• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Makna Kataكَتَبَ /Kataba/ Dan Kata Bentukannya Dalam Al-Qur’an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Makna Kataكَتَبَ /Kataba/ Dan Kata Bentukannya Dalam Al-Qur’an"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Pada ayat diatas juga terjadi perubahan makna asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna Maka akan aku tetapkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata fasa`aktubuhᾱ dengan lial-lażῑna yattaqūna proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

Tetapkanlah disini yaitu tentang memaparkan tentang rahmat Allah dalam segalanya dan untuk segalanya. Seluruh alam berguna menurut tujuannya masing- masing, demi kebaikan segenap makhluk-Nya. Kemampuan mental kita dan daya pengertian kita merupakan bukti yang paling nyata atas segala karunia dan rahmat-Nya itu. Setiap unit atau faktor di antara makhluk-makhluk-Nya itu mendapat manfaat dari yang lain dan menerimanya sebagai rahmat Allah; dn pada gilirannya, satu sama lain saling memperbesar manfaat, dan dengan demikian merupakan suatu bukti rahmat Allah kepada mereka. Rahmat ini bersifat umum dan meliputi segalanya. Sementara keadilan dan hukuman-Nya disediakan hanya bagi mereka yang menyimpang dari kodrat yang sudah ditentukan-Nya (Ali, 2009: 382).

Berdasarkan uraian di atas makna gramatikal ditemuka n 36 (tiga puluh enam) afiksasi berjumlah 13 (tiga belas) pada 12 surat, komposisi berjumlah 20 (dua puluh) pada 12 surat, dan gabungan afiksasi dan komposisi berjumlah 3 ( tiga) pada 3 surat sedangkan reduplikasi dari keseluruhan ayat tidak ditemukan satupun.

BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan

(2)

kami, menetapkan, telah kami tuliskan, lembara-lembaran kertas, menanamkan.

2. Kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yang bermakna leksikal ditemukan 9 (Sembilan) kata pada 7 (tujuh) surat yang terdapat dalam Al-Qur’an yaitu QS. Al- Baqarah : 187 maknanya ditentukan, QS. An- Nisᾱ`: 81 maknanya menulis, QS. Al-Mᾱ`idah : 21 maknanya ditentukan, QS. Al- An῾ᾱm: 12 dan 54 maknanya menetapkan, QS. At- Taubah 51 maknanya ditetapkan, QS. Al- Hasyr : 3 maknanya menetapkan. 3. Kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dalam Al-Qur’an yang bermakna gramatikal

ditemukan 13 (tiga belas) pada afiksasi, 20 (dua puluh) komposisi pada 18 surat, gabungan afiksasi dan komposisi berjumlah 3 (tiga) pada 3 surat sedangkan reduplikasi dari keseluruhan ayat tidak ditemukan satupun.

4. ﻰﻠﻋ َﺐَﺘَﻛ /kutiba ‘ala/ artinya mewajibkan dan ﷲ ﺐﺘﻛ /kataba allāh artinya menetapkan berdasarkan kamus idiom.

b. Saran

Dengan menganalisis makna sebuah kata digali kekayaan akan makna dari sebuah kata tersebut, karena suatu kata akan memiliki makna yang berbeda jika ia berada dalam konteks yang berbeda pula. Peneliti berharap mahasiswa/mahasiswi Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara agar meneliti kata yang lain dalam Al-Qur’an yang mengandung banyak arti.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

(3)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yang terdapat dalam Al-Qur’an

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan melalui Software Al-Qur’an Al Kalam 1.0 copyright c 2009Penerbit Dipenorogo Makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya di temukan 50 kata di dalam Al-Qur’an yang mengandung berbagai makna:

SURAT NOMOR

AYAT KATA MAKNA

1.Al - Baqarah

79 





/yaktubūna/

Orang orang yang menulis/ mereka

yang menulis

178



/kutiba/ Diwajibkan

180



/kutiba/ Diwajibkan

183



/kutiba/ Diwajibkan

187



/kutiba/ Ditentukan

216



/kutiba/ Diwajibkan

246



/kutiba/ Diwajibkan

282





/faaktubūh

u/ Maka dia tulis





/walyaktubu
(4)

/



/kātib

un/ Penulis



/ya

ktuba/ Dia menulis





/taktubūhu/ Dia menuliskannya

285



/kutubiha/ Kitab kitab Nya

2. Ali - Imran

53





/fāktu

bnā/

Masukanlah kami

154 



/kutiba/ Ditakdirkan

181



/sanaktubu/ Kami akan mencacat

3.An- Nisa

66





/katabnā/ Kami perintahkan

77



/kutiba/ Diwajibkan



/k
(5)

81



/yakt

ubu/ Menulis

127





/al-kitābu/ Al Qur’an

136



/

kutubihi/

kitab kitab Nya

4. Al- Maidah

21



/kataba/ Ditentukan

32



/katabnā/ Kami tetapkan

45



/katabnā/ Telah kami tetapkan

83





/fāktub

nā/

Maka catatlah kami

5. Al- An ‘am

12



/kataba/ Menetapkan

54 



/katab

a/ Menetapkan

6. Al- A’raf

145



/katabnā/ Telah kami tuliskan

156



/u

ktub/ Tetapkanlah





/fas
(6)

