• Tidak ada hasil yang ditemukan

2C12, 1A5, 1B1 DAN 2B2 ASAL DAGING SAPI SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Aerococcus, dan lainnya (Axelson, 1998). Awalnya istilah “bakteri asam laktat” dibawa oleh seseorang yang bekerja di perusahaan susu fermentasi untuk menunjukkan bahwa terdapat suatu spesies atau strain yang dapat menghasilkan asam laktat dari proses metabolisme laktosa dalam jumlah yang banyak. Bakteri ini lebih dikenal secara umum dengan istilah “kultur starter” yang biasa digunakan untuk memulai suatu proses fermentasi.

Kemudian dari waktu ke waktu, kedua istilah tersebut digunakan dalam proses fermentasi bahan pangan hasil ternak yakni susu dan daging, serta digunakan untuk sayuran dan untuk produk fermentasi lainnya (Ray dan Miller, 2003). Sejak manusia mengkonsumsi hasil metabolisme dari baketri tersebut selama beberapa lama tanpa efek yang merugikan yang ditimbulkan, bakteri kultur starter kini dipertimbangkan sebagai bahan pangan yang aman, bermutu baik, dan bahkan memilki beberapa keuntungan bagi yang mengkonsumsinya. Saat ini, yang dikenal dalam pangan fermentasi hanyalah beberapa spesies dari Lactococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus saja, serta beberapa spesies dari Lactobacillus dan Bifidobacterium yang memiliki manfaat pada saluran pencernaan manusia (Ray, 2000).

Salah satu karakteristik yang terpenting dari BAL yakni kemampuannya dalam menghasilkan sifat antimikroba. Beberapa dari mereka telah diketahui karakterisasinya, tetapi juga masih banyak yang diidentifikasi dari spesies atau strain dan kandungan nutrisi, sifat fisik, dan suasana kimia dari tempat tumbuh. Bakteri asam laktat berperan sebagai senyawa antimikroba melalui hasil metabolitnya seperti asam organik, bakteriosin, H2O2, CO2, serta diasetil (Vuyst dan Vandamme, 1994). Antimikroba ini dapat mencegah atau membunuh mikroorganisme yang menjadi target seperti jamur, kapang, bakteri vegetatif, spora, dan bahkan virus. Aktivitas antimikroba bervariasi tergantung dari hasil metabolismenya masing-masing.

Lactobacillus plantarum

L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan yang optimal pada suhu 30-37 oC serta pada pH 5-7 (Emanuel et al., 2005). L. plantarum mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya (Jenie dan Rini, 1995). Salah satu isolat BAL yang berpotensi memproduksi bakteriosin yakni L. plantarum(Elegado et al., 2003).

L. plantarum 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia. Arief et al. (2004) melaporkan bahwa suatu senyawa antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat L. plantarum 2C12 yang diisolasi dari daging sapi lokal. Senyawa antimikroba tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli ATCC 25922, S. Thypimurium ATCC 14028, dan S. aureus ATCC 25923 (Arief, 2011). Senyawa antimikroba yang diproduksi oleh L. plantarum 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin hasil klasifikasi diketahui bahwa isolat tersebut merupakan L. plantarum2C12 dan bakteriosin yang diproduksinya disebut plantaricin.

Kurva Pertumbuhan Bakteri

Kurva pertumbuhan menunjukkan perkembangbiakan ataupun siklus hidup bakteri. Pertumbuhan bakteri adalah suatu peningkatan massa atau jumlah sel total dan bukan dalam hal ukuran. Pertumbuhan sel dan pembentukan produk mencerminkan kemampuan sel yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Pelczar dan Chan (2007) menyatakan bahwa istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen (pertambahan total masa sel) dan bukan perubahan individu organisme.

Ketika bakteri yang tumbuh dalam sistem tertutup, seperti tabung reaksi, populasi sel hampir selalu menunjukkan dinamika pertumbuhan sebagai berikut: awalnya sel menyesuaikan diri dengan media baru (fase lag) sampai mereka mulai membelah diri secara terus menerus melalui proses pembelahan biner (fase eksponensial). Ketika pertumbuhan mereka menjadi terbatas, sel-sel berhenti membelah (fase stasioner), sampai akhirnya sel-sel bakteri tersebut menunjukkan

hilangnya viabilitas (fase kematian). Parameter X dan sumbu Y dalam kurva pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai perubahan dalam jumlah sel berbanding dengan waktu (Todar, 2009).

Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri. Sumber: Todar (2009)

Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur dalam kuantitas konstituen seluler. Hal ini tergantung pada kemampuan sel untuk membentuk protoplasma baru dari nutrisi yang tersedia di lingkungan. Sebagian besar bakteri, pertumbuhan melibatkan peningkatan massa sel dan jumlah ribosom, duplikasi kromosom bakteri, sintesis dinding sel baru dan membran plasma, partisi dari dua kromosom, pembentukan septum, dan pembelahan sel. Proses reproduksi aseksual ini disebut pembelahan biner.

Empat fase siklus pertumbuhan bakteri menurut Todar (2009) adalah (1) Fase Adaptasi, yakni fase dimana setelah inokulasi sel ke dalam media tumbuh, bakteri di dalamnya relatif tetap atau tidak berubah untuk sementara waktu. Sel-sel tetap dapat tumbuh dalam hal volume atau massa, sintesis enzim, protein, RNA, serta meningkatkan aktivitas metabolik meskipun tidak terjadi pembelahan sel. Lamanya fase adaptasi atau fase lag akan tergantung pada berbagai faktor termasuk ukuran inokulum, waktu yang diperlukan untuk pulih dari kerusakan fisik atau stres pada saat inokulasi, waktu yang diperlukan untuk sintesis koenzim penting, dan waktu yang dibutuhkan untuk mensintesis enzim baru yang diperlukan untuk membantu metabolisme substrat yang terdapat di dalam media tumbuh; (2) Fase Eksponensial (logaritmik), adalah pola pertumbuhan yang seimbang dimana semua sel-sel membelah diri secara teratur melalui pembelahan biner, dan tumbuh dengan deret

0 2 4 6 8 10 0 10 20 30 40 50 P op u la si s e l h id u p (8 l o g10 cf u /m l) Waktu (jam) Kematian Tetap Logaritmik Lambat

ukur. Sel-sel membelah dengan laju yang konstan tergantung pada komposisi media pertumbuhan dan kondisi inkubasi. Laju pertumbuhan eksponensial dari kultur bakteri dinyatakan sebagai waktu generasi, juga waktu penggandaan populasi bakteri.

Pertumbuhan secara eksponensial tidak dapat dilanjutkan lagi pada fase ini. Pertumbuhan populasi dibatasi oleh salah satu dari tiga faktor yakni yang pertama dapat diakibatkan oleh berkurangnya nutrisi yang tersedia di dalam suatu media tumbuh bakteri tersebut, akumulasi penghambatan hasil metabolit sel atau produk akhir, atau dapat juga terjadi akibat berkurangnya ruang, dalam hal ini disebut kurangnya "ruang biologis"; (3) Fase Stasioner, selama fase stasioner, apabila dilakukan perhitungan pada sel-sel, tidak dapat ditentukan apakah beberapa sel telah mati dan sejumlah sel-sel lainnya sedang membelah diri, atau bahkan populasi sel tersebut telah berhenti tumbuh dan membelah diri. Bakteri yang menghasilkan metabolit sekunder, seperti antibiotik, melakukannya selama fase stasioner dalam siklus pertumbuhan (metabolit sekunder didefinisikan sebagai metabolit yang dihasilkan setelah tahap pertumbuhan aktif); dan (4) Fase Kematian, yakni apabila inkubasi berlanjut setelah populasi mencapai fase stasioner, berikut dengan fase kematian, dimana terjadi penurunan terhadap populasi sel hidup. Selama fase kematian, jumlah sel yang hidup menurun secara geometris (eksponensial) atau berkebalikan dari pertumbuhan selama fase logaritmik.

Antimikroba

Antimikroba adalah suatu antibodi yang dapat bereaksi dengan toksin dan menetralkan toksin (Fardiaz, 1992). Makanan mungkin mengandung komponen yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui salah satu dari beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan (3) terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan.

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa zat antimikroba bersifat bakterisidial (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (mengahmabat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam

menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (1) konsentrasi bahan pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifat- sifat mikroba (jenis, umur, dan konsentrasi).

Suatu preservatif untuk memperpanjang masa simpan produk pangan, terutama daging, harus memenuhi kriteria antara lain tidak mengubah flavor, bau dan tekstur bahan pangan; aman bagi konsumen dan efektif sebagai preservatif atau aman untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu; preservatif harus mudah dikenali dan kadarnya dapat dipastikan secara pasti serta harus memenuhi kebutuhan yang diizinkan; kualitas bahan pangan tidak merugikan konsumen; ekonomis (Soeparno, 2005); dan tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan diutamakan bersifat membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1998). Beberapa senyawa antimikroba yang dapat dihasilkan oleh BAL antara lain asam organik, bakteriosin, H2O2, CO2, serta diasetil (Vuyst dan Vandamme, 1994).

