• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah UU No. 7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10/1998. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Bank Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat yang biasa disingkat dengan BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.

Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa perseroan terbatas, perusahaan daerah, atau koperasi. Pengertian lain tentang BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan

5

menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Dilihat dari kepemilikannya BPR yaitu:

a. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.

b. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

c. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

d. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

e. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indo-nesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

a. Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula.Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.

b. Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

c. Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) membagi jenis BUMD menjadi dua bentuk yaitu Pemerintah Daerah (PD) dan Perseroan Terbatas (PT). Perbedaan BPR milik Pemerintah Daerah dan BPR milik swasta dapat dilihat pada Tabel 2.

6

Tabel 2 Perbedaan BPR Milik Pemerintah Daerah & BPR Milik Swasta

Keterangan BPR Milik Pemerintah Daerah

BPR Milik Swasta

Kepemilikan Modalnya dimiliki 100% oleh Pemerintah Daerah.

Modalnya seluruhnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah, baik orang perorang maupun bersama-sama oleh banyak orang dalam bentuk pemilikan saham atau simpanan pokok Koperasi.

Pengambilan Keputusan

Pemerintah Daerah

berperan besar dalam penentuan kebijakan BPR.

Tidak ada peran

Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan. Seluruhnya dilakukan oleh pemegang saham.

Penambahan Modal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Investor

Fungsi Kegiatan Usaha BPR

Menurut Latumaerissa (2011), fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil, dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat, BPR menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, dan Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana dan sangat mengerti kebutuhan nasabah. Selain itu peran BPR juga untuk menghimpun dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lain yang serupa; dan memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, maupun Kredit Konsumsi. Adapun kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR secara detail adalah:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang serupa

b. Memberikan kredit

c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR antara lain:

a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta

asing (dengan izin Bank Indonesia) c. Melakukan penyertaan modal d. Melakukan usaha perasuransian

e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR

7

Kriteria Penilaian BPR

Bank Indonesia, mempunyai beberapa kriteria untuk penilaian kinerja BPR yang bisnisnya meningkat secara signifikan. Kriteria

yang digunakan dalam penilaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kriteria Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sumber : Bank Indonesia (2011)

Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa BPR yang memiliki predikat tingkat kesehatannya dengan kriteria sehat, faktor manajemen cukup sehat, NPL kurang dari 5%, CAR lebih dari 12%, LDR lebih dari 81% dan kurang dari 94,74%, BOPO kurang dari 88,55, pertumbuhan kredit lebih dari 10% dan pertumbuhan DPK lebih dari 5% merupakan BPR yang bisnisnya meningkat signifikan menurut Bank Indonesia. Dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka BPR dapat menilai sendiri bisnis yang telah dijalaninya.

Pengertian Risiko

Menurut Mardiyanto (2009), resiko adalah ketidakpastian perolehan atas imbal hasil dari suatu aktiva finansial tertentu. Makin tinggi tingkat resiko yang harus ditanggung makin besar imbalan hasil yang mungkin diperoleh, begitu juga sebaliknya. Sedangkan manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai efektif dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan.

Risiko Bisnis

Menurut Mardiyanto (2009), risiko bisnis didefinisikan sebagai ketidak pastian atas proyeksi tingkat pengembalian aktiva, atau atas ekuitas (ROE) jika perusahaan tidak menggunakan utang.

Risiko bisnis berbeda-beda di antara industri dan juga di antara perusahaan yang satu dengan yang lain dalam industri yang sama. Bagitu pula risiko bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu. Perusahaan kecil dan perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk saja juga mempunyai risiko yang relatif tinggi.

Kinerja 5 Tahun Terakhir Kriteria

Predikat Tingkat Kesehatan S

Faktor Manajemen Minimal CS

NPL (gross) < 5% CAR > 12% LDR 81% < LDR < 94,74% BOPO < 88,5% Pertumbuhan Kredit > 10% Pertumbuhan DPK > 5%

8

Risiko Keuangan

Menurut Mardiyanto (2009), risiko keuangan adalah tambahan risiko bagi pemegang saham biasa akibat penggunaan leverage keuangan. Leverage keuangan merujuk pada penggunaan sekuritas yang memberikan penghasilan tetap yaitu utang dan saham preferen. Secara konseptual, perusahaan mempunyai sejumlah risiko yang melekat pada operasinya.

Menurut Hempel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumberdaya manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik perbankan tersebut, maka resiko dapat diklasifikasikan atas environmental risks (resiko lingkungan), management risks (resiko manajemen), delivery risks (resiko operasi), dan financial risks (resiko keuangan). Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis diskriminan keuangan (Z-score).