120 



/kutiba/ Dituliskanlah

121



/kutiba/ Dituliskan

8. Yunus 21





/yaktubūna/ Kami menuliskan

9. Maryam 79



/sanaktubu/

Kami akan menuliskan

10. AL- Anbiya

104



/lilkutubi/

Lembaran lembaran kertas

105



/katabnā/ Telah kami tuliskan 11. Al -Hajj 4



/kutiba/ Telah ditetapkan

12. As- Saba’ 44



/kutubin

/ Kitab kitab

13. Yasin 12



/nakt

ubu/ Kami menuliskan

14. Az -Zukruf 19



/

satuktabu/

Kelak akan dituliskan

15. At- Thur 41





/yaktubūna/

Mereka menuliskannya

16. Al- Hadid 27







/mākatabnahā/

Kami tidak mewajibkannya

17. Al -Mujadilah

21



/kataba/ Menetapkan

22



/kataba/ Menanamkan
(7)

Berdasarkan tabel tersebut terdapat berbagai makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ seperti : Orang orang yang menulis/ mereka yang menulis, diwajibkan, ditentukan, hendaklah mereka menulisnya, maka dia tulis, penulis, dia menulis, dia menuliskannya, kitab-kitabnya, masukkanlah kami, ditakdirkan, kami akan mencatat, kami perintahkan, engkau mewajibkan, menulis, Al-qur’an, kami tetapkan, telah kami tetapkan, maka catatlah kami, menetapkan, telah kami tuliskan, maka akan aku tetapkan, di tetapkan, dituliskanlah, dituliskan, kami menuliskan, kami akan menuliskan, lembaran- lembaran kertas, telah ditetapkan, telah kami tuliskan, kelak akan dituliskan, mereka menuliskannya, kami tidak mewajibkannya, menetapkan.

3.2 Makna Leksikal kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yang terdapat dalamAl-Qur’an

Adapun makna leksikal kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ , peneliti merujuk pada kamus Bisri dan Fatah (1999: 626) yaitu menulis, mewajibkan, memerintahkn dan mengajari. Dan kamus Yunus (2007 : 366) yaitu menulis, mentakdirkan, menetapkan, mengajar, dan mengucapkan.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan melalui Software Al-Qur’an Al Kalam 1.0 copyright c 2009 Penerbit Dipenorogo Makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya di temukan 9 (sembilan) ayat pada 7 (tujuh) surat di dalam Al-Qur’an yang mengandung berbagai makna :

No Makna Leksikal Kata Jumlah Nama Surat:

No Ayat

19. At- Tahrim 12



/

kutubiha/ Kitab kitabnya 20. Al -Qalam 47 ﻥْﻮُﺒُﺘْﻜَﻳ/yaktubūna/ Mereka menulis

21. Al- Bayyinah 3



/kutubu
(8)

1. Ditentukan





1 Al – Baqarah: 187

2. Menulis  1 An- Nisā՝ : 81

3. Ditentukan  1 Al-Mā՝ idah:

21 4. Menetapkan  dan 



2 Al-An ̒ ām: 12 dan 54

5. Ditetapkan 



1 At –Taubah: 51

6. Menetapkan 

dan

 

2 Al –Mujadilah: 21 dan 22

7. Menetapkan  1 Al- Hasyr: 3

1. Di dalam surat Al-Baqarah ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yaitu dalan ayat 187 :





















































U







U













(9)





























































/Uḥilla lakum lailata aṣ-ṣiyᾱmu ar-rafaṡu ilᾱ nisᾱ`ikum hunna libᾱsun lakum wa `antum libᾱsun lahunna ῾alima allᾱhu annakum kuntum takhtᾱnūna anfusakum fatᾱba ῾alaikum wa ῾afᾱ ῾ankum fal´ᾱna bᾱsyirū hunna wabtagū mᾱ kataba allᾱhu lakum wa kulū wasyrabū ḥattᾱ yatabayyana lakum al-khaiṭu al-abyaḍu min al-khaiṭi al-aswadi min al-fajri ṡumma atimmu aṣ -ṣiyᾱma ilᾱ al-laili wala tubᾱsyirūhunna wa `antum ῾akifūna fῑ al-masjidi tilka ḥudūdu allᾱhi falᾱ tarabūhᾱ każalika yubayyinu allᾱhu ᾱyᾱtihῑ lian-nᾱsi la῾allahum yattaqūna/. ”Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”. (QS.Al-Baqarah :

187)

Berdasarkan ayat di atas, pada kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ diterjemahkan dengan telah ditetapkan. Maka makna ini digolongka n menjadi makna leksikal atau makna

sebenarnya atau disebut juga dengan makna idiom.