Asam Organik

Asam organik merupakan substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan pH dalam pangan yang berfase air. Asam organik dalam pangan dapat berfungsi sebagai asidulan atau pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi antimikroba yang efektif pada pH mendekati netral. Asam laktat adalah produk utama pada pangan hasil fermentasi. Asam asetat, propionat, malat dan asam-asam lainnya dengan konsentrasi yang beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk dan mikroorganisme yang digunakan (Samelis dan Sofos, 2003).

Penghambatan pertumbuhan pada mikroba yang disebabkan oleh asam organik diakibatkan adanya pelepasan proton ke dalam sitoplasma sehingga pH pada membran sel menjadi sangat asam secara mendadak. Akan tetapi hipotesis tersebut dibantah oleh peneliti lain yang menyatakan bahwa penyebab dari penghambatan pertumbuhan oleh asam organik bukanlah karena adanya translasi proton tetapi karena adanya akumulasi anion. Anion menyebabkan berkurangnya kecepatan dari sintesis makromolekul dan mempengaruhi transportasi antar membran sel. Bakteri asam laktat dan juga bakteri lain meniadakan efek dari akumulasi anion dengan cara mengurangi pH pada sitoplasma (Quwehand dan Vesterlund, 2004). Perubahan

permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transportasi nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel.

Hidrogen Peroksida

Bakteri asam laktat memproduksi hidrogen peroksida dibawah kondisi pertumbuhan aerob, dan karena berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase. Bakteri asam laktat mengekskresikan H2O2 tersebut sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray, 2004). Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH, konsentrasi, suhu, waktu dan tipe serta jumlah mikoorganisme. Pada kondisi tertentu, spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Quwehand dan Vesterlund, 2004).

Branen (1993) berpendapat bahwa hidrogen peroksida (H2O2) merupakan oksidator, bleaching agent dan anti bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Selain itu, senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Perubahan kondisi lingkungan seperti pH dan suhu mempengaruhi kecepatan dekomposisi. Peningkatan suhu dapat meningkatkan keefisienan dalam menghancurkan bakteri, selain itu kecepatan proses terdekomposisinya senyawa tersebut juga semakin cepat.

Bakteriosin

Bakteri asam laktat (BAL) digunakan dalam fermentasi pangan karena BAL dapat mengurai gula menjadi asam organik, dan juga dapat menghambat kerusakan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pembusuk. Diantara bermacam-macam bahan pengawet yang dihasilkan oleh BAL, bakteriosin adalah salah satu antimikroba alami yang digunakan sebagai pengawet bahan pangan. Bakteriosin adalah protein bakterisidial atau peptida yang mempunyai daya tarik yakni dapat melawan spesies-spesies yang dapat menyebabkan kerusakan pangan

dan penyakit (Gonzales et al., 1994). Bakteriosin merupakan substrat protein antimikroba yang dapat mencegah strain-strain yang sensitif yakni bakteri Gram negatif dan Gram positif (Savadogo, 2004).

Bakteriosin adalah komponen protein antibakterial yang merupakan peptida- peptida antimikrobial hasil sistesis oleh ribosom (Vuyst dan Vandamme, 1994). Savadogo et al. (2006) juga menyatakan bahwa umumnya bakteriosin tersebut adalah peptida-peptida kationik yang terdapat dalam bentuk substansi bersifat hidrofobik atau amphifilik dan membran bakteri merupakan target atau sasaran utama dari aktivitas yang dilakukan oleh bakteriosin tersebut, yakni aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk. Jack et al. (1995) menyatakan bahwa senyawa antimikroba khususnya bakteriosin merupakan substansi protein yang diproduksi oleh banyak strain bakteri dan dapat menghasilkan aktivitas penghambatan secara bakterisidal terhadap organisme yang berkerabat dekat.

Banyak bakteriosin dapat secara bakterisidal melawan spesies-spesies dan strain yang berkerabat dekat dengan bakteriosin tersebut, namun ada beberapa dapat secara efektif melawan banyak bakteri dari spesies dan genus yang berbeda (Ray dan Bhunia, 2008). Satu strain bakteri dapat menghasilkan lebih dari satu macam bakteriosin, dan banyak strain dari spesies yang berbeda dapat memproduksi bakteriosin yang sama atau dapat juga berbeda (Ray dan Bhunia, 2008).

Bakteri Patogen

Bahan pangan dapat berperan sebagai agen dari penularan atau pemindahan mikroorganisme ke manusia yang mengakibatkan pembusukan atau menimbulkan penyakit. Dari kelompok mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan virus merupakan patogen yang menular dalam bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai substrat pertumbuhan dan perkembangbiakan spesies mikroorganisme patogenik, dimana jika berkembang dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya (Buckle et al., 2007).

