• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran Hutan

Proses kebakaran

Kebakaran hutan adalah suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas, mengkonsumsi bahan bakar alami hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting-ranting kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan serta pohon-pohon (Brown and Davis, 1973).

Ada 3 komponen penting untuk terjadinya kebakaran. Pertama, tersedianya bahan bakar yang mudah terbakar. Kedua, panas yang dapat

suplai oksigen (O2) yang cukup untuk menjaga kelangsungan proses pembakaran. Ketiga komponen diatas membentuk segitiga api. Setiap komponen tersebut harus tersedia dalam waktu yang bersamaan, jika tidak maka tidak ada api (DeBano et al., 1998).

Oksigen (O2)

Bahan Bakar Sumber panas Gambar 1. Segitiga api

Menurut Brown dan Davis (1973), proses kebakaran secara kimia merupakan kebalikan dari proses fotosintesis.

♣Reaksi fotosintesis : CO2 + H2O + sinar matahari → (C6H12O5)n + O2

♣Reaksi pembakaran : (C6H12O5)n + O2 + suhu penyalaan → CO2 + H2O + panas

Ada 5 fase yang terjadi selama proses pembakaran berlangsung, yaitu : Preignition (pra penyalaan)

Bahan bakar mulai terpanaskan sehingga mengalami dehidrasi dan terjadi pelepasan uap air serta pelepasan gas-gas yang mudah terbakar (methane dan hydrogen) yang berasal dari dekomposisi termal hemiselulosa, selulosa dan lignin. Reaksinya berubah dari memerlukan panas (eksotermik) menjadi pemanasan sendiri ( endotermik).

Flaming (penyalaan)

Proses pirolisis (pelepasan uap air dan gas-gas yang mudah terbakar) semakin meningkat.

Pada kebakaran bawah smoldering berjalan lambat Pada fase ini laju penjalaran api mulai menurun demikian pula panas yang dilepaskan serta suhu yang dihasilkan.

4) Glowing (Pemijaran)

Merupakan bagian akhir dari proses smoldering. Sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap menghilang. Fase ini menghasilkan CO dan CO2.

5) Extinction

Proses pembakaran terhenti dan semua bahan bakar sudah dikonsumsi.

Penyebab Kebakaran

Kebakaran di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, dan sebagian besar adalah karena ulah manusia terutama kebakaran pada tahun 1998. Penyebab-penyebab tersebut antara lain :

a) Konversi lahan skala besar, dimana lahan hutan dikonversi menjadi perkebunan (kebun kelapa sawit, kebun karet) ataupun menjadi lahan non hutan lainnya (pemukiman). Sebagian besar land clearing dilakukan dengan pembakaran.

b) Aktivitas pembalakan (logging) yang tidak beraturan. Pembalakan ini menyebabkan terbukanya tajuk hutan sehingga akses sinar matahari sangat besar. Pada musim kemarau menyebabkan pengeringan terhadap bahan bakar dan suhu tinggi dapat mempermudah terjadinya kebakaran hutan.

c) Perladangan berpindah yang sampai saat ini masih menggunakan api (pembakaran) dalam penyiapan lahannya sehingga kemungkinan untuk terjadinya kebakaran cukup besar terutama jika tidak dilakukan oleh masyarakat lokal.

d) Konflik sosial dengan masyarakat lokal. Untuk penyelesaian konflik terkadang masyarakat membakar lahan yang disengketakan.

e) Transmigrasi yang membutuhkan lahan yang luas, sehingga pembangunan fasilitas bagi trnsmigran dilakukan pembakaran untuk pembersihan lahan. f) Pertanian menetap, pembakaran dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah.