2. Di dalam Surat An- Nisᾱ ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yaitu dalam ayat 81:

(10)







U



U























/wayaqūlūna ṭᾱ῾atun fa`iżᾱbarazū min ῾indika bayyata ṭᾱ῾ifatun minhum gaira al-lażῑ taqūlu wa llᾱhu yaktubu mᾱ yubayyitūna faagriḍ ῾anhum watawakkal ῾allᾱhi wa kafᾱ bi allᾱhi wakῑlᾱn/. “Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: "(Kewajiban Kami hanyalah) taat". tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. cukuplah Allah menjadi Pelindung” (QS. An- Nisᾱ: 81)

Berdasarkan ayat di atas, pada kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ diterjemahkan dengan menulis. Maka makna ini digolongkan menjadi makna leksikal atau makna

sebenarnya.

3. Di dalam Surat Al- Mᾱ`idah ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yaitu dalam ayat 21:











U



U

U





U

















/yᾱqaumi udkhulū al-`arḍa al-muqaddasata al-latῑ kataba allᾱhu lakum wa lᾱ tartaddū ῾alᾱ `adbᾱrikum fatanqalibū khᾱsirῑna/. “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”. (QS. Al- Mᾱ`idah: 21)

Berdasarkan ayat di atas, pada kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ diterjemahkan dengan telah menetapkan. Maka makna ini digolongkan menjadi makna leksikal atau makna

sebenarnya atau disebut juga dengan makna idiom.

4. Di dalam Surat Al- An῾ᾱm ditemukan 2 (dua) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yaitu dalam ayat 12 dan 54:

(11)

















U



U

U



U

































/qul liman mᾱ fῑ as-samawᾱi wa `al-arḍi qul allᾱhi kataba ῾alᾱ nafsihi ar-raḥmati layajma῾annakum `ilᾱ yaumi al-qiyᾱmati lᾱ raiba fῑhi al-lażῑ na khasirū wa `anfusahum fahum lᾱyu`minūna/. “Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman”.(QS. Al- An῾ᾱm: 12)

Berdasarkan ayat di atas, makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mempunyai arti menetapkan, maksudnya Allah telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan

melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya. Dan orang-orang yang tidak menggunakan akal-fikirannya, tidak mau beriman. Sedangkan (Ali, 2009: 292) menerangkan bahwa sejarah, perjalanan, pengalaman manusia, semua itu memberi bukti akan sifat rahmat Allah serta undang –undang yang bila tanpa itu mereka yang tidak mau mengakui kebenaran akan cenderung kehilangan daya hidup dan menghancurkan diri mereka sendiri. Maka makna ini di golongkan menjadi makna leksikal atau sebenarnya atau disebut juga makna idiom.

b. Surat Al- An῾ᾱm ayat 54:

















U





U





































(12)

orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al- An῾ᾱm: 54)

Berdasarkan ayat di atas, makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mempunyai arti menetapkan, maksudnya Allah telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan

melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya. Maka makna ini di golongkan menjadi makna leksikal atau sebenarnya atau disebut juga makna idiom.

5. Di dalam Surat At- Taubah ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ yaitu dalam ayat 51:











U





U

















/qul lan yuṣῑbanᾱ `illᾱ mᾱ kataba allᾱhu lana huwa maulᾱna wa ῾alᾱ allᾱhi falyataakkali al-mu῾minūna/. “Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (QS. At- Taubah: 51).

Berdasarkan ayat di atas, makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mempunyai arti ditetapkan. Maka makna ini di golongkan menjadi makna leksikal atau

sebenarnya atau disebut juga makna idiom.

6. Di dalam Surat Al- Mujᾱdilah ditemukan 2 (dua) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 21 dan 22 :

a. Surat Al- Mujᾱdilah ayat 21:

U



U

U



U

















(13)

b. Surat Al- Mujᾱdilah ayat 22:









































































































/lᾱtajidu qaumᾱn yu`minūna bi allᾱhi wa `al-yaumi `al-`akhiri yuwᾱddūna man ḥᾱdda allᾱha warasūlahu walau kᾱnū `ᾱbᾱ`ahum `au `ikhwᾱnahum `au ῾asyῑratahum `ulᾱ`ῑka kataba fῑqulūbihim al-`ῑmᾱna w`ayyadahum birūḥin minhu wayudkhiluhum jannᾱtin tajrῑ min taḥtuhᾱ al-`anhᾱru khᾱlidῑna fῑhᾱ raḍiy allᾱhu ῾anhum `ulᾱ`ika ḥizbu allᾱhi `alᾱ `inna ḥizba allᾱhi hum al-mufliḥūna/. “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (QS. Al- Mujᾱdilah: 22)

Berdasarkan ayat di atas poin a dan b, makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mempunyai arti telah menetapkan dan menanamkan Maka makna ini di golongkan menjadi makna leksikal atau sebenarnya dan disebut juga makna idiom.

