• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Teori Sinyal

Sinyal dapat diartikan sebagai peringatan, simbol atau tulisan

yang ditampilkan secara terbuka untuk memberi informasi atau

mempromosikan sesuatu dengan tujuan menyampaikan pesan atau

pertanda dari simbol atau tulisan tersebut (Scholastic Dictionary, 2011).

Menurut Brigham dan Houston isyarat atau signal adalah suatu tindakan

yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang

bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dorongan

perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri

informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal (Nuswandari,

2009).

Asimetri informasi biasanya terjadi jika manajemen tidak

menyampaikan semua informasi secara utuh yang nantinya akan dapat

mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal. Untuk menghindari

terjadinya asimetris informasi, perusahaan memberikan sinyal kepada

pihak luar yang dapat berupa informasi tahunan yang dapat dipercaya

dan dapat mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan

pada masa yang akan datang. Informasi tahunan yang diberikan dapat

berupa informasi keuangan dan non akuntansi seperti laporan GCG

11 tersebut, terlebih jika informasi yang diberikan berupa kabar baik.

Beberapa penelitian menunjukkan semakin besar perusahaan makin

banyak informasi yang disampaikan secara sukarela. Pengungkapan

yang bersifat sukarela merupakan sinyal positif bagi perusahaan

(Nuswandari, 2009).

Teori sinyal ini digunakan dalam penelitian ini karena

berhubungan dengan pengungkapan ICSR dan GCG oleh bank syariah.

Pengungkapan aktivitas sosial yang baik bisa meningkatkan reputasi

perusahaan. Selain itu seperti yang dikatakan oleh Syukron (2015)

aktivitas sosial merupakan nilai tambah yang dapat berimplikasi pada

meningkatnya profitabilitas jangka panjang.

2. Bank Umum Syariah

Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank

Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa

Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan

('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme

(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan

obyek yang haram. Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan

menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah.

Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah

12 pembayaran. Dalam masalah kepatuhan syariah (syariah compliance)

yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI)

direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus

dibentuk pada masing-masing Bank Syariah. Dewan pengawas syariah

adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada

direksi serta mengawasi kegiatan bank syariah agar sesuai dengan

prinsip syariah (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

64/POJK.03/2016).

Dalam kegiatan bank syariah ada hal yang terjadi dalam kondisi

darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah sehingga

secara prinsip dilarang yang dapat dikatakan sebagai penerimaan

non-halal (PSAK 101). Jika terdapat pendapatan non-non-halal maka pendapatan

tersebut tidak boleh disajikan di dalam laporan laba rugi entitas syariah

maupun laba rugi konsolidasian entitas konvensional yang

mengkonsolidasikan entitas syariah.

Informasi pendapatan non-halal tersebut disajikan dalam laporan

sumber dan penggunaan dana kebajikan yang kemudian dapat

digunakan untuk kegiatan sosial bank syariah. Ketua MUI Ma'ruf Amin

mengatakan bahwa dana non halal bank syariah hanya boleh digunakan

untuk kepentingan sosial. Ia menjelaskan jika dana non halal juga tidak

boleh bercampur dengan keuntungan bank tersebut. salah satu

pendapatan nonhalal bank syariah itu berupa denda nasabah ketika

13 3. Islamic Corporate Social Responsibility

Dalam beberapa tahun terakhir, tanggung jawab sosial yang

dilakukan perusahaan merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan rasa kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar.

Bank syariah diharapkan menggambarkan tingkat tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi dan jelas dalam praktik pelaporan sosial mereka yang dibuktikan dalam laporan tahunan (Zubairu et al, 2011). Corporate

Social Resposibility adalah mekanisme bagi suatu perusahaan untuk

secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan sosial

ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang

melebihi tanggungjawab sosial di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam

Kurnianto, 2014).

Meningkatkan kesadaran mengenai peran bisnis dalam

masyarakat telah menyebabkan permintaan yang lebih besar bagi

manajer untuk menerapkan CSR yang dapat memenuhi permintaan

berbagai pemangku kepentingan (Arshad et.al, 2012). CSR juga

merupakan salah satu informasi yang harus tercantum di dalam laporan

tahunan perusahaan seperti yang diatur dalam UU RI No. 25 Tahun

2007. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman

Modal, pasal 15 menyebutkan bahwa setiap penanam modal

berkewajiban:

a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

14 c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.

d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal.

e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan

Penjelasan atas Pasal 15 (b) lebih lanjut menerangkan bahwa ”tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap

menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan

lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.

