• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERSUPLEMEN KOBALT

TINJAUAN PUSTAKA

Pedet Sapi Friesian Holstein

Sapi Fries Hollands (FH) berasal dari propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat. Sapi FH di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Sapi FH adalah sapi perah yang mempunyai produksi susu tertinggi dibandingkan sapi perah lainnya, tetapi kadar lemak susu sapi FH rendah. Rata-rata produksi susu sapi FH di Amerika Serikat adalah 7.245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65%, sedangkan rata-rata produksi susu di Indonesia adalah 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi.

Sapi FH termasuk bangsa sapi yang mempunyai daya tahan terhadap panas paling rendah, sehingga iklim di daerah pemeliharaan perlu dipertimbangkan. Cekaman panas dapat mempengaruhi suhu tubuh dan metabolisme, sehingga dapat menimbulkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh ternak. Penimbunan panas yang berlangsung terus-menerus akan membuat proses pernapasan tinggi sehingga kebutuhan oksigen untuk metabolisme juga tinggi. Pakan yang cukup diperlukan agar dapat mempertahankan pertumbuhan dan produksinya (Ungerer, 1985).

Bobot lahir pedet sapi FH berkisar 30-50 kg (Smith & Mangkoewidjojo, 1988). Menurut Parakkasi (1999), bobot lahir dipengaruhi oleh jenis kelamin, bangsa, bobot induk, umur induk, dan lama kebuntingan. Anak sapi yang baru lahir memiliki empat bagian perut, tetapi hanya abomasum yang dapat berfungsi (Roy, 1980).

Perkembangan Saluran Pencernaan dan Penyapihan Pedet

Saluran pencernaan pedet saat lahir belum berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga belum mampu untuk mencerna pakan padat, rumput, atau sumber serat lainnya. Oleh karena itu, pemberian pakan padat dan hijauan (pakan sumber serat) pada pedet dilakukan secara bertahap. Saat pedet baru dilahirkan, pakan pertama yang harus diberikan adalah kolostrum karena pedet hanya mampu memanfaatkan nutrien susu, kemudian meningkat dengan pemberian susu induk atau susu pengganti, pakan padat, dan rumput.

Perkembangan dan pertumbuhan pedet setelah lahir sangat bergantung pada jumlah dan kualitas pakan yang diberikan (Salisbury & Van Demark, 1985). Pada saat lahir, perut depan pedet belum berkembang seperti pada ruminan dewasa. Bobot

abomasum pedet sekitar setengah berat perut total. Setelah lahir, rumen, retikulum, dan omasum akan terus berkembang hingga berfungsi baik. Pedet memulai tahap transisi pada umur 5 minggu dan berakhir umur 12 minggu. Pada tahap ini, pola metabolisme karbohidrat berubah. Penggunaan glukosa secara langsung yang diserap dari usus halus sebagai hasil hidrolisis laktosa mulai hilang dan proses glukoneogenesis asal propionat mulai muncul (Arora, 1989).

Menurut Williamson & Payne (1993), rumen berfungsi dengan baik setelah anak sapi berumur dua bulan atau jika anak sapi telah mengkonsumsi pakan padat (rumput atau kosentrat). Menurut Arora (1989), perkembangan rumen dipengaruhi oleh: (1) pakan kasar yang merupakan stimulus fisik bagi perkembangan kapasitas rumen, (2) produk fermentasi yang merupakan stimulus kimia bagi perkembangan papil-papil rumen. Setelah ternak mengkonsumsi pakan berserat tinggi, maka bobot rumen menjadi lebih berat daripada ternak yang tidak mengkonsumsi hijauan.

Menurut Roy (1980), air susu maupun pakan cair dapat langsung masuk ke dalam abomasum anak sapi melalui saluran khusus yang disebut oesophageal groove. Saluran ini terbentuk secara refleks saat protein susu terlarut diberikan. Sebelum anak sapi berumur 8 minggu, refleks pembentukan oesophageal groove dapat dirangsang menggunakan air. Tetapi setelah anak sapi berumur lebih dari 8 minggu, maka refleksnya akan berkurang.

Penyapihan dini pada pedet dapat dilakukan pada umur 3-4 bulan (Parakkasi, 1999). Perpanjangan umur sapih dapat menurunkan keuntungan ekonomis, meningkatkan biaya pakan, dan menghambat perkembangan rumen.

Kondisi Fisiologis Pedet dan Lingkungan

Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988), sapi dewasa mempunyai denyut jantung 40-58 kali/menit, respirasi 27-40 kali/menit, dan suhu rektal 38-39 °C dengan rataan 38,6 °C. Semakin muda umur ternak, frekuensi denyut nadi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa indikator fisiologis seperti frekuensi denyut nadi, frekuensi respirasi, dan suhu rektal pada ternak muda lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang lebih tua.

