• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayam Ras Petelur

Ayam ras petelur atau yang lebih dikenal sebagai ayam negeri dalam masyarakat kita, adalah ayam petelur jenis unggul yang mempunyai daya produktivitas bertelur tinggi baik jumlah maupun bobot telurnya. Pada umumnya jenis-jenis ayam yang telah dikenal di Indonesia merupakan “Final Stock” yang merupakan turunan terakhir hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang dikenal mempunyai daya produktivitas yang tinggi (Cahyono, 1995).

Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe: 1. Tipe Ayam Petelur Ringan

Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni White Leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi Hen House. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadap cuaca panas, keributan, dan ayam ini mudah kaget (bila kaget, produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan).

2. Tipe Ayam Petelur Medium

antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksinya telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak (Bappenas,2000).

Strain Isa Brown

Strain Isa Brown adalah strain hibrida yang merupakan hasil dari persilangan Rhode Island Red dan Rhode Island White , tapi pada saat ini mengandung gen dari berbagai jenis bibit. Strain Isa Brown adalah hibrida yang dikembangkan oleh breeder dengan hubungan garis induk dan pejantan sampai hasil akhir Isa Brown. Ini dikenal dengan adanya produksi telur yang tinggi sekitar 300 telur per ayam betina pada tahun pertama bertelur. Isa Brown terkenal sebagai ayam yang dipelihara di kandang baterai , karena tingkat produksi telur yang tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir , mereka juga telah berhasil menerapkan sistem pemeliharaannya di lantai dan sistem bebas di Eropa. Persilangan ini membuat hewan peliharaan yang ramah , percaya diri dan tidak

takut, tapi ketika umurnya tua, menjadi sedikit saling mematuk dan tampaknya makan lebih banyak (Wikipedia, 2014).

Ayam petelur strain Isa-brown memiliki periode bertelur antara 18-80 minggu, liveability sebesar 93,2%, puncak produksi sebesar 95% pada umur 26 minggu. Rata-rata bobot telur ayam petelur strain Isa-Brown sebesar 63,19 g (Hendrix-genetics, 2006).

Ciri-ciri Pullet dalam berproduksi telur adalah memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, bertelur dengan jumlah banyak dengan kerabang keras, hidup baik dan produksi telurnya ekonomis. Ayam untuk produksi telur dapat memberikan keuntungan ketika bobotnya besar (North and Bell, 1990).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan merupakan perbanyakan sel yang membutuhkan protein. Apalagi bila untuk pertumbuhan itu digunakan bahan perangsang pertumbuhan. Tanpa diimbangi protein yang sejalan dengan peran zat perangsang pertumbuhan itu, maka zat perangsang itu tak akan ada gunanya (Rasyaf, 1992).

Morrison (1967) menyatakan pertumbuhan adalah sebagian dari pertambahan besar urat daging dan jaringan – jaringan lainnya yang mengandung protein yang sangat penting dalam peternakan, karena mempunyai titik tolak produksi yang merupakan hasil akhir.

Card and Nesheim (1972) menyatakan bahwa pertambahan berat badan setiap minggu tidak merata dan maksimum pertumbuhan tercapai pada umur 8 minggu setelah itu pertambahan berat badannya setiap minggu akan menurun.

North dan Bell (1990) yang menyatakan bahwa sumbangan faktor genetik terhadap pertumbuhan adalah sekitar 45% dan faktor lingkungan sekitar 55%.

Bobot DOC ayam petelur berkisar antara 36 – 37 gram, selanjutnya akan tumbuh dengan cepat dan mencapai berat badan yang tepat pada umur 4 minggu (Bisri, 2006).

Ayam tipe berat akan menghasilkan telur lebih berat , mengkonsumsi lebih banyak pakan per Hen Day , dan mengkonsumsi lebih banyak pakan per lusin telur daripada ayam tipe medium dan tipe ringan , sementara ayam tipe medium lebih baik daripada ayam tipe ringan untuk masing-masing kategori. Ayam tipe berat juga mengkonsumsi 3,66 % lebih banyak pakan / g massa telur dari ayam tipe ringan (Bish, et al, 1985).