(14)



U







U























/walau lᾱ `an kataba allᾱhu ῾alaihim al-jalᾱ`a la῾ażżabahum fῑ ad-dunyᾱ wa lahum wa lahum al-῾akhirati ῾ażᾱbun an-nᾱri/. “Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. dan bagi mereka di akhirat azab neraka”. (QS. Hasyr: 3)

Berdasarkan ayat di atas, makna kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mempunyai arti telah menetapkan, Maka makna ini di golongkan menjadi makna leksikal atau makna

sebenarnya dan disebut juga makna idiom.

Berdasarkan data- data tersebut berikut makna leksikal kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ memiliki arti ditentukan, menulis, ditetapkan, menetapkan.

3.3 Makna gramatikal kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ beserta kata bentukannya yang

terdapat dalam Al-Qur’an.

Adapun makna gramatikal kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ peneliti merujuk pada teori Chaer (1989: 62) tentang jenis makna gramatikal: proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan melalui Software Al-Qur’an Al Kalam 1.0 copyright c 2009Penerbit Dipenorogo Makna gramatikal kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya di temukan 12 (dua belas) pada 33 (tiga puluh

satu) ayat di dalam Al-Qur’an yang mengandung berbagai makna dan mengalami proses gramatikal yaitu proses afiksasi, komposisi dan reduplikasi sebagai berikut:

No Makna Gramatikal Jumlah Nama Surat:

(15)

1 Afiksasi

َﻥْﻮُﺒُﺘْﻜَﻳ, , ,(

), , , , ,,

,

14 Al – Baqarah:79 Āli – Imrān: 181 An- Nisā՝ : 66 Al-Mā՝idah: 32 dan 45

Al-A ̒ raf: 145 Yūnus: 21

Maryam: 79 Al- Anbiyā՝: 105 Yasin: 12

At- Thur: 41 Al- Qalam : 47 2 Komposisi

( ,  ,  ,

 )

,(, 

), ,( 

, ), ,

,

16 Al – Baqarah: 178, 180, 183, 187, 216, 246 An-Nisā: 127, 136

Āli – Imrān: 53 dan 154

Al-Mā՝ idah: 83 At-Taubah: 120 dan 121

(16)

, ,  ,

,,

Al-Hadid: 27 At- Tahrim:12 Al- Anbiyā՝ : 104

Al- bayyinah : 3 3 Afiksasi dan Komposisi Afiksasi dan Komposisi

(afiksasi= , 

,,

komposisi=

ﺍ), (afiksasi= Komposisi=

),(afiksasi= 

komposisi=)

3

Al- Baqarah : 282

Al-A ̒ raf: 156 An- Nisā: 77

4 Reduplikasi - -

Total 33

Berdasarkan data di atas, berikut ini dapat dijelaskan makna gramatikal dari data yang diperoleh sebagai berikut:

I. Makna berdasarkan afiksasi

1. Di dalam surat Al-Baqarah ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 79 yang mengandung makna afiksasi:

َﻦْ�ِ ��ّل ُﻞْﻳَﻮَﻓ

َﺐَتِﻜْﻟا َن ْﻮُﺒُتْﻜَ�

(17)

ﺎ�ﻤِﻣ ْﻢُﻬ�ﻟ ٌﻞْﻳوَو ْﻢِْﳞِﺪْﻳَا ْﺖَبَﺘَﻛ ﺎ�ﻤِﻣ ْﻢُﻬ�ﻟ ٌﻞْﻳَﻮَﻓ ًﻼْﻴِﻠَﻗ ﺎًﻨَﻤَﺛ ِﻪِﺑا ْوَُﱰ ْﺸَيِﻟ

َن ْﻮُﺒ ِ�ﺴْﻜَ�

۝

��

/fawaylun lillaẕīna yaktubūna al-kitāba bi aydīhim tsumma yaqūlūna hāẕā min ‘indi Allahi liyasytarū bihi tsamanan qalīlan, wa waylun lahum mimmā yaksibūna/. “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya,”Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S Al-baqarah:79)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi

َن ْﻮُﺒُتْﻜَ�

yakni menulis al-Kitab disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata yaktubūna (huruf waw dan nun), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Di wajibkan disini adalah sebagabaimana telah diwajibkan: ini tidak berarti bahwa puasa dalam islam sama dengan ketentuan - ketentuan puasa sebelumnya, seperti jumlah hari, waktunya serta cara berpuasa, atau dalam pristiwa – peristiwa yang lain. Itu hanya berarti bahwa dasar – dasar pengorbanan kepentingan diri sendiri dengan bepuasa bukan hal yang baru (Ali, 2009: 78).

2. Di dalam surat Ᾱli- Imrᾱn ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 181 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:















































(18)

naqūlu żūqū ῾ażᾱba al-ḥarῑqi/. “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan Kami kaya". Kami akan mencatat Perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu azab yang mem bakar”. (QS. Ᾱli- Imrᾱn: 181)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami akan mencatat disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata sanaktubu (harf sa dan dhamir nahnu atau nun), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami akan mencatat disini adalah berisi tentang “Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah yang baik?” di tempat lain sedekah atau nafkah di jalan Allah secara kias disebutkan sebagai pemberian kepada Allah. Rasulullah sering mengungkapkan hal tersebut dalam mengimbau agar mengeluarkan nafkah itu dijalan Allah mereka yang suka mengejek sering memperolok dengan mengatakan: “Kalau begitu Tuhan itu miskin dan kamilah yang kaya!” kekufuran demikian merupakan salah satu tindakan mereka yang sudah cukup dikenal dalam sejarah, dengan membunuhi para nabi dan orang-orang saleh (Ali, 2009: 175).