Menurut Hempel (1994: 89), cara mengukur dan mengelola resiko keuangan (financial risks) perbankan, sebagai berikut: Resiko kredit dapat diatasi dengan cara: Melakukan analisis kredit secara baik dan benar, dokumentasi kredit, pengendalian dan pengawasan kredit, penilaian terhadap resiko khusus. Resiko Likuiditas dapat diatasi dengan cara: Membuat perencanaan likuiditas, membuat rencana kontingensi, analisis biaya dan penentuan bunga kredit, pengembangan sumber pendanaan. Resiko Suku bunga dapat diatasi dengan cara: Membuat analisis kepekaan bunga terhadap aktiva, Membuat analisis durasi, penilaian bunga antar waktu Resiko leverage dapat diatasi dengan cara: Membuat perencanaan modal, analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan, memantapkan kebijakan dividen, melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal.

Laporan Keuangan

Menurut Mardiyanto (2009), laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Pencatatan transaksi akuntansi dapat didasarkan pada salah satu dari dua macam metode: dasar kas (cash basis) dan dasar akrual (accrual basis). Dalam dasar kas, transaksi diakui jika kas pendapatan (revenue) telah diterima dan kas beban (expenses) sudah dibayarkan.

Prinsip dasar akrual adalah penyamaan (matching) perbedaan waktu antara manfaat yang diterima dan beban yang harus dibayarkan. Dua laporan keuangan yang umumnya memakai dasar akrual adalah laporan rugi/laba dan neraca. Sementara itu laporan arus kas (cash flow statement) adalah laporan yang juga didasarkan atas dasar akrual, tetapi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga mencerminkan arus kas yang sebenarnya.

Laporan Rugi/Laba

Laporan rugi/laba adalah laporan yang menunjukkan kegiatan operasi perusahaan pada periode tertentu terbagi dalam dua bagian utama. Pada bagian pertama, pendapatan, yang meliputi pendapatan operasi (berasal dari aktivitas penjualan) dan pendapatan nonoperasi (misalnya, hasil penjualan aktiva tetap). Pendapatan operasi (penjualan) biasanya dinyatakan dalam istilah penjualan

9

bersih, yakni penjualan mula-mula dikurangi oleh potongan penjualan dan retur penjualan. Yang kedua, beban operasi (beban penjualan dan beban administrasi), beban bunga dan pajak. Bentuk laporan rugi/laba dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Laporan Rugi/Laba (Mardiyanto, 2009) Laporan Neraca

Laporan neraca adalah laporan yang mengungkapkan posisi keuangan (kekayaan) dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu mencakup aktiva (asset), utang (liability), dan ekuitas (equity). Hubungan ketiganya disebut sebagai persamaan akuntansi, yakni aktiva sama dengan utang ditambah ekuitas.

Aktiva dicatat di sebelah kiri atau bagian atas neraca, yang terdiri dari atas aktiva lancar (misalnya kas, surat berharga jangka pendek, piutang usaha, persediaan, biaya dibayar di muka, perlengkapan); investasi pada sekuritas jangka panjang (misalnya pembelian saham dan obligasi); aktiva tetap berwujud (misalnya tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dan peralatan); dan aktiva tetap tak berwujud (misalnya hak paten).

Utang dan ekuitas dicatat di sebelah kanan atau bagian bawah neraca. Utang meliputi utang lancar (misalnya utang usaha, utang gaji, dan utang pajak) serta utang jangka panjang (misalnya hipotik dan obligasi). Sementara itu, ekuitas untuk perusahaan berbentuk perseroan terbatas mencakup saham preferen, saham biasa, tambahan modal disetor dan laba ditahan. Bentuk neraca dapat dilihat pada Gambar 2.

Laporan Rugi/Laba

Penjualan Bersih x

Harga Pokok Penjualan (x)

Laba Kotor x

Beban Operasi:

Beban Penjualan x

Beban Umum Administrasi x

Jumlah Beban Operasi (x)

Laba Operasi (Laba Sebelum Bunga dan Pajak) x Beban Nonoperasi:

Beban Bunga (x)

Laba Sebelum Pajak x

Pajak (x)

Laba Bersih Setelah Pajak xx

Dividen Saham Preferen (xx)

10

Gambar 2. Neraca (Mardiyanto, 2009) Arus kas

Laporan yang menunjukkan arus kas perusahaan pada periode tertentu bersumber dari kegiatan operasi, kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan. Kegiatan operasi adalah kegiatan mencari laba. Arus kas masuk penting dari kegiatan itu, bersumber dari penjualan dan tagihan piutang usaha. Sebagian besar arus kas keluarnya digunakan untuk membayar beban, utang usaha, bunga dan pajak. Kegiatan investasi merupakan kegiatan yang membutuhkan pengeluaran arus kas, terutama untuk pembelian aktiva tetap dan investasi sekuritas jangka panjang.