Bakteri patogen dapat dibedakan menjadi bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif. Perbedaan kedua kelompok bakteri tersebut didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam presentase lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh bakteri Gram positif. Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis jika

dibandingkan dengan dinding sel baketri Gram positif. Hal tersebut menyebabkan terekstraksinya lipid selama proses pewarnaan pada perlakuan dengan etanol (alkohol) sehingga memperbesar daya permeabilitas dinding sel Gram negatif. Larutan pewarna ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama proses pewarnaan awal dapat diekstraksi dan menyebabkan organisme Gram negatif kehilangan warna tersebut. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, namun mengandung lebih sedikit lipid. Hal tersebut menyebabkan dinding sel Gram positif terdehidrasi selama perlakuan dengan menggunakan etanol, sehingga pori-pori dinding sel mengecil, permeabilitasnya berkurang dan warna ungu kristal-yodium tidak dapat terekstraksi (Pelczar dan Chan, 2007).

Beberapa organisme penyebab penyakit yang termasuk dalam bakteri patogen dan pembusuk makanan antara lain adalah S. Typhimurium, E. coli, P. aeruginosa, B. cereus, dan S. aureus. Apabila dibedakan berdasarkan kelompok Gram negatif dan Gram positif, S. Typhimurium, E. coli, dan P. aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif, sedangkan yang termasuk dalam bakteri Gram positif adalah B. cereusdan S. aureus.

Salmonella entritidis ser. Thypimurium

S. Thypimurium adalah jenis bakteri Gram negatif, berbentuk batang dengan panjang 1-1,5 µm, bergerak (motil) serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob dan termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. S. Thypimurium hanya salah satu dari beberapa jenis mikroorganisme penyebab keracunan bahan pangan tipe gastroenteritis (Buckle et al., 2007). Salmonella berbentuk gas apabila tumbuh di dalam media yang mengandung glukosa. Umumnya mereka memfermentasikan dulcitol namun bukan laktosa, menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon untuk menghasilkan hidrogen sulfida. S.Thypimurium dapat menginfeksi seluruh vertebrata berdarah panas termasuk manusia melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, khususnya pada bahan pangan hasil ternak seperti telur, daging dan susu, juga pada kerang-kerangan. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung bakteri S. Thypimurium dari organisme pembawa (hosts).

Gambar 2. Salmonella typhi. Sumber: Black (2005)

Salmonella termasuk tipe bakteri mesofilik, yakni bakteri yang dapat tumbuh secara optimum pada suhu sekitar 35-37 oC, namun umumnya berkisar antara 5-46 o

C. Salmonella akan mati pada suhu pateurisasi dan sensitif terhadap pH rendah yakni pH kurang dari 4,5 dan tidak dapat berkembang biak pada aw 0,94, khususnya dengan kombinasi pH kurang dari 5,5 (Ray dan Bhunia, 2008). Bahan pangan rentan terhadap kontaminasi Salmonella, khususnya bahan pangan asal ternak yang memiliki angka tertinggi terjangkit oleh Salmonella. Bahan pangan ini diantaranya daging sapi, daging ayam, daging kalkun, daging babi, telur, susu, dan produk olahan bahan pangan tersebut (Ray, 2000).

Escherichia coli

E. coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu serotip tertentu bersifat enterophatogenik dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi. Beberapa galur linnya juga sebagai penyebab diare pada orang dewasa. Organisme ini berada di dapur dan di tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan selanjutnya masuk ke makanan yang telah dimasak melalui tangan, permukaan alat- alat, tempat-tempat masakan dan peralatan lainnya. Masa inkubasi adalah 1-3 hari dan gejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau disentri (Buckle at al., 2007).

Gambar 3. Escherichia coli. Sumber: Black (2005)

Strain ini dapat tumbuh secara efektif dalam media yang sederhana maupun yang kompleks dan kebanyakan di dalam makanan. Pertumbuhannya antara suhu10- 50 oC, dengan suhu yang optimum adalah 30-37 oC. Beberapa strain dapat tumbuh pada suhu di bawah 10oC. Pertumbuhan cepat terjadi pada keadaan di bawah suhu optimum. Pertumbuhan dapat terhambat apabila dalam keadaan media yang memiliki pH rendah (di bawah 5,0) dan aw yang juga rendah (di bawah 0,93). E. coli sensitif terhadap suhu rendah, seperti suhu pasteurisasi (Ray dan Bhunia, 2008). Bakteri ini dapat tumbuh optimum pada pH 7,0-7,5 dengan pH minimum 4,0 dan pada pH maksimum 8,5 (Frazier dan Westhoff, 1998).