3. Di dalam surat An- Nisᾱ ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 66 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:

























































(19)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami perintahkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata katabnᾱ (nun dan alif), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami perintahkan disini merupakan Nilai iman yang tertinggi ialah bila seseorang dengan sukarela mau mengorbankan nyawanya, tempat tinggal dan segala milik yang dicintainya, di jalan Allah. Orang yang imannya tidak begitu kuat masih dapat diharapkan setidak- tidaknya akan berbuat seperti seorang anggota masyarakat yang patuh. Ia akan mengembalikan segala keraguan dan persoalannya kepada pemuka masyaraka itu, dan dengan senang hati ia akan tunduk dan menerima segala keputusan pemimpinnya. Sebaliknya di antara kaum munafik; meeka tidak akan melakukan hal itu; dan orang yang benar-benar beriman dan berbakti, laki-laki dan perempuan, dengan sukarela bersedia mengorbankan nyawanya (Ali, 2009: 203).

4. Di dalam surat Al- Mᾱ`idah ditemuka n 2 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 32 dan 45 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:

a. Surat Al- Mᾱ`idah ayat 32:



















































































(20)

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”. (QS. Al- Mᾱ`idah: 32)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami tetapkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata katabnᾱ (huruf alif dan nun), dan sebagai penanda isim dhamir nahnu, proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami tetapkan (suatu hukum), merupakan Cerita tentang Kabil ini disinggung agak terperinci dengan tujuan mengingatkan pda cerita Isril. Bani Isarail mempelihatkan pembangkangannya terhadap Tuhan, membunuh dan menista orang-orang beriman. Mereka justru tidak apa-apa, malah kebalikannya, mereka memperlihatkan sikap sangat rendah hati. Tatkala Allah mencabut karunia-Nya dari kaum Israil karena dosa-dosa meeka dan menganugerahkannya kepada saudaranya sebangsa, rasa iri hati Bani israil itu lebih dalam lagi menjerumuskan mereka kedalam dosa. Membunuh atau merencanakan pembunuhan pribadi orang karena pribadi tersebut mewakili suatu gagasan, samalah dengan membunuh siapa saja yang mendukung gagasan itu. Sebaliknya, dengan menyelamatkan nyawa suatu pribadi samalah halnya dengan menyelamatkan seluruh umat. Kutukan apakah yang lebih keras terhadap dendam pembunuhan pribadi demikian (Ali, 2009: 255).

b. Surat Al- Mᾱ`idah ayat 45:

































































(21)

/wa katabnᾱ ῾alaihim fῑhᾱ `anna an-nafsa bi an-nafsi wa al-῾aina bi al-῾ini wa `al-`anfa bi `l-`anfi wa `al-`użuna bi al-`użuna wa as-sinna bi as-sinni wa al-jurūḥa qiṣᾱṣun faman taṣaddaqa bihi fahuwa kaffᾱratun lahu wa man lam yaḥkum bimᾱ `anzala allᾱhu fa`ūla`ika hum aẓ-ẓᾱlimūna/. “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (QS. Al- Mᾱ`idah: 45)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami telah tetapkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata katabnᾱ (huruf nun dan alif), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami tetapkan, yaitu pembalasan itu disebutkan di tiga tempat dalam Pentateuch, yakni Kitab Keluaran 21. 23- 25; Kitab Imamat 24. 18-21 dan Kitab Ulangan 19.21. Susunan kata dalam ketiga nukilan itu berbeda-beda, namun tidak terdapat tambahan apapun yang akan menyertai rasa kasih saying. Perhatikan juga itu dalam Matius5.38, Yesus menukil Undang-undang Lama [Taurat] “mata ganti mata” dan seterusnya dan mengubahnya dengan mengarah kepada pengampunan; tetapi pengarahan Qur’an lebih praktis. Imbauan untuk berkasih sayang dalam agama ini ialah antara sesama manusia. Sekalipun pihak yang dirugikan itu memaafkan, Negara atau penguasa yang berwenang dapat mengambil langkah yang di perlukan demi menjaga hokum dan ketertiban dalam masyarakat. Kejahatan membawa akibat jauh di balik orang yang di rugikan itu: masyarakat juga ikut terkena (Ali, 2009: 259).

5. Di dalam surat Al- A῾rᾱf ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 145 yang mengandung makna gramatikal afiksasi











































(22)

/wa katabnᾱ lahu `al-wᾱḥi min kulli sya`in mau῾ẓatan wa tafṣῑlᾱn likulli sya`in fakhużhᾱ biquwwatin wa`mur qaumaka ya`khużū bi`iḥsanihᾱ sa`ūrῑkum dᾱra al- fasiqῑna/. “Dan kami tentukan undang-undang untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; Maka (kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik”. (QS. Al- A῾rᾱf: 145).

