• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini membicarakan masalah penelitian yang sebelumnya dilakukan dan berhubungan dengan objek formal dan objek material yang mungkin memiliki persamaan datau perbedaan dengan penelitian ini. Meskipun tidak adanya kesamaan dalam karya yang dibahas, penulis telah menemukan sejumlah penelitian yang mengangkat isu-isu domestikasi (dan foreignisasi) teks terjemahan. Penelitian pertama adalah A Comparison of Arabic Literature Translation into

English and Swedish: Investigating Domestication in the Translation of Arabic Cultural Words-Imarat Yaqubyan as a case in point yang ditulis oleh Lamia Al Taai

pada tahun 2011 lalu. Penulis dari Universitas Stockholm ini menganalisa versi terjemahan bahasa Inggris dan Swedia dari sebuah teks Arab berjudul Imarat

Yaqubyan. Akan tetapi, berlawanan dengan penelitian ini, penulis hanya

membandingkan dua versi terjemahan tersebut berdasarkan strategi dan prosedur, atau dengan kata lain metode dan teknik, yang digunakan oleh masing penerjemah. Lamia menemukan bahwa versi terjemahan bahasa Inggris cendrung menggunakan strategi

Direct Translation sedangkan Swedia memakai strategi Retention. Dari hasil tersebut,

Lamia menyimpulkan bahwa, meskipun kedua versi terjemahan ini cukup mirip, versi terjemahan bahasa Inggris lebih menerapkan ideologi domestikasi daripada versi Swedia, yang dianggap justru menerapkan ideologi foreignisasi. Kedua versi terjemahan kemudian disimpulkan sebagai teks terjemahan yang baik dan mudah dipahami bagi masyarakat Barat yang ingin mengenal budaya dan sastra Arab.

Penelitian kedua yang ditulis oleh Ligita Judickaitė dari Universitas Vytautas Magnu di tahun 2009, sementara itu, kurang lebih membahas masalah yang sama dengan penelitian Lamia di atas. Namun, apabila penelitian sebelumnya membandingkan dua versi terjemahan, penelitian yang berjudul The Notion of

Foreignization and Domestication Applied to Film Translation: Analysis of Subtitles in Cartoon Ratatouille ini hanya membahas strategi penerjemahan dalam satu versi

terjemahan saja, yaitu versi terjemahan bahasa Lithuania. Penulis berusaha mencari tahu apakah item budaya spesifik dalam bahasa Inggris akan didomestikasi atau diforeignisasi dalam versi terjemahan Lituanianya dan strategi penerjemahan yang diterapkan selama proses tersebut. Dari penelitiannya, Judickaitė menyimpulkan bahwa versi terjemahan bahasa Lithuania menerapkan ideologi domestikasi dengan memanfaatkan strategi Globalization.

Selanjutnya dalam Analisis ideologi penerjemahan dan penilaian kualitas

terjemahan istilah kedokteran dalam buku ”lecture notes on clinical medicine”, Asri

Handayani bertujuan untuk mengidentifikasi teknik, metode, ideologi, tingkat keakuratan, keberterimaan serta keterbacaan terjemahan istilah kedokteran pada terjemahan Lecture Note Kedokteran Klinis. Hasil yang ditemukan adalah teknik (calque, transposisi, amplifikasi, peminjaman, deskripsi, terjemahan harfiah, dan inversi) dan metode (harfiah) penerjemahan yang dipakai menandakan penerapan ideologi foreignisasi. Kualitas penerjemahan dinilai cukup baik meskipun perlu mempertinggi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan terjemahan istilah kedokteran dalam buku subjek. Sekali lagi, penelitian yang dilakukan masih terbatas

pada strategi—metode dan teknik—penerjemahan serta penilaian kualitas terhadap terjamahan itu saja.

Foreignization and domestication in the Croatian translations of Oscar Wilde’s The Picture of Dorian Gray yang ditulis oleh Goran Schmid (2013) dari

Universitas Josip Juraj Strossmayer juga merupakan penelitian yang mengangkat isu foreignisasi-domestikasi. Schmid menyatakan bahwa penelitian yang dia lakukan merupakan diachronic study pada tiga versi terjemahan novel The Picture karya Oscar Wilde dalam bahasa Kroasia. Selain menganalisa strategi penerjemahan untuk kemudian menentukan ideologi yang diterapkan, seperti yang dilakukan penelitian-penelitian sebelumnya, penulis juga berusaha mencari tahu apakah ketiga terjemahan tersebut menggunakan strategi yang berbeda, dan bila mungkin, mempelajari apakah perbedaan tersebut disebabkan oleh perubahan diakronik. Schmid menjelaskan bahwa meskipun foreignisasi cendrung mendominasi ketiga versi terjemahan yang ada, perlahan domestikasi juga diterapkan. Perubahan ini menandakan adanya perubahan diakronik, karena, menurut Schmid, strategi penerjemahan merefleksikan trend sosial dan budaya di suatu masyarakat.