Salah satu upaya tubuh ternak untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh saat suhu udara dalam kandang meningkat adalah dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi. Respirasi dapat dipengaruhi oleh sikap badan, kerja fisik, dan

metabolisme. Meningkatnya suhu lingkungan dapat menyebabkan berbagai macam perubahan reaksi fisiologis hewan yaitu meningkatnya suhu rektal, bertambahnya frekuensi pernafasan serta denyut nadi semakin cepat.

Pertumbuhan dan Ukuran Tubuh Ternak

Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran-ukuran tubuh sesuai dengan umur (Rakhmanto, 2009). Perkembangan adalah perubahan ukuran dan fungsi dari berbagai bagian tubuh, mulai embrio sampai dewasa. Pertambahan bobot badan pada hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang, dan organ-organ vital. Pertambahan bobot badan pada hewan tua berupa penimbunan lemak. Pertumbuhan dipengaruhi oleh pakan, bobot lahir, kondisi lingkungan, dan penyakit (Roy, 1980). Potensi pertumbuhan seekor ternak sangat dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, pakan, lingkungan, dan manajemen pemeliharaan.

Umumnya, pertumbuhan secara keseluruhan diukur dengan bertambahnya bobot badan. Besarnya badan dapat diukur dengan ukuran-ukuran tubuh. Kombinasi berat dan besarnya badan dapat dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Bobot badan adalah ukuran dari pertumbuhan secara keseluruhan. Penimbangan dilakukan sebelum pemberian pakan dan minum. Pengetahuan mengenai catatan bobot badan seekor sapi dapat membantu program pemberian pakan dan pemberian obat-obatan sesuai dosis, dapat mengetahui laju pertumbuhan sapi dan dapat dengan mudah menentukan harga jual sapi. Bobot badan juga dapat digunakan untuk menentukan laju pertambahan bobot badan dan tata laksana pemeliharaan.

Menurut Lawrence & Fowler (2002), pengukuran ukuran tubuh yang menunjukkan korelasi tertinggi dengan bobot badan adalah lingkar dada. Menurut Diwyanto (1982), komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Menurut Williamson & Payne (1993), mengemukakan bahwa pemakaian ukuran lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat.

Darah dan Komponennya

Darah adalah cairan dalam pembuluh darah yang beredar ke seluruh tubuh mulai dari jantung dan segera kembali ke jantung. Darah tersusun atas cairan plasma dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit), yang masing-masing memiliki

fungsi yang berbeda (Isnaeni, 2006). Darah memiliki peranan dalam tubuh ternak, antara lain: membawa nutrien, mengangkut oksigen, dan karbon dioksida, serta berperan dalam pengaturan suhu tubuh (Frandson, 1992). Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988), sapi mempunyai sel darah merah (BDM) 5,8-10,4 juta/mm3, PCV 33-47 %, dan Hb 8,6-14,4 g/100 ml. Namun, menurut Frandson (1992), sapi mempunyai sel darah merah (BDM) 7 juta/mm3, PCV 40 %, dan Hb 12 g/100 ml.

Darah sebagai media pengangkut, dapat digunakan untuk melihat status nutrisi ternak. Beberapa komponen darah dapat digunakan sebagai indikator yang baik untuk status kecukupan nutrien. Hallberg (1988) menyatakan bahwa Fe berperan untuk pembentukan Hb di sumsum tulang. Kadar Hb di bawah normal menunjukkan ternak mengalami anemia karena kekurangan Fe. Menurut Underwood & Suttle (1999), Co dan Fe bersifat kompetitif (antagonisme) dalam tingkat absorpsi di usus halus. Anemia tersebut mungkin timbul karena turunnya konsumsi Fe akibat sangat tingginya konsumsi Co.

Probiotik dan Fungsinya

Amin (1997) menyatakan bahwa probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikroba hidup yang berpengaruh positif bagi hewan inang dengan meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan. Penggunaan probiotik bertujuan untuk memanipulasi ekosistem rumen sehingga dapat meningkatkan efisiensi fermentasi rumen dengan cara memaksimalkan degradasi serat kasar, sintesis protein mikrobial, serta meminimalkan produksi metan, degradasi protein, dan fermentasi pati di dalam rumen (Amin, 1997). Probiotik tidak hanya menjaga ekosistem, tetapi menyediakan enzim yang bisa mencerna serat kasar, protein, lemak, detoksifikasi zat beracun, dan metabolitnya (Sakinah, 2005).