Pseudomonas aeruginosa

P. aeruginosa merupakan jenis bakteri patogen Gram negatif yang termasuk dalam genus Pseudomonas (Buckle et al., 2007). P. aeruginosa berflagel polar, bersifat aerobik, tetapi dalam hal tertentu nitrit dan digunakan sebagai elektron alternatif yang baik sehingga spesies ini dapat hidup dalam kondisi anaerobik. Selain itu P. aeruginosa dapat tumbuh pada suhu 41 oC bahkan beberapa strain tumbuh pada suhu 44 oC (Palleroni, 2008).

Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan pangan. Banyak organisme Pseudomonasyang dapat berkembang dengan cepat pada

suhu lemari es atau refrigerator dan sering mengakibatkan terbentuknya lendir dan pigmen pada permukaan daging yang didinginkan.

Gambar 4. Pseudomonas aeruginosa. Sumber: Black (2005)

Bacillus cereus

B. cereus termasuk jenis bakteri Gram positif yang berbentuk batang, bergerak, dan dapat membentuk spora, bersifat anaerobik fakultatif dan tersebar secara luas dalam tanah dan air (Buckle et al., 2007). Suhu minimum untuk pertumbuhan B. cereus adalah 10oC. Sel bakteri ini sensitif terhadap pasteurisasi, namun sporanya dapat bertahan terhadap suhu tinggi. Suhu untuk pertumbuhannya berkisar antara 4-50 oC, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 35-40 oC. Parameter pertumbuhan lainnya adalah bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,9 hingga 9,3 dengan aw minimum 0,95 serta konsentrasi NaCl adalah 10%. Spora dan sel B. cereus terdapat pada tanah serta debu, juga dapat diisolasi dari sebagian kecil makanan (Ray, 2000).

Gambar 5. Bacillus sp.

Staphylococcus aureus

Bakteri ini termasuk dalam family Microccaceae, merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk kokus dan berpasangan tetrad atau kelompok menyerupai buah anggur, bersifat anaerobik fakultatif, tidak bergerak, dan tidak berspora (Holt et al., 1994). Bakteri ini tumbuh pada pH optimum sekitar 7,0-7,8 (Supardi dan Sukamto, 1999). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan produk olahannya.

Gambar 6. Staphylococcus aureus. Sumber: Madigan et al. (2009) Mekanisme Aktivitas Antimikroba

Aktivitas senyawa antimikroba dapat dilihat dengan adanya mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Mekanisme tersebut dilakukan oleh senyawa antimikroba dengan cara merusak dinding sel mikroba sehingga sel yang sedang tumbuh akan terlisis atau terurai, protein sel juga terdenaturasi dan terjadi perusakan sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Rheid, 1986).

Beberapa cara antimikroba dalam aksinya melawan mikroorganisme yaitu memberikan efek bakteriostatik, bakterisidal ataupun bakterilisis. Sifat bakteriostatik akan menghambat pertumbuhan dan replikasi mikroorganisme, namun tidak menyebabkan kematian. Sifat bakterisidal berhubungan dengan kemampuan senyawa untuk menyebabkan kematian mikroorganisme, sedangkan sifat bakterilisis akan menyebabkan lisis sel mikroorganisme (Gonzales et al., 1994).

Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat bersifat bakterisidal terhadap sel sensitif dan dapat mengalami kematian dengan sangat cepat pada

konsentrasi rendah. Beberapa bakteriosin mempunyai sifat bakterisidal melawan beberapa strain dan spesies yang berelasi dekat tetapi beberapa dapat efektif melawan banyak strain dalam spesies dan genera yang berbeda. Namun, sel penghasil bakteriosin akan mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang dihasilkannya sendiri, disebabkan memperoleh ketahanan protein yang spesifik. Bakteriosin ini pada umumnya sangat efektif melawan sel dari bakteri Gram positif yang lain (Ray, 2004).

Normalnya, strain bakteri Gram positif sensitif terhadap bakteriosin dengan spektrum yang sangat bervariasi, sedangkan strain bakteri Gram negatif resisten terhadap bakteriosin. Namun, bakteri Gram negatif tersebut dapat menjadi sensitif mengikuti perusakan struktur lipopolisakarida pada permukaan sel secara fisik dan tekanan kimia. Bakteriosin asal bakteri asam laktat tidak efisien dalam menghambat bakteri Gram negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin (Ray, 2004). Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida (Branen, 1993).

MATERI DAN METODE

Dokumen terkait