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni kami tentukan undang-undang disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata katabnᾱ (huruf nun dan alif), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami tentukan undang-undang, maksudnya. Peraturan itu sebagaimana lazimnya syariat yang berlaku , akan berisi hal- hal yang sudah mutlak di larang, hal- hal yang tidak dilarang tetapi tidak disetujui, di samping ada juga yang bukan larangan dan bukan pula perintah, tetapi ketentuannya di atur menurut keadaan; hal-hal mengenai kewajiban positif dan berlaku umum, hal-hal yang di anjurkan kepada mereka yang sudah mantap untuk memungkinkan mereka berperilaku lebih tinggi daripada patokan-patokan minimal, dan hal-hal yang ditujukan kepada orang- orang yang martabat kerohaniannya sudah lebih tinggi. Orang memang tidak harus memikul beban di luar kemampuannya; tetapi kita harus berusaha mencari yang sebaik dan setinggi mungkin untuk menjadi pegangan kita dalam berperilaku (Ali, 2009: 377).

6. Di dalam surat Yūnus ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 21 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:















































(23)

cepat pembalasannya (atas tipu daya itu)". Sesungguhnya malaikat-malaikat Kami menuliskan tipu dayamu”. (QS. Yūnus: 21)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami menuliskan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata yaktubūna (huuf waw dan nun), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami menuliskan disini merupakan menuliskan tentang dalam menghadapi bencana, tanpa disadari manusia mengalihkan pikirannya pada segala kekuatan gaib. Tetapi begitu kesulitan berlalu, bukan saja melupakan ayat-ayat, sebaliknya malah ia berkomplot hendak melawannya, seolah-olah ayat-ayat itulah---bukan dia sendiri---yang telah membuat kesulitan. Tetapi makhluk- makhluk bodoh semacam itu patut dikasihani; mereka idak mengerrti bahwa rencana Allah lebih cepat menghentikan segala rencana maker mereka yang tak beraarti itu, dan sekalipun mereka tak berhasil, catatan atas mereka tetap kekal, menjadi saksi terhadap mereka (Ali, 2009: 481).

7. Di dalam surat Maryam ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 79 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:





















/Kallᾱ sanaktubu mᾱyaqūlu wanamuddu lahu min al-῾ażᾱbi maddᾱ/. “Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya”. (QS. Maryam: 79).

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami akan menulis, disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata sanaktubu (huruf sin dan nun), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami akan menulis disini merupakan menuliskan tentang Orang semacam ini memang pantas mendapat azab ganda---karena mengingkari Allah dan melecehkan nama-Nya yang suci (Ali, 2009: 767).

8. Di dalam surat Al-Anbiyᾱ` ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 105 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:

(24)



























/wa laqad katabnᾱ fῑ az-zubūri min ba῾di aż-żikri `anna `al-`arḍa yariṡuhᾱ ῾ibᾱdya aṣ-ṣaliḥūna/. “Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur[973] sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh”. (QS. Al-Anbiyᾱ`: 105)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni Kami tulis disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata katabnᾱ (huruf nun dan alif), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami tulis yakni tulisan yang tertulis didalam Kitab Zabur: Kitab Mazmur Daud. Nama Daud yang berhubungan dengar Zabur secara jelas disebutkan daalam 4:163 dan 17:55, meskipun dengan kata sandang tak tertentu (indenfinite article) yang dipakai untuk kata itu, dengan arti Kitab Suci. Lihat Kitab Mazmur 25. 13 “dan anak cucunya akan mewarisi bumi;” 37:11, “orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri” (dikutip oleh Yesus dalam Matius); dan 37:29 “orang yang benar akan mewarisi negeri.” Mungkin ini diartikan secara harfiah, denagan mengacu kepada kekuasaan dan kewenangan di bumi, atau secara kias dengan mengacu kepada dunia rohani yang baru dan nyata (Ali, 2009: 826).

9. Di dalam surat Yᾱsῑn ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 12 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:































/`innᾱ naḥnu nuḥyi al-mautᾱ wa naktubu mᾱqaddamū wa`ᾱṡᾱrahum wakulla sya`in `aḥṣainᾱhu fῑ `imᾱmin mubῑnin/. “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Yᾱsῑn: 12)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi

(25)

gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata naktubu (huruf nun), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Kami menuliskan yakni menulis tentang Segala perbuatan kita, yang baik dan yang buruk, di bawa ke Takhta Pengadilan Allah di hadapan kita. Sudah tentu semua perbuatan itu akan diperhitungkan kepada kita; tetapi perhitungan kita itu juga akan bertambah karena contoh yang kita tinggalkan serta akibatnya dari segala perbuatan kita itu, kelak akan tampil ke atas pentas atau akan berjalan terus setelah kehidupan kita di dunia ini berakhir. Oleh karenanya tanggung jawab moral dan rohani kita jauh lebih luas karena sudah mempengaruhi pribadi kita (Ali, 2009: 1134).

