• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907)

Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku Acanthaceae (Wikipedia 2007). Dalam sistem klasifikasi, tanaman A. marina

mempunyai penggolongan sebagai berikut (Plantamor 2012): Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Jenis : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Scrophulariales Acanthaceae Avicennia

A. marina (Forsk.) Vierh.

Nama lokal : Api-api jambu, sia-sia putih, api-api, pejapi, nyapi, api, sia, hajusa, pai. (Kusmana et al. 2008).

Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia(Wikipedia 2007).

Api-api merupakan salah satu jenis yang termasuk ke dalam kelompok mangrove utama. Adapun karakteristik mangrove utama sebagai berikut (Kusmana et al. 2008):

a. Hanya hidup di habitat mangrove, tidak dapat tumbuh menyebar ke daratan. b. Berperan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu membentuk

tegakan murni.

c. Memiliki morfologi spesifik sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, seperti adanya akar permukaan (akar napas/akar udara) dan buah vivipar.

Sebagai warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram, diantaranya akar nafas (pneumatophores) yang muncul 10-30 cm dari substrat, seperti paku dengan diameter 0.5-1 cm. Akar nafas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur sehingga mempercepat proses pembentukan tanah timbul serta berbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2005b).

d. Secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya.

Api-api memiliki daun dengan kelenjar garam. Daun api-api berwarna putih sampai keabu-abuan dilapisi kristal garam di sisi bawahnya. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).

e. Relatif terisolasi secara taksonomi dari komunitas daratan, minimal pada level marga (genus).

Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya seperti A. marina

(Gambar 1) memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi. Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).

A. marina memiliki ukuran pohon kecil atau besar, tinggi mencapai 30 m, dengan tajuk yang agak renggang. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting memiliki buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang. Susunan daun tunggal berhadapan dengan helaian berbentuk elips dan ujung daun akut sampai membundar berukuran panjang 5-11 cm. Api-api memiliki biji kriptovivipar. Bunga muncul terutama pada bulan juli-februari, sedangkan munculnya buah pada bulan november-maret (musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan 2-3 bulan. Bunga bersifat infloresensi berjumlah 8-14, dengan bulir rapat, panjang mencapai 1-2 cm, dengan susunan terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal dengan daun mahkota berjumlah 4, berwarna kuning sampai oranye. Kelopak memiliki 5 cuping dan benang sari sebanyak 4 buah berukuran 0.4-0.5 cm. Lebar buah 1.5- 2.0 cm dan panjang 1.5-2.5 cm dengan perikarp berwarna hijau, bagian dalam hijau sampai coklat muda/kekuningan dan pada permukaan terdapat rambut halus. Buah membundar secara apikal atau dengan sebuah paruh yang pendek (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).

Deskripsi Jenis Bakau (R. mucronata Lamk. 1804)

Dalam sistem klasifikasi, tanaman R. mucronata mempunyai penggolongan sebagai berikut:

Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Jenis : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Malpighiales Rhizophoraceae Rhizophora R. mucronata Lamk.

Nama lokal : bakau, bako-gandul, bakau-genjah, bakau-bandul, bakau- hitam, tanjang-lanang, tokke-tokke, bakao, bakau-laki, blukap, tongke-besar, lului, bakau-bakau, wako, bako, bangko, blukap (Kusmana et al. 2008).

R. mucronata (Gambar 2) merupakan jenis mangrove utama dengan tinggi batang mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Umumnya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. R. mucronata memiliki akar tunjang yang besar dan berkayu dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal/memecah datar. Daun tunggal berhadapan dengan gagang daun berwarna hijau, berbentuk elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung daun berarista (aristate) (ujung daun mirip gigi yang meramping tajam). Panjang daun mencapai 15-20 cm, lebih besar dari R. stylosa, dengan bagian paling lebar berada di tengah. Permukaan bawah daun hijau kekuningan dan terdapat bintik- bintik hitam kecil yang tersebar. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5.5-8.5 cm. (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2008).