Islamic Corporate Social Responsibility (ICSR) sendiri

merupakan sebuah konsep CSR Islami yang dikembangkan dari CSR

konvensional. Corporate social responsibility dalam perspektif Islam

menurut AAOIFI yaitu segala kegiatan yang dilakukan institusi

keuangan Islam untuk memenuhi kepentingan religius, ekonomi,

hukum, etika dan discretionary responsibilities sebagai lembaga

financial intermediary baik bagi individu maupun bagi institusi. Hal ini

menunjukkan bahwa pengungkapan CSR adalah alat dimana

manajemen dapat mempengaruhi persepsi dari berbagai pemangku

kepentingan. Dalam kaitannya dengan perusahaan yang diatur oleh

prinsip-prinsip hukum moral Islam, diharapkan segala kegiatan tetap

pada jalur yang seharusnya (Arshad et.al, 2012).

Penelitian tentang ICSR pertama kali dilakukan oleh Haniffa

15 berdasarkan prinsip ketauhidan, hukum syariah dan etika untuk

perusahaan Islam yang menghasilkan kerangka CSR yang disebut

Islamic Social Reporting Disclosure atau ISR. Dari penelitiannya

didapatkan 5 tema pengungkapan ISR, yaitu tema keuangan dan

investasi, produk, karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Penelitian

tersebut kembali dikembangkan oleh Othman et.al (2009) sehingga

menjadi 6 tema, yaitu tema keuangan dan investasi, produk, karyawan,

masyarakat, lingkungan, dan tata kelola.

Menurut Djakfar (2007) Implementasi CSR dalam Islam secara

rinci harus memenuhi beberapa unsur yang berbeda dengan CSR secara

universal yaitu:

a. Al-Adl

Dalam beraktifitas di dunia bisnis, Islam mengharuskan

berbuat adil yang diarahkan kepada hak orang lain, hak lingkungan

sosial, hak alam semesta. Jadi, keseimbangan alam dan

keseimbangan sosial harus tetap terjaga bersamaan dengan

operasional usaha bisnis. Islam juga melarang segala bentuk

penipuan, gharar (spekulasi), najsyi (iklan palsu), ihtikar

(menimbun barang) yang akan merugian pihak lain.

b. Al-Ihsan

Ihsan adalah melakukan perbuatan baik, tanpa adanya

kewajiban tertentu untuk melakukan hal tersebut. Ihsan adalah

16 unsur ihsan dimaksudkan sebagai proses niat, sikap dan perilaku

yang baik, transaksi yang baik, serta berupaya memberikan

keuntungan lebih kepada stakeholders. Implementasi CSR dengan

semangat ihsan akan dimiliki ketika individu atau kelompok

melakukan kontribusi dengan semangat ibadah dan berbuat karena

atas ridho Allah SWT.

c. Manfaat

Konsep ihsan yang telah di jelaskan di atas seharusnya

memenuhi unsur manfaat bagi kesejahteran masyarakat (internal

maupun eksternal perusahaan). Konsep manfaat dalam CSR, lebih

dari aktivitas ekonomi. Bank syariah sudah seharusnya

memberikan manfaat yang lebih luas dan tidak statis misalnya

terkait bentuk philanthropi dalam berbagai aspek sosial seperti

pendidikan, kesehatan, pemberdayaan kaum marginal, pelestarian

lingkungan.

d. Amanah

Amanah dalam perbankan dapat dilakukan dengan pelaporan

dan transparan yang jujur kepada yang berhak, serta amanah dalam

pembayaran pajak, pembayaran karyawan, dll. Amanah dalam

skala makro dapat direalisasikan dengan melaksanakan perbaikan

sosial dan menjaga keseimbangan lingkungan. Dalam perspektif

17 sosial (CSR) terdapat tiga bentuk implementasi yang dominan

yaitu:

1) Tangung Jawab Sosial (CSR) terhadap para pelaku dalam

perusahaan dan stakeholder.

2) Tanggung Jawab Sosial (CSR) terhadap lingkungan alam.

3) Tanggung Jawab Sosial (CSR) terhadap kesejahteraan sosial

secara umum.

4. Good Corporate Governance

Good Corporate governance telah menjadi salah satu isu yang

paling disoroti dalam dunia bisnis saat ini (Basuony, et.al, 2014). Istilah

corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadburry

Committee pada tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai

Cadbury Reports (Salim dan Christiawan, 2017). Kegagalan perusahaan

besar dan rentetan krisis ekonomi selama 20 tahun terakhir telah

menimbulkan banyak pertanyaan dan memusatkan perhatian pada

isu-isu terkait tata kelola perusahaan, terutama bagi lembaga keuangan

(Srairi 2015). Penerapan tata kelola yang baik di Indonesia diatur dalam

POJK No. 55 /POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank

Umum.

