• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK KEKERASAN DALAM PEMBUBARAN DEMONSTRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK KEKERASAN DALAM PEMBUBARAN DEMONSTRAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

MELAKUKAN TINDAK KEKERASAN DALAM PEMBUBARAN DEMONSTRAN

(Skripsi)

Oleh Handy Sihotang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Dasar Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Masuknya ketentuan mengenai Indonesia adalah negara hukum ke dalam Pasal dimaksudkan adalah untuk memperteguh paham bahwa Indonesia adalah negara hukum, baik dalam penyelenggaraan negara maupun kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum, kita melihat bekerjanya 3 prinsip dasar, yaitu supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equlity before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).1 Sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum kepolisian juga harus tidak bertentangan dengan hukum. Dan jika ditemukan suatu yang bertentangan dengan hukum maka konsekuensi dari hukum itu harus dilakukan.

Menurut Lawrence Meir Friedman terdapat tiga unsur dalam sistem hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum (Legal Culture).2

1

Majelis Permusyawaratan Rakyat Repiblik Indonesia,Panduan Memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan Ayat,Sekretariat Jendral MPR-RI, Jakarta, 2010, hlm. 46

2

(3)

Kehidupan hukum dalam negara hukum sangat ditentukan oleh Struktur Hukum atau lembaga hukum di samping faktor-faktor lain. Lembaga hukum sebagai alat penegakkan hukum sangat menentukan apakah hukum telah ditegakkan sesuai dengan tujuan hukum yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Meskipun substansi hukum yang meliputi peraturan perundang-undangannya baik, namun apabila aparat penegak hukum (Struktur Hukum) tidak baik, maka rasa keadilan dalam masyarakat akan terancam. Akan tetapi bila substansi hukumnya tidak baik atau tidak lengkap namun aparat penegak hukumnya baik akan lebih menjamin rasa keadilan dalam masyarakat.

Kepolisian sebagai bagian dari lembaga eksekutif memiliki hubungan dengan lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang baik vertikal maupun horizontal. Philipus M. Hadjon (dalam Sadjijono, 2008:68) merumuskan bahwa hubungan institusi ditingkat pemerintahan secara vertikal dalam bentuk pengawasan, kontrol dan sebagainya, sedangkan hubungan horizontal meliputi perjanjian kerjasama diantara para pejabat yang berada pada tingkat yang sama. Hubungan vertikal (pengawasan) dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang bertingkat lebih tinggi terhadap yang lebih rendah, sedangkan hubungan horizontal (kerjasama) adalah mengadakan perjanjian kerjasama dengan lembaga-lembaga lain.

(4)

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden dikeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pemisahan Polri dengan TNI dan rumusan peran Polri tersebut menjadi konsep dasar kekuasaan Polri dalam arti tugas, fungsi, wewenang dan tanggungjawab Polri dalam organisasi negara.

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan kekuasaannya terutama sebagai alat penegak hukum, penjaga dan pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayom, pelindung dan pelayan kepada masyarakat secara kelembagaan dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) yang diangkat oleh Presiden atas saran Komisi Kepolisian Nasional dan setelah mendapat persetujuan DPR.

(5)

organisasi kepolisian bebas dari dan tidak tunduk pada organisasi Angkatan Bersenjata.3

Momentum reformasi yang menghendaki pemerintahan yang baik (good governance) dimanfaatkan oleh kepolisian dalam mereformasi diri terhadap

perkembangan demokrasi dan hukum di Indonesia. Langkah yang diambil yakni dengan membentuk kode etik kepolisian dan diberlakukan bagi setiap anggota kepolisian yang mencakup tentang etika pengabdian, etika kelembagaan, dan etika kenegaraan. Kode etik tersebut merupakan suatu landasan etika moral yang bersumber dan berpijak padagood governancedalam menjalankan pemerintahan. Sehingga Kode Etik Profesi Kepolisian merupakan pengejewantahan dari good governance. Pemberlakukan Kode Etik Profesi Kepolisian bagi setiap anggota

Polri hendaknya diiringi dengan tingkat kesadaran dan moralitas anggota Polri dalam menjalankan wewenang yang diamanatkan oleh undang-undang. Sehingga hasil yang dicapai mencakup pemahaman yang mendalam bagi anggota Polri tentang fungsi yang diembannya berorientasi pada masyarakat yang dilayani. Termasuk dalam memberikan perlindungan dan pengayoman dalam hal demonstrasi yang dilakukan oleh kalangan masyarakat.

