• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Pemahaman Tentang Perpajakan

a. Definisi Pajak

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat

(wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan

tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan

tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan

norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa

kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Adapun berbagai definisi mengenai pajak yang dikemukakan oleh

beberapa pakar perpajakan:

1) Menurut Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang

dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.

11 2) Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi

tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak

adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public

saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

investment.

3) Dan menurut Smeets, Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang

melalui norma-norma umum, yang dapat dipaksakan tanpa kontra prestasi,

yang dapat ditujukan dalam hal yang individual maksudnya adalah

membiayai pengeluaran pemerintah.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai

unsur-unsur antara lain:

a) Iuran dari rakyat kepada negara.

b) Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa

uang (bukan barang).

c) Berdasarkan undang-undang.

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

12 2. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung

dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan

adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

b. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Fungsi menerima (Budgeter)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluarannya. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang semaksimal mungkin untuk kas negara.

2) Fungsi mengatur (Regulator)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh: Pajak yang tinggi dikenakan kepada barang - barang mewah

untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

c . Jenis Pajak

Pajak dapat dibedakan dan dikelompokan menurut golongan, sifat dan

lembaga pemungutannya.

1) Menurut Golongan

a)Pajak Langsung yaitu pajak yang dikenakan secara periodik atau

berulang-ulang yang mempunyai kohir dan

pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

13 b) Pajak Tidak Langsung yaitu pajak daftar dan jumlahnya dapat

dilimpahkan kepada orang lain yang dikeluarkan secara insidentil

yaitu pada saat dipenuhinya Tabestand (keadaan , perbuatan

dan peristiwa) yang ditentukan dalam Undang-undang Pajak,

tidak punya daftar dan jumlahnya dapat dilimpahkan kepada orang

lain.

Contoh: Bea Materai , PPN , BPHTB dan sebagainya.

2) Menurut Sifatnya

a)Pajak Subyektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

subyeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri dari wajib pajak.

Contoh: PPh

b)Pajak Obyektif yaitu Pajak yang berpangkal pada obyeknya

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: PPN Ppn BM , PBB dan sebagainya.

3) Menurut Lembaga Pemungutnya

a) Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut pemerintah pusat

digunakan untuk membiayai Rumah tangga Negara. Contoh: PPh,

PPn, PBB, Bea Materai , BPHTB dan lain sebagainya.

b) Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut pemerintah

Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

14 1. Pajak Pemerintah Propinsi. Contoh: Pajak Kendaraan bermotor

dan Bea Balik Nama Kendaran bermotor.

2. Pajak Kabupaten / Kota. Contoh: pajak hotel dan restoran,

pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan

sebagainya.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Pemungutan Pajak yang dilakukan pemerintah (fiskus) kepada wajib

pajak menggunakan 3 (tiga) sistem yaitu:

1) Official Assesment System.

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan pajak yang

terutang dari wajib pajak .

Ciri-cirinya adalah:

a) Wewenang untuk menentukan pajak yang terutang ada pada fiskus.

b) Wajib pajak bersifat pasif.

c) Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan

15

2) Self Assessment system.

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang pada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak

terutang.

Ciri-cirinya adalah:

a) Wewenang untuk menentukan pajak terhutang ada pada wajib

pajak sendiri .

b) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak campur tangan dan hanya mengawasi.

3) With Holding System.

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya adalah: Wewenang menentukan pajak ada pada pihak

ketiga.

e. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas

setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari

produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added

Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak

16 (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,

penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak

yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada

pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena

Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor

oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak

keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,

sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,

memperoleh, atau membuat produknya.

1) Karakteristik

a) Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan

penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan

pajak adalah subjek yang berbeda.

b) Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai

produksi dan distribusi.

c) Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek

pajak.

d) Menghindari pengenaan pajak berganda.

e) Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect

subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak

17 2) Syarat Suatu Penyerahan BKP atau JKP Dapat Dikenakan Pajak

Dalam memori penjelasan Pasal 4 huruf a dan huruf c telah

ditegaskan bahwa suatu penyerahan BKP atau JKP dapat dikenakan

PPN sepanjang memenuhi tiga syarat yang bersifat kumulatif:

a) barang atau jasa yang diserahkan adalah BKP atau JKP

b) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

c) penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP

yang bersangkutan

3) Perkecualian

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena

pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan

dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN.