R. mucronata memiliki biji vivivar dan bunga infloresensi, bercabang- cabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous), berbunga sebanyak 4-8 dengan perbungaan terbatas (cyme), menggantung, dan aksilar. Daun mahkota berjumlah 4, berwarna putih, dan berambut dengan kelopak bercuping 4, berwarna kuning keputihan sampai hijau kekuningan. Benang sari berjumlah 8 dengan diameter 3-4 cm dan panjang 1.5-2.0 cm. Tangkai putik pendek dengan kepala putik hampir duduk (hampir tanpa tangkai). Buah berdiameter 2.0-2.3 cm, sedangkan panjang 50-70 cm berwarna hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning ketika masak, dengan permukaan berkutil (mempunyai struktur mirip kutil). R. mucronata berbuah silindris (hipokotil), rontok dari bawah leher kotiledon, mengapung, dan tersebar oleh arus. Pemunculan bunga sepanjang tahun (terutama agustus-desember) dan pemuculan buah pada bulan oktober-desember (awal musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan sekitar 14-15 bulan (Kusmana et al. 2008).

R. mucronata tumbuh di tepi sungai-sungai kecil, pantai yang berawa dan berlumpur tanpa ada ombak yang kuat, dan tumbuh baik di wilayah sungai estuaria dengan lumpur mangrove yang lunak. Jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, sedikit kandungan pasirnya, serta pada tanah yang kaya akan humus. R. mucronata teradaptasi dengan berbagai elevasi dengan kisaran yang

lebar. Jenis ini lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir bila dibandingkan dengan jenis R. apiculata. menyebar luas mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara, kepulauan Nusantara, Melanesia dan Mikronesia. Pada saat ini telah diintroduksikan ke daerah Hawaii (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2005b; Kusmana et al. 2008).

Gambar 2 R. mucronata Lamk. 1804.

Teknik Rehabilitasi Mangrove

1. Penanaman dengan propagul (Kusmana et al. 2009a)

Penanaman langsung dengan menggunakan propagul umumnya dilakukan apabila areal penanaman berupa tanah lumpur. Penanaman propagul ini dilakukan dengan cara membenamkan seperempat sampai sepertiga panjang propagul ke dalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap ke atas. Jika propagul ditanam terlalu dalam, lumpur akan menutup lentisel, dan hipokotil tidak dapat berespirasi, dan hal ini akhirnya dapat menyebabkan kematian. Demikian juga sebaliknya, apabila propagul ditanam terlalu dangkal, dia akan mudah hanyut oleh ombak dan air pasang. Untuk R. mucronata, R. apiculata dan R. stylosa, kelopak buah (calyx) harus selalu dilepas sebelum penanaman (biasanya kalau propagul sudah matang, calyx ini akan lepas dengan sendirinya bersama perikarp). Di lain pihak, untuk B. gymnorrhiza, kelopak buah tersebut harus tetap dibiarkan utuh ketika penanaman. Calyx pada B. gymnorrhiza akan rontok sendiri setelah seminggu. Bila setelah seminggu calyx belum rontok, calyx ini perlu dilepas dengan tangan, tapi tidak boleh dengan cara paksa. Apabila area penanaman terdiri atas tanah lumpur yang kurang lembek, penanaman propagul dilakukan

pada lubang tanam yang dibuat dengan tugal (galah kayu yang ujungnya diruncingkan).

