TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis
1. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi a. Pengertian
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengatur banyaknya jumlah kelahiran sehingga ibu maupun bayinya dan ayah serta keluarga yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut. Keluarga berencana merupakan program pemerintah yang bertujuan menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang (Irianto, 2014).
Sedangkan kontrasepsi ialah cara, alat, atau obat-obatan untuk mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (spermatozoa) pada saluran telur. Kontrasepsi dibagi menjadi dua, yaitu cara temporer (spacing) dan cara permanen (kontrasepsi mantap). Cara permanen dilakukan dengan mengakhiri kesuburan untuk mencegah kehamilan secara permanen, pada wanita disebut sterilisasi dan pada pria disebut vasektomi (Sofian, 2013).
b. Tujuan Keluarga Berencana 1) Tujuan Umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk (Irianto, 2014).
2) Tujuan Khusus
a) Meningkatkan jumlah akseptor alat kontrasepsi b) Menurunkan jumlah angka kelahiran bayi
c) Meningkatkan kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran (Irianto, 2014).
c. Metode Keluarga Berencana
Ada beberapa macam metode kontrasepsi menurut Saifuddin (2010) yaitu:
1) Mekanis a) Kondom b) Diafragma
c) Spermisida : aerosol, tablet vaginal atau supositoria, krim d) Pil
e) Implan
f) Tubektomi atau MOW g) Vasektomi
9
h) AKDR atau IUD 2) Non Mekanis
a) Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
(1) Metode lendir servik billing atau metode ovulasi billing (2) Metode suhu badan basal
(3) Metode sympto-termal atau metode suhu tubuh (4) Metode kalender
b) Metode amenore laktasi (MAL) c) Senggama terputus
d) Pantang berkala.
2. Medis Operasi Wanita (MOW) a. Pengertian
Kontrasepsi mantap atau tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang/pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Metode ini hanya digunakan untuk jangka panjang, meskipun terkadang dapat dipulihkan kembali kesuburannya (Wiknjosastro, 2005).
Kontrasepsi mantap atau sterilisasi pada wanita adalah suatu kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan suatu tindakan pada kedua saluran telur sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) (Sofian, 2013).
b. Jenis
Menurut Sofian (2013), terdapat empat jenis sterilisasi berdasarkan tujuannya, yaitu:
1) Sterilisasi hukuman (compulsary sterilization);
2) Sterilisasi eugenik , untuk mencegah berkembangnya kelainan mental secara turun menurun;
3) Sterilisasi medis, dilakukan berdasarkan indikasi medis demi keselamatan wanita tersebut karena kehamilan berikutnya dapat membahayakan jiwanya;
4) Sterilisasi sukarela (coluntary sterilization), yang bertujuan ganda dari sudut kesehatan, sosial ekonomi dan kependudukan.
c. Efektivitas
Tubektomi merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif dan tidak menimbulkan efek samping jangka panjang. Efektivitasnya yaitu 0,5 kehamilan per 100 perempuan (0,5%) selama tahun pertama penggunaan (Saifuddin, 2010).
d. Waktu
Pelaksanaan tindakan sterilisasi dilakukan pada saat:
1) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini tidak hamil 2) Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (Saifuddin, 2010) 3) Pasca persalinan (post partum)
Sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya 48 jam pasca persalinan. Setelah lebih dari 48 jam, operasi akan lebih
11
sulit dengan adanya edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Jika dilakukan setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan, uterus dan alat genital lainnya telah mengecil dan menciut yang menyebabkan mudah terjadinya perdarahan dan infeksi
4) Pasca keguguran (post abortus)
Sterilisasi dapat dilakukan sesaat setelah terjadinya abortus 5) Saat tindakan operasi pembedahan abdominal
Hendaknya saat operasi pembedahan abdominal telah
dipertimbangkan untuk tindakan sterilisasi karena pada tindakan ini dapan sekaligus dilakukannya kontrasepsi mantap (Sofian, 2013). e. Keuntungan
Terdapat beberapa keuntungan dan manfaat sterilisasi wanita yaitu: 1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan)
2) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding) 3) Tidak bergantung pada faktor senggama
4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal 6) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
7) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
8) Berkurangnya resiko kanker ovarium (Saifuddin, 2010)
9) Motivasi hanya dilakukan satu kali, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang
10) Tidak adanya kegagalan dari pihak pasien ( patient’s failure) 11) Tidak mempengaruhi libido seksualis (Anwar, 2011).