g) Natural causes, dimana kebakaran terjadi karena peristiwa alam seperti petir, perubahan lingkungan yang spontan dan lava gunung api.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebakaran menurut Whelan (1995) adalah :

a) Muatan bahan bakar

Muatan bahan bakar menentukan energi maksimum yang tersedia dalam kebakaran; susunan bahan bakar mempengaruhi aerasi (ketebalan bahan bakar), penyebaran vertikal (penyebaran pada kanopi) dan penyebaran horizontal (pada bahan bakar bawah). Distribusi ukuran bahan bakar sangat mungkin mempengaruhi pada ignition awal. Kandungan kimia bahan bakar dapat meningkatkan penyalaan (resin dan minyak) atau menurunkannya (kandungan mineral).

b) Iklim keseluruhan

Menentukan produktivitas tumbuhan dan juga akumulasi bahan bakar rata-rata c) Curah hujan dan kelembaban

Meningkatkan kelembaban bahan bakar, kombinasi dengan kelembaban relatif yang tinggi menurunkan kemungkinan adanya ignition, pembakaran rata-rata dan penyebaran api rata-rata.

d) Angin

Menyebabkan pengeringan bahan bakar, meningkatkan ketersediaan oksigen dalam pembakaran dan perubahan arah angin dapat meningkatkan muka api. e) Topografi

Menyebabkan variasi pada iklim lokal (kelembaban bahan bakar, kelembaban relatif dan interaksi dengan angin), penyalaan api yang berasal dari atas bukit dapat menyebabkan sekat bakar alami.

f)Waktu

Siang hari : Kelembaban rendah, temperatur tinggi, angin kencang Malam hari : Kelembaban tinggi, temperatur rendah, angin lebih tenang Sementara, faktor-faktor yang mempengaruhi transfer panas pada tanah mineral adalah kelembaban tanah; sebagaimana serasah maka jumlah air pada

tanah dapat mempengaruhi transfer panas. Bahan kimia dan fisika tanah ; jumlah bahan organik, termasuk akar-akar, suplai O2 yang cukup, menentukan besarnya pembakaran terjadi di bawah lapisan serasah. Konduktivitas termal, pemanasan spesifik dan bulk density menentukan rata-rata aliran panas pada tanah mineral. Material induk tanah, porositas, kandungan air, gradien temperatur, konduktivitas hidrolik dan faktor lainnya secara tidak langsung mempengaruhi aliran panas rata-rata (DeBano et al., 1998).

Sifat Biologi Tanah

1. Pengertian dan responnya terhadap kebakaran

Menurut DeBano et al.(1998) sifat biologi tanah dianggap menggambarkan suatu cakupan yang luas dari organisme hidup yang

mendiami tanah dan berkontribusi secara langsung terhadap produktivitas dan sutainabilitas ekosistem darat secara keseluruhan. Organisme-organisme yang hidup di tanah ini terdiri dari kumpulan flora dan fauna, dengan ragam ukuran mulai dari bakteri dan fungi yang mikroskopis sampai vertebrata kecil yang terdapat di bawah permukaan tanah dalam seluruh atau sebagian daur hidupnya. Serangga termasuk organisme biologi yang penting. Komponen biologi yang lain adalah akar dan biji-biji tumbuhan (DeBano et al.1998).

Sifat biologi tanah sangat sensitif terhadap pemanasan tanah, dengan temperatur letal untuk sebagian besar organisme-organisme hidup adalah di bawah 100°C. Mikroorganisme tanah terkonsentrasi pada permukaan lapisan serasah dan lapisan duff karena lapisan ini mengandung sebagian besar bahan organik dan bagian yang aktif dalam dekomposisi dan proses mikrobial lainnya. Invertebrata terkonsentrasi pada horizon tanah bagian atas (DeBano et al., 1998). Karena organisme-organisme tanah ini terdapat permukaan atau bagian yang dekat dengan permukaan tanah maka akan sangat mudah terkena pemanasan saat terjadi kebakaran di permukaan.

Kebakaran yang cukup besar dapat mematikan seluruh organisme pada lapisan serasah dan lapisan duff, sementara organisme yang terdapat pada lapisan yang lebih dalam dan terisolasi dari panas ada kemungkinan untuk dapat bertahan (DeBano et al., 1998). Tingkat kebakaran yang rendah pun dapat merusak

karena temperatur letalnya rendah, selain itu perubahan fisik dan kimia tanah selama kebakaran juga mempengaruhi keberadaan organisme-organisme tanah tersebut.