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Bobot Badan pada Ayam Komersial Isa Brown

Sumber : Isa (2011)

Secara ringkas, pullet adalah ayam yang dipelihara di umur 0-16 minggu. Pendapat lain menyatakan bahwa pullet adalah ayam masa DOC hingga masa bertelur di bawah 5%. Ada satu rumus yang dapat digunakan dalam membentuk pullet berkualitas. Rumus tersebut adalah :

Keterangan :

P : potency atau productivity / potensi atau produktivitas pullet G : genetic / genetik pullet

N : nutrition / nutrisi yang diasup pullet E : environment / kondisi lingkungan

M : management / manajemen pemeliharaan

Ketiga faktor tersebut harus dikelola dalam satu manajemen yang baik agar potensi di dalam tubuh ayam muncul dengan optimal yaitu:

1. Tumbuh lebih cepat dengan kematangan seksual lebih awal 2 minggu sehingga lebih cepat berproduksi

2. Berat badan lebih kecil 5% dan konsumsi pakan lebih rendah 10% sehingga FCR total lebih rendah

3. Puncak produksi (peak performance) 2-3% lebih tinggi 4. Henday (HD) >90%, 8 minggu lebih lama

5. Berat telur lebih besar 5% (Medion, 2009).

Tabel 1. Perkembangan Normal Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Produksi Telur Ayam Petelur Coklat.

Umur Rata-rata Konsumsi pakan Produksi (%) (minggu) BB/kg/ekor Harian (g/ekor) Total (g)

1 - 10 0,07 - 4 0,27 35 0,65 - 8 0,59 54 1,97 - 12 0,91 64 3,70 - 16 1,23 72 5,61 - 19 1,47 80 7,24 1 20 1,55 82 7,81 5 (Japfa, 2001).

Seleksi Bobot badan Ayam dan Keseragaman

Dengan seleksi dan pemberian gizi yang tepat, masa produksi telur dapat diperpanjang sampai hampir merupakan proses terus menerus sehingga seekor ayam betina hampir bertelur tiap hari sepanjang tahun, tanpa masa meranggas bulu. Sebagai akibatnya produksi telur ayam dan itik menjadi suatu industri yang luas di seluruh dunia guna menghasilkan makanan manusia dengan kualitas tinggi (Tillman, dkk, 1991).

Keberhasilan suatu usaha peternakan ditandai dengan lengkapnya tiga faktor yang menjadi satu kesatuan yang sangat berpengaruh yaitu bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan, dimana masing-masing faktor berperan sebesar 20% bibit, 30% pakan dan manajemen sebesar 50%.

Salah satu faktor yang kurang diperhatikan oleh peternak adalah pengawasan dan pengontrolan pada faktor manajemen, yaitu pengontrolan bobot badan dan seleksi. Peternak jarang yang memperhatikan bobot badan awal pemeliharaan. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dari unggas apakah sudah sesuai dengan standar dari strain-nya atau tidak, maka perlu dilakukan penimbangan secara rutin. Seleksi pada ayam pullet sangat penting dilakukan pada semua peternakan, karena dengan seleksi kita memperoleh ayam-ayam yang seragam dalam hal performan. Dengan melakukan seleksi bobot badan maka bobot badan ayam yang dihasilkan akan seragam sehingga ternak akan mengalami dewasa kelamin secara bersamaan dan ini akan memungkinkan ayam memulai bertelur pada waktu yang bersamaan tepat pada waktunya

(Malik dan Rahmawati, 2006).

waktu 30 tahun terakhir ini juga berkembang sangat mengesankan. Ini terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Dibandingkan tahun 1980-an saja perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) peternakan sangat terasa manfaatnya bagi masyarakat peternak. Perkembangan ini dapat diperoleh peternak karena mutu genetik ayam terus meners ditingkatkan oleh para pakar genetika. Seiring dengan itu, formulasi pakan yang dijual pabrik pun berubah mengikuti perkembangan mutu genetik ayam (Suharno, 1999).