Di era demokrasi dewasa ini, penyampaian pendapat serta aspirasi oleh siapapun dan kapanpun dapat dilakukan. Hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum oleh rakyat Indonesia dijamin dalam Pasal 28E UUD Tahun 1945. Lebih jauh mengenai mekanisme pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum

3

(6)

diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Penyampaian aspirasi di muka umum atau demonstrasi ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa, buruh, ataupun organisasi masyarakat yang mewakili sekumpulan masyarakat tertentu yang membutuhkan suatu keadilan dari penguasa. Hal ini dilakukan agar aspirasi dari masyarakat dapat di dengar oleh para penguasa. Untuk itu, pemerintah memberikan amanat kepada Polri yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tetapi dalam kurun waktu bulan Februari sampai Maret 2012 Kontras mencatat sekitar 763 orang mengalami kekerasan aparat kepolisian dan sekitar 529 kemudian berakhir dengan penangkapan dan penahanan di kantor Polisi. Mereka yang mengalami kekerasan dan penangkapan karena terlibat bentrok dengan aparat kepolisian saat aparat polisi melakukan pembubaran paksa demontrasi. Pelaku kekerasan dan penangkapan terindentifikasi menggunakan seragam polisi dan pakaian preman.4

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ditekankan bahwa setiap orang berhak untuk melakukan perwujudan hak atas kebebasan berpendapat dan melakukan penyampaian pendapat di muka umum. Undang-undang tersebut memberikan koridor bahwa

4

(7)

aksi masa dalam undang-undang tersebut dikategorikan ke dalam unjuk rasa, demonstrasi, pawai dan mimbar bebas. Tugas institusi kepolisian adalah sebenarnya memberikan perlindungan dan jaminan kebebasan atas kebebasan berekspresi pendapat setiap orang. Persoalannya adalah di lingkungan internal Institusi Kepolisian sendiri adalah bahwa di dalam diri mereka muncul stigma bahwa demonstrasi itu selalu akan cenderung anarki. Peran polisi saat ini adalah sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai aparat penegak hukum dalam proses pidana.

(8)

muka umum, agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat dapat berjalan dengan baik dan tertib berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008.

Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara (demonstrasi), Polri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan sesuai Pasal 13 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008. Di samping itu, ada peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas). Aturan yang lazim disebut Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif. Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.

(9)

permasalahan-permasalahan yang ada didalam masyarakat. Sehingga baik atau buruk dalam mengatasi permasalahan tersebut bergantung pada profesionalisme anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.5

Perbuatan melanggar hukum yang dalam koredor hukum disiplin Polri ataupun pelanggaran kode etik, penyelesaiannya secara internal kelembagaan, yakni melalui sidang disiplin maupun sidang Komisi Kode Etik Profesi, sebagaimana yang telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin bagi Anggota Polri. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Polri, maka pemeriksaan bagi anggota Polri dalam perkara pidana mulai dari tingkat penyidikan sampai persidangan mendasar pada ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHP. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian dengan judul “Pertanggungjawaban Anggota Polri yang Melakukan Tindak Kekerasan dalam

Pembubaran Demonstran”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti membatasi masalah yang menyangkut Pertanggungjawaban Pidana terhadap Anggota Polri yang Melakukan Tindak Kekerasan Dalam Pembubaran Demonstrasi, yaitu sebagai berikut:

5

(10)

a. Bagaimana identifikasi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap demonstran?

b. Bagaimanakah pertanggungjawaban anggota Polri yang melakukan tindak kekerasan dalam pembubaran demonstrasi?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian meliputi: lingkup pembahasan adalah pertanggungjawaban terhadap anggota Polri, akibat hukum terhadap anggota Polri yang melakukan tindak kekerasan dalam pembubaran demonstrasi. Lokasi penelitian yang akan dilakukan adalah di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung (Polresta Bandar Lampung). Sedangkan lingkup bidang ilmu bagian hukum pidana adalah Studi Lembaga Penegak Hukum.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui identifikasi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh

anggota Polri terhadap demonstran.