2. Pengaruh faktor-faktor tanah terhadap serangga tanah

Faktor-faktor tanah yang dapat mempengaruhi keberadaan serangga-serangga tanah adalah (Szujecki, 1987) :

a) Sifat fisik tanah (struktur dan mekanik tanah, kelembaban, kondisi termal, udara dan kandungan humus )

♣Struktur dan mekanik tanah

Struktur tanah mempengaruhi penetrasi dan pergerakan serangga tanah. Tanah yang keras lebih jarang dihuni oleh serangga akar dibandingkan tanah pasir atau berpasir pada areal yang sama.

♣Kelembaban

Kelembaban merupakan faktor yang sangat mempengaruhi sebaran serangga tanah, karena kelembaban tanah menentukan perkembangan serangga dalam satu atau lebih fase hidupnya (contoh : telur Melolontha atau larva Elateridae) semenjak mereka menyerap air dari tanah melalui kulitnya. Di sisi lain, kelembaban tinggi, tanah basah menyebabkan tertutupnya tubuh serangga sehingga tidak dapat bernafas dan dapat menyebabkan kematian.

♣Kondisi termal

Temperatur yang tinggi sepanjang hari berhubungan dengan turunnya kelembaban yang menyebabkan serangga sulit untuk masuk ke lapisan yang lebih dalam, sementara udara sejuk pada malam hari memungkinkan serangga untuk kembali ke lapisan yang lebih dangkal.

♣Cahaya

Cahaya masuk ke dalam tanah pada kedalaman 1-2 cm. Aktivitas fauna tanah akan terhambat dengan cahaya yang berlebihan terutama sinar ultra violet.

Kandungan pigmen serangga yang rendah pada kutikula menyebabkan rentan terhadap pengaruh cahaya.

♣Udara

Ketersediaan udara di dalam tanah menentukan keberadaan serangga tanah karena sangat diperlukan dalam respirasi. Ketersediaan O2 tergantung dari kedalaman tanah, semakin dalam tanah akan semakin sedikit jumlah O2 yang ada. ♣Kandungan humus

Kandungan humus mempengaruhi frekuensi organisme pada tanah. Kandungan humus pada tanah hutan dan sirkulasi nitrogen menentukan ketersediaan dan biomassa saprofage.

Sifat kimia tanah (keasaman, salinitas dan kandungan kalsium)

Makrofauna tanah akan lebih sedikit dijumpai pada daerah dengan keasaman tinggi dibandingkan dengan tanah yang netral. Salinitas mempengaruhi water balance pada serangga tanah dengan perubahan tekanan osmotik dan kimia dan biasanya bersifat racun. Organisme atau serangga yang dapat bertahan pada tanah dengan salinitas tinggi disebut halofilik. Mineral-mineral seperti pospat, garam potassium, nitrat dan kalsium mempengaruhi komposisi fauna tanah. Secara tidak langsung mineral-mineral tersebut mempengaruhi ketersediaan, kesuburan dan pertumbuhan makanan serangga pada tajuk pohon yang menjadi makanan serangga.

4. Peranan organisme tanah

Biota tanah adalah komponen jasad hidup yang menjadikan tubuh tanah sebagai ruang untuk menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan ekofisiologisnya. Biota tanah dipilah menjadi tiga bangsa , yaitu bangsa tumbuhan, bangsa asosiasi, dan bangsa binatang (Lutz dan Chandler, 1965) dalam Purwowidodo (2004). Bangsa makrofauna tanah sering dipilah secara non-taksonomis antara lain berdasarkan :

• Lama menghuni tanah, terdiri dari kelompok binatang penghuni tanah untuk seluruh daur hidupnya ( binatang geobion ) dan untuk sebagian daur hidupnya ( binatang geofil )