4) Barang tidak kena PPN

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang

menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang

tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak

18 Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali

undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikeakan PPN

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas

kelompok-kelompok barang sebagai berikut:

a). Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung

dari sumbernya, meliputi:

i. Minyak mentah.

ii. Gas bumi.

iii. Panas bumi.

iv. Pasir dan kerikil.

v. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.

vi. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih

perak, dan bijih bauksit.

b). Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,

meliputi:

i. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras

ketan hitam, atau beras ketan putih dalam bentuk:

i) Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih.

ii) Gilingan.

iii) Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak.

19 v) Menir (groats) beras.

ii Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning

kemerahan, atau berondong jagung, dalam bentuk:

i) Jagung yang telah dikupas maupun belum.

ii) Jagung tongkol dan biji jagung atau jagung pipilan.

iii) Menir (groats) atau beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk

butiran.

iii Sagu, dalam bentuk:

i) Empulur sagu.

ii) Tepung, tepung kasar, dan bubuk sagu.

iv. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai

kuning, atau kedelai hitam, pecah maupun utuh.

v. Garam, baik yang beriodium maupun tidak beriodium, termasuk:

i) Garam meja.

ii) Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 kilogram atau lebih,

dengan kadar NaCl 94,7%.

vi. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang

dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan

minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.

20 f. Jasa tidak kena PPN

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan

suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atu

fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa

yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan

dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan

lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN

ditetapkan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa

sebagai berikut:

1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan, meliputi:

a) Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.

b) Jasa dokter hewan.

c) Jasa ahli kesehatan, seperti akupunktur, fisioterapis, ahli gizi, dan

ahli gigi.

d) Jasa kebidanan dan dukun bayi.

e) Jasa paramedis dan perawat.

f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium

kesehatan, dan sanatorium.

2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

21 b) Jasa pemadam kebakaran, kecuali yang bersifat komersial.

c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.

d) Jasa lembaga rehabilitasi, kecuali yang bersifat komersial.

e) Jasa pemakaman, termasuk krematorium.

f) Jasa di bidang olahraga, kecuali yang bersifat komersial.

g) Jasa pelayanan sosial lainnya, kecuali yang bersifat komersial.

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT

Pos Indonesia (Persero).

4) Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,

meliputi:

a) Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan

barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.

b) Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi.

c) Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

5) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a) Jasa pelayanan rumah ibadah.

b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah.

c) Jasa lainnya di bidang keagamaan.

6) Jasa di bidang pendidikan, meliputi:

a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa

22 luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan

akademik, dan pendidikan profesi.

b) Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus.

7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan

termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti

pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran

radio atau televisi, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun

swasta, yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang

bertujuan komersial.

9) Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air, meliputi jasa angkutan

umum di darat, laut, danau maupun sungai yang dilakukan oleh

pemerintah maupun oleh swasta.

10) Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

Jasa tenaga kerja.

Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja

tidak bertanggungjawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.

Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

11) Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,

motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan

23 Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,

rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

12) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan

oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), Izin Usaha Perdagangan (IUP), Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP), dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

g. Tarif PPN

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10 % (sepuluh persen).

Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0 % (nol persen). Pengenaan

tarif 0 % (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi

Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat

dikreditkan.

Berdasarkan pertimbangn ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan

dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat

diubah serendah-rendahnya 5 % (lima persen) dan setinggi-tingginya 15 %

(lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

h. Cara Menghitung PPN

Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut:

24 Contoh:

1. Pengusaha Kena Pajak “A” menjual BKP kepada Pegusaha Kena Pajak “B” dengan harga jual Rp 25.000.000,00. PPN terutang:

10 % X Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00

PPN sebesar Rp 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang

dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.