f. Keterbatasan
Meskipun banyak keuntungan yang didapat pada metode sterilisasi ini, tetap saja terdapat keterbatasan diantaranya:
1) Tidak dapat melindungi dari Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HBV dan HIV/AIDS
2) Harus dipertimbangkan kembali sifat permanen kontrasepsi ini karena tidak dapat dipulihkan kecuali dengan operasi rekanalisasi 3) Klien dapat menyesal dikemudian hari
4) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan 5) Hanya dilakukan oleh dokter yang terlatih (Saifuddin, 2010).
g. Syarat
Terdapat beberapa syarat untuk menjadi akseptor kontrasepsi mantap MOW yaitu:
1) Syarat sukarela
Meliputi pengetahuan pasangan mengenai cara kontrasepsi lain, risiko dan keuntungan kontrasepsi mantap, serta sifat permanen metode ini.
13
2) Syarat bahagia
Syarat ini dilihat berdasarkan ikatan perkawinan yang sah dan harmonis. Umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun dengan sekurang-kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil berumur lebih dari 2 tahun.
3) Syarat medik (Saifuddin, 2009). h. Indikasi
Menurut Amru Sofian (2013), sterilisasi dilakukan atas indikasi: 1) Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat jika wanita tersebut hamil lagi, seperti tuberkulosis paru, penyakit jantung, penyakit ginjal maupun skizofrenia.
2) Indikasi medis obstetrik
Adanya riwayat toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea berulang dan histerektomi obstetrik.
3) Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik, dapat
dipertimbangkan untuk dilakukannya sterilisasi. 4) Indikasi sosial ekonomi
a) Rumus 120; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu, kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri b) Rumus 100; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
i. Kontraindikasi
1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
2) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah tersebut sembuh)
4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan 6) Belum memberikan persetujuan tertulis (Saifuddin, 2010).
j. Konseling
Konseling adalah proses pemberian informasi yang objektif dan lengkap berdasarkan pengetahuan untuk membantu memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang sedang dihadapi klien, salah satunya yaitu membantu untuk menentukan pilihan metode KB (Manuaba, 2007).
Konseling dilakukan oleh tenaga terlatih, misalnya paramedik yang telah mendapat pelatihan sebagai konselor kontrasepsi mantap. Tujuan konseling yaitu agar keputusan untuk menjalani tubektomi diambil sendiri oleh pasangan setelah mendapat penjelasan yang tepat dan benar mengenai kontrasepsi ini. Konseling dilakukan sebelum, selama, dan sesudah tindakan (Wiknjosastro, 2005).
15
k. Teknik
1) Cara Pencapaian Tuba a) Kuldoskopi
Suatu teknik operasi untuk mencapai tuba melalui insisi pada forniks posterior atau pungsi pada cul de sac dengan visualisasi kuldoskop. Akseptor dalam posisi genupektoral atau menungging dan setelah vagina disucihamakan dengan betadin, daerah operasi diperjelas dengan memasukkan spekulum. Sayatan kecil dibuat pada forniks posterior dan kuldoskop dimasukkan hingga terlihat rongga pelvis. Segera mengidentifikasi tuba dan masukkan cunam penangkap (grasping forceps) melalui luka sayatan untuk mengeluarkan tuba. Mengikat tuba dan potong atau tutup dengan cara sterilisasi saluran telur (cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi atau pemasangan cincin Falope). Mengembalikan tuba tersebut dan mencari tuba sisi lain untuk dilakukan tindakan yang sama (Sofian, 2013).
