• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) atas kegiatan membangun Sendiri (Studi kasus pada KPP Pratama Pasar Minggu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) atas kegiatan membangun Sendiri (Studi kasus pada KPP Pratama Pasar Minggu)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NIAI ( PPN) ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

(STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA PASAR MINGGU)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekoomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Lukman Triatmoko NIM: 106082002629

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : Lukman Triatmoko

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Januari 1987

3. Alamat : Jl. Swadaya Rempoa No. 40

Rt 006 Rw 012, Rempoa-Ciputat Timur

Tangerang Selatan-Banten 15412

4. Telepon : 085693316288 / 085777753134

5. Email : lukman23_triatmoko@yahoo.com

II. PENDIDIKAN

1. TK Puspa Indah Rempoa Tangerang Selatan Tahun 1992-1993

2. SDN Bintaro 08 Pagi Jakarta Selatan Tahun 1993-1999

3. SMP YPUI Kebayoran Lama Jakarta Selatan 1999-2002

4. SMA Negeri 29 Kebayoran Lama Jakarta Selatan 2002-2005

5. Pondok Pesantren Nurul Aini Cilandak Jakarta Selatan 2005-2006

(7)

vii

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Ruswan Adi Kusumo

2. Tempat & Tgl.Lahir : Purbalingga, 6 Januari 1955

3. Alamat : Jl. Swadaya Rempoa No. 40

Rt 006 Rw 012, Rempoa-Ciputat Timur

Tangerang Selatan-Banten 15412

4. Pekerjaan : Pensiunan PT. Pos Indonesia

5. Ibu : Riwen Sanwitana

6. Tempat & Tgl Lahir : Banyumas, 12 Februari 1956

7. Alamat : Jl. Swadaya Rempoa No. 40

Rt 006 Rw 012, Rempoa-Ciputat Timur

Tangerang Selatan-Banten 15412

8. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

(8)

viii

FACTORS AFFECTING THE VALUE ADDED

TAX OF BUILDING BY SELF EFFORTS

(Case Study on KPP PRATAMA PASAR MINGGU)

By: Lukman Triatmoko

ABSTRACT

This study examines the factors that affect the acceptance of Value Added Tax of Building By Self Efforts. The purpose of this study was to determine the factors that influence the acceptance of Value Added Tax of Building By Self Efforts . Subjects in this study is KPP Pratama Pasar Minggu.

Data collection was conducted from July 2013 to August 2013. Method of data collection was done by direct interview with the Tax Office through KPP Pratama Pasar Minggu Primary Account Representative.

Based on the research result, it can be concluded that public awareness can affect the acceptance of Value Added Tax of Building By Self Efforts. and the collection of Value Added Tax of Building by Self Effots the Fiscal has very important roles, such as, conducting socialization, assisting tax payers in calculating the amount Value Added Tax of Building by Self Efforts, warning the tax payers who have not conducted their obligation, conducting cooperation with other institutions in optimizing the reception of Value Added Tax by Self Efforts.

(9)

ix

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PERTAMABAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

(Studi Kasus pada KPP Pratama Pasar Minggu) Oleh: Lukman Triatmoko

ABSTRAK

Penelitian ini menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Subjek dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu.

Pengumpulan data dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai dengan Agustus 2013. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu melalui bagian Account Representative.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat tentang Pajak Pertmabahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri dapat mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri fiskus memiliki peranan yang sangat penting seperti melakukan sosialisasi, membantu wajib pajak dalam menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, memberi teguran pada wajib pajak yang belum melaksanakan kewajibannya, mengadakan kerjasama dengan instansi lain dalam mengoptimalkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Syukur Alhamdulillahirobbil a’lamiin senantiasa peneliti panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-NYA berupa agama islam

yang hak ini, dan juga yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan nikmat-NYA

yang sangat banyak, sangat banyaknya nikmat-NYA sampai tidak bisa dihitung,

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, dengan judul: “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Penerimaan Pajak Pertmabahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri”

(Studi Kasus Pada KPP Pratama Pasar Minggu). Shalawat serta salam semoga tetap atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan

pembelajaran besar tentang kehidupan dan perkembangan Islam.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik

membangun sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dalam

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan

terima kasih dan rasa syukur kepada:

1. Allah SWT. Atas hidayah, petunjuk, karunia, kekuatan dan nikmat-NYA

yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tidak ada ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan izin-NYA,

Laa Haula Wala Quwwata Illa Billah.

2. Ayahanda tercinta Ruswan Adikusumo dan Ibunda Riwen, yang telah

memberikan kasih saying, nasehat agama, doa, dan juga dukungan moril

maupun materiil yang tak terhingga dan juga tanpa mengenal lelah.

3. Kakak-kakakku tercinta Sri Purwanti Mei Dhani (Antie) dan Dwi Safitri

Yuniati (Fitri), terima kasih atas tamparan, semangat, doa, bantuan,

(11)

xi

4. Keluarga besar Ruswan Adikusumo dan Sanwitana yang telah

memberikan dukungan dan perhatiannya.

5. Almarhum H.Sumiarso Mugalih dan H.Janna yang sudah memberikan

dukungan secara penuh untuk penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Prof. DR. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu DR. Rini, AK., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, dan dosen Pembimbing

Skripsi I yang telah berkenan meluangkan waktunya yang sangat berharga

untuk membaca, memberikan pengarahan, dan membimbing dengan sabar

kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

8. Bapak Hepi Prayudiawan, SE,MM,Ak selaku Sekretaris Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah berkenan memanggil kembali penulis dan memberi semangat

untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang

telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan sabar,

pembimbing yang memberikan nasehat tentang orang tua sehingga penulis

mendapat semangat baru untuk meraih masa depan yang ada di depan

mata.

10.Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama mengikuti perkuliahan.

11.Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya

bagian akademik yang telah membantu dalam kegiatan administrasi

penulis.

12.Sahabat-sahabat yang selalu baik hati dan selalu memberi pencerahan

hidup Ustadz H.Andre, ustadz Zainul, H.Andi Faisal Anas, Andi Ola

Faisal, H.Yamin, Yulia Shandrina, H.Firmansyah, Novi, Lia Dhiaz yang

sudah banyak memberikan motivasi untuk maju di masa depan.