Penyeleksian minimum dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pada anak ayam yang berumur 7 hari. Anak ayam yang kerdil dan cacat diafkir. Kedua, pada saat ayam berumur 35 hari dilakukan seleksi secara total dan dipisah menjadi tiga grade, yaitu grade A, B, dan C. Caranya, diambil 10% anak ayam secara acak, lalu dihitung berat rata-ratanya. Berat rata-rata tersebut dijumlah dengan plus minus 10% berat badan rata-rata. Berat yang diatas berat rata-rata plus 10% termasuk grade A. Berat yang masuk kisaran plus minus 10% termasuk grade B. Berat dibawah kisaran tersebut termasuk grade C. Contohnya berat rata-rata ayam hisex brown berumur 35 hari adalah 360 gram/ ekor. Sepuluh persen (10%) dari berat badannya adalah 36 gram/ ekor, sehingga nilai plusnya 396 gram/ ekor dan nilai minusnya 324 gram/ ekor. Dengan demikian, ayam yang mempunyai berat badan diatas 396 gram/ ekor termasuk grade A, yang mempunyai berat 324-396 gram/ ekor termasuk grade B, dan yang mempunyai berat dibawah 324 gram/ ekor termasuk grade C. Perlu juga diketahui pembagian grade ditujukan hanya untuk memudahkan penanganan selanjutnya. Ayam yang termasuk grade A bukan berarti ayam tersebut akan mempunyai penampilan terbaik. Berdasarkan pengamatan lapangan, ayam grade B pada masa produksi telur justru lebih tepat

dewasa kelaminnya dan produksi telurnya lebih tinggi secara persentase dan kualitas. Ayam yang masuk grade C biasanya paling bermasalah, walaupun produksi puncak bisa diatas 90% (Johari, 2004).

Seandainya melakukan penimbangan biasanya cukup mengambil sample 10% jarang yang melakukan penimbangan secara total. Padahal penimbangan secara total akan mempunyai keuntungan yaitu bisa langsung dilakukan seleksi yaitu ayam-ayam yang bobot badannya kurang dari standar dan melebihi standar disisihkan tersendiri. Kemudian masing-masing mendapat perlakuan tersendiri dengan target menjelang produksi mendapat bobot badan yang seragam, sehingga ayam dapat berproduksi secara bersamaan dan puncak produksi dapat dicapai lebih awal dan lebih tinggi. Ayam yang bobot badannya kurang dari standar bisa dipacu dengan meningkatkan kandungan nutrisi/protein pakan sedangkan ayam bobot badannya melebihi standar diberi pakan dengan mengurangi kandungan proteinnya (Leeson and Summers, 1997).

Berat badan ayam bertambah seiring dengan meningkatnya umur ayam. Ayam yang terlalu cepat dewasa (early maturity) biasa menghasilkan telur yang lebih banyak, tetapi dengan berat rata-rata telur yang lebih rendah. Sedangkan ayam yang terlambat dewasa bobot badannya masih dibawah standar pada saat dewasa kelamin. Ayam ini akan menghasilkan telur yang lebih sedikit dan awal bertelur yang mundur, puncak produksi lebih rendah, tetapi berat rata-rata telur lebih besar. Untuk mengetahui berat badan ayam dan keseragamannya maka perlu dilakukan penimbangan ayam sebanyak 10% dari total ayam setiap minggu atau setidak-tidaknya setiap 2 minggu. Cara perhitungan keseragaman diambil kurang lebih 10% dari berat rata-rata. Keseragaman yang baik adalah lebih dari 80%. Bila

keseragaman telah bagus maka selanjutnya perlu dilihat berat rata-rata ayam. Tabel 2. Ukuran keseragaman pada ayam ras petelur

Nilai Hasil > 60 dan < 70 Kurang > 70 dan < 74 Cukup > 74 dan < 80 Standar > 80 dan < 86 Bagus > 86 Sangat Bagus

(Sudaryani dan Santosa, 1999).

Keseragaman menjadi ukuran variabilitas ayam dalam suatu populasi. Keseragaman ayam petelur dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Keseragaman Bobot Badan

Seragam diartikan berat badan sebagian besar ayam sama sesuai dengan standar. Sebaiknya saat grower berat badan minimal sama atau melebihi target manual management guide, karena saat ayam mulai menghasilkan telur sampai puncak produksi (periode kritis), biasanya mengalami stres disebabkan target produksi telur yang harus meningkat drastis menuju puncak, berat atau ukuran telur pun harus bertambah dan tak ketinggalan pertambahan berat badan.

