• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan yang diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur, dalam perdagangan internasional dikenal sebagai “Mud Crab” dan bahasa latinnya Scylla serrata. Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria yaitu muara sungai,

saluran dan petak-petak tambak di wilayah hutan bakau dimana binatang ini hidup dan berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hidup diperairan yang relatif dangkal dengan dasar berlumpur, karena itu juga disebut kepiting berlumpur (Mud Crab) (Kanna, 2002). Gambar morfologi kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 2.

8 Kingdom : Animalia Phillum : Anthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Portunidae Genus : Scylla

Spesies : Scylla serrata

Kepiting Bakau (Scylla serrata) mempunyai ciri-ciri morfologi yaitu memiliki ukuran lebar kerapas lebih besar dari pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara sepasang matanya terdapat enam duri disamping kanan dan kirinya masing-masing sembilan duri. Kepiting jantan memiliki capit yang dapat mencapai dua kali lipat dari pada panjang kerapasnya. Sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting bakau juga memiliki tiga pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau jantan ditandai dengan abdomen bagian bawah berbentuk segitiga meruncing sedangkan kepiting bakau betina, bentuk abdomennya melebar (Kasry, 1996).

Deskripsi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Ikan kakap putih mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch), merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang

penting. Sebagai salah satu komoditas ekspor, permintaan jenis ikan ini cukup tinggi dipasar luar negeri. Budidaya ikan kakap putih telah menjadi suatu usaha yang bersifat komersial (dalam budidaya) untuk dikembangkan, karena

9

pertumbuhannya yang relatif cepat, mudah dipelihara dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadikan ikan kakap putih cocok untuk usaha budidaya skala kecil maupun besar, selain itu telah terbukti bahwa ikan kakap putih dapat dibudidayakan di tambak air tawar maupun laut euryhaline (Meade, 1989). Gambar morfologi ikan kakap putih (L.calcarifer) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kakap Putih (Lates calcarifer) Kingdom : Animalia Phillum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Famili : Centroponidae Genus : Lates

Species : Lates calcarifer

Ciri-ciri morfologis antara lain adalah badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar, pada waktu masih burayak (umur 1-3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3-5 bulan) warnanya terang dengan

10

bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap, mata berwarna merah cemerlang. mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi, sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7-8, dan sedangkan bentuk sirip ekor bulat (Sudrajat, 2008).

Tambak Perikanan

Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol (UU No. 31/2004). Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk di dalamnya adalah budidaya ikan, budidaya udang, budidaya tiram dan budidaya rumput laut (alga). Di Indonesia, budidaya perairan dilakukan melalui berbagai sarana. Kegiatan budidaya yang paling umum dilakukan di kolam (empang), tambak, tangki, karamba, serta karamba apung (Romadon dan Endah, 2011).

Definisi tambak atau kolam adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia. Tambak atau kolam cenderung berada pada lahan dengan lapisan tanah yang kurang porus. Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau air asin merupakan salah satu fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan (Garno, 2004).

Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya terdapat di daerah pantai yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan

11

(akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, kepiting serta kerang. Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau empang. Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun sebenarnya masih banyak spesies yang dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya (Nasution, dkk., 2005).

Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi intensif, dan tambak tradisional. Perbedaan dari ketiga jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan. Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang (Norton and Jeffrey, 1993).

Menurut Wardany (2007), terdapat 3 sistem budidaya ikan, yaitu: 1. Sistem Budidaya Tradisional

Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 1 ha sampai 10 ha per petak. Setiap petakan mempunyai saluran jeliling (caren) yang lebarnya 5-10 m disepanjang keliling petakan sebelah dalam, dibagian tengah juga dibuat caren dari sudut kesudut (diagonal) dengan kedalaman 30-50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktivitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan

12

alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah.

2. Sistem Budidaya Semi-Intensif

Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 ha sampai 3 ha per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan ikan masih dari pakan alami yang didorong pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan-ikan rucah dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan bekatul (dedak halus).