13.Sahabat-sahabat pramuka yang selalu menghibur Kak Chandra Fauzon,

(12)

xii

Kak Alif dan keluarga besar Gudep 06.009-06.010 Pangeran Jayakarta

yang selalu membuat penulis bersemangat.

14.Kerabat kerja PT. Superindo Bakti Persada khususnya divisi Kontraktor,

Bpk Soeroso, Bpk Aryo Aji Baskoro, Ibu Juwita, Bpk Diko Setyogi, Bpk

Edi Junaedi, Bpk Teguh, Bunda Anis, Mas Dimas, Mardani yang selalu

mensupport dukungan baik moril maupun materiil.

15.Bpk Huda selaku Account Representative KPP Pratama Pasar Minggu

yang sudah meluangkan waktu untuk wawancara.

16.Sahabat-sahabat UIN Akuntansi C dan konsentrasi pajak angkatan 2006,

terima kasih persahabatan yang terjalin selama ini.

17.Rental Mas Budi yang setia membantu mengedit skripsi ini, sehingga

skripsi ini selesai pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belumlah mencapai

sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki

oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan

masukan membangun bahkan kritik dari berbagai pihak. Akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia

pendidikan khususnya bidang penelitian di Indonesia. Wassalamu’alaikum

Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Jakarta, September 2013

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tinjauan Literatur... 10

B. Penelitian Sebelumnya ... 29

C. Kerangka Pemikiran ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 33

B. Teknik Penentuan Sampel ... 33

(14)

xiv

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Sekitar Gambaran Umum Objek Penelitian ... 38

B. Hasil Penelitian ... 42

BAB V PENUTUP ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Implikasi ... 52

C. Keterbatasan ... 53

D. Saran ... 53

(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Tabel Penelitian Sebelumnya ... 30

2.2 Kerangka Pemikiran ... 32

3.1 Logical Frame Approach ... 36

4.1 Hasil Riset KPP Pasar Minggu Tahun 2010 ... 38

4.2 Hasil Riset KPP Pasar Minggu Tahun 2011 ... 41

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap

masyarakat. Setiap sila dalam Pancasila merupakan pedoman dasar dalam

nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Pancasila merupakan dasar setiap perumusan

undang-undang dan peraturan-peraturan dalam pembangunan nasional. Pancasila

juga merupakan landasan negara dalam menghadapi masalah dan pedoman utama

dalam mengambil keputusan. Selain Pancasila juga diperlukan suatu hukum dasar

tertulis, dan dibuatlah Undang-Undang Dasar 1945, yang didalamnya terdapat

tujuan pembangunan nasional yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan nasional akan sangat dipengaruhi sektor keuangan yang dari tahun

ke tahun menjadi isu utama dalam mewujudkan keadilan sosial. Kondisi keuangan

suatu negara dapat menjadi indikator keberhasilan negara tersebut dalam

melaksanakan pembangunan nasional. Maka dari itu, pemerintah menggali

penerimaan negara demi kelangsungan kesejahteraan umum, khususnya di

bidang perpajakan. Sumber penerimaan dari pajak telah dibuktikan sepanjang

(17)

2 sejarah sebagai pilar utama pembangunan nasional. Oleh karena itu negara

menempatkan perpajakan sebagai perwujudan salah satu kewajiban kenegaraan

dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai peran serta aktif masyarakat

dalam membiayai pembangunan.

Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan

pembangunan nasional. Sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam

negeri dan luar negeri, namun demikian sumber dari dalam negeri lebih

diutamakan dari pada luar negeri, dalam peningkatan dana dalam negeri, pajak

merupakan alternatif yang sangat potensial. Masalah perpajakan bukan hanya

masalah pemerintah saja dan pihak-pihak yang terkait didalamnya akan tetapi

masyarakat juga sangat mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui

masalah perpajakan di Indonesia.

Penerimaan dari sektor pajak ternyata dapat mengurangi ketergantungan

terhadap finansial eksternal, oleh karena itu negara menetapkan pajak sebagai

penerimaan terbesar di dalam negeri, dan terus meningkatkan pendapatan negara

dari sektor pajak ini. Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, sejak akhir

tahun 1983 pemerintah telah menempuh lankah-langkah strategis dengan

melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh. Kemudian sejalan dengan

Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 yang mengamanatkan bahwa

sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara terus

disempurnakan dan disederhanakan dan tetap memperhatikan asas keadilan,

(18)

3 perkembangan perekonomian, ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi

khususnya menghadapi era globalisasi, maka pada akhir tahun 1994 telah

dilakukan reformasi perpajakan kedua, yaitu dengan mengubah serta

menyempurnakan reformasi perpajakan pertama. Dengan dilakukannya perubahan

sistem perpajakan tersebut yang kemudian diikuti dengan reorganisasi/penertiban

dan penyempurnaan administrasi, peningkatan sumber daya manusia, serta

usaha-usaha ekstensifikasi dan intensifikasi dalam pemungutan pajak, maka penerimaan

negara dari sektor pajak terus meningkat dengan pesat.

Kembali kepada tujuan pembangunan nasional yaitu untuk melindungi

segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Bangsa Indonesia terdiri dari beberapa lapisan masyarakat yang sangat heterogen.

Ada dari golongan ekonomi menengah keatas dan ada golongan ekonomi kelas

menengah kebawah bahkan banyak dari masyarakat yang masuk kedalam

golongan ekonomi dibawah rata-rata bahkan berada dalam garis kemiskinan.

Kebutuhan masyarakat Indonesia sangatlah banyak, mulai dari kebutuhan

sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan sandang adalah kebutuhan masyarakat,

dimana masyarakat memerlukan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan dirinya

yaitu berupa pakaian layak pakai. Kebutuhan pangan adalah kebutuhan

masyarakat, dimana masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan

(19)

4 memenuhi syarat empat sehat lima sempurna. Dan terakhir adalah kebutuhan

papan, kebutuhan papan adalah kebutuhan dimana masyarakat memerlukan

tempat tinggal untuk tempat tinggal keluarga, dan untuk tempat berlindung dari

panas dan hujan.

Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini adalah sangat sulitnya

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sebagai masyarakat Indonesia.

Banyak masyarakat yang berpakaian kurang sesuai dengan norma, banyak

masyarakat yang kelaparan, bahkan terkena busung lapar, dan banyak masyarakat

yang tidak mempunyai tempat tinggal.