b) Laparoskopi
Akseptor dibaringkan dalam posisi litotomi. Kanula Rubin dipasang pada serviks dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum. Kemudian dibuat sayatan 1,5 cm di bawah pusat, menusukkan jarum Verres ke dalam rongga peritoneum dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan mengaliri
gas CO
gas CO22 sebanyak 1-1,5 liter dengan kecepatan 1 liter/menit. sebanyak 1-1,5 liter dengan kecepatan 1 liter/menit. Setelah dirasa cukup, jarum Verres dikeluarkan dan sebagai Setelah dirasa cukup, jarum Verres dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukkan trokar serta selubungnya yang berisi gantinya dimasukkan trokar serta selubungnya yang berisi laparoskop. Melalui kanula Rubin mencari tuba dan dilakukan laparoskop. Melalui kanula Rubin mencari tuba dan dilakukan sterilisasi menggunakan cincin Folope (Wiknjosastro, 2005). sterilisasi menggunakan cincin Folope (Wiknjosastro, 2005). c)
c) Mini LaparotomiMini Laparotomi
Suatu operasi kecil untuk mencapai saluran telur melalui Suatu operasi kecil untuk mencapai saluran telur melalui sayatan kecil pada dinding perut. Mula-mula kulit disayat sayatan kecil pada dinding perut. Mula-mula kulit disayat secara melintang sampai ke jaringan subkutis dan membuka secara melintang sampai ke jaringan subkutis dan membuka fascia m.rectun serta m.pyramidalis dibuka secara tumpul fascia m.rectun serta m.pyramidalis dibuka secara tumpul sepanjang 2,5 cm. Peritoneum dibuka sekitar 2 cm dan sepanjang 2,5 cm. Peritoneum dibuka sekitar 2 cm dan memasukkan elevator untuk mengatur posisi rahim dan tuba ke memasukkan elevator untuk mengatur posisi rahim dan tuba ke daerah operasi. Tuba ditangkap, dilakukan tubektomi dan daerah operasi. Tuba ditangkap, dilakukan tubektomi dan terakhir menutup luka operasi (Sofian, 2013).
terakhir menutup luka operasi (Sofian, 2013). d)
d) HisteroskopiHisteroskopi
Untuk melihat rongga rahim dan sudut tuba dengan jelas, Untuk melihat rongga rahim dan sudut tuba dengan jelas, digunakana alat histeroskop sehingga obat-obatan yang bersifat digunakana alat histeroskop sehingga obat-obatan yang bersifat kausatif dan adhesif untuk menyumbat tuba dapat dimasukkan kausatif dan adhesif untuk menyumbat tuba dapat dimasukkan langsung ke dalam saluran telur (Sofian, 2013).
langsung ke dalam saluran telur (Sofian, 2013). e)
e) KolpotomiKolpotomi
Cara ini mengendaki pasien dalam posisi sikap litotomi. Cara ini mengendaki pasien dalam posisi sikap litotomi. Dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 cm dan 3 cm dari Dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 cm dan 3 cm dari serviks dengan 2 buah cunam kemudian digunting hingga serviks dengan 2 buah cunam kemudian digunting hingga
17 17
menembus peritoneum. Area pandang diperluas menggunakan menembus peritoneum. Area pandang diperluas menggunakan spekulum Soonawalla, sehingga dengan mudah tuba terlihat spekulum Soonawalla, sehingga dengan mudah tuba terlihat dan ditarik keluar. Tubektomi dilakukan dengan cara penutupan dan ditarik keluar. Tubektomi dilakukan dengan cara penutupan tuba (Wiknjosastro, 2005).
tuba (Wiknjosastro, 2005). 2)
2) Cara Penutupan TubaCara Penutupan Tuba a)
a) Cara PomeroyCara Pomeroy
Mula-mula mengangkat pertengahan tuba hingga membentuk Mula-mula mengangkat pertengahan tuba hingga membentuk lengkungan, kemudian bagian dasarnya diklem dan diikat lengkungan, kemudian bagian dasarnya diklem dan diikat dengan benang yang mudah diserap, memotong tuba bagian dengan benang yang mudah diserap, memotong tuba bagian atas ikatan. Setelah luka sembuh dan benang ikatan diserap, atas ikatan. Setelah luka sembuh dan benang ikatan diserap, kedua ujung potongan akan terpisah. Cara ini paling banyak kedua ujung potongan akan terpisah. Cara ini paling banyak digunakan dibanding cara lain karena angka kegagalan hanya digunakan dibanding cara lain karena angka kegagalan hanya 0-0,4% (Sofian, 2013).