10.Di dalam surat Aṭ- Ṭūr ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 41 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:













/`am ῾indahum al-gaibu fahum yaktubūna/. “Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya?” (QS. Aṭ- Ṭūr: 19)

Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni mereka menuliskannya, disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata yaktubūna (huruf waw dan nun), proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Mereka menuliskan tentang yang gaib dalam dunia rohani menjadi urusan wahyu, meskipun itu terjadinya melalui kehidupan biasa manusia sehari-hari. Orang yang menolak wahyu hanya karena wahyu itu berada di luar pengalaman mereka sendiri, yang justru kebalikannya harus dicoba untuk mempelajari dan berusaha memahaminya (Ali, 2009: 1379).

11.Di dalam surat Al- Qalam ditemukan 1 (satu) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 47 yang mengandung makna gramatikal afiksasi:













(26)

/`am ῾indahum al-gaibu fahum yaktubūna/. “Ataukah ada pada mereka ilmu tentang yang ghaib lalu mereka menulis (padanya apa yang mereka tetapkan)? “.

(QS. Al- Qalam: 47) Pada ayat diatas kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ mengalami perubahan menjadi menjadi



yakni mereka menulis, disebabkan adanya proses gramatikal yaitu adanya penambahan afiks pada komponen kata yaktubūna, (huruf waw dan nun) proses pembentukan kata ini disebut afiksasi.

Mereka menulis yakni yang pasti mereka tak akan dapat mengetahui atau mengendalikan yang gaib. Kalau memang dapat tentu akan mereka tulis untuk menjadi pedomannya sendiri dan pedoman orang lain. Kata-kata wahyu yang diturunkan Allah, yang lebih mengetahui segalanya, harus mereka dengarkan (Ali, 2009: 1510).

II. Komposisi:

1. Di dalam surat Al-Baqarah ditemukan 5 (lima) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 178, 180, 183, 216, dan 246 yang mengandung makna komposisi:

a. Surat Al-baqarah ayat 178 :













































































(27)

syai`un fa ittibᾱ‘un bi al-ma‘rūfi wa`adᾱ`un `ilaihi bi`iḥsᾱni żᾱlika takhfῑfun min rabbikum wa rahmatun famani‘tadᾱ ba‘da żᾱlika falahu ‘ażᾱbun `alῑmun/. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”.(QS. Al-Baqarah : 178)

Pada ayat di atas terjadi perubahan makn asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna diwajibkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata kutiba dengan ‘alaikum al-qiṣᾱṣu proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

b. Surat Al-Baqarah ayat180:



































/Kutiba ῾alaikum `iżᾱ ḥaḍara `aḥadakum al-mautu `intaraka khairan al-waṣiyyatu lial-wᾱlidaini wa al-`aqrabῑna bi al-ma῾rūfi ḥaqqan ῾alᾱ al-muttaqῑna/. “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa ". (QS. Al-Baqarah: 180).

(28)

c. Surat Al-Baqarah ayat 183:































/ya ayyuhᾱ al-lażῑna ᾱmanῡ kutiba ῾alaikum aṣ-ṣiyᾱmu kamᾱ kutiba ῾alᾱ al-lażῑna min qablikum la῾allakum tattaūna/. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang

sebelum kamu agar kamu bertakwa”.(QS. Al-Baqarah: 183) .

Pada ayat diatas terjadi perubahan makn asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna Diwajibkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata kutiba dengan ‘alaikum aṣ-ṣiyᾱmu proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

d. Surat Al-Baqarah ayat 216:





















































/kutiba ῾alaikum al-qitᾱlu wahuwa kurhun lakum wa῾asᾱ `antakrahū syaian wa huwa khairn lakum wa ῾asᾱ `an tuḥibbū syaian wa huwa syarrun lakum wa allᾱhu ya῾lamu wa `antum lᾱ ta῾lamūna/. “Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al- Baqarah: 216) Pada ayat diatas terjadi perubahan makn asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna Diwajibkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata kutiba dengan ῾alaikum al-qitᾱlu proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

(29)















































































































/`alam tara `ilᾱ al-malᾱ`I min banῑ `isrᾱ`ῑla min ba῾di mūsᾱ `iż qᾱlū linabiyyin lahum ub῾aṡ lanᾱ malikan nuqatil fῑsabῑli allᾱhi qᾱla hal ῾asaitum `in kutiba ῾alaikum al-qitᾱlu `allᾱ nuqatilū qᾱlū wa mᾱ lanᾱ `allᾱ nuqatila fῑ sabῑli allᾱhῑ wa ad `ukhrijnᾱ min diyarinᾱ wa `abnᾱ`inᾱ falammᾱ kuiba ῾alaihimu al-qitᾱlu tawallaū `illᾱ qalῑlan minhum wa allᾱhu ῾alῑmun bi aẓ-ẓalimῑna/. “Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, Yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk Kami seorang raja supaya Kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah". Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang". mereka menjawab: "Mengapa Kami tidak mau berperang di jalan Allah, Padahal Sesungguhnya Kami telah diusir dari anak-anak kami?". Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim”. (QS. Al- Baqarah : 246)