Dalam hal ini, penulis lebih menekankan kepada kebutuhan masyarakat

yang menyangkut kebutuhan papannya. Fenomena yang terjadi adalah banyak

masyarakat yang dengan kemampuan terbatas yang ingin mempunyai tempat

sendiri. Mereka yang mempunyai rencana membangun tempat tinggal sendiri

harus mengikuti dengan adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap

kegiatan membangun tempat tinggal. Mereka berfikir, bahwa untuk melakukan

pembuatan/pembangunan tempat tinggal akan dikenakan pajak. Dan pajak yang

ada dibenak masyarakat adalah menyerahkan uang dalam jumlah besar ke

pemerintah, sedangkan penghasilan masyarakat pada umumnya terbatas, dan

kebutuhan untuk kehidupan sehari-harinya juga sangatlah banyak. Untuk

mengatasi hal tersebut, masyarakat dengan penghasilan yang terbatas tersebut

menggunakan jasa kuli bangunan, atau tukang kayu yang notabenenya bukanlah

Pengusaha Kena Pajak (PKP), mereka melakukan hal tersebut dengan alasan agar

(20)

5 atau dengan kata lain menghindari pengenaan pajak terhadap bangunan yang

mereka bangun. Mereka membeli bahan bangunan di matrial atau toko bangunan

sudah terkena PPN, ditambah lagi mereka dikenakan PPN atas kegiatan

membangun sendiri. Upaya yang dilakukan masyarakat dengan menggunakan

tukang bangunan/tukang kayu yang bukan PKP tidak lain adalah untuk penekanan

biaya semaksimal mungkin. Karena yang mereka fikirkan adalah selain

mempunyai tempat tinggal yang layak, mereka juga harus memenuhi kebutuhan

hidup untuk keluarganya.

Berbeda dengan fenomena disisi lain, yang terjadi pada golongan

masyarakat ekonomi menengah keatas, mereka membangun tempat tinggal

dengan menggunakan jasa kontaktor/developer yang sudah ditetapkan menjadi

Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena mereka mempunyai dana yang cukup untuk

membiayai pembangunan tempat tinggalnya, dan untuk membayar pajak kepada

pemerintah.

Selain fenomena yang terjadi pada golongan ekonomi menengah keatas

yang menggunakan jasa kontraktor/developer dalam pengerjaan pembangunan

tempat tinggal mereka, ternyata banyak dari golongan ekonomi menengah keatas

yang dengan adanya Pasal 16C UU PPN, mereka lebih suka/tertarik untuk

pengerjaan pembangunan tempat tinggal mereka dengan menggunakan jasa kuli

bangunan/tukang kayu, karena mereka berpendapat bahwa dengan menggunakan

kuli bangunan/tukang kayu yang notabenenya bukan PKP, mereka akan

membayar pajak yang akan lebih kecil daripada mereka menggunakan jasa

(21)

6 Dilihat dari fenomena yang terjadi, ternyata masyarakat Indonesia pada

umumnya dalam pengadaan pembangunan tempat tinggal, mereka lebih senang

menggunakan jasa kuli bangunan/tukang kayu, mereka umumnya penghindaran

pengenaan pajak yang lebih besar.

Menurut Moses (2012), yaitu pegawai Direktorat Jendral Pajak, bahwa

seiring perkembangan jaman saat ini PPN atas kegiatan membangun sendiri tidak

hanya dituntut sebagai kipper cadangan. Seiring dengan perkembangan ekonomi,

perkembangan kelas menengah di negeri ini, booming sektor property yang

merambah sampai ke daerah-daerah serta target penerimaan pajak yang semakin

tinggi dari tahun ke tahun membuat PPN atas kegiatan membangun sendiri

mendapat perhatian lebih, PPN atas kegiatan membangun sendiri menjadi salah

satu komponen ekstra effort penerimaan pajak. Namun semua tuntutan dan

perubahan maupun penyempurnaan-penyempurnaan peraturan tentang PPN atas

kegiatan membangun sendiri sampai saat ini belum mampu menjadikan PPN atas

kegiatan sendiri sebagai anak kandung dari Undang-undang PPN, PPN atas

kegiatan membangun sendiri tetap sebagai raksasa tidur. Hal ini bisa diliha dari

persentase penerimaan PPN atas kegiatan membangun sendiri terhadap total

penerimaan pajak KPP, peranan PPN atas kegiatan sendiri kebanyakan tidak lebih

dari 1 % total penerimaan. Padahal bila dibandingkan dengan potensi yang ada

sebetulnya PPN atas kegiatan sendiri bukan hanya data pecahan dari sebuah

(22)

7 Menurut Huda (2013), salah satu account representative KPP Pratama

Pasar Minggu, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun

Sendiri belum maksimal dikarenakan pembangunan yang dilakukan oleh

masyarakat pada umumnya tidak disertai dengan kesadaran masyarakat tentang

peraturan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Hal ini

disebabkan juga karena masyarakat tidak mengerti secara penuh tentang peraturan

Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang kurang

disosialisasikan. Selain itu, kejelian fiskus yang belum maksimal terhadap

kegiatan pembangunan di wilayah kerja KPP Pratama Pasar Minggu juga menjadi

penyebabnya. Fiskus masih sangat kurang dalam hal pengawasan terhadap

kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh wajib pajak dilingkungan kerja

KPP Pratama Pasar Minggu.

Dari uraian tersebut diatas, penulis menyadari bahwa pentingnya

pemahaman tentang pemungutan atas Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri, untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul:“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri .”

B. Perumusan Masalah

Penulis merumuskan masalah tentang penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang terjadi pada Kantor Pelayanan

(23)

8 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di KPP Pratama Pasar Minggu ?

2. Kendala-kendala apakah yang menghambat penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di KPP Pratama Pasar Minggu ?

