• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Tugas Kepolisian Republik Indonesia (Polri)

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu pilar pertahanan negara pada dasarnya mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan secara yuridis dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 itu bukan sesuatu yang baru, melainkan sudah pernah diatur dalam produk hukum sebelumnya yang sudah tidak berlaku lagi, terutama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997. Telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing- masing.

Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut UU Kepolisian, pengertian kepolisian adalah segala sesuatu hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.9 Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertujuan mengawal keamanan dan ketertiban masyarakat dalam hal ini suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasayarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka terciptanya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman yang membangun       

9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Tugas POLRI yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1. Tugas Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat antara lain: Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.10

2. Tugas Polri sebagai penegak hukum antara lain: Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk keamanan swakarsa; melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan untuk kepentingan tugas kepolisian.11

      

3. Tugas Polri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat antara lain: Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian.12

Berkaitan dengan penegakan hukum, peran Polri diantaranya yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satu tindak pidana yang menjadi tanggungjawab Polri yaitu menanggulangi kasus kecelakaan lalu lintas.

2. Peran dan Fungsi Polisi dalam Penyidikan

Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki peranan penting dalam negara hukum. Di dalam negara hukum kehidupan hukum sangat ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, di samping faktor-faktor lain, seperti faktor substansi hukum dan faktor kultur hukum. Dengan demikian, efektivitas operasional dari struktur atau lembaga hukum sangat ditentukan oleh kedudukannya dalam organisasi negara.13

Dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tugas pokok Kepolisian       

12 Pasal 14 ayat 1 huruf I, j dan k Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 13Sadjijono, 2008 Seri Hukum Kepolisian, Polri dan Good Governance, Jakarta:

Negara Republik Indonesia adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.14

Peran dan fungsi Polri sebagai penegak hukum antara lain: turut serta dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk keamanan swakarsa; melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang- undangan lainnya; menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan untuk kepentingan tugas kepolisian.15

Dalam Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.16

Peran polisi sangat besar di dalam penegakan hukum pidana. Polisi sebagai bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem yang bertugas dalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana. Kedudukan Polri sebagai penegak hukum tersebut ditetapkan dalam Undang-       

14Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Bab III, Pasal 13.

15 Pasal 14 ayat 1 huruf d, e, f, g dan h Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2002.

undang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 bahwa:

Pasal 1 butir (1)

“Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 2

“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.17

Dari bunyi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa Polri dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum mempunyai fungsi menegakkan hukum di bidang yudisial, tugas preventif maupun represif.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjijono18 bahwa fungsi kepolisian tentunya berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut. Secara umum, tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah untuk menciptakan kondisi aman, tenteram dan tertib dalam masyarakat. Dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang tersebut dicapai melalui tugas preventif, pre-emtif dan tugas represif.

  Fungsi penegakan hukum kepolisian tertuang dalam pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 tentang kewenangan polisi dalam penyidikan bahwa Polisi berwenang melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Pasal ini memberikan penegasan bahwa kedudukan Polri       

17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

sebagai penyidik dalam tindak pidana memberikan semangat dalam kepastian hukum dalam era supremasi hukum.

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia (POLRI) atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1 KUHAP).19

Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyelidikan (pasal 1 butir 4 jo pasal 4 KUHAP). Sesuai dengan perumusan tersebut maka setiap pejabat Polisi Negara RI (POLRI) dari pangkat yang paling rendah sampai dengan pangkat yang tertinggi adalah penyelidik. Untuk mengetahui kewenangan penyelidik dapat dibaca pasal 5 KUHAP.20

Pasal 5.

(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4: a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

2. Mencari keterangan dan barang bukti.

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

      

19 Kuffal, HMA. 2008. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Edisi Revisi. Cetakan

(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan b kepada penyidik.21

Kewenangan penyelidik tersebut sebenarnya merupakan sebagian dari kewenangan penyidik, karena penyelidikan merupakan sub fungsi/bagian yang tidak terpisahkan dari penyidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap penyidik selain memiliki kewenangan melakukan penyidikan dengan sendirinya berwenang pula melakukan penyelidikan. Sedangkan seorang penyelidik kewenangannya hanya terbatas pada penyelidikan.22

3. Kecelakaan Lalu Lintas

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dan pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah bangsa dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kepentingan umum. Lalulintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan.23 Resiko dalam berlalu lintas yaitu terjadinya kecelakaan

disebabkan oleh kelalaian atau kekuranghati-hatian.

Setiap kecelakaan pasti diawali oleh terjadinya pelanggaran lalu lintas. Banyaknya terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban mengalami luka-luka bahkan meninggal dunia menjadi permasalahan serius dalam rangka menciptakan keteraturan dan ketertiban di jalan raya. Secara umum dapat dikatakan pula bahwa suatu kasus kecelakaan lalu lintas terjadi akibat kumulatif beberapa faktor penyebab, penyebab tersebut antara lain akibat kelalaian       

21 Ibid, halaman 43-44 22 Ibid, halaman 44.

23 Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

pengemudi, kondisi kendaraan, faktor cuaca, faktor lingkungan jalan dan perubahan fisik pada struktur jalan (umur teknis).24

Peningkatan frekuensi pemakai jalan khususnya kendaraan bermotor untuk berbagai keperluan pribadi atau umum secara tidak langsung bisa meningkatkan frekuensi kecelakaan lalu lintas. Perkembangan teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah meningkatkan kecelakaan lalu lintas. Di satu sisi menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin luas, di sisi lain menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam beberapa dekade terakhir.25

Menurut UU No. 22 tahun 2009 dalam penjelasan umum dijelaskan pengertian kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.26

Tindak pidana lalu lintas merupakan salah satu pelanggaran terhadap perundang-undangan tentang lalu lintas, dari pelanggaran tersebut salah satunya dapat berupa kecelakaan lalu lintas yang sifatnya dapat merugikan orang maupun diri sendiri.27

Menurut Soerjono Soekanto:28

Suatu kecelakaan lalu lintas mungkin terjadi dimana terlibat kendaraan bermotor di jalan. Di dalamnya terlibat manusia, benda dan bahaya yang mungkin berakibat kematian, cedera, kerusakan atau kerugian, di samping       

24Setyabudi, Besar. 2004. Kajian Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas pada Lokasi

Rawan Kecelakaan (Blackspot) di Jalan Tol, Warta Penelitian Perhubungan No.05/THN.XVI/ 2004.