0-0,4% (Sofian, 2013). b)
b) Cara KroenerCara Kroener
Cara ini dilakukan dengan mengangkat fimbria dan mengikat Cara ini dilakukan dengan mengangkat fimbria dan mengikat dengan benang sutera pada bagian avaskular mesosalping di dengan benang sutera pada bagian avaskular mesosalping di bawah fimbria dengan dua kali lilitan serta pada bagian bawah fimbria dengan dua kali lilitan serta pada bagian proksimal dari ikatan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong proksimal dari ikatan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong (fimbriektomi) dan dikembalikan ke dalam rongga perut setelah (fimbriektomi) dan dikembalikan ke dalam rongga perut setelah perdarahan berhenti. Meskipun angka kegagalannya sangat perdarahan berhenti. Meskipun angka kegagalannya sangat kecil bahkan tidak akan terjadi kegagalan, namun cara ini kecil bahkan tidak akan terjadi kegagalan, namun cara ini kurang disukai karena kesuburan tidak dapat dipulihkan kurang disukai karena kesuburan tidak dapat dipulihkan
kembali dan kemungkinan terjadinya perdarahan disfungsional kembali dan kemungkinan terjadinya perdarahan disfungsional di kemudian hari lebih besar
di kemudian hari lebih besar (Sofian, 2013).(Sofian, 2013). c)
c) Cara MadlenerCara Madlener
Bagian tengah tuba diangkat dan diklem, kemudian bagian Bagian tengah tuba diangkat dan diklem, kemudian bagian bawah klem diikat dengan benang yang tidak mudah diserap bawah klem diikat dengan benang yang tidak mudah diserap dan klem dilepas. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan dan klem dilepas. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Teknik ini sudah jarang silakukan karena angka tuba. Teknik ini sudah jarang silakukan karena angka kegagalan
kegagalannya relatif tinya relatif tinggi, yaitu 1,2 % nggi, yaitu 1,2 % (Sofian, 2013).(Sofian, 2013). d)
d) Cara AldridgeCara Aldridge
Peritoneum ligamentum latum dibuka, kemudian fimbria Peritoneum ligamentum latum dibuka, kemudian fimbria ditanamkan ke dalam atau ke bawah ligamentum latum dan ditanamkan ke dalam atau ke bawah ligamentum latum dan luka dijahit. Angka kegagalan cara ini kecil sekali dan fimbria luka dijahit. Angka kegagalan cara ini kecil sekali dan fimbria dapat dibuka kembali jika ibu menginginkan kesuburannya dapat dibuka kembali jika ibu menginginkan kesuburannya kembali (Sofian, 2013).
kembali (Sofian, 2013). e)
e) Cara UchidaCara Uchida
Bagian tuba ditarik keluar dan pada sekitar ampula tuba Bagian tuba ditarik keluar dan pada sekitar ampula tuba disuntikkan larutan salin adrenalin pada lapisan subserosa disuntikkan larutan salin adrenalin pada lapisan subserosa sebagai vasokonstriktor agar mesosalping membesar. Pada sebagai vasokonstriktor agar mesosalping membesar. Pada bagian tersebut dilakukan insisi kecil dan bebaskan serosa bagian tersebut dilakukan insisi kecil dan bebaskan serosa sepanjang 4-6 cm hingga tuba terlihat dan klem. Tuba diikat sepanjang 4-6 cm hingga tuba terlihat dan klem. Tuba diikat dan dipotong, kemudian luka pada serosa dijahit dengan putung dan dipotong, kemudian luka pada serosa dijahit dengan putung tuba menonjol ke arah rongga perut. Menurut penemunya, cara tuba menonjol ke arah rongga perut. Menurut penemunya, cara ini tidak pernah gagal (Sofian,
19
f) Cara Irving
Pada cara ini tuba diikat pada dua tempat dengan benang yang dapat diserap. Ujung bagian proksimal ditanamkan ke dalam miometrium, sedangkan ujung bagian distal ditanamkan ke ligamentum latum (Sofian, 2013).