3. Upaya apakah yang dilakukan memaksimalkan penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di KPP Pratama Pasar

Minggu ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

sebagai berikut:

a. Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan guna

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan atas Pajak

Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

b. Mengetahui kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) Pratama Pasar Minggu dalam memaksimalkan penerimaan

pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan membangun

sendiri.

c. Mengetahui jalan keluar dari minimnya penerimaan PPN atas kegiatan

(24)

9

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan, diantaranya:

a. Bagi perkembangan literatur perpajakan.

b. Bagi DJP dan KPP pada umunya, memberikan masukan berupa

tindakan-tindakan yang harus dilakukan selanjutnya yang berhubungan dengan

peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan

membangun sendiri.

c. Bagi pihak-pihak yang terkait, sebagai referensi bahwa perlu adanya

kerjasama antar instansi untuk tujuan bersama memajukan negara lewat

pajak.

d. Bagi penulis, merupakan tambahan pengetahuan mengenai segala

aktifitas Kantor Pelayan Pajak (KPP) Pratama khususnya yang berkaitan

dengan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun

(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Pemahaman Tentang Perpajakan

a. Definisi Pajak

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat

(wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan

tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan

tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan

norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa

kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Adapun berbagai definisi mengenai pajak yang dikemukakan oleh

beberapa pakar perpajakan:

1) Menurut Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang

dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.

(26)

11 2) Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi

tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak

adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public

saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

investment.

3) Dan menurut Smeets, Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang

melalui norma-norma umum, yang dapat dipaksakan tanpa kontra prestasi,

yang dapat ditujukan dalam hal yang individual maksudnya adalah

membiayai pengeluaran pemerintah.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai

unsur-unsur antara lain:

a) Iuran dari rakyat kepada negara.

b) Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa

uang (bukan barang).

c) Berdasarkan undang-undang.

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

(27)

12 2. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung

dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan

adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

b. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Fungsi menerima (Budgeter)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluarannya. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang semaksimal mungkin untuk kas negara.

2) Fungsi mengatur (Regulator)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh: Pajak yang tinggi dikenakan kepada barang - barang mewah

untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

c . Jenis Pajak

Pajak dapat dibedakan dan dikelompokan menurut golongan, sifat dan

lembaga pemungutannya.

1) Menurut Golongan

a)Pajak Langsung yaitu pajak yang dikenakan secara periodik atau

berulang-ulang yang mempunyai kohir dan

pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

(28)

13 b) Pajak Tidak Langsung yaitu pajak daftar dan jumlahnya dapat

dilimpahkan kepada orang lain yang dikeluarkan secara insidentil

yaitu pada saat dipenuhinya Tabestand (keadaan , perbuatan

dan peristiwa) yang ditentukan dalam Undang-undang Pajak,

tidak punya daftar dan jumlahnya dapat dilimpahkan kepada orang

lain.

Contoh: Bea Materai , PPN , BPHTB dan sebagainya.

2) Menurut Sifatnya

a)Pajak Subyektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

subyeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri dari wajib pajak.

Contoh: PPh

b)Pajak Obyektif yaitu Pajak yang berpangkal pada obyeknya

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: PPN Ppn BM , PBB dan sebagainya.

3) Menurut Lembaga Pemungutnya

a) Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut pemerintah pusat

digunakan untuk membiayai Rumah tangga Negara. Contoh: PPh,

PPn, PBB, Bea Materai , BPHTB dan lain sebagainya.

b) Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut pemerintah

Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

(29)

14 1. Pajak Pemerintah Propinsi. Contoh: Pajak Kendaraan bermotor

dan Bea Balik Nama Kendaran bermotor.

2. Pajak Kabupaten / Kota. Contoh: pajak hotel dan restoran,

pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan

sebagainya.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Pemungutan Pajak yang dilakukan pemerintah (fiskus) kepada wajib

pajak menggunakan 3 (tiga) sistem yaitu:

1) Official Assesment System.

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan pajak yang

terutang dari wajib pajak .

Ciri-cirinya adalah:

a) Wewenang untuk menentukan pajak yang terutang ada pada fiskus.

b) Wajib pajak bersifat pasif.

c) Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan

(30)

15

2) Self Assessment system.

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang pada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak

terutang.

Ciri-cirinya adalah:

a) Wewenang untuk menentukan pajak terhutang ada pada wajib

pajak sendiri .

b) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak campur tangan dan hanya mengawasi.

3) With Holding System.

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya adalah: Wewenang menentukan pajak ada pada pihak

ketiga.

e. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas

setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari

produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added

Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak

(31)

16 (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,

penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak

yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada

pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena

Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor

oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak

keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,

sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,

memperoleh, atau membuat produknya.

1) Karakteristik

a) Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan

penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan

pajak adalah subjek yang berbeda.

b) Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai

produksi dan distribusi.

c) Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek

pajak.

d) Menghindari pengenaan pajak berganda.

e) Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect

subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak

(32)

17 2) Syarat Suatu Penyerahan BKP atau JKP Dapat Dikenakan Pajak

Dalam memori penjelasan Pasal 4 huruf a dan huruf c telah

ditegaskan bahwa suatu penyerahan BKP atau JKP dapat dikenakan

PPN sepanjang memenuhi tiga syarat yang bersifat kumulatif:

a) barang atau jasa yang diserahkan adalah BKP atau JKP

b) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

c) penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP

yang bersangkutan

3) Perkecualian

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena

pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan

dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN.

4) Barang tidak kena PPN

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang

menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang

tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak

(33)

18 Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali

undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikeakan PPN

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas

kelompok-kelompok barang sebagai berikut:

a). Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung

dari sumbernya, meliputi:

i. Minyak mentah.

ii. Gas bumi.

iii. Panas bumi.

iv. Pasir dan kerikil.

v. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.

vi. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih

perak, dan bijih bauksit.

b). Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,

meliputi:

i. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras

ketan hitam, atau beras ketan putih dalam bentuk:

i) Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih.

ii) Gilingan.

iii) Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak.

(34)

19 v) Menir (groats) beras.

ii Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning

kemerahan, atau berondong jagung, dalam bentuk:

i) Jagung yang telah dikupas maupun belum.

ii) Jagung tongkol dan biji jagung atau jagung pipilan.

iii) Menir (groats) atau beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk

butiran.

iii Sagu, dalam bentuk:

i) Empulur sagu.

ii) Tepung, tepung kasar, dan bubuk sagu.

iv. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai

kuning, atau kedelai hitam, pecah maupun utuh.

v. Garam, baik yang beriodium maupun tidak beriodium, termasuk:

i) Garam meja.

ii) Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 kilogram atau lebih,

dengan kadar NaCl 94,7%.

vi. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang

dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan

minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.