25Agio V. Sangki. 2012. Tanggung Jawab Pidana Pengemudi Kendaraan Yang

Mengakibatkan Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas. Lex Crimen Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2012.

26 Ketentuan Umum Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan.

27Soerjono Soekanto, 1990. Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum,

itu, kecelakaan lalu lintas mungkin melibatkan kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor saja.

Kenyataan yang sering ditemui sehari-hari adalah masih banyak pengemudi yang belum siap mental, terutama pengemudi angkutan umum bus kota. Mereka saling mendahului tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri dan penumpang. Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari bila diantara pengguna jalan bisa berperilaku disiplin, sopan dan saling menghormati.

Pasal 229 ayat (5) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang menggolongkan kecelakaan menjadi kecelakaan ringan, sedang, dan berat (meninggal dunia) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.29

4. Penyidikan dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan Kematian

Kepolisian merupakan bagian integral fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum. Sebagai aparat penegak hukum Kepolisian bertugas memelihara serta meningkatkan ketertiban dalam hukum yang salah satu tugasnya berkaitan

dengan proses pidana sebagai kegiatan penyelidikan dan penyidikan. Polisi

mempunyai peranan penting dalam menangani berbagai kasus yang ada di masyarakat termasuk kasus kecelakaan lalu lintas. Salah satu peran polisi yaitu

       29 Ibid

sebagai penyidik diharapkan mampu membantu proses penyelesaian terhadap kasus kecelakaan lalu lintas.

Kewenangan polisi dalam melakukan penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas juga dijelaskan dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 tahun 2009 tertuang dalam Pasal 227 (g) menyatakan bahwa dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:

a. mendatangi tempat kejadian dengan segera; b. menolong korban;

c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara; d. mengolah tempat kejadian perkara;

e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas; f. mengamankan barang bukti; dan g. melakukan penyidikan perkara.

Dikaitkan dengan kewenangan Penyidik Kepolisian Negara RI, penahanan itu bukan merupakan hak, melainkan hanya merupakan kewenangan untuk dapat menahan seseorang tersangka (Pasal 21 ayat 1 dan 4) KUHAP).30

Memperhatikan permasalahan kecelakaan lalu lintas merupakan peristiwa yang tidak diduga dan tidak disengaja, para pelakunya bukan seorang kriminal, penyidik memperlakukan pengemudi disertai pertimbangan antara lain saat melakukan:

      

30 M. Umar Maksum, Agus Suprianto, Thalis Noor Cahyadi, M, Ulinhuha, Afronji, 2009.

1. Pengemudinya. Jika pengemudinya tidak dikhawatirkan akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya, penyidik tidak perlu menahan. Bilamana dengan alasan keselamatan tetap harus ditahan, seyogyanya pelaksanaannya tidak dijadikan satu dengan para tahanan kriminal. Selanjutnya mereka mempunyai hak untuk mengajukan penangguhan penahanan baik melalui penasehat hukum maupun kerabat dekat (suami/istri, anak dan lain-lain), dalam hal ini seusai Pasal 31 ayat (1) KUHAP.

2. Hal tersebut wajar bukan bertentangan dengan prinsip persamaan hak di hadapan hukum, akan tetapi justru memperlakukan asas perlindungan hukum dari adanya praktik penyitaan.

Penyitaan, setiap kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas sebagai barang bukti di persidangan harus disita (pasal 39 ayat (1) huruf c, dan pasal 40 KUHAP). Yang menjadi masalah pihak kepolisian Negara RI sampai sat ini belum memiliki rumah penyimpanan barang sitaan, sehingga keamanan barang bukti khususnya kendaraan mewah diragukan oleh pemilik kendaraan. Walaupun merupakan kewajiban penyidik. Dalam penyita kendaraan yang terlibat kecelakaan harus memperhatikan aspek keamanannya, bila ragu karena kendaraan yang terlibat klasifikasinya mewah, pelaksanaannya dapat disita di tempat di rumah pemilik kendaraan), apalagi bila yang disita bus dapat dituntut aspek keperdataan bilamana bus tersebut disita dalam jangka waktu lama.31

       31 Ibid, halaman 106-107.

Apabila kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan pelaku telah bertanggung jawab kepada keluarga korban serta terjadi perdamaian, hal tersebut tidak menghapus tuntutan pidana kepada pelaku, sehingga polisi tetap berhak melakukan penyidikan.32

Undang-undang LLAJ juga menjelaskan tentang akibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia pada Pasal 235 ayat (1) bahwa jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

Ketentuan pidana bagi pelaku kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia didasarkan Pasal 229 ayat (4) bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan menyebabkan luka berat atau meninggal dunia, tertuang dalam Pasal 310 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang LLAJ sebagai berikut:33

(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

       32 Ilman Hadi. Ibid.

Dokumen terkait