2. Penanaman dengan bibit (Kusmana et al. 2009a)

Bibit ditanam pada lobang tanam yang ukurannya sebesar ukuran polibag media bibit (Gambar 3). Penanaman bibit mangrove di lahan pinggir sungai, pinggir pantai dan daerah-daerah lainnya dengan arus air yang relatif kuat disarankan polibagnya tidak disobek. Adapun penanaman bibit di lahan-lahan yang arus pasang surutnya relatif tenang polibag disarankan dirobek dengan cara disayat secara hati-hati sebelum dimasukkan ke lubang tanam. Polibag bekas tersebut kemudian disangkutkan di ujung ajir sebagai tanda bahwa anakan sudah ditanam. Kemudian, tanah atau lumpur ditimbunkan kedalam lubang tanam sehingga propagul dapat berdiri tegak. Kemudian bila perlu, propagul, tersebut diikatkan pada ajir, supaya tanaman kokoh kedudukannya dan tidak mudah terbawa arus air. Yang perlu diperhatikan bila tanaman diikatkan ke ajir adalah bahwa ajir itu sendiri harus kokoh kedudukannya di substrat mangrove (dalam hal ini misalnya, ajir cukup dalam ditancapkannya ke lumpur mangrove). Bila kedudukan (penjangkaran ke substrat mangrove) ajir lebih lemah dibanding bahan tanaman, maka pengikatan tanaman ke tiang ajir, malah membebani tanaman dan malah memperbesar peluang hanyutnya tanaman oleh arus.

Jika terjadi penundaan penanaman di lokasi penanaman, padahal bahan tanaman sudah diangkut ke lokasi, bahan-bahan tanaman tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang teduh. Bahan tanaman berupa propagul sebaiknya disimpan dalam posisi tegak di areal yang berlumpur, dan teduh.

Gambar 3 Penananaman anakan ke dalam lubang tanam.

3. Sistem tanam (Kusmana et al. 2009a)

Ada dua sistem penanaman mangrove yang umum dilakukan, yakni, sistem banjar harian (penanaman seluruh areal) dan sistem tumpang sari (wanawina/silvofishery). Secara umum tidak terdapat perbedaan secara prinsip dalam cara penanaman dari kedua sistem tersebut. Khusus pada sistem tumpang sari, terdapat tambahan kegiatan dalam tahapan persiapan lapangan, yakni pembuatan konstruksi tambak, saluran air dan tapak tanam seperti terlihat pada Gambar 4.

polibag Lubang tanam

Gambar 4 Model sistem wanamina yang umum di Indonesia.

4. Teknik rehabilitasi pada tapak-tapak khusus

a. Tapak berarus dan berombak besar (Kusmana et al. 2009b)

Areal penanaman mangrove pada tapak berarus dan berombak besar umumnya terdapat pada tepi laut lepas atau daerah cekungan tepi laut dengan pusaran arus deras dan gelombang besar. Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dibuat penahan arus dan pemecah gelombang (water break) di depan lahan yang akan ditanami. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah gelombang dapat berupa: (a) tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam anyaman kawat (beronjong), (b) berupa tripod (cetak beton berkaki tiga), (c) gundukan atau guludan tanah/batu (rubble mould), dan (d) anyaman cerucuk bambu/kayu. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah ombak (water break) dalam penanaman mangrove pada tapak berarus deras berombak besar dapat dilihat pada Gambar 5. Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould) dapat dilihat pada Gambar 6.

SALURAN AIR PINTU AIR LAH AN T EM PA T MEME LIHA RA IK AN LA H AN TEMP AT ME M ELIH A RA IK AN LA H AN TEMP AT ME M E LIH A R A IK A N

LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN

LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN

PINTU AIR SALURAN AIR tegakan mangrove k o lam

pintu air saluran air tanggul k o lam tegakan mangrove tanggul saluran air Pintu air k o lam tegakan mangrove tanggul saluran air pintu air

SEA DITCH PLANTING AREA SEA DITCH PLANTING AREA TRIPOD TRIPOD TRIP OD SEA DITCH PLANTING AREA STONE DEPOSITION PLANTING AREA SEA BAMBOO STICK DITCH

Gambar 5 Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam kawat (a), berupa tripod (b) guludan tanah (c) dan cerucuk bambu dan kayu (d).

Gambar 6 Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould).