Kegiatan pendanaan adalah kegiatan mencari sumber arus kas masuk, khususnya yang berasal dari utang jangka panjang dan penerbitan saham baru. Penting diketahui bahwa tambahan arus kas masuk dari utang jangka pendek yang berasal dari penerbitan wesel bayar dimasukkan ke dalam kegiatan pendanaan (bukan kegiatan operasi). Masuk pula dalam kegiatan ini adalah pembayaran deviden kepada pemegang saham. Arus kas keluar untuk pembayaran pokok utang dimasukkan ke dalam kegiatan pendanaan, tetapi pembayaran bunganya dimasukkan ke dalam kegiatan operasi.

Laporan arus kas kadang-kadang disebut laporan sumber dan penggunaan kas. Angka-angka yang dimasukkan ke dalam laporan arus kas berasal dari perubahan pada neraca dua tahun terakhir. Penambahan aktiva merupakan penggunaan kas. Sebaliknya, penurunan aktiva adalah sumber kas. Sementara itu, penambahan utang dan ekuitas merupakan sumber kas. Sebaliknya, penurunan utang dan ekuitas adalah penggunaan kas. Jumlah bersih kas dari kegiatan operasi, kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan akan sama dengan jumlah bersih dari kas dan surat-surat berharga jangka pendek. Bentuk laporan arus kas dapat dilihat pada Gambar 3.

Aktiva Passiva

Aktiva Utang

Aktiva Lancar x Utang Lancar x

Investasi Sekuritas Jangka Panjang x Utang Jangka Panjang x

Aktiva Tetap Berwujud (netto) x Jumlah Utang xx

Aktiva Tak Berwujud Ekuitas:

Saham preferen x

Saham Biasa x

Tambahan Modal Disetor x

Laba Ditahan x

Jumlah Ekuitas xx Jumlah Aktiva xxx Jumlah Utang dan Ekuitas xxx

11

Gambar 3. Arus Kas (Mardiyanto, 2009) Rasio Keuangan

Menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2010) rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Rasio keuangan hanya merupakan cara untuk merangkum sejumlah besar data keuangan dan membandingkan kinerja perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan peralatan (tools) untuk memahami laporan keuangan (khususnya neraca dan laba-rugi). Ada tiga jenis analisis dalam analisis rasio, yakni:

a. Analisis Silang (cross-sectional) yang membandingkan rasio dalam waktu (tahun) yang sama.

b. Analisis Runtun waktu (time-series) yang membandingkan rasio dalam waktu (tahun) yang berbeda.

c. Analisis gabungan (combined) yang menyatukan kedua analisis sebelumnya. Aspek Keuangan

Menurut Mardiyanto (2009), ada lima aspek keuangan yang penting untuk dianalisis, yakni:

a. Likuiditas (liquidity)

Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban (utang) jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian utang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan.

b. Aktivitas atau aktiva (activity or asset)

Aktivitas atau aktiva mengukur kemampuan aktiva perusahaan dalam menghasilkan pendapatan (penjualan).

c. Utang (debt) atau solvabilitas (solvability) atau leverage

Utang, solvabilitas atau leverage mengukur dua hal yakni proporsi utang perusahaan yang digunakan untuk membiayai investasi dan kemampuan perusahaan dalam membayar utangnya (khususnya dalam jangka panjang). d. Profitabilitas (profitability)

Kegiatan Operasi:

Laba Bersih Setelah Pajak x

Penyusutan x

Perubahan Pada Aktiva Lancar (kecuali kas dan setara kas) x Perubahan Pada Utang Lancar (kecuali wesel bayar) x

Jumlah Perubahan Kas Dari Kegiatan Operasi xx

Kegiatan Investasi:

Perubahan Pada Aktiva Tetap (gross) x

Jumlah Perubahan Kas Dari Kegiatan Investasi xx

Kegiatan Pendanaan:

Perubahan Pada Wesel Bayar x

Perubahan Pada Utang Jangka Panjang x

Perubahan Pada Ekuitas (kecuali laba ditahan) x

Pembayaran deviden x

Jumlah Perubahan Kas Dari Kegiatan Pendanaan xx Perubahan Bersih Kas dan Surat Berharga Jangka Pendek xxx

12

Profitabilitas mengukur kesanggupan perusahaan untuk menghasilkan laba e. Nilai pasar (market value)

Nilai pasar mengukur kinerja saham perusahaan di pasar modal. Rasio Keuangan Bank

Menurut Kasmir (2010), rasio keuangan yang digunakan oleh bank dengan perusahaan nonbank sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya terutama terletak pada jenis rasio yang digunakan untuk menilai rasio yang jumlahnya lebih banyak. Hal ini wajar saja karena komponen neraca dan laporan laba rugi yang dimiliki bank berbeda dengan laporan neraca dan laba rugi perusahaan nonbank.