(11)

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, juga menambah wawasan pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum pidana.

.

b. Kegunaan Praktis, yaitu memberikan masukan kepada aparat penegak hukum mengenai pertanggungjawaban terhadap anggota Polri yang melakukan tindak kekerasan dalam pembubaran demonstran.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. Pada setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.6

Menurut Soedarto syarat-syarat Pemidanaan adalah :

a. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan hukum.

6

(12)

b. Orang, dalam hal ini mengacu kepada kesalahan, meliputi kemampuan bertanggungjawab dan segala (Dolus/.Opzet) atau Lalai (Culpa/Alpa)(Tidak ada alasan pemaaf).

Berdasarkan teori di atas Teori Pertanggungjawaban Pidana mengacu kepada kesalahan baik kesalahan sengaja (Dolus/.Opzet) atau karena faktor lalai (Culpa/Alpa). Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu) Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan7.

Pertanggungjawaban pidana sebagai syarat pemidanaan subjektif yang memiliki unsur sebagai berikut :

a. Kemampuan bertanggungjawab.

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan melawan hukum.

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan.

b. Kesalahan dalam arti luas.

1. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja atau lesalahan dalam arti sempit;

7

(13)

2. Tidak adanya dasar peniadaan pidana menghapus dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.8

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak lain. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni dapat dipertanggungjawabannya dari si pembuat, adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pembenar, atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja. akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

Unsur-unsur yang mengakibatkan dipidananya seseorang terdakwa adalah mampu bertanggungjawab, syarat-syarat orang mampu bertanggungjawab adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan tang tidak diperbolehkan. Faktor kehendak yaitu menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyahfan atas mana yang diperbolehkan dan yang tidak.

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan bertindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang

8

(14)

terdakwa atau tersengka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang tata cara dan proses penjatuhan suatu hukuman, namun tidak hanya proses utuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil guna menjatuhkan putusan bagi seseorang terdakwa yang diatur, tetapi juga mengatur pokok-pokok cara pelaksanaan dari putusan tersebut. Apa yang diatur dalam hukum acara pidana adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam menegakkan ketertiban umum, sekaligus juga bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah gambaran tentang hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti.9

Pengertian istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu:

a. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu10 b. Hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang

mengandung keharusan atau larangan terhadap pelanggaran mana, diancam dengan hukuman yang berupa siksaan badan

9

Soerjono, Soekamto,op. cit, hlm. 132

10

(15)

c. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggung- jawabkan secara pidana terhadap seoang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.11

d. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

e. Demonstran merupakan orang yang menjadi pelaku dan pelaksana dari aksi unjuk rasa atau demonstrasi

f. Kekerasan adalah prinsip dasar dalam hukum publik dan privat romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat artinya bahwa semua kewenangannya tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenangan-wenangan itu dapat pula dimasukkan dalam rumusan kekerasan ini.12

11

Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, 1979, Jakarta, Aksara Baru, hlm. 73

12

(16)

E. Sistematika Penulisan

Agar dapat memudahkan pemahaman terhadap penulisan skripsi ini secara keseluruhan, maka Penulis membuat Sistimatika Penulisan sebagai berikut:

1. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang pemilihan judul, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi telaah kepustakaan yang berupa pengertian-pengertian umum dari pokok-pokok bahasan mengenai Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anggota Polri yang Melakukan Tindak Kekerasan Dalam Pembubaran Demonstrasi.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab metode penelitian yang dimulai dari kegiatan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(17)

terhadap anggota polri yang melakukan tindak kekerasan dalam pembubaran demonstrasi.

V. PENUTUP

(18)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empris. Untuk itu diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuranterhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap demonstran dan pertanggungjawabannya.