3. Sistem Budidaya Intensif

Petakan tambak pada sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil 0,2-0,5 ha per petakan dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan. Tambak diberi aerasi (dengan kincir atau alat lain) untuk menambah kadar oksigen dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering yaitu minimal 1 kali setiap minggu dan biasanya dengan menggunakan pompa, agar air menjadi bersih tidak menjadi kotor oleh sisa-sisa makanan dan kotoran ikan yang padat itu.

Perikanan budidaya terdiri dari budidaya laut, budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya jaring apung, dan budidaya sawah. Produksi

13

perikanan budidaya secara total pada tahun 1996 berjumlah 733.095 ton dan meningkat menjadi 1.076.750 ton pada tahun 2001. Produksi perikanan budidaya tersebut diperoleh dari areal budidaya seluas (kotor) 555.835 ha pada tahun 1996 dan meningkat menjadi 674.670 ha pada tahun 2001, dengan luas air sebesar 492.879 ha pada tahun 1996 dan meningkat menjadi 568.421 ha pada tahun 2001 (Nasution, dkk., 2005).

Kegiatan Usaha Tambak Ikan

Adanya kebutuhan tinggi akan pemukiman dan peningkatan kegiatan ekonomi seperti permintaan yang tinggi terhadap komoditas perikanan tambak, terjadilah alih fungsi atau konversi daerah pesisir menjadi tambak. Pada waktu relatif singkat, terjadi perubahan lingkungan pesisir dari wilayah mangrove menjadi areal tambak. Sesungguhnya mangrove memiliki berbagai macam manfaat ekonomis dan manfaat ekologis. Secara ekonomis mangrove berperan menyediakan berbagai macam kebutuhan manusia seperti penyedia kayu bakar, bahan bangunan, peralatan rumah tangga serta manfaat non fisik seperti olah raga, rekreasi dan lainnya. Hutan mangrove memiliki manfaat ekologis sebagai perlindungan bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan; berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya (Suzana, dkk., 2011).

Pengembangan usaha budidaya ikan di tambak ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu: kesesuaian lahan, ketersediaan komoditas dan teknologi serta permintaan pasar. Kesesuaian lahan perlu diperhatikan mengingat

14

bervariasinya daya dukung dan tingkat kesesuaian lahan pada setiap hamparan tidak sama. Selain itu ketersediaan komoditas untuk mencapai optimalisasi produksi masih dihadapkan pada masalah pemasaran hasil dan keterbatasan jumlah produksi. Teknologi budidaya tambak pada dasarnya adalah merupakan teknologi terapan, kendati demikian keberhasilan penerapan teknologi dilapangan ditentukan oleh tingkat penguasaan terhadap faktor-faktor produksi yaitu meliputi wadah tempat budidaya/tambak, media budidaya/air, organisme budidaya, ketersediaan pakan, benih dan teknologi pengolahan lahannya (Ruchmana, 2013).

Budidaya ikan adalah usaha yang dimulai dengan pemeliharaan nener yang bertujuan untuk menghasilkan ikan ukuran konsumsi. Teknologi pembudidayaan ikan dapat dibagi menjadi 4, yaitu ekstensif (kepadatan 2000-3000 ekor/ha), tradisional plus (kepadatan 4000-6000 ekor/ha), semi-intensif (kepadatan 8000-12000 ekor/ha) dan intensif (kepadatan > 20000 ekor/ha). Kedalaman air pada masing-masing teknologi secara berurutan adalah 50 cm, 80 cm, 100 cm, dan 120 cm. Pada budidaya ekstensif, seluruh suplai makanan mengandalkan pakan alami, sedangkan pada tradisional plus suplai makanan berupa pakan alami ditambah pelet atau dedak halus. Untuk semi-intensif dan intensif sebagian besar menggunakan pakan buatan (Reksono, dkk., 2012).

