut Barda Nawawi Arif

Penegakan hukum pidana dalam hal perlindungan satwa liar misalnya, tidak hanya ditujukan semata-mata untuk membuat berbagai perundang-undangan terpadu dengan berbagai sanksi pidana yang diancamkan, tetapi juga meliputi pembangunan kualitas kinerja dan profesionalisme aparat penegak hukum disamping juga serangkaian kebijakan pemerintah yang lainnya seperti misalnya menata kawasan suaka alam maupun pelestarian hutan yang merupakan habitat alami dari hewan-hewan tersebut. Tindakan ini perlu dilakukan dalam hal mencegah meluasnya dan terulang kembalinya tindak pidana tersebut.

40

a. Adanya keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dengan politik sosial. diperlukan adanya pendekatan integral dalam kebijakan penanggulangan kejahatan tersebut yang meliputi:

b. Adanya keterpaduan antara upaya penanggulanagan kejahatan secara penal dan non penal.

39

Ibid hal 5

40

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Upaya secara penal lebih menekankan pada tindakan represif dari pemerintah melalui jalur hukum pidana untuk menindak para pelaku tindak kejahatan.Tindakan lainnya yang harus dilakukan pemerintah dengan cara yang disebut non penal tersebut tentunya ialah memperhatikan kondisi sosial lingkungan yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan kejahatan tersebut41

Pengertian satwa itu sendiri menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya seperti yang tercantum

. Misalnya saja dengan lebih memperhatikan kesejahteraan penduduk lokal sehingga tidak tergiur untuk ikut membantu perdagangan satwa-satwa liar tersebut secara illegal maupun pendidikan hukum bahwa tindakan menangkap dan memperjualbelikan satwa liar yang dilindungi adalah dilarang.

4. Pengertian Perlindungan Terhadap Satwa Liar 4.1. Pengertian Satwa dan Satwa Liar

Pengertian perlindungan satwa liar tersebut sebelum diuraikan lebih lanjut, maka pertama sekali yang perlu diketahui ialah pengertian dari satwa liar karena tidak semua hewan dapat dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi. Pemakaian bahasa sehari-hari menunjukkan bahwa satwa dapat diistilahkan dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna ataupun mahluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak serta memiliki peranan dan manfaat dalam kehidupan.

41

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dalam Pasal 1 butir 5 yaitu: “Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup didarat maupun diair 42

Penjabaran mengenai berbagai pengertian tentang satwa liar yang dilindungi seperti yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan kriteria satwa dan perlindungan seperti apa yang akan diberikan, dari berbagai uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perlindungan satwa liar yang dilindungi ialah suatu bentuk perlindungan yang tidak hanya mencakup terhadap satwa yang masih hidup saja tetapi juga mencakup kepada keseluruhan bagian-bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari satwa liar tersebut seperti gading dengan gajahnya, cula dengan badaknya, harimau dengan kulitnya dan sebagainya. Perdagangan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun yang sudah mati ataupun bagian-bagian tubuhnya adalah merupakan suatu tindak pidana. Pasal 21 ayat (2) huruf d UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Pengertian satwa liar lainnya antara lain dirangkum dalam Pasal 1 butir 7 undang-undang tersebut yaitu ”Satwa liar adalah semua binatang yang hidup didarat, dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia”

Pembatasan dalam penggolongan atau pengkategorian lainnya terhadap satwa liar tersebut juga termuat dalam penjelasan Pasal 1 butir 7 yaitu sebagai berikut: “Ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian satwa”

42

UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga menjabarkan hal tersebut yaitu:

Pasal 21

(2) Setiap orang dilarang untuk :

d.Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang terbuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat ke Indonesia ke tempat lain baik didalam maupun diluar Indonesia

Perlindungan terhadap satwa tersebut umumnya ditujukan pada beberapa karakteristik tertentu dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu43 a. Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi sempit

sehingga jumlahnya dalam keadaan kritis.

:

b. Mengarah kepunahan, yakni populasinya merosot akibat eksploitasi yang

Dokumen terkait