II. TINJAUAN PUSTAKA
2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Bagian ini akan membahas hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai integrasi pasar, baik komoditi pangan maupun komoditi lainnya. Pembahasan juga
menyangkut tentang penelitian-penelitian yang menggunakan metode VAR dan
Index of Market Connection (IMC). Sampai saat ini penelitian-penelitian tentang
integrasi pasar telah banyak dilakukan, tetapi yang membahas khusus tentang
komoditi pangan (beras dan gula) di kawasan ASEAN masih terbatas.
Menurut Irawan dan Rosmayanti (2007), salah satu cara untuk memahami
struktur, tingkah laku dan efektivitas pasar adalah dengan memahami kekuatan
relatif suatu pasar serta mekanisme perambatan harga dari satu pasar ke pasar lainnya melalui kajian integrasi pasar, hal ini akan membantu pemerintah untuk
menentukan kebijakan harga yang tepat. Sejalan dengan hal tersebut, Adiyoga et
48
pusat konsumsi mengemukakan bahwa pengukuran integrasi pasar kentang dapat
memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna
untuk memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, memantau pergerakan harga,
melakukan peramalan harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur
pemasaran kentang.
Menurut Adiyoga et al. (2006), beberapa alternatif pengujian tersedia untuk mengkaji kointegrasi, namun telah terbukti bahwa pendekatan VAR yang
dikembangkan oleh Johansen (1988) menunjukkan keragaan yang lebih baik
dibandingkan dengan pendekatan persamaan tunggal serta metode multivariat
lainnya. Pendekatan VAR semakin sering digunakan dalam studi deliniasi pasar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hadi (2003), yang menjelaskan bahwa VAR
merupakan alat analisis atau metode statistik yang bisa digunakan baik untuk
memproyeksikan sistem variabel-variabel runtut waktu maupun untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem
variabel tersebut. Selain itu, VAR juga merupakan alat analisis yang sangat
berguna, baik dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship)
antara variabel-variabel ekonomi, maupun di dalam pembentukan model ekonomi
berstruktur.
Selanjutnya Hadi (2003), mengemukakan bahwa pada dasarnya analisis
VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan, oleh karena
dalam analisis VAR kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya dengan model persamaan
simultan biasa adalah bahwa dalam analisis VAR masing-masing variabel selain
dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Di samping itu,
dalam analisis VAR biasanya tidak ada variabel eksogen dalam model tersebut.
Adiyoga et al. (2006), mengatakan bahwa semakin banyak studi integrasi
pasar yang menggunakan pendekatan dua tahap Engle-Granger (EG). Beberapa
penelitian yang menggunakan pendekatan ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Irawan dan Rosmayanti (2007), Anwar (2005), dan Hadi (2003). Tahap pertama ditempuh dengan melakukan pengujian apakah data harga yang dikaji
bersifat nonstationary I(1) berdasarkan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF), atau
berdasarkan uji unit root lainnya. Tahap kedua dilakukan dengan mengestimasi
suatu model statis sederhana dari serial harga I(1) terhadap serial harga I(1)
lainnya, serta menguji apakah residualnya bersifat stationary I(0). Selanjutnya
ditarik kesimpulan bahwa harga-harga menyebar menuju suatu ekuilibrium jangka
panjang dan bahwa pasar terintegrasi jika hipotesis nol dari simpangan nonstasioner ditolak.
Hadi (2003), yang menggunakan analisis VAR untuk mencari ada tidaknya
korelasi timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan investasi pemerintah di
Indonesia menyatakan bahwa keunggulan dari analisis VAR antara lain adalah:
(1) metode ini sederhana, kita tidak perlu khawatir untuk membedakan mana
variabel endogen, mana variabel eksogen, (2) estimasinya sederhana, dimana
metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah,
dan (3) hasil perkiraan yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan
50
Hasil penelitian Adiyoga et al. (2006), menemukan bahwa penggunaan
analisis kointegrasi terhadap data serial harga harian, mingguan dan bulanan
secara konsisten mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung,
Sumatera Utara dan Singapura terintegrasi. Kointegrasi dalam hal ini merupakan
implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah
ekonomi (harga). Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang
terintegrasi seperti ini akan banyak membantu produsen dan konsumen, karena
rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar.
Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu
membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan
keunggulan komparatifnya. Hal ini pada gilirannya akan mengarah pada
penggunaan sumber daya yang lebih efisien.