(a) (b)

laut laut

Area penanaman Area penanaman

(d) (c)

laut laut

Untuk tapak semacam ini, sebaiknya digunakan bibit jenis Rhizophora spp., terutama R. mucronata. Jarak tanam sebaiknya cukup rapat (misal 1 x 1 m atau lebih rapat) dengan berselang seling, sehingga membentuk pola “untu

walang” (zig zag).

Agar anakan yang ditanam tidak mudah hanyut, maka sebaiknya anakan tersebut diikatkan pada tiang pancang/bambu (Gambar 7).

1. Penggunaan tiang pancang

Tiang pancang yang terbuat dari kayu atau bambu (diameter minimal 7.5 cm, panjang 1 m, dan runcing di bagian bawahnya) ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m, tepat di samping semai mangrove yang ditanam. Batang semai tanaman diikatkan pada tiang pancang. Untuk memperoleh kedudukan yang lebih kuat, ruas bambu tiang tersebut dilubangi terlebih dahulu, kemudian lumpur dimasukkan ke dalam tiangnya saat tiang ditancapkan.

2. Penggunaan ruas bambu besar

Bambu yang diameter 20 – 25 cm dan tinggi 1 m, ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m pada lokasi dimana semai mangrove akan ditanam. Bambu dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing pada bagian bawahnya. Isilah bambu dengan lumpur, kemudian tanamlah semai mangrove ke dalam bambu tersebut. Salah satu jenis bambu yang berukuran sebesar itu adalah bambu betung (Dendrocalamus asper).

Gambar 7 Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b).

b. Tapak dengan arus deras pinggir sungai (Kusmana et al. 2009b)

Penanaman mangrove pada tapak dengan arus deras pinggir sungai dilakukan dengan menggunakan jarak tanam atau tanpa menggunakan jarak tanam. Jika menggunakan jarak tanam sebaiknya digunakan jarak tanam rapat kurang dari 0.5 m x 0.5 m.

Pola tanam bisa menggunakan model zig-zag (untu walang). Penanaman tanpa menggunakan jarak tanam sering disebut dengan penanaman dengan teknik gerombol (sistem cluster). Mengingat arus air sungai yang deras maka penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai ini mutlak diperlukan ajir untuk mengikat tanaman agar tidak terbawa arus.

Ajir bisa berupa bambu atau kayu. Bibit tanaman yang di tanam selanjutnya dengan menggunakan tali rafia diikat dengan ajir bambu atau kayu tersebut. Untuk menghindari hanyutnya media tanah yang terdapat dalam polibag

0,25 – 0.5 m

0,5-1 m

0,5 - 1 m

oleh arus sungai yang deras sebaiknya pada waktu penanaman polibag tidak perlu dibuka, cukup diperbanyak lobang-lobang akar pada polibagnya. Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dengan pola zig-zag (untu walang).

c. Tapak berlumpur dalam (Kusmana et al. 2009b)

Tapak berlumpur dalam bisa terdapat pada areal penanaman mangrove tepi laut, tepi sungai atau bekas tambak. Pada tapak yang berlumpur dalam, sebaiknya digunakan bibit atau propagul R. mucronata. Seperti halnya pada tapak yang berombak besar, bibit atau propagul mangrove yang ditanam diikatkan pada tiang pancang. Alternatif lain bibit yang akan ditanam dimasukkan ke dalam bambu yang telah berisi media tanah. Jarak tanam yang dipakai sebaiknya jarak tanam rapat (maksimal 1 x 1 m).

d. Tapak berbatu atau berkerikil (Kusmana et al. 2009b)

Tapak berbatu atau berkerikil umumnya ditemukan pada areal penanaman mangrove di dekat terumbu karang atau di pantai-pantai terjal berdinding batu atau berkerikil. Prinsip penanaman mangrove pada tapak berbatu atau berkerikil ini adalah memindahkan batu atau berkerikil yang terdapat pada lobang tanam dengan media lumpur atau tanah.

Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dapat menggunakan teknik jarak tanam rapat atau tanpa menggunakan jarak tanam (penanaman bergerombol/cluster). Penanaman dengan jarak tanam dapat menggunakan bibit dengan lubang tanam yang besar dan diganti dengan lumpur. Penanaman dengan gerombol/cluster disesuaikan dengan sebaran dan ketebalan batu/kerikil yang ada. Dalam satu titik penanaman bisa ditanam lebih dari satu bibit mangrove. Jika arus/gelombang tidak besar tidak diperlukan ajir tanaman. Teknik penanaman gerombol/cluster pada tapak berbatu/berkerikil dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9 Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dengan cara gerombol (cluster).

Gambar 10 Teknik penanaman pada tapak berbatu/berkerikil dengan lubang besar dan diberi lumpur.

e. Tapak tertimbun pasir pasca tsunami (Kusmana et al. 2009b)

Tapak tertimbun pasir terjadi akibat gelombang laut yang besar atau tsunami. Pasca terjadinya tsunami selain menghancurkan berbagai sarana prasarana di tepi pantai juga sering menyisakan timbunan pasir yang luas dan tebal. Dalam rangka rehabilitasi dan penanaman mangrove di kawasan ini diperlukan usaha mengurangi timbunan pasir sebelum penanaman.

Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah mencoba menanam mangrove pada areal yang tertimbun pasir pasca tsunami di Aceh dengan cara menggunakan polybag berukuran besar, pembuatan parit, dan lubang tanam berukuran besar yang diisi dengan lumpur. Walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan anakan belum diperoleh, namun ada indikasi anakan mangrove dapat tumbuh secara baik dengan perlakuan tersebut.

polybag

Lubang tanam yang lebar dan dalam

0.5 – 0.6 m

pasir

parit atau lubang yang diisi dengan lumpur

bibit mangrove

Polibag berukuran besar

pasir

Prinsip yang dipakai dalam penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir sama halnya dengan tapak berbatu berkerikil yaitu menggali, memindahkan dan mengganti pasir yang ada di lubang tanaman dengan lumpur. Bentuk-bentuk penanaman pada tapak yang tertimbun pasir dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11 Teknik penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir dengan mengganti lubang tanam dengan lumpur atau menggunakan polybag berukuran besar.

Gambar 12 Teknik penanaman mangrove tertimbun pasir dengan cara penggalian parit-parit yang diisi lumpur.

f. Tapak dengan air tergenang dalam dan diam (Kusmana et al. 2009b)

Tapak tanaman mangrove pada air tergenang dalam dan diam (tidak berarus deras) umumnya terdapat pada kawasan hutan mangrove yang mengalami degradasi seperti bekas tambak, bekas galian atau bekas saluran. Kedalaman air bervariasi yang umumnya lebih dari 1.5 m sampai 3 m. Lokasi bekas galian tersebut dapat ditemukan di dekat pantai yang terkena pasang-surut harian atau jauh dari pantai yang tidak tidak terjangkau oleh pasang surut pantai sehingga tingkat salinitas air genangan bervariasi.

Teknik rehabilitasi pada tapak dengan air tergenang dalam dan tidak berarus deras ini dengan menggunanakan sistem guludan bambu. Teknik guludan bambu ini dikembangkan oleh Kusmana et al. (2005a) untuk merehablitasi mangrove tergenang air dalam di sekitar Tol Sedyatmo, wilayah Jakarta Utara. Hasil penanaman mangrove dengan teknik guludan bambu tersebut berhasil

dengan baik. Selanjutnya teknik tersebut dikembangkan untuk merehabilitasi kawasan mangrove yang tergenang air dalam di beberapa lokasi di Jakarta.