Pada ayat diatas terjadi perubahan makn asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna Diwajibkan disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata kutiba dengan ῾alaikum al-qitᾱlu proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

2. Di dalam surat An-Nisā: ditemukan 2 (dua) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 127 dan 136 yang mengandung makna gramatikal komposisi:

(30)



















































































/wa yastaftūnaka fῑ an-nisᾱ`i qul allᾱhu yuftῑkum fῑhinna wa mᾱyutlᾱ ῾alaikum fῑ al-kitᾱbi fῑ yatamᾱ an-nisᾱ`i al-latῑ lᾱ tu`tūnahunna mᾱ kutiba lahunna watargabūna `an tankiḥū hunna wa al-mustaḍ῾afῑna min al-wildᾱni wa an taqūmū lilyatamᾱ bilqisṭi wa mᾱtaf῾alū min khairin fa`inna allᾱha kᾱna bihῑ ῾alῑmᾱn/. “Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya”. (QS. An- Nisᾱ: 127)

Pada ayat diatas terjadi perubahan makn asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna Al- Qur’an disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata fῑ al-kitᾱbi dengan fῑ yatamᾱ proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

,

b. Surat An- Nisᾱ ayat 136:

(31)





















/yᾱ`yyuhᾱ al-lażῑna `ᾱmanū `ᾱminū bi allᾱhi wa rasūlihi wa al-kitᾱbi al-lażῑ nazzala ῾alᾱ rasūlihi wa al-kitᾱbi al-lażῑ `anzala min qablu wa man yakfur bi allᾱhi wa malᾱ`ikatihi wa kutubihi wa rusulihi wa `al-yaumi al-`akhiri faqad ḍalla ḍlalᾱn ba῾ῑdᾱn/. “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An- Nisᾱ: 136)

Pada ayat diatas terjadi perubahan makn asli kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ menjadi makna kitab disebabkan adanya proses gramatikal yaitu pengaruh penggabungan komponen kata wa al-kitᾱbi dengan al-lażῑ `anzala proses pembentukan kata ini disebut komposisi.

3. Di dalam surat Ᾱli- Imrᾱn ditemuka n 2 (dua) ayat di dalamnya terdapat kata َﺐَﺘَﻛ/kataba/ dan bentukannya, yaitu dalam ayat 53 dan 154 yang mengandung makna gramatikal komposisi:

a. Surat Ᾱli- Imrᾱn ayat 53:





















/rabbanᾱ `ᾱmannᾱ bimᾱ `anzalta wa ittaba῾nᾱ ar-rasūla faktubnᾱ ma῾a asy-syahidῑna/. “Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah Kami ikuti rasul, karena itu masukanlah Kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”. (QS. Ᾱli- Imrᾱn: 53)

(32)

Masukkanlah kami, Masukanlah kami disini adalah pengertian tentang kisa Isa dieritakan khusus dalam hubungan dengan nama Rasulullah dengan Agama Allah, yang merupakan inti agama Ibrahim, Musa dan Isa—adalah agama yang satu. Persoalan lebih lanjut dengan : kalau begitu kenapa kamu sekarang membuat kelompok-kelompok dan menolak Guru yang masih hidup? Islam ialah: tunduk kepada kehendak Allah. Semua orang yang beriman tunduk kehendak allah dan menjadi Muslim (Ali, 2009: 143).

b. Surat Ᾱli- Imrᾱn ayat 154:



















































































Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka kata /wajhun/ dan /wuj ū hun/ yang mengalami proses makna gramatikal ada 25 ayat yang terdapat dalam surat :. Surat Al-

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Abdul Chaer (1989 : 62) berkaitan tentang beberapa pengertian jenis makna yaitu makna gramatikal adalah makna

.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kata yang berasal dari Kata رفغ / gafara / dan mengetahui makna gramatikal kata yang berasal dari Kata رفغ / gafara

Pada langkah kerja yang pertama ini, dilakukan pencarian kata-kata yang berkomponen makna umum. Hal utama yang harus ditentukan pada awal langkah ini adalah

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu

Setelah melakukan penelitian ter- hadap keragaman makna kata ummah dalam Al-Qur’an sebagaimana tersebut di atas, maka penulis dapat membuat sebuah teori tentang

Dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, pemaknaan kata ḍayq al-ṣadr dalam al-Qur‟an secara teori denotasi dan konotasi Roland Barthes menghasilkan, 1 Surah Hud ayat 12, makna

Pembahasan Istilah Wasathiyyah dan Penggunaannya dalam Al-Qur`an Secara bahasa, kata wasath dipadankan dengan makna tengah-tengah tawassuth, adil, berimbang tawazun.7 Kata wasath