Keuntungan penggunaan probiotik, antara lain: (1) meningkatkan utilisasi pakan, menurunkan jumlah mikroba patogen, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, (2) meningkatkan pertumbuhan (Amin, 1997), (3) menstimulasi konsumsi bahan kering, (4) merangsang pertumbuhan mikroba rumen seperti protozoa, bakteri amilolitik, selulolitik, maupun total bakteri (Siti, 1996; Amin, 1997), (5) sebagai pengganti antibiotika. Keuntungan utama probiotik adalah tidak menimbulkan residu yang dapat membahayakan konsumen (Sakinah, 2005).

Bakteri pada rumen kerbau memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan bakteri pada rumen sapi karena produktivitas kerbau sudah cukup optimal walaupun tanpa konsentrat, sedangkan sapi diberikan pakan berupa hijauan dan konsentrat. Karakteristik bakteri pencerna serat asal rumen kerbau, antara lain: (1) mempunyai kemampuan mencerna serat kasar secara efisien, (2) laju aktivitas selolulitik lebih tinggi, (3) daya cerna pakan lebih baik, (4) memproduksi VFA lebih cepat, dan (5) mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang pada substrat berserat tinggi, seperti: jerami padi, serat sawit, dan alang-alang (Astuti, 2010).

Probiotik dapat diberikan melalui pakan, air minum, dan kapsul. Pemberian melalui pakan merupakan cara terbaik untuk memperoleh jumlah dan proporsi yang tepat. Kunci utama untuk mempertahankan jumlah populasi probiotik yang tinggi secara permanen di dalam usus ialah pemberian yang berkesinambungan. Pemberian probiotik secara kontinyu bertujuan untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus (Amin, 1997).

Pakan dan Kebutuhan Nutrien

Kebutuhan nutrien dari anak sapi sangat beragam, dari kebutuhan untuk hidup pokok hingga untuk memperoleh pertambahan bobot maksimal yang berasal dari deposit protein dan mineral. Kebutuhan nutrien pada anak sapi antara lain bergantung kepada umur, bobot badan dan pertambahan bobot badan (Rakhmanto, 2009). Tingkat pertambahan bobot badan maksimum, ditentukan oleh tingkat konsumsi energi untuk produksi ternak (Roy, 1980). Menurut Cullison et al. (2003), fungsi pakan bagi ternak adalah menyediakan energi untuk produksi panas dan deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh, mengatur berbagai fungsi, proses dan aktivitas dalam tubuh.

Bertambahnya konsumsi pakan padat seperti ransum pemula (calf starter) dan rumput, maka papila rumen akan berkembang yang diikuti dengan pertumbuhan mikroorganisme rumen (Rakhmanto, 2009). Menurut Swenson & Reece (1993), mikroorganisme rumen dapat mensintesis asam amino dalam tubuhnya. Jumlah mikroorganisme rumen akan stabil jika pH rumen mendekati netral yang dicapai pada umur sekitar 8 minggu (Roy, 1980). Jumlah bahan kering pakan yang dapat dikonsumsi dalam bentuk cair lebih banyak dibandingkan dengan pakan dalam bentuk padat, hingga pedet mempunyai bobot hidup 70 kg. Karena energi dari pakan

cair yang berupa susu dapat lebih efisien tercerna oleh pencernaan monogastrik dibanding dengan pencernaan ruminansia pada pakan padat (Roy, 1980).

Faktor Lingkungan dan Konsumsi Pakan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan yaitu faktor hewan, faktor pakan, dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pedet secara langsung maupun tidak langsung. Faktor lingkungan yang mempengaruhi secara langsung adalah temperatur, kelembaban, dan sinar matahari (Parakkasi, 1999). Faktor lingkungan yang mempengaruhi secara tidak langsung adalah cuaca terhadap kualitas bahan makan dan nutrien yang dikandungnya.

Menurut Parakkasi (1999), temperatur tinggi akan menurunkan tingkat konsumsi semua breed, tetapi Bos taurus lebih peka terhadap temperatur dibanding Bos indicus atau bangsa tropis lainnya. Sapi bangsa Frisian Holstein baik induk maupun dara, menunjukkan penurunan konsumsinya, jika temperatur mencapai 21,1 C. Temperatur lingkungan juga dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan pakan. Pada temperatur di bawah optimum, efisiensi menurun karena pakan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan temperatur tubuh. Sebaliknya, pada temperatur diatas optimum, ternak akan menurunkan tingkat konsumsi untuk mengurangi temperatur tubuh. Konsumsi air akan meningkat cepat setelah temperatur meningkat hingga 34 C.

Suhu dan kelembaban udara di dalam kandang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan dan air. Kelembaban dapat pula mempengaruhi mekanisme pengaturan temperatur tubuh misalnya pengeluaran panas melalui keringat ataupun melalui respirasi akan lebih cepat. Pengaruh kelembaban ini penting diperhatikan khususnya di daerah tropis basah (Parakkasi, 1999).