(19)

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian pustaka meliputi buku-buku literatur, peraturan perUndang-Undangan, dokumen-dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan seterusnya dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yang berasal dari: 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang Hukum Pidana

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia

(20)

1. Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa

2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum

3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara

4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

5. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari hasil-hasil penelitian, literatur-literatur, media internet, petunjuk teknis maupun pelaksanaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap demonstran dan pertanggungjawabannya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

(21)

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi.36 Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode purposive proporsional sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan

cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.37

Sampel yang dijadikan responden adalah :

1. Anggota Polri : 1 Orang

2. Aktivis Mahasiswa : 1 Orang

3. Akedemisi Fakultas Hukum Unila : 1 Orang

Jumlah : 3 Orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi kepustakaan(library research)

Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hubungan dengan tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap demonstran dan pertanggungjawabannya.

36

Singarimbun, Masri, & Sfian Effendi,Metode Penelitian Survey,1991, LP3ES, Jakarta, hlm. 152

37

(22)

b. Studi lapangan(field research)

Studi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer, yang dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan responden atau pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan penulisan.

b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan. c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan

disusun dengan urutannya.

E. Analisis Data

(23)
(24)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana.Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung

Arief, Barda Nawawi. 1999.Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung :Citra Aditya Bakti.

Atmasasmita, Romli. 1989. Asas-asas Perbandingan Hukum Pidana. Yayasan LBH: Jakarta

Assofa, Burhan. 1998.Metodologi Penelitian Hukum.Rhineka Cipta: Jakarta

Hamzah, Andi. 2008. Asas - Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta: Jakarta

---. 1994.Asas Asas Hukum Pidana.Jakarta: Rineka Cipta

Lamintang, P.A.F. 1984.Hukum Penitensier Indonesia.Armico: Bandung

Lampung, Universitas. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: University Press Lampung

---. 1992.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 2010.Panduan

Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR-RI: Jakarta

Makarao, Muhammad Taufik. 2005.Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Studi Tentang Bentuk-Bentuk Pidana Khususnya Pidana Cambuk Sebagai Suatu Bentuk Pemidanaan.Kreasi Wacana: Yogyakarta

(25)

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005.Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, 2005. Alumni: Bandung

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum.Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Saleh, Roeslan. 1979.Stelsel Pidana Indonesia. Aksara Baru: Jakarta

---. 1983.Perbuatan Pidana & Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru: Jakarta

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris. 1995.Hukum Pidana.Yogyakarta: Liberty

Singarimbun, Masri & Sfian Effendi. 1991.Metode Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta

Sudarto. 1990.Hukum Pidana I.Yayasan Sudarto: Semarang

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Rajawali.

---. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

(26)

http://mardalli.wordpress.com/2009/05/23/profesionalisme-polisi-republik-indonesia-di-mata-masyrakat-sebagai-profesi-hukum/

http://www.indomedia.com/Upaya Mereduksi budaya Militerisme dalam pendidikan Polri

http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-pidana/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan

(27)

1. Tim Penguji

Ketua :Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. .………...

Sekretaris/Anggota :Tri Andrisman, S.H., M.H. ..……….

Penguji Utama :Dr. Maroni, S.H., M.H. ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

(28)

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan menyertai sepanjang perjalanan penulisan skripsi ini.

Sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang serta bakti yang tulus, kupersembahkan karya kecil ini

teruntuk :

Kedua orang tuaku tercinta yang terus berjuang tanpa kenal lelah, menyayangi dengan tulus ikhlas tanpa mengharap balasan dan senantiasa berdoa untuk

kebahagiaan dan masa depan anak-anaknya.

Kakak dan adikku tersayang yang memberi motivasi dan semangat dalam hidupku.

Kawan-kawan Angkatan 2009 Fakultas Hukum Universitas Lampung

(29)

yang Melakukan Tindak Kekerasan dalam Pembubaran Demonstran

Nama Mahasiswa :Handy Sihotang No. Pokok Mahasiswa : 0912011152

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H.

NIP. 196109121986031003 NIP. 196112311989031023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(30)

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya pada Tanggal 16 Maret 1991, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak J.M Sihotang dan Ibu S. Nainggolan. Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Proklamasi Bandar Harapan Lampung Tengah diselesaikan Tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kristen 3 Bandar Jaya Terbanggi Besat pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Terbanggi Besar diselesaikan pada Tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar yang diselesaikan pada Tahun 2009.