• Mintakat hunian, terdiri dari kelompok binatang penghuni serasah (binatang epedaphon), penghuni serasah membusuk (binatang

hemiedaphon), dan binatang penghuni bahan mineral anorganik

• Cara mempengaruhi tanah, terdiri dari kelompok binatang endopedonik dan eksopedonik

• Perilaku makan, terdiri dari kelompok binatang pemakan tumbuhan segar (binatang filofaga), pemakan sampah (binatang saprofaga), pemakan jasad renik (binatang mikrofitik) dan pemakan aneka jenis dan keadaan pakan (binatang miselanias)

• Ukuran tubuh, terdiri dari mikrobiota, mesobiota dan makrobiota. Mikrobiota berukuran < 100 µm, mesobiota berukuran 100 µm-2 mm dan makrobiota berukuran 2-20 mm (De Bano et al., 1998)

Masing-masing organisme tersebut mempunyai peranan utama dalam memperbaiki struktur tanah dan siklus nutrien, dengan fungsi khusus pada setiap kelompok. Peranan-peranan organisme tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Aktivitas masing-masing biota tanah dalam siklus nutrien dan

pembentukan struktur tanah

Siklus nutrien Struktur tanah Mikrobiota

Mesobiota

Katabolis bahan organik, mengubah pergantian nutrien, mengatur populasi fungi dan bakteri

Mengatur populasi fungi dan mikrofauna, mengubah pertukaran nutrien, menghancurkan sisa-sisa

Menghasilkan bahan oraganik agregat, menjerat partikel hifa dalam agregat, memungkinkan untuk mempengaruhi struktur agregat melalui interaksi antara mikrofauna dan mikroflora Menghasilkan butiran feses, membuat biopora, dan meningkatkan humifikasi

Makrobiota tumbuhan

Menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan menstimulasi aktivitas mikrobial

Mencampurkan partikel organik dan mineral,

redistribusi bahan organik dan mikroorganisme, membuat biopora, meningkatkan humifikasi, menghasilkan butiran feses.

Dampak Kebakaran Hutan

1. Dampak kebakaran terhadap tanah

Tanah adalah tubuh alam yang berkembang akibat adanya saling tindak antara bahan induk, bentang alam, iklim dan jasad hidup dalam rentang waktu tertentu dengan melibatkan serangkaian proses pembentukan tanah (proses-proses pedogenik) (Purwowidodo,1998). Tanah hutan adalah sumberdaya tanah yang berada di suatu kawasan hutan. Tanah hutan merupakan sebutan yang dikaitkan dengan gatra keberadaannya dan tidak menunjuk pada ada atau tidak adanya keterkaitan genetis dengan tipe masyarakat tumbuhan berwujud di kawasan itu. Fungsi-fungsi dasar tanah hutan adalah : a) penyedia ruang berjangkar dan berkembang akar tumbuhan, b) penyedia oksigen, air dan hara, c) sebagai media yang memungkinkan tumbuh-tumbuhan bersaling tindak dengan jasad tanah (Purwowidodo,1998).

Profil tanah terdiri dari akumulasi bahan organik (lapisan serasah, fermentasi, humus) dan horizon tanah (horizon A, E, B, C dan R). Lapisan Fermentasi dan humus dikenal juga dengan lapisan Duff (D). Horison A mengandung banyak mineral dan terletak di bawah lapisan litter (L), Fermentation (F) dan Humus (H). Horison B terdapat setelah horizon A (jika ada) atau di bawah horizon E. Horison C dan R terdapat setelah horison B. Akar-akar tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme dapat dijumpai pada semua horizon A, E, B dan C. Akar-akar

tanaman yang dangkal ditemukan pada lapisan H atau setelahnya sehingga sangat mudah terkena dampak kebakaran yang terjadi di lapisan L dan D.