(35)

20 f. Jasa tidak kena PPN

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan

suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atu

fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa

yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan

dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan

lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN

ditetapkan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa

sebagai berikut:

1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan, meliputi:

a) Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.

b) Jasa dokter hewan.

c) Jasa ahli kesehatan, seperti akupunktur, fisioterapis, ahli gizi, dan

ahli gigi.

d) Jasa kebidanan dan dukun bayi.

e) Jasa paramedis dan perawat.

f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium

kesehatan, dan sanatorium.

2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

(36)

21 b) Jasa pemadam kebakaran, kecuali yang bersifat komersial.

c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.

d) Jasa lembaga rehabilitasi, kecuali yang bersifat komersial.

e) Jasa pemakaman, termasuk krematorium.

f) Jasa di bidang olahraga, kecuali yang bersifat komersial.

g) Jasa pelayanan sosial lainnya, kecuali yang bersifat komersial.

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT

Pos Indonesia (Persero).

4) Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,

meliputi:

a) Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan

barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.

b) Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi.

c) Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

5) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a) Jasa pelayanan rumah ibadah.

b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah.

c) Jasa lainnya di bidang keagamaan.

6) Jasa di bidang pendidikan, meliputi:

a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa

(37)

22 luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan

akademik, dan pendidikan profesi.

b) Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus.

7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan

termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti

pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran

radio atau televisi, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun

swasta, yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang

bertujuan komersial.

9) Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air, meliputi jasa angkutan

umum di darat, laut, danau maupun sungai yang dilakukan oleh

pemerintah maupun oleh swasta.

10) Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

Jasa tenaga kerja.

Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja

tidak bertanggungjawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.

Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

11) Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,

motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan

(38)

23 Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,

rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

12) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan

oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), Izin Usaha Perdagangan (IUP), Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP), dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

g. Tarif PPN

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10 % (sepuluh persen).

Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0 % (nol persen). Pengenaan

tarif 0 % (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi

Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat

dikreditkan.

Berdasarkan pertimbangn ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan

dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat

diubah serendah-rendahnya 5 % (lima persen) dan setinggi-tingginya 15 %

(lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

h. Cara Menghitung PPN

Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut:

(39)

24 Contoh:

1. Pengusaha Kena Pajak “A” menjual BKP kepada Pegusaha Kena Pajak

“B” dengan harga jual Rp 25.000.000,00. PPN terutang:

10 % X Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00

PPN sebesar Rp 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang

dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha

Kena Pajak “B”, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.

2. Seseorang mengimpor BKP dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor

Rp 15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea

dan Cukai adalah:

10 % X Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

i. Subjek PPN

Dari ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam Pasal 4, 16C dan

16D UU PPN 1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2) Bukan Pengusaha Kena Pajak

j. PPN atas kegiatan membangun sendiri

1) Pengertian PPN atas kegiatan membangun sendiri

PPN membangun sendiri diatur dalam Pasal 16C UU PPN 1984, yaitu,

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang

(40)

25

badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan

dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Menurut

Keputusan Menteri Keuangan No. 320/KMK.03/2002 bahwa yang dimaksud

bangun adalah bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat

usaha dengan luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan

bersifat permanen. Artinya, bangunan dibawah 200m2 tidak terutang PPN.

Yang dimaksud kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun

sendiri bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh

orang pribadi atau badan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat

usaha dengan luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih.

Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah bangunan permanent yang

kontruksi utamanya terdiri dari:

a) Tembok; dan atau

b) Kayu tahan lama; dan atau

c) Bahan lain yang mempunyai kekuatan sampai 20 (dua puluh) tahun atau

lebih.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap

merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antar

tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau

pemborng bukan merupakan kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat

(41)

26 2) Kewajiban atas PPN membangun sendiri

Sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri terdapat kewajiban

perpajakan yang melekat yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan

membangun untuk kepentingan sendiri. Hal tersebut diatur dalam Pasal 16C UU

PPN.

Syarat agar kegiatan membangun untuk kepentingan sendiri terutang PPN

adalah:

a) Kegiatan membangun sendiri bangunan yang diperuntukkan bagi

tempat tinggal atau tempat usaha

b) Luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan

c) Bersifat permanen

3) Saat dan tempat pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri

Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat

dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi,

memasang tiang pancang dan lain-lain). Dengan demikian, kegiatan membangun

sendiri dalam pengertian Undang-undang PPN yang baru hanya terutang PPN

apabila permulaan kegiatan membangun sendiri tersebut terjadi pada setelah

tanggal 1 Januari .

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap

(42)

tahapan-27 tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Tempat pajak terutang atas

kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

4) Subjek Pajak

Pajak Pertambahan Nilai terutang oleh orang pribadi atau badan yang

melakukan kegiatan membangun sendiri. Termasuk pembangunan rumah

dikawasan Real Estat.

5) Besarnya tarif PPN dan Saat Pembayaran

Kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar

10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak atas

kegiatan membangun sendiri adalah 20% (empat puluh persen) dari seluruh biaya

yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau

dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan

Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun

sendiri tersebut.

Jadi, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun

sendiri, jumlahnya ditetapkan sebesar 10% x 20% x jumlah biaya yang

dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya dan harus dibayar

seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat

(43)

28 Contoh:

Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas

300m2 yang akan digunakan sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang

dikeluarkan pada bulan April 2006 (diluar pembelian tanah) adalah Rp

50.000.000,00. PPN yang harus disetorkan adalah:

PPN = ( Rp 50.000.000,00 X 20 % ) X 10 %

= Rp 10.000.000,00 X 10 %

= Rp 1.000.000,00

6) Mekanisme penyetoran atas PPN yang terhutang atas kegiatan

membangun sendiri

PPN harus disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak

(KP.PDIP 5.1) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan

membangun sendiri ke kas negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan

berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut.

Kolom NPWP pada SSP agar diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama

dan dengan angka kode Kantor Pelayanan Pajak tempat bangunan tersebut berada

pada tiga digit berikutnya.