2. Seseorang mengimpor BKP dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor

Rp 15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea

dan Cukai adalah:

10 % X Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

i. Subjek PPN

Dari ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam Pasal 4, 16C dan

16D UU PPN 1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2) Bukan Pengusaha Kena Pajak

j. PPN atas kegiatan membangun sendiri

1) Pengertian PPN atas kegiatan membangun sendiri

PPN membangun sendiri diatur dalam Pasal 16C UU PPN 1984, yaitu,

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau

25

badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan

dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Menurut

Keputusan Menteri Keuangan No. 320/KMK.03/2002 bahwa yang dimaksud

bangun adalah bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat

usaha dengan luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan

bersifat permanen. Artinya, bangunan dibawah 200m2 tidak terutang PPN.

Yang dimaksud kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun

sendiri bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh

orang pribadi atau badan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat

usaha dengan luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih.

Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah bangunan permanent yang

kontruksi utamanya terdiri dari:

a) Tembok; dan atau

b) Kayu tahan lama; dan atau

c) Bahan lain yang mempunyai kekuatan sampai 20 (dua puluh) tahun atau

lebih.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap

merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antar

tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau

pemborng bukan merupakan kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat

26 2) Kewajiban atas PPN membangun sendiri

Sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri terdapat kewajiban

perpajakan yang melekat yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan

membangun untuk kepentingan sendiri. Hal tersebut diatur dalam Pasal 16C UU

PPN.

Syarat agar kegiatan membangun untuk kepentingan sendiri terutang PPN

adalah:

a) Kegiatan membangun sendiri bangunan yang diperuntukkan bagi

tempat tinggal atau tempat usaha

b) Luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan

c) Bersifat permanen

3) Saat dan tempat pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri

Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat

dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi,

memasang tiang pancang dan lain-lain). Dengan demikian, kegiatan membangun

sendiri dalam pengertian Undang-undang PPN yang baru hanya terutang PPN

apabila permulaan kegiatan membangun sendiri tersebut terjadi pada setelah

tanggal 1 Januari .

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap

tahapan-27 tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Tempat pajak terutang atas

kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

4) Subjek Pajak

Pajak Pertambahan Nilai terutang oleh orang pribadi atau badan yang

melakukan kegiatan membangun sendiri. Termasuk pembangunan rumah

dikawasan Real Estat.

5) Besarnya tarif PPN dan Saat Pembayaran

Kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar

10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak atas

kegiatan membangun sendiri adalah 20% (empat puluh persen) dari seluruh biaya

yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau

dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan

Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun

sendiri tersebut.

Jadi, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun

sendiri, jumlahnya ditetapkan sebesar 10% x 20% x jumlah biaya yang

dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya dan harus dibayar

seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat

28 Contoh:

Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas

300m2 yang akan digunakan sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang

dikeluarkan pada bulan April 2006 (diluar pembelian tanah) adalah Rp

50.000.000,00. PPN yang harus disetorkan adalah:

PPN = ( Rp 50.000.000,00 X 20 % ) X 10 %

= Rp 10.000.000,00 X 10 %

= Rp 1.000.000,00

6) Mekanisme penyetoran atas PPN yang terhutang atas kegiatan

membangun sendiri

PPN harus disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak

(KP.PDIP 5.1) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan

membangun sendiri ke kas negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan

berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut.

Kolom NPWP pada SSP agar diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama

dan dengan angka kode Kantor Pelayanan Pajak tempat bangunan tersebut berada

pada tiga digit berikutnya.

7) Kegiatan Membangun Sendiri yang dikenakan PPN

Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :

a) Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan

perusahaan atau pekerjaan oleh pribadi atau badan, yang hasilnya

29 b) Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau

tempat usaha.

c) Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan

atau konstruksi yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal

(tidak termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain).

d) Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan

bangunan atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk

seluruh fasilitas yang ada.

e) Luas bangunan tersebut 200 m2 atau lebih.

f) Bangunan bersifat permanen.

g) Yang dimaksud bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi

utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/atau bahan

lain yang umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.

Dokumen terkait