Lapisan L, F, dan H sangat penting dalam membicarakan efek kebakaran terhadap tanah karena lapisan-lapisan ini terkena dampak langsung pemanasan dari kebakaran permukaan dan lapisan ini juga mengandung sebagian besar bahan organic yang terdapat di tanah. Ada beberapa hal yang menentukan dampak kebakaran terhadap tanah yaitu (Brown dan Davis, 1973) :

a) Frekuensi kebakaran

Kebakaran yang terjadi hanya sekali mungkin akan berdampak kecil pada tanah dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi dua kali atau berulangkali pada tempat yang sama, sehingga periodisitas dan waktu kebakaran harus diidentifikasi dengan teliti dalam menilai dampak kebakaran terhadap tanah. b) Durasi dan intensitas panas

Kebakaran dengan intensitas panas yang rendah dalam waktu yang lama dapat terjadi pada kebakaran duff dan gambut. Kebakaran tersebut mungkin tidak akan berdampak besar tetapi ketersediaan bahan bakar seperti sisa-sisa konifer yang kering dapat menyebabkan kebakaran yang tidak lama tapi menghasilkan panas yang tinggi.

c) Lantai hutan

Ada atau tidaknya lapisan duff, humus dan bahan organik lainnya pada lantai hutan dan jumlahnya yang terbakar adalah kunci penting dalam menilai dampak terhadap tanah. Pada kebanyakan tipe hutan khususnya konifer, bagian tumbuhan yang hancur membentuk lapisan yang terkadang satu kaki atau lebih dalam. Suatu kebakaran permukaan pada bagian atas lapisan ini tidak menyebabkan dampak langsung terhadap tanah meskipun dampak tidak langsungnya seperti matinya pohon-pohon yang menyebabkan perubahan kondisi hutan. Kebakaran bawah pada areal yang sama akan menyebabkan terbakarnya lapisan organik ini sehingga mineral tanah menjadi terbuka dan menyebabkan dampak langsung terhadap tanah. Perubahan pada lapisan organik ini juga akan berdampak pada bahan kimia yang masuk ke dalam tanah.

Ukuran partikel, tekstur dan struktur tanah akan menentukan dampak kebakaran terhadap tanah tersebut misalnya dengan kelembaban tanah dan kandungan organiknya. Tanah berpasir atau liat berpasir mempunyai perbedaan yang besar dalam struktur, tekstur, kelembaban dan karakteristik fisika dan kimia seperti konduktivitas termal dan struktur koloid. Tanah Mull akan mempertahankan permeabilitasnya meskipun lapisan humus pada permukaannya hilang, sementara jenis tanah yang lain tidak dapat melakukannya.

Dampak-dampak kebakaran terhadap tanah dapat dilihat melalui dampak kebakaran terhadap sifat fisika, kimia dan biologi tanah.

2. Dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah adalah karakteristik, proses atau reaksi pada tanah yang dapat disebabkan oleh kekuatan fisik, dapat digambarkan atau diekspresikan dalam bentuk fisik atau persamaan (Soil Science of America 1997) dalam De Bano et al.(1998). Sifat-sifat fisik tanah yang penting yaitu tekstur, kandungan liat, bulk density, porositas, struktur, rataan infiltrasi, temperatur tanah dan repelensi air (DeBano et al., 1998).

Pertanian dan penebangan hutan yang buruk juga akan menyebabkan terbukanya hutan sehingga kebakaran akan lebih sering terjadi serta erosi dan aliran permukaan yang berlebihan. Terbukanya tanah akan memudahkan pemadatan tanah sehingga dapat mengurangi infiltrasi dan menyebabkan turunnya kelembaban tanah. Turunnya kelembaban tanah akan memudahkan terjadinya kebakaran, selain itu juga akan menurunkan simpanan air tanah, permukaan air tanah dan aliran sungai. Tanah yang lebih padat atau keras akan menyebabkan partikel tanah dalam ukuran yang lebih besar dan berubahnya struktur koloid.

3. Dampak kebakaran terhadap sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah adalah karakteristik, proses, atau reaksi dari badan kimia, sifat kimia dan reaksi kimia yang terjadi pada tanah. Sifat kimia tanah yang

pH, buffer dan proses nutrien (temasuk spesies, ketersediaan, keluaran dan siklus) (DeBano et al., 1998). Dampak kimia karena kebakaran pada tanah terjadi melalui pelepasan mineral saat terbakar dan meninggalkan abu serta perubahan kondisi mikroklimat yang mengikuti kebakaran.