7) Kegiatan Membangun Sendiri yang dikenakan PPN

Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :

a) Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan

perusahaan atau pekerjaan oleh pribadi atau badan, yang hasilnya

(44)

29 b) Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau

tempat usaha.

c) Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan

atau konstruksi yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal

(tidak termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain).

d) Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan

bangunan atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk

seluruh fasilitas yang ada.

e) Luas bangunan tersebut 200 m2 atau lebih.

f) Bangunan bersifat permanen.

g) Yang dimaksud bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi

utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/atau bahan

lain yang umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.

B. Penelitian Sebelumnya

Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitia-penelitian terdahulu

(45)

0

No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Temuan

1 Sukardji (2005) Renovasi Tidak Dikenakan PPN

Membangun Sendiri

Kegiatan renovasi (pemugaran)bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan orang pribadi atau badan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal 16C UU PPN 1984 sehingga tidak dikenakan PPN

2 Baidowi (2004) Analisis Implementasi

Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Atas Membangun Sendiri

Implementasi Kebijakan, PPN Membangun Sendiri

Kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas membangun sendiri, dapat

menyulitkan masyarakat apabila

pengenaannya sejak dimulai pembangunan yaitu dari pemasangan pondasi sampai bangunan selesai, dan dalam kurun 2 (dua) tahun penyelesainya masih dikatagorikan

menjadi satu kesatuan kegiatan

membangun sendiri.

3 Subroto (2004) Alternatif Penerapan Pengenaan

PPN Atas Kegiatan Membangun

Pertimbangan yang dipakai untuk

memberlakukan Pasal 16C UU PPN pertama kali adalah, pertama untuk

mencegah terjadinya penghindaran

pengenaan PPN, sedangkan pertimbangan kedua adalah untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk memenuhi rasa keadilan antara pihak yang membeli bangunan dari pengusaha real estat atau yang menyerahkan pembangunan gedung

kepada pemborong (lebih tepatnya

pemborong yang telah dikukuhkan menjadi

30

(46)

1 PKP) dengan pihak yang membangun sendiri

4 Priambodo (2003) Pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri Di Kawasan Real Estat

Pengenaan PPN Atas

Alasan yang mendasari dipungutnya PPN atas kegiatan membangun sendiri

dikawasan real estat adalah agar memberikan rasa keadilan antara wajib pajak yang membeli tanah dan bangunan kepada pengembang dan wajib pajak yang hanya membeli kaveling kemudian

membangun sendiri.

5 Harbrinama (2008) Pemungutan PPN Atas Kegiatan

Membangun Sendiri Di Wilayah

1. Pajak Pertmbahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri

(47)

0

C. Kerangka Pemikiran

Model kerangka pemikiran pada penelitian saat ini dapat digambarkan

pada gambar 2.2 berikut ini:

Fenomena Kurang Maksimalnya Penerimaan Pajak Khususnya PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri pada KPP Pratama Pasar Minggu

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri

Basis Teori: Pengetahuan Tentang Pasal 16C UU PPN

Metode Analisis: Analisis Deskriftif

(48)

1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat terdapat banyaknya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di

Indonesia maka peneliti membatasi penelitian yaitu dengan mengambil data riset

hanya pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu. Dan

memfokuskannya hanya untuk masalah yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

B. Teknik Penentuan Sampel

Peneliti mendatangi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu, dan

mengambil data riil tentang penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri yang diperoleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar

Minggu selama tahun 2010, 2011 dan 2012. Dan peneliti juga melakukan

wawancara kepada petugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu yang

menangani masalah Kegiatan Membangun Sendiri (KMS). Selain itu, peneliti

juga mencari masalah-masalah mengenai Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri melalui artikel-artikel pajak, jurnal pajak, situs-situs internet

yang berkaitan dengan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri.

(49)

2

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan peneliti dalah sebagi berikut:

1. Penelitian Lapangan

a) Observasi

Observasi adalah merupakan teknik atau pendekatan untuk

mendapatkan data primer dengan cara mengamati langsung objek

datanya.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan langsung ke kantor pelayan

pajak (KPP) Pasar Minggu untuk pengambilan data terhadap objek

penelitian.

Dalam hal ini penulis menggunakan observasi nonperilaku

(nonbahavioral observation) yaitu dengan cara analisis catatan (record

analysis), yaitu dengan cara mengumpulkan data baik dari catatan

sekarang ataupun catatan data historis.

b) Wawancara

Wawancara (interview) adalah komunikasi dua arah untuk

mendapatkan data dari responden. Dalam hal ini, penulis melakukan

wawancara secara langsug dengan pejabat yang berwenang atau para

petugas yang terkait dengan tujuan untuk menyaring dan menggali

informasi yang diperlukan dalam penelitian.

Hal yang sangat penting dalam wawancara yang dilakukan oleh

penulis adalah:

(50)

3 - Responden yang dipilih harus mempunyai informasi yang diinginkan.

- Responden harus mau bekerja sama dengan baik sehingga mau

memberikan informasi akurat yang dibutuhkan oleh penulis.

2. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer merupakan data yang langsung didapatkan dalam penelitian di

lapangan. Data diperoleh dari wawancara secara mendalam dari responden.

Dalam hal ini peneliti langsung mewawancarai petugas KPP Pratama Pasar

Minggu (Bapak Huda), selaku account representative. Selain itu, data juga

didapatkan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

PPN atas kegiatan membangun sendiri. Data didapatkan dari artikel pajak,

jurnal pajak, dan dari situs-situs internet yang berkaitan dengan pajak

terutama PPN atas kegiatan membangun sendiri.

3. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, objek penelitian yang diteliti adalah pihak-pihak

yang terkait dengan pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

di Kantor Pelayanan Pajak Pratama pada umunya. Pihak yang dimaksud

adalah Pemilik bangunan yang melakukan kegiatan membangun sendiri,

KPP Pratama sebagai pemungut pajak, pemerintah daerah sebagai lembaga

atau instansi yang mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

4. Teknik Analisis

Analisis penelitian ini menggunakan teknik analisa Logical Framework

Approach (LFA), yaitu jenis khusus model logika atau pendekatan logika

(51)

4 untuk membantu mengklarifikasi tujuan proyek/program, mengidentifikasi

hubungan kausatif antara input, process, output, outcome dan impact.