Namun berat badan ayam yang terlalu besar juga bukan sebuah keuntungan. Berat badan yang terlalu gemuk akan mengakibatkan timbunan lemak di daerah perut. Kondisi ini akan mengurangi elastisitas saluran telur (tertahan oleh lemak), akibatnya saat terjadi kontraksi saluran telur relatif sulit kembali ke posisi semula. Kondisi ini yang akan memicu munculnya kasus prolapse.

Ukuran kerangka yang optimal sangat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas telur. Saat proses pembentukan telur, kalsium pada kerangka tubuh akan diambil untuk dideposisikan pada kerabang telur. Setelah selesai, kerangka ini akan dibentuk kembali dengan suplai kalsium dan fosfor dari ransum. Kerangka tubuh yang kecil akan mensuplai kalsium dalam jumlah kecil. Kondisi ini akan mengakibatkan ukuran telur menjadi kecil.

3) Keseragaman Kematangan Seksual

Kematangan seksual yang terjadi secara serempak sangat diperlukan agar puncak produksi segera tercapai dan bisa bertahan lama. Saat ayam ada yang mulai berproduksi telur, kita harus segera memberikan stimulasi pencahayaan agar produksi telur dapat berlangsung secara serempak. Kematangan seksual (dewasa kelamin) ini haruslah diselaraskan dengan kedewasaan tubuh (berat badan) (Sierad, 2014).

Culling adalah memilih ayam dewasa untuk dipisahkan dan tidak dipelihara lagi. Ayam yang tidak memberikan produksi telur dengan memuaskan atau sudah tidak berproduksi lagi, lebih baik jangan dipelihara terus. Karena tidak menguntungkan. Dengan melakukan pengafkiran akan dihemat biaya pengeluaran untuk ransum, menghemat tempat (kandang) dan menghemat tenaga yang digunakan untuk merawat. Sebetulnya pengafkiran ini boleh dilakukan setiap saat, tetapi bila terlalu sering akan merugikan. Karena sering ditangkap, tentu ayam akan stress ( Yahya, 1986).

Dalam memenuhi kebutuhan bibit anak ayam maka diharapkan untuk mendapatkan bibit unggul. Dengan banyaknya strain ayam yang beredar, maka perlu dilakukan pemilihan pada bibit ayam atau strain yang akan dipelihara.

Pendekatan yang perlu diperhatikan ialah :

a. Pendekatan keturunan yang ditinjau dari bibit dan pembibit

Strain ayam sebagai bibit unggul yang dihasilkan oleh pembibit merupakan final stock yang umumnya diarahkan pada pertumbuhan cepat, daya hidup baik dan produktivitas tinggi. Pada bibit anak ayam/ strain yang baik harus mempunyai fakta historis sebagai berikut (pada ayam petelur) :

- Produksi telur ayam rata-rata tidak kurang dari 20 butir per bulan per ekor selama periode satu tahun pertama.

- Konversi sekitar 2,7 (untuk menghasilkan 1 kg telur diperlukan makanan 2,7 kg) - Mortalitas rendah dan kualitas telur baik.

Disamping fakta historis dari bibit, maka perlu juga diperhatikan fakta historis dari pembibit (breeder) dengan penekanan secara seleksi bibit, sumber bibit induk (parent stock) resmi, ransum makanan yang baik, pencegahan penyakit, cara penetasan dan organisasi yang teratur.

b. Pendekatan seleksi berdasarkan observasi penglihatan

Fisik ternak tampak adanya kelincahan, mata cerah, bulu halus rapi, uniform dan bebas dari kelainan fisik (disqualification). Ditinjau dari kesehatan ayam tampak berotot padat, cepat menanggapi gangguan luar, tubuh sempurna, aktif mencari makanan dan minuman serta kondisi kotoran baik.

c. Pendekatan berdasarkan pegangan

Ayam-ayam yang sehat akan serasa padat otot-ototnya dan memiliki bobot yang baik. Berdasarkan pengalaman bahwa anak ayam yang memiliki bobot badan kurang dari standar banyak menimbulkan kematian menjelang umur satu bulan dan bagi yang masih hidup menunjukkan konversi makanan yang terlalu

tinggi (Wiharto, 1985).