Dampak-dampak kebakaran terhadap kimia tanah antara lain pelepasan mineral yang tercuci ke dalam tanah dan turunnya keasaman tanah. Menurut Giovannini et al. (1998) dalam DeBano et al. (1998) pemanasan diatas 460°C menguapkan kelompok hidroxyl (OH) dari liat dan merusak struktur karbonat. Perubahan tidak dapat balik ini menghasilkan tanah yang kurang porous, kurang plastis, kurang elastis dan bereridibel tinggi (DeBano et al., 1998). Kebakaran juga akan menyebabkan meningkatnya bahan organik pada lapisan permukaan tanah.

5. Dampak kebakaran terhadap sifat biologi tanah

Seperti yang telah dijelaskan di atas sifat biologi tanah dianggap menggambarkan suatu cakupan yang luas dari organisme hidup yang

mendiami tanah dan berkontribusi secara langsung terhadap produktivitas dan sutainabilitas ekosistem darat secara keseluruhan, menurut DeBano et al. (1998).

Organisme-organisme yang hidup di tanah ini terdiri dari kumpulan binatang-binatang dan tumbuhan-tumbuhan, dengan ragam ukuran mulai dari bakteri dan fungi yang mikroskopis sampai vertebrata-vertebrata kecil yang terdapat di bawah permukaan tanah dalam seluruh atau sebagian daur hidupnya. Serangga-serangga termasuk organisme biologi yang penting. Komponen biologi yang lain adalah akar tanaman dan biji-biji tumbuhan (DeBano et a.,1998).

Organisme-organisme tanah ini sangat terpengaruh dengan adanya kebakaran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan matinya organisme tanah terutama makrofauna tanah karena kebakaran yaitu denaturasi protein, inaktivasi termal enzim yang lebih cepat daripada yang dapat dibentuk, suplai oksigen yang tidak cukup, efek temperatur yang berbeda pada reaksi metabolis yang saling terkait dan efek temperatur terhadap struktur membran (Whelan,1995). Dampak kebakaran terhadap organisme tanah ini secara langsung adalah merusak dan membunuh organisme tanah ini terutama yang berada di permukaan atau dekat dengan permukaan tanah. Dampak tidak langsungnya adalah melalui suksesi tumbuhan, transformasi bahan organik tanah dan mikroklimat (DeBano et al., 1998) serta perubahan kimia tanah yang dapat menstimulasi aktivitas biologis.

Kebakaran secara langsung mempengaruhi sebagian besar mikroorganisme yang membantu proses siklus nutrien. Suatu komponen penting pada sistem biologi tanah yang dapat dipengaruhi oleh pemanasan tanah adalah

rhizosphere. Energi tersimpan dalam eksudat dan sekresi yang kaya C

dihasilkan oleh rhizosphere untuk mendukung populasi bakteri pengikat N dan pelepas enzim, peningkatan hormon, antibiotik, atau chelating compound. Rhizosphere juga termasuk mycorrizae yang meningkatkan pengambilan nutrien oleh tumbuhan dan berkontribusi langsung terhadap produktivitas ekosistem darat.

Pemanasan tanah membunuh organisme-organisme tanah, terutama mikrobiota, secara langsung atau dengan mengubah kapasitas reproduksinya (DeBano et al., 1998). Dampak langsung terhadap mikroorganisme juga berhubungan dengan perubahan kondisi tanah. Sebagai contoh, bakteri heterotropik dapat dipengaruhi dengan hilangnya sumber energinya selama pamanasan terhadap bahan organik, (DeBano et al., 1998). Keasaman tanah juga menurun setelah kebakaran pada tumbuhan sehingga mempengaruhi organisme yang rentan terhadap perubahan ini.