Metoda Teknik Analisa LFA

Dalam proses pengevaluasian suatu proyek/program dengan menggunakan alat

analisis Logical Framework Approach / LFA terdiri dari beberapa tahapan yang

menjadi fokus dari penerapan Logical Framework Matrix, antara lain:

1. Memahami hubungan antara Goals, Purpose, Outputs dan Activities yang

disusun dalam matrix atau biasa disebut logframe matrix (lihat tabel 3.1)

Tabel 3.1

Sumber: Keerti, The Logical Framework Approach (2013)

(52)

5 Berikut keterangan lebih rinci terkait Tabel 3.1 :

a. Goals

Dalam kerangka logis (logframe) adalah tingkatan dengan tujuan tertinggi,

merupakan hasil akhir tetapi diluar control program.

b. Purpose atau sasaran program

Merupakan Rincian/Bagian dari Goal, namun objectives atau sasaran ini

selalunya diluar kontrol program. Goal dan Purpose diluar kontrol program

karena kegiatan-kegiatan tidak langsung mempengaruhinya tetapi dapat dicapai

dengan gabungan beberapa dari program yang satu dengan program yang

lainnya.

c. Outputs

Outputs adalah hasil spesifik apa yang harus diperoleh sesudah program

berakhir

d. Activities

Activities adalah kegiatan-kegiatan atau proses apa yang harus disusun untuk

memperoleh outputs selama proyek/program berlangsung.

(53)

6

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar

Minggu, Jakarta Selatan, dengan cara wawancara langsung kepada staff

KPP Pratama Pasar Minggu, bagian Pengawasan dan Konsultasi

(WASKON), yang diwakili oleh account representative langsung. Waktu

penelitian dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2013.

2. Kontribusi Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri terhadap KPP Pratama Pasar Minggu tahun 2010.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data mengenai penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di KPP Pratama

Pasar Minggu periode 2010. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1 di

bawah ini.

Tabel 4.1

Hasil Riset di KPP Pratama Pasar Minggu tahun 2010

(54)
(55)
(56)

9 Tabel diatas menunjukkan bahwa kontribusi penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendri di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Pasar Minggu tidak lebih dari angka 1 %. Total penerimaan dari Pajak

Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri hanya Rp1.188.585.371

dari total penerimaan dari semua jenis pajak yang ada yaitu Rp1.012.613.691.565.

Selanjutnya dari data penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri yang dilakukan peneliti, didapat data penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri tahun 2011 sebagai berikut:

Tabel 4.2

Hasil Riset di KPP Pasar Minggu tahun 2011

Bulan Tahun 2011

Sumber: KPP Pratama Pasar Minggu, tahun 2011

Dari data yang disajikan diatas, ternyata penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri pada tahun 2011 di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Pasar Minggu mengalami penurunan sebesar Rp 725.925.868 atau

turun 60,074 % dari penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

(57)

10 Membangun Sendiri di tahun 2010 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar

Minggu.

Selain data penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri tahun 2011 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar

Minggu, peneliti juga mendapatkan data penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas

Kegiatan Membangun Sendiri tahun 2012 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Pasar Minggu. Adapun data yang didapat sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Riset di KPP Pasar Minggu tahun 2012

Bulan Tahun 2012

Sumber: KPP Pratama Pasar Minggu, tahun 2012

Dari data yang disajikan diatas, ternyata penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri pada tahun 2012 di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Pasar Minggu mengalami penurunan sebesar Rp 106.561.763 atau

turun 23,032 % dari penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri di tahun 2011 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar

Minggu.

(58)

11 Dari data penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun

Sendiri tahun 2010, 2011 dan 2012, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai

mengalami penurunan. Penurunan penerimaan tersebut dikarenakan semakin

sedikitnya lahan yang tersedia di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pasar

Minggu, sehingga berpengaruh pada kegiatan membangun sendiri. Dan ketika

kegiatan membangun sendiri berkurang, maka penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai atas Kegiatan Sendiri mengalami penurunan.

Penurunan kegiatan membangun sendiri di wilayah kerja Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu bisa dilihat dari data diatas, bahwa dalam

bulan tertentu pemasukan atau penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar

Minggu tidak menerima pemasukan dari Pajak Pertmabahan Nilai atas Kegiatan

Membangun Sendiri.

B. Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik atau metode Logical

Framework Approach (LFA), yaitu jenis khusus model logika atau pendekatan

logika untuk membantu mengklarifikasi tujuan proyek/program, mengidentifikasi

hubungan kausatif antara input, process, output, outcome dan impact.

Dengan metode Logical Framework Approach (LFA), penulis menemukan

faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PPN atas KMS di KPP Pratama

Pasar Minggu, antara lain:

1. Kegiatan membangun di wilayah kerja KPP Pratama Pasar Minggu,

terutama luas bangunan di bawah 200 m2.

(59)

12

2. Kesadaran dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan PPN atas KMS

itu sendiri.

3. Kejelian fiskus terhadap kegiatan membangun di wilayah kerja KPP

Pratama Pasar Minggu.

Analisis Masalah (Sebab)

Langkah pertama dalam metode LFA ini adalah menganalisa masalah

yang menyebabkan penerimaan PPN atas KMS belum maksimal. Dari hasil

wawancara dengan pihak KPP Pratama Pasar Minggu didapat beberapa penyebab

belum maksimalnya penerimaan PPN atas KMS, antara lain:

1. Wajib pajak yang terkait dengan kegiatan membangun sendiri tidak

memiliki NPWP.

2. Kesadaran wajib pajak yang masih kurang dalam pembayaran PPN atas

KMS dikarenakan kurang populernya peraturan tentang PPN atas KMS itu

sendiri.

3. Sosialisasi yang belum maksimal mengenai peraturan PPN atas KMS

kepada wajib pajak di kawasan kerja KPP Pratama Pasar Minggu,

terutama bagi WP yang sedang melakukan kegiatan membangun.

4. Wajib pajak tidak membuat RAB dalam kegiatan membangun sendiri,

sehingga tidak diketahui secara rinci berapa jumlah pengeluaran yang

dikeluarkan selama kegiatan membangun sendiri.

