• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qu’ran sudah pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya antara lain seperti; Analisis semantik Kata Faradah, kataba

dan kutiba Dalam Alquran. Oleh Halomoan Lubis (940704020). Hasilnya adalah kata

faraḍa terdapat pada 4 (empat) surah dan memiliki arti fardukan, menetapkan, mengerjakan, memerlukan dan mewajibkan. Kata kataba terdapat pada 8 (delapan) surah memiliki arti, ditetapkan, dihalalkan, ditentukan, mewajibkan, dituliskan, menanamkan, diperlukan. Kata kutiba terdapat pada 12 (dua belas) surah dan memiliki arti diwajibkan, ditetapkan, diperlukan, ditentukan, dituliskan, diputuskan, diperintahkan, dan ditakdirkan .

Penelitian ini menggunakan kata yang sama dengan penelitian terdahulu yaitu kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/yang terdapat dalam Al-Qur’an, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini tidak hanya fokus pada kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ saja tetapi juga akan meneliti bagaimana perubahan kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dari tinjauan ilmu semantik secara gramatikal dan leksikal dan bagaimana makna yang akan terjadi ketika proses perubahan kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ itu terjadi .

2.1Pengertian Semantik

Semantik adalah ilmu tentang makna. Semantik merupakan suatu komponen yang terdapat dalam linguistik, sama seperti komponen bunyi dan gramatika. Semantik merupakan bagian dari linguistik karena makna menjadi bagian dari bahasa (Suwandi 2006 : 5).

Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Contoh jelas dari perian atau “deskripsi” semantis adalah leksikografi : masing – masing leksem diberi perian artinya atau maknanya : perian semantik ( Verhaar, 1996 : 13).

Palmer (1981: 5) menyebutkan bahwa semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan

bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tatanan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.

2.2 Pengertian Makna dan Pembagiannya

Menurut Al-Jarim dan Amin (t.t : 262) ilmu ma’ani ialah :

ﻙﻳﺭﻳ ﻪﻧﺄﻔ , ﻥﺋﺭﻘﻟﺍ ﺔﻧﻭﻌﻣﺑ ﺎﻧﻣﺿ ﻡﻼﻛﻟﺍ ﻥﻣ ﺩﺎﻔﺗﺳﻳ ﺎﻣ ﺔﺳﺍﺭﺩ ﻭﻬﻓ ﻰﻧﺎﻌﻣﻟﺍ ﻡﻠﻋ

ﻰﻧﻌﻣ ﻪﻌﺿﻭ ﻝﺻﺄﺒ ﺩﻳﻔﻳ ﻡﻼﻛﻟﺍ ﻥﺃ

.

: ﻥﻳﻣﺍ ﻭ ﻡﻳﺭﺟﻟﺍ)

۲ ۲

(

/ilmu alma’ni fahuwa dirᾱsatu mᾱ yastafᾱdu min al-kalᾱmi ḍaminan bima’ūnati al-qara’ina, fa’innahu yurika ‘anna al-kalᾱma yufidu bi’aṣlin waḍi’ahu ma’na/. “Ilmu ma’ani adalah ilmu yang mempelajari rahasia yang terdapat dalam suatu kalimat melalui qarinah-qarinah yang ada, karena ilmu ma’ani mengajarkan bahwa asal penyusunan suatu kalimat itu untuk menunjukkan makna” (Al-Jarim dan Amin, : 374).

Menurut Chaer (1989: 60-77) pengertian makna dalam buku pengantar semantik bahasa indonesia yaitu : 1.Makna leksikal dan makna gramatikal, 2.Makna referensial dan non referensial, 3.Makna denotatif dan konotatif, 4.Makna kata dan makna istilah, 5.Makna konseptual dan asosiatif, 6.Makna idiomatikal dan peribahasa , 7.Makna kias.

Makna leksikal adalah unsur- unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, objek, dan lain- lain. Makna ini dimiliki unsur bahasa terlepas dari penggunaan atau konteksnya (Sudaryat, 2008 : 22).

Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun dan makna leksikal juga adalah makna yang ada dalam kamus. Atau makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’ (Chaer, 2007:289).

Makna dapat diidentifikasikan tanpa menggabungkan unsur ini dengan unsur lain. Makna yang demikian itu disebut makna Leksikal (Wijana dan Rohmadi, 2008: 22).

Menurut Asrori (2008 ) menjelaskan makna gramtikal hadir sebagai akibat proses gramatika , misalnya afiksasi, perubahan internal, penggabungan ( idhafi) . Kata ﻡﻠﺳﻣ misalnya bermakna ‘seorang penganut agama islam‘ . Makna tersebut berubah menjadi ‘dua orang penganut agama islam‘ setelah mengalami proses afiksasi mendapat akhiran ( ﻥﺍ dan setelah itu mendapat akhiran ﻥﻭ berubah maknanya menjadi sejumlah orang penganut Islam .

ﻢﻠﺴﻣ seseorang penganut Islam →ﻢﻠﺴﻣ ﻢﻠﺴﻣ

+

ﻥﺍ dua orang penganut Islam →ﻥ ﺍﻢﻠﺴﻣ ﻥﻭ + ﻢﻠﺴﻣ sejumlah orang penganut Islam →ﻥﻭﻢﻠﺴﻣ

Perubahan internal data kata ﺐﺘﻛ ke ُﺐِﺘَﻛ menghadirkan makna pasif ( bina majhul). adapun proses afiksasi dan perubahan internal yang terjadi pada َﻞَﺧَﺩ ke َﻞِﺧْﺩَﺍ menghadirkan makna transitif .

ﻪﻘﻔﻟﺍ ﺏ ﺎﺘﻛ

penggabungan menyatakan jenis bidang → Itu kitab fiqih ﺎﺘﻛ

ﺫ ﺎﺘﺳ ﻻﺍ ﺏ penggabungan menyatakan pemilik → Itu kitab guru ﺪﻳﺪﺟ ﺏ ﺎﺘﻛ penggabungan menyatakan ajektifa (kata sifat) → Buku baru ﺔﻳ ﻭﺪﻳ ﺔﻋ ﺎﺳ penggabungan menyatakan jenis → Perhiasan

ﺔﻴﺒﻫ ﺫ ﺔﻋﺎﺳpenggabungan menyatakan bahan →Jam emas ﺔﻴﻄﺋ ﺎﺣ ﺔﻋ ﺎﺳpenggabungan menyatakan jenis → Jam dinding

Makna gramatikal yaitu satuan kebahasaan yang baru dapat diidentifikasikan setelah satuan itu bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain ((Wijana dan Rohmadi, 2008: 22).

Sudaryat (2008 : 70) Afiksasi ialah proses leksemik yang mengubah leksem tunggal menjadi kosa kata berimbuhan. Misalnya, leksem lupa menjadi kata melupakan setelah mengalami afiksasi meN-kan.

Reduplikasi ialah proses leksemik yang mengubah leksem menjadi kata kompleks dengan cara penyebutan leksem sebagian atau seluruhnya. Misalnya, leksem rumah menjadi kata rumah- rumah.

Proses komposisi (penggabungan kata) akan menyebabkanpula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah beubah sebagai hasil proses gramatikal (Chaer, 1989 : 140).

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Abdul Chaer (1989 : 62) berkaitan tentang beberapa pengertian jenis makna yaitu makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi, dan peniliti memfokuskan pada kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya di dalam Al- Qur’an Pada ilmu ma’ani (semantik).

2.2 Makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/

Menurut Bisri dan Fatah (1999: 626), kata َﺐَﺘَﻛ

/

kataba/ yaitu : 1. Menulis

2. Mewajibkan 3. Memerintahkan 4. Mengajari

Menurut Yunus (2007: 366) kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ berarti 1. Menulis

2. Mentakdirkan 3. Menetapkan 4. Mengajar 5. Mengucapkan

BAB I

PENDAHULUAN

Dokumen terkait