Menurut Ruchmana (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pemeliharaan ikan di tambak adalah sebagai berikut :

a. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam budidaya tambak ikan karena tenaga kerja diperlukan sebagai pengelola tambak selama proses produksi berlangsung. Dalam usaha budidaya tambah skala besar, dikenal

15

dua kelompok tenaga kerja yaitu tenaga kerja biasa (kasar) dan tenaga kerja khusus (ahli).

b. Lahan Tambak

Besar kecil lahan termasuk factor yang mempengaruhi produksi tambak ikan. Ukuran tambak yang besar menjadikan jumlah ikan yang dibudidayakan juga semakin banyak sehingga produksi ikan pun semakin besar. Luas lahan yang tidak sebanding dengan jumlah ikan akan mengakibatkan kondisi ikan menjadi tidak sehat.

c. Benih

Benih sangat erat kaitannya dengan kualitas ikan. Sejak awal kualitas benih harus diperhatikan dimana benih dipilih melalui proses seleksi dengan ketat. Benih harus benar-benar sehat sehinngga dapat tumbuh dan berkembang menjadi besar dan pada saatnya siap untuk dipanen. Benih yang kurang baik akan mudah terserang penyakit dan dampak terburuk adalah benih mati sebelum dewasa. Hal ini jelas akan sangat mengurangi jumlah produksi ikan.

d. Pakan Tambahan

Pada budidaya tambak ikan pakan tambahan merupakan faktor penting yang ikut mendukung keberhasilan produksi tambak. Pakan tambahan merupakan pakan yang diberikan selain pakan alami yang ada didalam tambak. Pakan tambahan ini biasanya berupa pakan buatan, yaitu pakan yang dibuat dalam bentuk konsentrat yang mengandung gizi secara komplet, seperti pellet. Pellet telah banyak dijual dipasaran, tinggal petanilah yang memilih.penyediaan pakan bermutu merupakan hal penting untuk meningkatkan mutu produksi ikan .

16

e. Pupuk

Pemupukan tambak dilakukan untuk menumbuhkan makanan alami ikan. Hal ini penting karena selain memperoleh makanan tambahan ikan yang dipelihara dalam tambak tersebut akan memperoleh makanan alami, misalnya klekap (lab-lab), lumut dan fitoplankton. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah dedak kadar, bungkil kelapa, pupuk kandang, kompos, TSP, dan urea.

Analisis Kelayakan Usaha Tambak Analisis Ekonomi

Usaha perikanan dapat didefenisikan sebagai setiap organisasi dari alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan perikanan. Analisis usaha perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan yang telah dicapai selama usaha perikanan berlangsung. Dalam analisis usaha perikanan komponen yang digunakan adalah biaya produksi, penerimaan usaha, dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan (Ruslan, 2004).

Pendapatan (keuntungan) adalah penerimaan total (Total Revenue = TR) dikurangi dengan biaya total (Total Coast = TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan denga harga persatuan sejumlah output tertentu sedangkan pengeluaran dimaksudkan nilai penggunaan sarana produksi yang diperlukan atau dibebankan pada proses yang bersangkutan. Pendapatan mempunyai hubungan erat dengan tingkat produksi yang dicapai, apabila produksi meningkat maka pendapatan petambak cenderung meningkat dan besarnya pendapatan petambak tergantung tingkat harga yang berlaku. Tinggi rendahnya pendapatan dipengaruhi

17

oleh harga, produksi, luas lahan, dan biaya usaha tani (Annisa dan Lamursa, 2014).

Komponen biaya akan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan faktor–faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Biaya operasional adalah sejumlah dana yang dikeluarkan agar proses produksi berlangsung. Biaya investasi yang diperhitungkan dalam cashflow terdiri dari : biaya investasi awal yang dikeluarkan pada tahun ke satu dan biaya reinvestasi yang muncul pada saat proyek berjalan. Biaya investasi awal terdiri atas biaya investasi pembuatan tambak serta biaya investasi perlengkapan (Rubiana, 2010).

Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama proyek berjalan. Biaya ini meliputi biaya tetap dan biaya variabel, biaya operasional dikeluarkan pada tahun kesatu sampai tahun tujuh. Pada tahun pertama biaya operasional yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan tahun ke dua sampai tahun ke tujuh. Hal ini disebabkan karena periode awal digunakan untuk melakukan investasi pembuatan tambak, pada tahun itu skala produksi masih kecil (Romadon dan Endah, 2011).