b) Dampak tidak langsung

Dampak tidak langsung kebakaran terhadap organisme tanah lebih kompleks dibandingkan dampak langsungnya dan dapat merubah proses ekosistem selama bertahun-tahun. Gangguan yang mematikan atau merusak tumbuhan berdampak pada organisme-organisme yang tergantung pada produk tumbuhan tersebut untuk energi, nutrien, dan habitat, khususnya fungi

micorrhizae dan organisme-organisme yang termasuk rhizosphere. Demikian pula kebakaran terhadap sisa-sisa kayu yang besar, lapisan duff pada lantai hutan dan bahan organik tanah dapat menimbulkan efek dalam waktu yang lama pada produktivitas lahan, aggregasi tanah dan air dalam tanah (DeBano et al,.1998).

Kebakaran dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi

makrofauna tanah terutama invertebrata. Efek kebakaran terhadap invertebrata sebagaimana halnya organisme lainnya sangat tergantung pada tingkat

kebakaran yang terjadi. Menurut DeBano et al.(1998) efek kebakaran terhadap invertebrata dapat sebentar ataupun dalam waktu yang lama. Secara umum invertebrata berkurang setelah kebakaran terjadi karena organisme tersebut atau telurnya mati oleh nyala api atau suhu tanah yang letal atau karena

terganggunya suplai makanan dan habitatnya. Di sisi lain ada invertebrata yang mmeningkat setelah kebakaran karena pohon yang rusak atau mati menjadi habitat yang lebih sesuai untuk perkembangannya.

Makroinvertebrata yang berada pada lapisan tanah yang lebih dalam akan terlindung dari kebakaran yang besar. Suatu studi di Afrika Selatan

menunjukkan bahwa sebagian besar invertebrata pada kedalaman tanah 2,5 cm dapat bertahan pada kebakaran yang relatif rendah (DeBano et al., 1998). Tapi di Australia, berkurangnya lapisan litter menyebabkan turunnya jumlah dan kerapatan spesies invertebrata pada tanah dan permukaan.

tebangan hutan pinus dan spruce. Kelompok pertama, termasuk berbagai Coleoptera, jumlah yang tersisa sedikit setelah kebakaran, meskipun yang dewasa dapat bertahan pada daerah yang tersembunyi. Pengurangan stok makanan pada daerah tersebut setelah kebakaran menyebabkan turunnya jumlah larva serangga ini. Kelompok kedua terdiri dari spesies yang

kelimpahannya menunjukan osilasi yang luas pada lahan terbakar, seperti pada Collembola. Kelompok ketiga termasuk serangga seperti larva Diptera yang pasti menurun setelah kebakaran dan setelah beberapa tahun kembali pada jumlah seperti saat hutan belum terbakar ( Szujecki, 1987).

Dampak kebakaran terhadap beberapa jenis invertebrata pada tanah dapat dilihat berikut ini :

1) Semut

Menurut Anderson et al.(1989) dalam DeBano et al.(1998) kebakaran dapat meningkatkan populasi semut. Suatu studi di Australia terhadap vegetasi sclerophyllous menunjukkan bahwa semut menkonsumsi biji yang banyak dihasilkan pada awal suksesi tanaman setelah kebakaran.

2) Belalang

Kebakaran di padang rumput Illionois menurunkan jumlah fauna tanah dan populasi serangga permukaan termasuk belalang (DeBano et al., 1998).

Kerapatan belalang dewasa dan nimpa di Arizona selatan menurun lebih dari 60% pada plot yang dibakar dibandingkan dengan plot yang tidak terbakar pada tahun pertama setelah kebakaran, menurut Bock (1991) dalam DeBano et al.(1998). Perbedaan ini hilang setelah tahun kedua.

3) Cacing tanah

Cacing tanah sejak lama sudah dikenal sebagai salah satu invertebrata yang penting pada komponen tanah. Cacing tanah berperan dalam dekomposisi serasah, mineralisasi C pada tanah dan lapisan permukaan. Efek pemanasan tanah pada cacing tanah tidak diketahui secara pasti. Satu studi di padang rumput yang cukup tinggi menunjukkan dampak tidak langsung dari

Dokumen terkait