g) Pemasangan cincin Falope (Yoon ring)
Menggunakan aplikator (laparotomi mini, laparoskopi atau laprokator) bagian istmus tuba ditarik dan cincin dipasang. Tuba akan tampak keputih-putihan dan menjadi jibrotik akibat tidak mendapatkan aliran darah (Wiknjosastro, 2005).
h) Pemasangan klip
Penggunaan klip pada kontrasepsi tidak memperpendek panjang tuba hanya menjepit tuba, sehingga rekanalisasi lebih mungkin dilakukan bila diperlukan (Wiknjosastro, 2005).
i) Elektro-koagulasi dan pemutusan tuba
Cara ini dilakukan dengan memasukkan grasping forceps melalui laparoskopi. Kemudian tuba dijepit sekitar 2 cm, diangkat dan dilakukan kauterisasi hingga tampak putih, menggembung dan putus. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal dan distal serta mesosalping terbakar sejauh 2 cm (Wiknjosastro, 2005).
l.
l. Komplikasi dan PenanganannyaKomplikasi dan Penanganannya
Komplikasi yang mungkin terjadi diperlukan penanganan yang efisien Komplikasi yang mungkin terjadi diperlukan penanganan yang efisien dan tepat. Tentunya penanganan yang diberikan merupakan instruksi dan tepat. Tentunya penanganan yang diberikan merupakan instruksi dari tenaga medis ahli.
dari tenaga medis ahli.
Tabel 2.1. Komplikasi MOW
Tabel 2.1. Komplikasi MOW dan penanganannyadan penanganannya
Komplikasi Penanganan
Komplikasi Penanganan
Infeksi luka Infeksi luka
Apabila terlihat infeksi luka, obati
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengandengan antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti yang terindikasi. drainase dan obati seperti yang terindikasi. Demam pasca
Demam pasca operasi (> 38 operasi (> 3800C)C)
Obati infeksi berdasarkan apa yang
Obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan. ditemukan.
Luka pada kandung Luka pada kandung kemih, intestinal kemih, intestinal (jarang terjadi) (jarang terjadi)
Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat. Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pasca operasi, primer. Apabila ditemukan pasca operasi, rujuk ke rumah sakit yang tepat bila perlu. rujuk ke rumah sakit yang tepat bila perlu.
Hematoma Hematoma (subkutan) (subkutan)
Gunakan
Gunakan packs packs yang hangat dan lembab di yang hangat dan lembab di tempat tersebut. Amati. Hal ini biasanya akan tempat tersebut. Amati. Hal ini biasanya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif. dapat membutuhkan drainase bila ekstensif. Emboli gas yang
Emboli gas yang diakibatkan oleh diakibatkan oleh laparoskopi (sangat laparoskopi (sangat jarang terjadi) jarang terjadi)
Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensit, termasuk: cairan mulailah resusitasi intensit, termasuk: cairan intravena, resusitasi kardio pulmonar, dan intravena, resusitasi kardio pulmonar, dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
tindakan penunjang kehidupan lainnya. Rasa sakit pada
Rasa sakit pada lokasi pembedahan lokasi pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
berdasarkan apa yang ditemukan. Perdarahan
Perdarahan superfisial (tepi superfisial (tepi kulit atau subkutan) kulit atau subkutan)
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
apa yang ditemukan Sumber: Saifuddin (2010)
21 21
m.
m. Penatalaksanaan KlinisPenatalaksanaan Klinis
Menurut Saifuddin (2010), prosedur pelaksanaan tubektomi terdiri Menurut Saifuddin (2010), prosedur pelaksanaan tubektomi terdiri atas:
atas: 1.
1. Persetujuan tindakan medikPersetujuan tindakan medik
Setiap tindakan medis yang mengandung risiko harus dengan Setiap tindakan medis yang mengandung risiko harus dengan persetujuan tertulis berupa
persetujuan tertulis berupa informed consent informed consent , yang ditandatangani, yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan, yaitu akseptor yang oleh yang berhak memberikan persetujuan, yaitu akseptor yang bersangkutan harus dalam keadaan sadar dan sehat mental bersangkutan harus dalam keadaan sadar dan sehat mental (Saifuddin, 2010).