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. Komponen biaya yang dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan kakap putih pada tambak terdiri dari retribusi izin usaha perikanan, biaya perawatan jarring serta angsuran pinjaman (jika menggunakan pinjaman). Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang selalu berubah selama proses produksi berlangsung. Komponen biaya

18

variabel terdiri dari gaji/upah karyawan, biaya pakan, pembelian benih ikan kakap, biaya angkut benih, obat-obatan, bonus karyawan, bahan bakar minyak, dan isi ulang oksigen (Rubiana, 2010).

Analisis Finansial

Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif usaha pembesaran kepiting bakau dan ikan kakap putih pada tambak. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria– kriteria penilaian investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback period. Untuk menganalisis dengan empat kriteria tersebut, digunakan arus kas (cashflow) untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan selama umur proyek (Reksono, dkk., 2012).

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang dari

manfaat dengan nilai sekarang dari biaya. NPV ini dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang timbul oleh investasi. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan penilaian yang dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan yang merupakan perbandingan atau rasio jumlah bersih sekarang yang negatif. Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat discount rate (suku bunga) yang menjadikan

NPV suatu proyek sama dengan nol. IRR menggambarkan kemampuan suatu proyek mendapatkan tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan selama proyek berlangsung (Wardany, 2007).

Selain itu juga dilakukan analisis laba rugi yang akan menghasilkan komponen pajak yang merupakan pengurangan dalam cashflow perusahaan.

19

Setelah diketahui pajak maka dilakukan penyusunan cashflow sebagai dasar perhitungan kriteria investasi. Kriteria investasi akan menunjukkan layak tidaknya usaha dari sisi finansial. Untuk mencari batas maksimal suatu perubahan sehingga dengan batas tersebut usaha masih dikatakan layak maka analisis sensitivitas dengan metode penghitungan switching value perlu dilakukan (Perdana, 2008).

Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) adalah meneliti suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Bagaimana sensitivitasnya manfaat sekarang (nilai bersih) suatu proyek pada tingkat nilai ekonomi atau pada harga finansial, atau terhadap rasio perbandingan manfaat dan investasi atau terhadap biaya-biaya pelaksanaan yang terus meningkat, terhadap penurunan harga-harga, terhadap perpanjangan periode waktu pelaksanaan). Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitif berubah-ubah akibat beberapa masalah utama yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan dan hasil (Dolorosa, dkk., 2014).

Analisis sensitivitas dengan metode penghitungan switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan biaya dan manfaat sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV sama dengan nol, IRR sama dengan diskon faktor yang berlaku dan Net B/C sama dengan satu. Analisis sensitivitas dengan metode penghitungan switching value yang dilakukan adalah dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya perubahan beberapa parameter. Parameter yang digunakan yaitu penurunan penjualan ikan yang didasarkan pada perubahan penurunan harga jual ikan dan penurunan produksi (Ruslan, 2004).

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan perikanan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu perikanan penangkapan dan perikanan budidaya. Perikanan penangkapan dilakukan di perairan laut sedangkan perikanan budidaya dilakukan di daerah perairan darat. Kegiatan penangkapan berlebih yang dilakukan diperairan laut menyebabkan overfishing sehingga dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dilakukan kegiatan perikanan budidaya. Salah satu jenis perikanan budidaya adalah pemeliharaan ikan di tambak. Melihat potensi perairan dan sumberdaya manusia serta sumberdaya ikan yang ada, maka budidaya ikan di Indonesia cukup prospektif baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun untuk luar negeri (Syah, 2012).

Usaha budidaya perikanan saat ini semakin berkembang dan bervariasi. Usaha budidaya perikanan diharapkan mampu memenuhi permintaan perikanan yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi manusia di dunia. Konsumsi ikan dunia dalam kurun waktu yang singkat semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, dari 93,6 juta ton (1998) menjadi 103 juta ton (2003). Sementara itu konsumsi ikan perkapita juga meningkat dalam kurun waktu yang sama, dari 15,8 juta ton (1998) menjadi 16,3 juta ton (2003) meningkatnya konsumsi ikan perkapita disebabkan oleh meningkatnya kesadaran akan konsumsi makanan yang sehat dan bergizi (Rubiana, 2010).