Bank merupakan perusahaan keuangan yang bergerak dalam memberikan layanan keuangan yang mengandalkan kepercayaan dari masyarakat dalam mengelola dananya. Risiko yang dihadapi bank jauh lebih besar ketimbang perusahaan nonbank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memerhatikan rasio ini.

Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas mengukur seberapa mudah perusahaan dapat memegang kas. Rasio likuiditas juga memiliki beberapa karakteristik yang kurang diinginkan. Karena aset dan kewajiban jangka pendek mudah diubah, ukuran likuiditas dapat dengan cepat berubah menjadi ketinggalan zaman.

a. Loan to Assets Ratio

Loan to Assets Ratio untuk mengukur rasio jumlah kredit yang disalurkan dengan harta yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah tingkat likuiditas bank karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin besar.

b. Rasio Kas (Cash Ratio/CsR)

Rasio Kas untuk mengukur kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid bank. Rasio kas yang rendah mungkin tidak menjadi masalah jika perusahaan dapat meminjam dalam waktu singkat. Jadi, rasio kas mengukur likuiditas dari aktiva lancar yang pasti dapat dicairkan menjadi kas. Bilamana persediaan diperkirakan lama terjual dan piutang lama tertagih, kita sebaiknya menggunakan rasio kas sebagai pengukuran likuiditas, bukan rasio lancar atau rasio cepat.

c. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Loan to Deposit Ratio untuk mengukur komposisi kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri. LDR adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar.

13

d. Non Performing Loan (NPL)

NPL adalah salah satu indikator untuk menilai kinerja fungsi bank. NPL digunakan adalah NPL bersih yang telah disesuaikan. Aset penilaian kualitas merupakan penilaian terhadap kondisi aktiva bank dan kecukupan manajemen risiko kredit.

Rasio Solvabilitas

Rasio permodalan sering disebut juga rasio-rasio solvabilitas atau capital adequacy ratio. Semakin besar nilai rasio solvabilitasnya maka, semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan. Artinya semakin besar kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi kepada pihak lain. Analisis solvabilitas digunakan untuk: a. Ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian-kerugian yang

tidak dapat dihindarkan.

b. Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas tertentu, karena sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang, penjualan aset yang tidak dipakai dan lain-lain.

c. Alat pengukuran besar kecilnya kekayaan bank tersebut yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya.

d. Dengan modal yang mencukupi, memungkinkan manajemen bank yang bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut.

Sedangkan rasio solvabilitas terdiri dari: a. Capital Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam menanggung risiko perkreditan, terutama risiko yang terjadi karena bunga gagal ditagih.

b. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Rasio Rentabilitas

Rasio rentabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Pada rasio rentabilitas (keuntungan), rasio yang dapat diukur antara lain: return on assets, biaya operasi/pendapatan operasi, gross profit margin, dan net profit margin.

a. Net Interest Margin (NIM)

Net Interest Margin (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang

14

dibayarkan kepada pemilik simpanan. Semakin besar nilai NIM, maka semakin bagus bank tersebut, karena itu berarti pendapatannya terbilang besar dibanding asetnya.

b. Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak (net income) ditinjau dari sudut pendapatan operasinya. Semakin besar angka yang dihasilkan, menunjukan kinerja yang semakin baik. c. Return on Equity (ROE)

Rasio ini untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola ekuitas yang ada untuk mendapatkan laba bersih. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima investor.

d. Return on Assets (ROA)

Rasio ini mengukur kemampuan bank didalam memperoleh laba dan efisiensi secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan assets.

Analisis Diskriminan (Z-Score)

Menurut Altman (1968) yang dikutip dalam Universitas Gunadarma (2010) Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman merupakan sebuah formula multivariat yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial dari sebuah perusahaan. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut, maka terbentuklah fungsi diskriminan yang juga disebut Z-score.

1. Versi Z-Score yang pertama ini untuk perusahaan manufaktur yang telah go public (publicly manufacturing).

Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0 X5 ……….(1) Keterangan:

Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan)

X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva) X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva)

X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva) X4 : Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Pasar Modal Sendiri / Nilai Buku Total Kewajiban)

X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva)

Hasil perhitungan Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang telah go public dapat dijelaskan pada Tabel 4.

15

Tabel 4 Kriteria Penilaian Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang telah go

Dokumen terkait