(31)

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa melimpahkan berkatnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pertanggungjawaban terhadap Anggota Polri yang Melakukan Tindak Kekerasan dalam Pembubaran Demonstran” Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu dan pengalaman yang belum pernah diperoleh sebelumnya dan diharapkan ilmu dan pengalaman tersebut kelak dapat bermanfaat di masa yang akan datang.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan Penulis. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana

(32)

memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran, serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran, serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H. Dosen Pembahas I yang senantiasa memberikan waktu, masukan, saran dan kebaikannya selama penulisan skripsi ini.

7. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan waktu, masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Abdul Muthalib, S.H., M.H. Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan.

9. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama proses pendidikan dan atas bantuannya selama ini.

11. Mbak Sri dan Mbak Yanti, terima kasih atas bantuannya selama ini.

(33)

dukungan dan semangat yang diberikan.

14. Seluruh Keluarga Besarku yang telah banyak memberikan banyak dukungan moril dan materil kepada penulis.

15. Aiptu Sunarto KS Selaku Kasubnit 1 Jatanras Polresta Bandar Lampung yang telah banyak memberikan inforasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Gerchad Tobing selaku aktivis mahasiswa GMKI Cabang Bandar Lampung yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

17. Seluruh sahabat-sahabatku Bares 2009: Nico Andreas Simanungkalit, Andi Krisno Pakpahan, Waldi Marbun, Adi S Nainggolan, Verdy Tambunan, Timoteus Silalahi, Elsie Panggabean, Liberti Sitepu, Alrferi Sianturi, Daniel Marbun, dan Revan Tambunan atas kebersamaan yang terus dijalin sampai saat ini.

18. Rekan Pemuda/I dan Remaja serta seluruh Jemaat dan Para Hamba Tuhan Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Bandar Jaya yang telah memberikan banyak dukungan doa.

(34)

2006: K’Titin, Risna, Dewi, Udut, Richard, Dima, Elfrida, Munthe, Adatua,

Dede, Torang, Sonya dan seluruh anggota yang tidak dapat disebutkan.

21. Saudara-saudara KKN Tematik Unila Periode Januari 2012: Agung, Dio, Gigih, Santoso, Ita, Winda, Leli, Nuri, Gusti, dan Keluarga besar Bapak Sumali penulis ucapkan banyak terimakasih.

22. Teman-teman Kos Villa Ilman: Jay, Karno, Eric, Sefi, Henri, Indra, Arif, Franky, Andi, Rudi, Wahyu Jaka, Wahyu PKN, Rico, Rahmadi, dan seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan penulis ucapkan banyak terima kasih.

23. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Amin.

Bandar Lampung, 31 Januari 2013 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIE semester II SMP N

Cad.. Setelah ditaksir, maka harga pasar wajar kendaraan tersebut senilai Rp 7.850.000,-. Buat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut, baik dengan metode langsung maupun

Dilihat dari hasil penelitian, menunjukan bahwa responden terbanyak yaitu 21 responden dari 77 responden menerima pelayanan IGD atau response time yang tidak

Pendaftar hanya dapat melamar satu jenis formasi yang kosong pada satu instansi (pelaksanaan tes tertulis serempak se Jawa Tengah). Panitia tidak akan memproses berkas

Adapun tujuan dalam penelitian ini “ Untuk mengetahui apakah media boneka tangan dan gambar binatang dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia materi menyimak dongeng

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap siswa tentang seks bebas, siswa SMU Patria Bantul mengalami peningkatan yaitu sebelum diberikan penyuluhan sikap responden negatif

Desain eksperimen dalam penelitian kali ini adalah 3x3 yang artinya terdapat 3 macam jenis insentif, yaitu insentif tournament, insentif material acak dan non insentif

pasien yang keluar rumah sakit (hidup atau mati) dari tiap-tiap ruang rawat. inap dan jumlah lama perawatan dari pasien-pasien