(Saifuddin, 2010). Informed
Informed consent consent merupakan surat pernyataan persetujuan merupakan surat pernyataan persetujuan untuk memberikan izin kepada seorang yang dipercaya untuk untuk memberikan izin kepada seorang yang dipercaya untuk melakukan tindakan medis, yang umumnya berupa tindakan melakukan tindakan medis, yang umumnya berupa tindakan operasi. Klien juga berhak untuk menolak tindakan medis, yang operasi. Klien juga berhak untuk menolak tindakan medis, yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan tertulis (Manuaba, 2007). dinyatakan dalam bentuk pernyataan tertulis (Manuaba, 2007).
Calon akseptor harus memahami bahwa operasi yang akan Calon akseptor harus memahami bahwa operasi yang akan dilakukan merupakan tindakan permanen dan meskipun patensi dilakukan merupakan tindakan permanen dan meskipun patensi dapat dikembalikan, pembedahan rekanalisasi tuba tidak menjamin dapat dikembalikan, pembedahan rekanalisasi tuba tidak menjamin adanya fungsi normal yang dapat mengarah ke pembuahan adanya fungsi normal yang dapat mengarah ke pembuahan (Hanretty, 2014).
(Hanretty, 2014). 2.
2. Persiapan atau tahap pra operasiPersiapan atau tahap pra operasi a)
a) Persiapan ruang operasiPersiapan ruang operasi (1)
(1) penerangan yang cukuppenerangan yang cukup (2)
(3)
(3) bebas debu dan seranggabebas debu dan serangga (4)
(4) tersedia air bersih yang mengalir, tempat cuci tangan, ruangtersedia air bersih yang mengalir, tempat cuci tangan, ruang ganti pakaian, tempat sampah yang dapat ditutup rapat dan ganti pakaian, tempat sampah yang dapat ditutup rapat dan bebas dari kebocoran
bebas dari kebocoran (5)
(5) sedapat mungkin tersedia alat pengatur suhu ruangansedapat mungkin tersedia alat pengatur suhu ruangan b)
b) Suasana ruang operasiSuasana ruang operasi (1)
(1) Meminimalkan jumlah petugas dan kegiatan selamaMeminimalkan jumlah petugas dan kegiatan selama tindakan operasi berlangsung
tindakan operasi berlangsung (2)
(2) Kunci Kunci ruang ruang operasi operasi agar agar petugas petugas yang yang tidaktidak berkepentingan tidak keluar masuk ruangan dan suhu berkepentingan tidak keluar masuk ruangan dan suhu ruangan tetap terjaga
ruangan tetap terjaga (3)
(3) memisahkan peralatan yang masih steril memisahkan peralatan yang masih steril dengan yang sudahdengan yang sudah terkontaminasi
terkontaminasi (4)
(4) klien diatur agar tidak menyentuh instrumen steril yangklien diatur agar tidak menyentuh instrumen steril yang tersedia atau tersimpan pada saat masuk dan keluar ruang tersedia atau tersimpan pada saat masuk dan keluar ruang operasi
operasi c)
c) Persiapan klienPersiapan klien (1)
(1) Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempatKlien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak sempat, minta klien untuk pelayanan. Bila tidak sempat, minta klien untuk membersihkan bagian abdomen/ perut bawah, pubis dan membersihkan bagian abdomen/ perut bawah, pubis dan vagina dengan sabun dan air
vagina dengan sabun dan air (2)
(2) Bila menutupi daerah operasi, rambut pubis cukupBila menutupi daerah operasi, rambut pubis cukup digunting. Pencukuran hanya dilakukan apabila sangat digunting. Pencukuran hanya dilakukan apabila sangat
23
menutupi daerah operasi dan waktu pencukuran adalah sesaat sebelum operasi dilakukan
(3) Bila menggunakan elevator atau manipulator rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan larutan antiseptik (misalnya povidon iodien) pada serviks dan vagina
(4) Setelah pengolesan povidon iodine pada kulit, tunggu 1-2 menit agar yodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik
d) Kelengkapan klien dan petugas ruang operasi
(1) Klien menggunakan pakaian operasi. Bila tidak tersedia, dapat menggunakan kain penutup yang bersih
(2) Operator dan petugas kamar operasi harus dalam keadaan