Penelitian yang serupa dengan Schmid juga dilakukan oleh Mazi-Leskovar (2003) dalam Domestication and Foreignization in Translating American Prose for

Slovenian Children. Dia mengangkat masalah foreignisasi-domestikasi yang terjadi

dalam penerjemah prosa Amerika yang ditujukan pada anak-anak Slovenia. Dengan berfokus pada sejumlah teks terjemahan dalam jangka waktu tertentu, Mazi-Leskovar mengaitkan sejarah dan perkembangan masyarakat Slovenia dengan ideologi

penerjemahan yang diterapkan pada suatu karya di waktu tertentu. Dia menjelaskan bahwa penerjemahan yang dilakukan di Slovenia berusaha untuk mencapai titik equilibrium antara ideologi foreignisasi dan domestikasi. Pada awalnya domestikasi merupakan pilihan utama dalam penerjemahan dikarenakan kekhawatiran bahkan ketidakberterimaan akan budaya barat di Slovenia. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat mulai mengenal dan ingin tahu tentang nuansa „asing‟, barat, tersebut, sehingga foreignisasi menjadi pilihan alternatif dalam penerjemahan teks-teks dari luar.

Dari penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya kesamaan yaitu analisis penelitian yang berkisar pada isu-isu domestikasi-foreignisasi, terutama mengenai metode dan teknik penerjemahan yang digunakan dalam prosesnya. Tapi kebanyakan penelitian yang membahas isu-isu tersebut ini terkesan hanya sekedar pasang tempel, dimana teknik dan metode penerjemahan diidentifikasi untuk kemudian menentukan ideologi dan kualitas penerjemahan. Sebagai contoh adalah penelitian yang dilakukan oleh Lamia Al Taai, Ligita Judickaitė, dan Asri Handayani yang terbatas pada identifikasi dan deskripsi teknik, metode, serta ideologi yang digunakan pada sebuah produk terjemahan untuk menilai kualitas terjemahan tersebut. Penelitian mereka hanya berhenti pada bagaimana ideologi foreignisasi-domestikasi bekerja. Tidak ada upaya untuk memahami lebih lanjut mengapa hal itu terjadi serta apakah konsekuensi dari penerapan teknik, metode, dan/atau ideologi yang telah mereka sebutkan.

Selama ini lingkup penelitian penerjemahan cendrung hanya terbatas pada ranah bahasa dan lingustik, dengan berfokus pada identifikasi ideologi dan strategi serta penilaian benar-salahnya suatu hasil terjemahan saja. Akan tetapi, berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, penelitian ini tidak hanya berbicara tentang sisi lingustik atau bahasa dalam sebuah terjemahan tapi juga tentang sisi budaya dan sastra yang mengikutinya. Penelitian ini tidak akan menjadikan identifikasi strategi (metode dan teknik) penerjemahan sebagaimana yang banyak ditemukan pada penelitian penerjemahan lingustik sebagai titik akhir yang ingin dicapai, tapi justru akan menggunakannya sebagai titik awal untuk menemukan jawaban yang dicari. Penelitian milik Mazi-Leskovar (2003) dan Schmid (2013) merupakan penelitian yang paling mendekati bahasan dalam penelitian ini. Penelitian ini, sebagaimana yang dilakukan kedua penelitian tersebut, akan turut membahas motif di balik penerapan ideologi penerjemahan. Mengikuti Mazi-Leskovar (2003), penulis juga akan menganalisa sastra anak sebagai fokus kajian. Tapi, berbeda dari keduanya, penelitian ini tidak hanya berfokus pada diachronic study dan motif ideologi penerjemahan saja. Berangkat dari identifikasi teknik penerjemahan, penulis akan kemudian mengaitkannya dengan motif di balik penerapan sebuah ideologi penerjemahan dan efek dari penerapan ideologi tersebut. Dengan kata lain, penelitian ini memadukan berbagai elemen yang biasa dikaji di penelitian-penelitian lain dalam rangka membahas secara tuntas suatu kasus penerapan ideologi domestikasi dalam penerjemahan. Penulis bertujuan mengungkapkan sebab-akibat terjadinya (dan perlunya) proses domestikasi pada Cardcaptors, dimana proses domestikasi yang

dimaksud difokuskan pada penyesuaian pada nama (karakter, tempat, cerita) yang muncul di serial tersebut. Penelitian ini akan memanfaatkan latar belakang budaya dari Jepang dan Amerika, kondisi industri anime pada waktu dan tempat tersebut, dan juga teori terjemahan, terutama dalam kaitannya dengan ideologi penerjemahan domestikasi yang diperkenalkan Venuti (1995) dan teknik penerjemahan Bastin (2009) dalam analisisnya. Dengan menghubungkan fakta-fakta, temuan, dan kondisi industri anime Amerika pada waktu itu, diharapkan dapat mencari tahu apa, mengapa, dan bagaimana domestikasi—penyesuaian budaya—yang telah diterapkan pada kasus

Dokumen terkait