Irawan dan Rosmayanti (2007), mengemukakan hasil penelitiannya bahwa
dari hasil uji kointegrasi dapat disimpulkan pasar beras di wilayah Provinsi
Bengkulu belum terintegrasi secara penuh. Jadi pasar beras di Provinsi Bengkulu
ada yang independen dan ada yang saling ketergantungan satu dengan yang
lainnya. Kondisi ini menunjukkan masih terdapat pengaruh-pengaruh eksogenus
yang dapat mempengaruhi harga beras. Jika pasar beras tidak terintegrasi secara
penuh berarti pasar dalam struktur bersaing tidak sempurna. Hasil penelitian
Bustaman (2003), menyatakan secara umum dapat dikatakan bahwa pasar beras tingkat provinsi di Indonesia saling terintegrasi dengan provinsi-provinsi lainnya,
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa
terpadu, sehingga kondisi keseimbangan di suatu pasar akan saling mempengaruhi
keseimbangan di pasar lainnya. Integrasi yang baik dapat dijadikan indikator
bahwa kinerja pemasaran komoditi beras domestik secara keseluruhan bekerja
secara efisien.
Provinsi yang memiliki hubungan self sufficient-defisit dan surplus-defisit
memiliki derajat integrasi paling tinggi, sedangkan provinsi yang memiliki hubungan self sufficient-self sufficient memiliki derajat integrasi paling rendah.
Kondisi ini mencerminkan bahwa integrasi pasar yang terjadi merupakan integrasi
pasar alamiah. Hal ini dikarenakan pasar yang defisit akan mendatangkan beras
dari pasar sekitarnya, terutama dari daerah surplus untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya. Provinsi yang relatif self sufficient akan mendatangkan beras dari
daerah surplus, sehingga peluang perdagangan dengan provinsi sesama self
sufficient menjadi rendah.
Integrasi pasar juga bisa dianalisis dengan model IMC melalui pendekatan
Autoregressive Distributed Lag. Beberapa penelitian yang menggunakan model
ini adalah seperti yang dilakukan oleh Laping (1999) untuk produk pertanian
utama di China (gandum, jagung dan daging babi); Djulin dan Malian (2002)
untuk komoditi lada hitam dan lada putih; Purwoto et al. (2002) untuk komoditi
pangan (beras, jagung dan kedelai); Sitorus (2004) untuk komoditi tuna; dan Zain
(2007) untuk komoditi beras. Analisis integrasi pasar dilakukan dengan
menggunakan persamaan yang diturunkan dan dimodifikasi dari model Ravallion (1986). Nilai Parameter hasil estimasi model dapat digunakan untuk menghitung
IMC, dimana kedua tingkat pasar terpadu secara sempurna jika nilai IMC=0 dan
52
IMC= berarti dua tingkatan pasar tersebut sama sekali tidak berhubungan satu
sama lain.
Penelitian mengenai integrasi pasar di ASEAN pernah dilakukan oleh
Maknun (2008) yang menganalisis tentang integrasi pasar uang negara ASEAN
dan Hongkong. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa meskipun dalam jangka
pendek integrasi pasar uang tidak terjadi akan tetapi dalam jangka panjang
menunjukkan adanya integrasi pasar uang (uji stasioneritas data dan uji kointegrasi Johansen). Selain itu dari penelitian ini dijelaskan hubungan jangka
panjang (kointegrasi) yang terjadi ditunjukkan oleh persamaan ketiga negara
ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Penulis menyatakan bahwa
dengan adanya integrasi pasar uang berarti negara negara yang terintegrasi sudah
tidak independenlagi dalam menetapkan kebijakan ekonominya. Selain itu hasil
penelitian Oktariza (2000), tentang analisis ekonomi perkembangan pasar ekspor- impor udang antar empat negara ASEAN mengemukakan bahwa pasar udang
ASEAN merupakan pasar yang saling terkait karena negara-negara ASEAN,
khususnya Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura, merupakan penghasil
dan pemasar udang yang saling tergantung satu sama lain. Indonesia dan Thailand
merupakan pemasok utama udang untuk pasar ASEAN, sedangkan Singapura
merupakan pasar entreport udang ASEAN.
Penelitian tentang kointegrasi prilaku perdagangan di beberapa negara
ASEAN dilakukan oleh Bakar (2004) yang menggunakan pendekatan Dinamic
Ordinary Least Squares (OLS) dan Johansen Maximum Likelihood. Hasilnya
signifikan pada permintaan ekspor, hal ini berarti gangguan pada kegiatan
ekonomi luar negeri suatu negara akan ditransmisikan kepada negara-negara lain.
Sama dengan beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis tentang
integrasi pasar, penelitian ini juga menggunakan pendekatan metode VAR. Tetapi
kebanyakan penelitian-penelitian tersebut tidak melakukan analisis lebih lanjut
setelah pembentukan sistem VECM. Padahal secara individual koefisien di dalam model VAR sulit dinterpretasikan (Widarjono, 2007). Pada penelitian ini untuk
mendapatkan hasil analisis yang lebih baik mengenai integrasi pasar beras dan
gula di tiga negara ASEAN, maka dilakukan analisis lebih lanjut setelah
pembentukan sistem VECM yaitu analisis Impulse Response dan Variance
54