Corporate governace dapat didefinisikan sebagai susunan aturan

yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor,

pemerintah, karyawan,dan stakeholder internal dan eksternal yang lain

18

governance untuk mengatur pembagian tugas dan kewajiban masing –

masing pihak terhadap perusahaan agar tercipta hubungan yang baik dan

transparan selain itu tata kelola yang baik juga mencerminkan

perusahaan taat akan peraturan yang ada.

Dalam industri perbankan syariah penerapan GCG telah diatur

melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009. Peraturan ini

dikeluarkan karena adanya keinginan dari Bank Indonesia agar

perbankan syariah memiliki tata kelola yang sehat dengan adanya upaya

untuk melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku secara

umum pada perbankan syariah. Dalam Peraturan Bank Indonesia pasal

2 ayat 1 menyebutkan bahwa bank syarih wajib menerapkan good

corporate governance dalam segala kegiatan usahanya.

Penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perbankan tidak

hanya mampu meningkatkan kinerja bank tapi juga dapat meningkatkan

stabilitas dari sistem keuangan dan memberikan manfaat dalam

berkontribusi mensejahterakan masyarakat. Menurut KNKG (2006)

terdapat 5 (lima) asas GCG yaitu transparansi (transparency),

akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility),

independensi (independency), dan kewajaran (fairness).

a. Transparansi (transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, bank

19 yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.

Bank syariah harus berinisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya

masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,

tetapi juga hal penting bagi pengambilan keputusan oleh pemangku

kepentingan.

b. Akuntabilitas (accountability)

Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk

mencapai kinerja yang berkesinambungan. Bank syariah harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

Untuk itu bank syariah harus dikelola secara benar, terukur dan

sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap

memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku

kepentingan lain.

c. Responsibilitas (responsibility)

Bank syariah harus mematuhi peraturan

perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat

dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha

dalam jangka panjang.

d. Independensi (independency)

Bank syariah harus dikelola secara independen sehingga

masing-masing organ perusahaan tidak mendominasi dan tidak

dapat diintervensi oleh pihak lain. Masing-masing organ bank

20 anggaran dasar dan peraturan perundang-indangan, tidak saling

mendominasi dana tau melempar tanggung jawab antara satu dengan

yang lain.

e. Kewajaran (fairness)

Bank syariah harus memberikan kesempatan yang sama

dalam penerimaan karyawan, berkarir, dan melaksanakan tugasnya

secara professional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,

gender, dan kondisi fisik.

Bank Indonesia selaku regulator melalui SEBI 12/13 DPbS

(2010) telah mewajibkan bank syariah untuk melakukan penilaian

sendiri (Self Assessment) terhadap penerapan GCG. Terdapat 11 faktor

dalam self assessment yakni: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

Dewan Komisaris, Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi,

Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite, Penanganan benturan

kepentingan, Penerapan fungsi kepatuhan, Penerapan fungsi audit

intern, Penerapan fungsi audit ekstern, Penerapan manajemen risiko

termasuk sistem pengendalian intern, Penyediaan dana kepada pihak

terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large exposures),

Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan

pelaksanaan GCG dan pelaporan internal serta Rencana strategis Bank.

Dalam pelaporan Self Assessment GCG ada beberapa tahapan

21 terhadap hasil pelaksanaan self assessment GCG Bank yang berbeda

dengan hasil pemeriksaan/pengawasan Bank Indonesia:

1. Menetapkan Nilai Peringkat per Faktor, dengan melakukan Analisis

Self Assessment dengan cara membandingkan Tujuan dan

Kriteria/Indikator yang telah ditetapkan dengan kondisi Bank yang

sebenarnya

2. Menetapkan Nilai Komposit hasil self assessment, dengan cara

membobot seluruh Faktor, menjumlahkannya dan selanjutnya

memberikan Predikat Kompositnya.

3. Apabila hasil pelaksanaan self assessment GCG Bank menunjukkan

perbedaan yang material yakni mengakibatkan hasil Predikat

Komposit yang berbeda, maka Bank wajib menyampaikan revisi

hasil pelaksanaan self assessment GCG Bank tersebut secara lengkap

kepada Bank Indonesia.

4. Revisi hasil self assessment pelaksanaan GCG Bank tersebut, harus

dipublikasikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Bank pada

periode terdekat, meliputi Nilai 5 Komposit dan Predikatnya.