Prinsip dasar yang digunakan dalam sistem guludan bambu tersebut adalah memperpendek genangan air sampai pada zona perakaran bibit mangrove. Guludan dibuat dari cerucuk bambu yang dipasang rapat seperti pagar berbentuk persegi panjang. Cerucuk bambu tersebut diikat dengan bambu penjepit di bagian atas dan bawah. Pagar cerucuk bambu tersebut selanjutnya diisi karung goni berisi tanah urugan. Tumpukan karung dalam cerucuk bambu dibuat sampai 20 cm di bawah permukaan air. Selanjutnya tumpukan karung tersebut ditimbun dengan tanah curah yang berisi lumpur sampai kira-kira 20 cm di atas permukaan air (Gambar 13). Setelah proses stabilitasi tanah dapat dilakukan pemasangan ajir dan penanaman bibit tanaman mangrove. Jarak tanam yang digunakan sebaiknya jarak tanam rapat kurang dari 1 x 1 m.

Gambar 13 Struktur guludan (Kusmana 2010).

Model Pertumbuhan

Model adalah contoh sederhana yang mewakili atau menggambarkan suatu sistem yang nyata. Model itu sendiri dibangun dari hasil penelitian atau pengalaman yang berulang-ulang, sehingga tercipta suatu pengetahuan. Oleh karena itu, model memiliki peranan penting di dalam ilmu pengetahuan. Penyusunan model sangat penting dalam suatu penelitian, terutama untuk menghemat waktu dan biaya (Harja dan Rahayu 2010).

Siswadi (1991) mengemukakan bahwa suatu model seringkali dikelompokkan antara lain berdasarkan (a) upaya memperolehnya, (b) keterkaitan pada waktu, atau (c) sifat keluarannya. Model yang berdasarkan upaya memperolehnya misalnya adalah: model teoritik, mekanistik, dan empirik. Model teoritik digunakan sebagai model yang diperoleh dengan menggunakan teori-teori yang berlaku. Model mekanistik digunakan bila model tersebut diperoleh berdasarkan mekanisme pembangkit fenomena. Model empirik digunakan bagi model yang diperoleh hanya dari pengamatan tanpa menjelaskan sama sekali tentang mekanismenya. Model yang didasarkan keterkaitannya pada waktu adalah model statik dan dinamik. Model statik adalah model yang tidak terkait dengan waktu, sedangkan model dinamik tergantung pada waktu. Bila perubahan dalam model dinamik terjadi atau diamati secara kontinyu dalam waktu, maka model

tersebut dikatakan sebagai model kontinyu, bila tidak, maka model tersebut dikatakan sebagai model diskret.

Handoko (2005) mengelompokkan beberapa model sebagai berikut: 1. Model empirik dan mekanistik

Model empirik dibuat berdasarkan pengamatan empirik/statistik, tanpa menjelaskan atau didasarkan atas proses terjadinya. Model mekanistik menjelaskan mekanisme proses terjadinya dalam suatu sistem.

2. Model deskriptif dan model numerik

Model deskriptif menggambarkan bentuk-bentuk hubungan secara konsepsi atau berupa simbol-simbol tanpa mengandung bentuk hubungan numerik. Model numerik menggambarkan hubungan-hubungan dalam bentuk persamaan-persamaan matematik.

3. Model dinamik dan statik

Model dinamik menjelaskan tentang unsur waktu sebagai peubah penting. Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah yang ada sebagai fungsi waktu. 4. Model deterministik dan stokastik

Model deterministik tidak memperhitungkan peluang terjadinya kesalahan hasil prediksi. Model stokastik merupakan suatu model dengan hasil prediksi yang mengandung toleransi yang dapat berupa simpangan yang secara statistik dapat digambarkan dengan ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman.

Pertumbuhan tanaman merupakan sistem yang dinamik, sehingga model dinamik merupakan model yang sesuai terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Davis dan Jhonson (1987) pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan dari jumlah dan dimensi pohon, baik diameter maupun tinggi yang terdapat pada suatu tegakan. Pertumbuhan ke atas (tinggi) merupakan pertumbuhan primer (initial growth), sedangkan pertumbuhan ke samping (diameter) disebut pertumbuhan sekunder (secondary growth).

Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter

Dokumen terkait