Pakan Ayam Ras Petelur (Commercial Layer)

Berbeda dengan ayam broiler, ayam petelur tidak mengenal sistem ad libitum. Jumlah pemberian pakan perlu mendapat perhatian khusus supaya ayam memperoleh jatah pakan yang sesai dengan kebutuhannya tanpa menggangu performan produksi tetapi juga tidak boros.

Ada tiga macam pakan untuk ayam petelur yaitu : 1) Starter (untuk ayam muda hingga umur delapan minggu), 2) Grower (untuk ayam dara mulai umur 9 hingga 20 minggu) dan 3) Layer (untuk ayam petelur yang sedang berproduksi, yaitu mulai umur 21 minggu hingga saat diafkir pada umur 75-80 minggu).

Pada masa sebelum berproduksi untuk ayam muda dan ayam dara pengontrolan dan pengecekan dilakukan setiap minggu terhadap : berat badan, keseragaman (uniformity) dan temperatur lingkungan. Sedangkan pada masa produksi apabila pakan yang diberikan kurang dari porsinya, ayam akan mudah terserang penyakit, terjadi penurunan bobot badan serta cenderung timbul sifat kanibal dan sebaliknya (Kartadisastra, 1994).

Tingkat protein yang optimum bagi anak ayam petelur di Indonesia sebesar 23% protein kasar pada tingkat energi metabolisme sebesar 2800 kkal/kg. Tingkat protein yang baik untuk ayam remaja adalah sebesar 18,5% protein kasar pada tingkat energi metabolisme sebesar 3080 kkal/kg. Tingkat protein yang baik pada masa bertelur fase produksi ke-1 sebesar 18% protein kasar pada tingkat energi metabolisme sebesar 2850 kkal/kg. Tingkat protein yang baik pada masa bertelur fase produksi ke-2 sebesar 15% protein kasar hingga saatnya ayam diafkir (Rasyaf, 1997).

Jumlah makanan ayam yang mampu dihabiskan oleh ayam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

a) Kondisi lingkungan (suhu) b) Bobot badan ayam

c) Jumlah rata-rata produksi telur

d) Kualitas makanan (kandungan protein dan energi) (Sudarmono, 2003).

Tabel 3. Jumlah makanan yang harus diberikan kepada ayam petelur Umur

Ayam Pakan yang digunakan Feed per hari

Rata-rata Berat Badan (Mg) (g) (gram) 1 Pre-starter 520S Energi : 3075-3125 kkal/kg Protein : 21,8-23,8% 11 65-68 2 17 110-120 3 25 195-210 4 32 285-305 5 37 380-400 6 42 470-500 7 Starter Energi : 2750-2850 kkal/kg Protein : 19-21% 46 560-590 8 50 650-680 9 54 740-775 10 58 830-865 11 61 920-960 12 64 1010-1050 13 322 K Energi : 2600-2700 kkal/kg Protein : 16-18% 67 1095-1140 14 70 1180-1230 15 73 1265-1320 16 76 1350-1410 17 Transisi Penggantian Pakan 80 1430-1500 18 324-1/ 324 K Energi : 2600-2750 kkal/kg Protein : 17-19% 84 1550 19 88 1580 20 93 1640 21 98 1705 22 108 1755 23 112 1790 24 115 1805 25 118 1818 26 120 1830

Produksi Telur

Produksi telur strain ISA brown tinggi, yaitu mencapai 300 butir per tahun. Kulit telurnya berwarna cokelat dengan ukuran besar, yaitu dapat mencapai berat sekitar 60 gram/ butir. Ayam betina dewasa dapat mencapai berat 2,3- 3,0 kg. Bulu ayam jantan berwarna merah dengan hiasan kuning, sedangkan ayam betina berwarna merah (Suprijatna, 2005).

North and Bell (1990) menyatakan bahwa pengukuran produksi telur biasanya dinyatakan dengan hen-day. Masa produksi telur dihitung sejak ayam mencapai produksi telur 5% hen-day. Hen-day merupakan ukuran produksi telur ayam yang hidup pada periode tertentu, yaitu membandingkan jumlah telur total yang dihasilkan pada periode tertentu dengan jumlah ayam yang hidup pada periode tertentu.