5. Hasil penilaian (self assessment) pelaksanaan GCG sebagaimana

yang dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

22 Tabel 2.1

Perhitungan Nilai Komposit Self Assessment

No. Faktor Peringkat

(a)

Bobot (b)

Nilai (a) X (b)

1 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris

12.50%

2 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi

17.50%

3 Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite

10.00%

4 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah

10.00%

5 Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa

5.00%

6 Penanganan benturan kepentingan 10.00%

7 Penerapan fungsi kepatuhan Bank 5.00%

8 Penerapan fungsi audit intern 5.00%

9 Penerapan fungsi audit ekstern 5.00%

10 Batas Maksimum Penyaluran Dana 5.00%

11 Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal

15.00%

Nilai Komposit 100.00%

Predikat : Sangat Baik/Baik/Cukup Baik/Kurang Baik/Tidak Baik*) Sumber: SEBI 12/13DPbS,2010

Tabel 2.2

Nilai Komposit Self Assessment GCG Menurut Bank Indonesia

Nilai Komposit Predikat Komposit

Nilai Komposit < 1.5 Sangat Baik

1.5 ≤ Nilai Komposit < 2.5 Baik

2.5 ≤ Nilai Komposit < 3.5 Cukup Baik

3.5 ≤ Nilai Komposit < 4.5 Kurang Baik

4.5 ≤ Nilai Komposit ≤ 5 Tidak Baik

23 5. Reputasi Bank Syariah

Reputasi adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah

perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Berdasarkan Oxford Student’s Dictionary of English (2001) reputasi adalah opini terhadap suatu hal atau seseorang berdasarkan penilaian orang-orang

secara umum. Reputasi merupakan sebuah representasi kolektif atas

tindakan-tindakan perusahaan di masa lalu dan hasil-hasil yang

menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghadirkan hasil

yang bernilai bagi banyak pemangku kepentingan (Mulyono, 2015).

Reputasi menjadi dasar penilaian dalam menentukan apakah suatu bank

syariah layak untuk dijadikan mitra kerjasama oleh nasabah (Wardayati,

2011).

Bagi suatu perusahaan, reputasi dan citra korporat merupakan

aset yang paling utama dan tak ternilai harganya. Oleh karena itu segala

upaya, daya dan biaya dilakukan untuk meningkatkan citra yang sudah

melekat pada perusahaan. Bramer dan Pavelin (2004) menyatakan

bahwa reputasi perusahaan akan ditingkatkan ketika perusahaan terlibat

dalam kegiatan CSR dan mengungkapkannya dalam laporan tahunan

mereka.

Bank syariah yang prinsip dasarnya adalah menggunakan prinsip

Islam harus menunjukan reputasi yang baik dengan adanya kepercayaan

masyarakat akan prinsip-prinsip yang dianut oleh bank syariah.

24 kesesuaian antara apa yang dikatakan perusahaan mengenai dirinya dan

apa yang orang lain lihat (Harpur, 2002). Oleh sebab itu umumnya

penelitian mengukur reputasi secara kualitatif dengan menggunakan

kuesioner atau wawancara. Namun reputasi juga dapat diukur secara

kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Reskino (2016) yang mengukur

reputasi menggunakan ukuran lain, yakni capaian perusahaan based on

market.

6. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat

kesuksesan dalam menjalankan perusahaan. Kinerja perusahaan

merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok

orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung

jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan

secara legal, tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan

moral dan etika (Rivai dan Fawzi 2004). Kinerja merupakan indikator

dari baik buruknya keputusan manajemen dalam pengambilan

keputusan (Widagdo dan Dewi, 2012).

Terdapat beberapa cara untuk menganalisis kinerja keuangan

yang dilakukan dapat menjadi suatu tolak ukur yang dapat diandalkan

dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan strategik (Amir,

2002). Penilaian kinerja kuangan biasanya diproksikan oleh rasio-rasio

25 Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip

Syariah pasal 3 disebutkan 6 penilaian terhadap kesehatan bank yaitu:

a. Permodalan (capital);

b. Kualitas aset (asset quality);

c. Manajemen (management);

d. Rentabilitas (earning);

e. Likuiditas (liquidity); dan

f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk).

Rasio yang paling sering digunakan untuk menilai kinerja

keuangan adalah rasio Profitabilitas (earning). Menurut Astuti (2002)

profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan

laba. Dalam hal ini laba bersih merupakan hal penting karena

memperlihatkan secara langsung keuntugan yang dimiliki perusahaan.

Return on Equity (ROE) merupakan alat yang paling sering digunakan

investor dalam pengambilan keputusan investasi (Indrawan 2011). ROE

dapat memberikan gambaran mengenai tiga hal pokok, yaitu

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitability) lalu

efisiensi perusahaan dalam mengelola asset (assets management), serta

utang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial leverage) (Arifin

dan Wardani, 2016). Pemilihan ROE sebagai proxy dari kinerja

keuangan karena ROE dianggap sesuai dalam mencerminkan usaha

perusahaan dalam menghasilkan laba dari sumber daya yang dimiliki

26

Dokumen terkait