2

57,7 juta ton per tahun dan baru diproduksi 1,6 juta ton (0,3 persen). Indonesia saat ini merupakan produsen ikan terbesar keenam di dunia dengan volume produksi 6 juta ton. Bila Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama yang berasal dari usaha perikanan budidaya, menjadi 50 juta ton per tahun (77 persen dari total potensi), Indonesia akan menjadi produsen komoditas perikanan terbesar di dunia (Perdana, 2008).

Kampung Sentosa Barat Lingkungan 20 Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan terletak pada titik koordinat 3o 44' 55,5" LU dan 98o 38' 19" BT merupakan salah satu lokasi usaha tambak yang memiliki luas 600 ha dengan berbagai jenis komoditi yaitu kepiting bakau (Scylla serrata), udang windu (Penaeus monodon), ikan kakap putih (Lates calcarifer), bandeng (Chanos chanos), dan nila (Oreochromis niloticus). Jenis komoditi yang menjadi mayoritas

dibudidayakan adalah kepiting bakau dan yang paling sedikit dibudidayakan adalah kakap putih yang memiliki prospek yang bagus di masa mendatang.

Dalam rangka pengembangan kegiatan usaha budidaya tambak kepiting bakau (S.serrata) dan ikan kakap putih (L.calcarifer) dimasa yang akan datang, maka diperlukan suatu analisis kelayakan usaha untuk berkelanjutan kegiatan usaha budidaya tambak kepiting bakau dan ikan kakap putih, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha tambak kepiting bakau dan ikan kakap putih di Kampung Sentosa Barat Lingkungan 20 Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi petambak jenis komoditi tersebut dan masyarakat sekitarnya.

3

Perumusan Masalah

Kebutuhan masyarakat akan kegiatan budidaya perikanan cenderung meningkat dan merupakan peluang usaha yang positif yang bisa dikembangkan di Kampung Sentosa Barat Lingkungan 20 Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan yang merupakan daerah produktif. Jenis komoditi yang diproduksi yaitu kepiting bakau (S.serrata), udang windu (P.monodon), ikan kakap putih (L.calcarifer), bandeng (C.chanos), dan nila (O.niloticus), namun kepiting bakau menjadi komoditi yang memiliki nilai produksi yang tinggi yang dapat menjadi potensi bagi pendapatan masyarakat setempat sedangkan pada ikan kakap putih merupakan jenis komoditi yang paling sedikit dibudidayakan. Pengembangan usaha budidaya tambak kepiting dan ikan menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Namun usaha tambak ikan di Kampung Sentosa Barat Lingkungan 20 Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan masih belum dikaji sistem kelayakan usahanya sehingga berdasarkan uraian tersebut diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola pemanfaatan dan kegiatan usaha budidaya tambak yang terdapat di Kampung Sentosa Barat Lingkungan 20 Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan?

2. Bagaimana kelayakan finansial kegiatan usaha tambak kepiting bakau (S. serrata) dan ikan kakap putih (L.calcarifer) yang ada di Kampung Sentosa

4

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan di Kampung Sentosa Barat Lingkungan 20 Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan dikarenakan kawasan ini merupakan daerah pembudidaya tambak terbesar dengan luas 600 ha yang termanfaatkan sekitar 500 ha. Kegiatan budidaya tambak yang menjadi unggulan adalah jenis komoditi kepiting bakau dan ikan kakap putih. Komoditas ini memiliki peluang pasar dilihat dari peningkatan pendapatan, sehingga usaha ini dinilai memiliki prospek yang baik dimasa mendatang.

Permintaan baik didalam maupun diluar negeri perlu diketahui bagaimana pola pemanfaatan kegiatan usaha budidaya yang dilakukan masyarakat petambak serta dilakukan analisis kelayakan usaha untuk dapat mengetahui potensi dari komoditas dilakukan analisis jenis kepiting bakau dan ikan kakap putih tersebut serta untuk dapat menghitung pendapatan dari hasil produksi dan menghitung analisis finansial untuk mengetahui keberlanjutan kegiatan usaha budidaya tambak yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Keberlanjutan kegiatan usaha tambak dengan menghitung analisis finansial yang nantinya dapat berimplementasi terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan

Dokumen terkait