(60)

13

Analisis Masalah (Akibat)

Langkah kedua dalam metode LFA ini adalah menganalisa akibat/dampak

yang terjadi karena adanya sebab yang menjadi kendala penerimaan PPN atas

KMS . Dari hasil wawancara dengan pihak KPP Pratama Pasar Minggu didapat

beberapa dampak yang terjadi, antara lain:

1. Karena tidak mempunyai NPWP wajib pajak beranggapan tidak wajib

membayar pajak.

2. Karena kurang populernya peraturan tentang PPN atas KMS, pengetahuan

wajib pajak tentang peraturan PPN atas KMS sangat kurang, sehingga

wajib pajak tidak mengetahui kewajibannya dalam hal kegiatan

membangun sendiri.

3. Karena tidak ada RAB yang rinci perihal pengeluaran yang dikeluarkan

wajib pajak dalam kegiatan membangun sendiri, akibatnya penerimaan

PPN atas KMS tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh KPP Pratama

Pasar Minggu.

Analisis Tujuan (Sebab)

Langkah ketiga yang dilakukan dalam metode LFA ini adalah menganalisa

tujuan kedapannya agar penerimaan PPN atas KMS bisa mengalami peningkatan.

Dari hasil wawancara dengan pihak KPP Pratama Pasar Minggu didapat data

sebagai berikut:

1. Memisahkan antara wajib pajak yang sudah mempunyai NPWP dan yang

belum. Jika belum mempunyai, bagian seksi ekstensifikasi akan

menerbitkan NPWP untuk wajib pajak terkait. Jika wajib pajak sudah

(61)

14 mempunyai NPWP, maka wewenangnya dibawah bagian Pengawasan dan

Konsultasi (Waskon), dan ditindaklanjuti oleh bagian account

representative, untuk menghimbau. Jika dihimbau tidak ada respon, maka

akan dilakukan pemeriksaan.

2. Mengadakan sosialisasi kepada wajib pajak yang akan melakukan kegiatan

membangun sendiri.

3. Bekerja sama dengan Pemda dalam hal IMB, agar KPP Pratama Pasar

Minggu mengetahui, berapa jumlah luas bangunan yang di bangun wajib

pajak di wilayah kerja KPP Pratama Pasar Minggu, apakah wajib pajak

terkena peraturan PPN atas KMS atau tidak.

4. Melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap kegiatan membangun

sendiri yang dilakukan di wilayah kerja KPP Pratama Pasar Minggu. Dan

menindaklanjuti bagi yang melanggar peraturan PPN atas KMS.

Analisis Tujuan (Akibat)

Langkah keempat dari metode LFA ini adalah menganalisa hasil yang

didapatkan setelah melakukan upaya-upaya peningkatan penerimaan PPN atas

KMS. Dari hasil wawancara didapatkan data sebagai berikut:

1. Wajib pajak mempunyai NPWP, akan memudahkan dalam proses

penyetoran pajak ke KPP Pratama Pasar Minggu.

2. Dengan melakukan sosialiasasi kepada wajib pajak terkait peraturan PPN

atas KMS, maka wajib pajak akan mengerti kewajiban apa saja yang harus

dilakukan dalam kegiatan membangun sendiri. Dan pada akhirnya bisa

(62)

15 mempengaruhi penerimaan pajak yang lebih kepada KPP Pratama Pasar

Minggu.

3. Dengan bekerjasama dengan Pemda, maka KPP Pratama Pasar Minggu

mendapatkan data IMB yang akan menentukan apakah luas bangunan

yang dibangun oleh wajib terkena PPN atas kegiatan membangun sendiri

atau tidak.

4. Dengan adanya pengawasan yang lebih intensif dalam wilayah kerja KPP

Pratama Pasar Minggu, fiskus bisa mengetahui dimana saja sedangn

dilakukan pembangunan yang dilakukan dengan cara membangun sendiri.

Sehingga bisa di tindaklanjuti kewajiban wajib pajak terutama PPN atas

KMS kepada KPP Pratama Pasar Minggu.

Analisis Para Pihak Terkait

Langkah kelima dari metode LFA ini adalah manganalisa pihak-pihak

yang terkait dalam penerimaan PPN atas KMS, yaitu peran yang diharapkan,

kekuatan atau wewenang yang dimiliki pihak tersebut, keterbatasan, dan upaya

peningkatannya. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa pihak-pihak yang terkait

dalam penerimaan PPN atas KMS adalah sebagai berikut:

1. Wajib pajak terkait PPN atas KMS di wilayah kerja KPP Pratama Pasar

Minggu. Peran yang diharapkan dari KPP Pratama Pasar Minggu adalah

setiap wajib pajak yang terkena peraturan PPN atas KMS bisa melaporkan

dan bisa menyetorkan pajaknya ke KPP Pratama Pasar Minggu. Tetapi

sangat disayangkan wajib pajak yang terkait dengan peraturan PPN atas

Gambar

Tabel 2.1 30 Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1 31 Tabel Lanjutan
Tabel 3.1 Logical Frame Approach
Tabel 4.1 Hasil Riset di KPP Pratama Pasar Minggu tahun 2010
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan diskresi oleh penyidik menurut dasar hukumnya, harus memperhatikan beberapa hal, yakni tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum dan memperhatikan kode

Khairi “Ketika tiang merariq saya berebeng pisuke, laguq araq masalah karena keluarge seninen tiang meleq pisuke saq penoq laloq dait melene kepeng pisuke bejulu ye ampqne ngawinan

Sehingga pada formulasi akan dilakukan evaluasi karakterisasi sediaan dengan menggunakan Virgin Coconut Oil VCO sebagai fase minyak, serta pengujian laju pelepasan kuersetin

1) Setiap kelompok membuat lima buah pertanyaan pada kertas yang telah dibagikan (sesuai materi setiap kelompok). 2) Kertas pertanyaan dilipat dua kali, dan jangan lupa

PENERAPAN TEKNOLOGI BIOFLOK PADA KEGIATAN BUDIDAYA UDANG VANAME : TINJAUAN ASPEK. EKONOMI

Palabras clave: estética de la naturaleza, paisaje, Land Art, Allen Carlson, Richard

Hasil identifikasi supply-demand kemudian dianalisis untuk menggali pengembangan manajemen kawasan sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu kelestarian satwa

Setiap siswa dapat mengikuti proses belajar-mengajar di dalam kelas secara baik bila mahasiswa tersebut mempunyai motivasi belajar yan tinggi.Motivasi untuk belajar merupakan