Produksi telur pada ayam dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu kondisi awal ayam pada saat mulai bertelur dan potensi tumbuh ayam dari awal bertelur sampai puncak produksi (Isa, 2006).

Ayam dewasa kelamin pada umur 19 minggu dan ditandai dengan telur pertama. Pada prinsipnya produksi akan meningkat dengan cepat pada bulan- bulan pertama dan mencapai puncak produksi pada umur 7 sampai 8 bulan (Malik, 2003).

Kenaikan produksi HD atau HHP yang stabil dimulai dari umur 19 - 24 minggu atau mencapai titik puncak pada umur 25 – 34 minggu, hal ini disebabkan karena tingkat produksi ayam meningkat pada awal siklus pertama. Biasanya Kenaikan HDP dan HHP tidak sesuai dengan standar yang ada, hal ini disebabkan karena faktor ketidakseragaman berat badan ayam. Jika berat badan

ayam seragam, maka pertumbuhan dan dewasa kelaminnya akan seragam, sehingga nantinya ayam akan seragam bertelur . Waktu awal bertelur pada ayam erat sekali kaitannya dengan umur kedewasaannya. Ayam tidak akan bertelur sebelum dewasa kelamin atau cukup usia (Syamsuharlin, 2011)

Besar telur diawasi oleh berbagai faktor, termasuk genetik, tingkatan dewasa kelamin, umur, beberapa obat dan beberapa zat makanan. Faktor makanan paling penting yang diketahui mempengaruhi besar telur adalah terdapatnya protein dan asam amino dalam ransum dan asam linoleat. Karena sekitar 50% bahan kering telur adalah protein, penyediaan asam amino adalah penting untuk produksi telur. Suatu pengurangan menyolok dalam besar telur dapat ditimbulkan pada defisiensi asam linoleat. Pada defisiensi parah, telur yang dihasilkan ayam dewasa kelamin, beratnya hanya sekitar 40 gram dibandingkan dengan berat 60 gram dari telur berasal ayam kontrol (Anggorodi, 1985).

Romanoff and Romanoff (1963) menyatakan bahwa ada hubungan antara umur ayam dengan produksi telur. Setelah mencapai puncak produksi, dengan semakin bertambahnya umur ayam, produksi telur mengalami penurunan secara bertahap. Hal ini erat hubungannya dengan kecepatan penurunan aktifitas metabolisme pada organ-organ tubuh dan jaringan.

Gambar 2. Grafik Produksi Telur pada Ayam Komersial Isa Brown Sumber : Isa (2011)

Tiga parameter yang lazim dijadikan tolok ukur performan ayam petelur adalah data hen day (HD), feed conversion ratio (FCR) dan tingkat kematian. Dari ketiga parameter tersebutlah bisa diketahui apakah hasilnya sesuai atau bahkan melebihi standar (target performan) dari perusahaan pembibit (Infovet, 2008).

Berat telur

Secara normal telur ayam mempunyai bobot antara 40-80 g/butir. Ukuran ovum, intensitas bertelur dan nutrisi dalam ransum juga mempengaruhi ukuran telur. Telur mempunyai ukuran yang besar pada intensitas bertelur yang rendah (Campbell et al., 2003).

Ukuran telur merupakan faktor genetik, hal ini berhubungan dengan kemampuan ayam untuk menghasilkan telur besar, medium atau kecil. Umur dewasa kelamin juga mempengaruhi bobot telur. Ayam dara (pullet) yang ketika bertelur pertama telurnya besar maka akan besar selama periode produksi telur. Ukuran ayam dalam satu kelompok yang besar akan menghasilkan telur dengan

rataan yang besar. Bagaimanapun juga ayam dalam satu kelompok bobotnya selalu seragam sehingga akan menghasilkan telur yang seragam pula

(North and Bell, 1990).

Ayam petelur yang mengalami masak kelamin dini memiliki ukuran telur yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan ayam petelur yang mencapai masak kelamin lebih lambat. Intensitas bertelur juga mempengaruhi bobot telur. Telur yang kecil sangat mungkin dihasilkan selama periode peneluran untuk produksi telur yang tinggi. Selama tahun pertama bertelur, bobot dan produksi

Dokumen terkait