Ternak dapat memperoleh panas dari dalam tubuh ataupun secara langsung dari sinar matahari. Tingkat penyerapan panas tergantung tipe kulit ternak. Warna kulit tidak gelap ataupun licin mengkilap akan memantulkan cahaya lebih banyak dibandingkan dengan kulit kasar dan gelap. Bulu yang terdapat pada kulit berfungsi sebagai insulator panas. Pergerakan udara dapat mengubah pengaruh tipe kulit dan peran insulasi bulu dalam pelepasan udara dari tubuh ternak (Parakkasi, 1999).

Suplementasi Mineral

Bagi ternak ruminansia, mineral digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, mendukung, dan menyediakan kebutuhan mikroba rumen. Apabila terjadi defisiensi salah satu mineral, maka aktivitas fermentasi mikroba rumen tidak berlangsung optimum, sehingga akan berdampak pada penurunan produktivitas ternak. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya ketersediaan mineral, diantaranya adalah akibat antagonistik dari mineral anorganik, seperti Zn antagonis dengan Cu (Rakhmanto, 2009).

Secara umum, mineral mempunyai fungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat; mengatur keseimbangan ion-ion dalam darah; aktivator sistem enzim; sebagai komponen dari suatu sistem enzim, sebagai komponen darah, air susu; dan mempunyai sifat yang khas terhadap kepekaan otak dan syaraf melalui pengaturan keseimbangan antara Ca, Na dan K dalam cairan di sekitar otot jantung agar jantung dapat berkontraksi dan berelaksasi. Mineral juga merupakan komponen dalam produksi air susu dan untuk memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh (Parakkasi, 1999).

Mineral Kobalt (Co)

Kobalt (Co) paling banyak terdapat dalam ginjal, kelenjar adrenal, limpa, dan pankreas. Kobalt terdapat pula dalam jumlah cukup banyak dalam limfoglandula, sumsum tulang, dan empedu. Konsentrasi normal kobalt dalam hati ruminansia yaitu sekitar 0,15 ppm. Hanya sedikit Co yang dapat ditemukan dalam darah dan air susu. Secara normal dalam isi rumen, Co berjumlah sekitar 0,4-0,7 mcg/100g (Parakkasi, 1999). Mikroba rumen menggunakan Co untuk pembentukan molekul sianokobalamin atau vitamin B12 (Piliang & Djojosoebagio, 2006). Pemberian Co dapat meningkatkan penampilan karena adanya proses recycle ke dalam rumen melalui saliva ataupun dinding rumen (Parakkasi, 1999).

Ternak muda membutuhkan lebih banyak Co dibanding ternak dewasa. Kebutuhan sapi lebih tinggi dibanding kebutuhan domba. Secara menyeluruh untuk ruminansia di pastura kebutuhannya adalah 0,1 ppm. Kebutuhan ruminansia relatif lebih tinggi dibanding monogastrik karena ketidakefisienan penggunaan Co dalam pembentukan vitamin B12 dan penyerapan vitamin tersebut kurang efisien. Menurut NRC (2001), kebutuhan mineral Co pada anak sapi adalah 0,1-10 ppm.

Gejala yang terlihat bila ternak kekurangan Co adalah nafsu makan menurun, pertumbuhan terganggu, nafsu makan berkurang, cepat kurus, adanya lakrimasi, anemia parah (sekunder) dan kemudian hewan dapat mati. Penurunan nafsu makan yang dimulai dari yang sederhana sampai yang lebih parah dengan segala akibatnya terhadap penampilan erat hubungannya dengan perubahan populasi mikroba rumen terutama yang membentuk vitamin B12 dari Co.

Cobalamin (B12)

Menurut Piliang & Djojosoebagio (2006), cobalamin merupakan nama vitamin B12 karena mengandung mineral kobalt. Vitamin B12 secara perlahan dapat rusak oleh larutan asam, alkali, sinar, dan zat-zat pengoksidasi atau pereduksi. Vitamin B12 larut dalam air dan membentuk kristal-kristal berwarna merah yang disebabkan oleh adanya mineral kobalt dalam molekul.

Cobalamin diperlukan untuk metabolisme sel terutama dalam saluran pencernaan, sumsum tulang, jaringan syaraf, dan sel-sel pertumbuhan serta untuk mempercepat pertumbuhan dan proses pematangan sel-sel darah merah. Cobalamin juga berperan pada metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat serta pada absorpsi dan metabolisme asam folat (Piliang & Djojosoebagio, 2006).

Ruminansia (pedet maupun sapi dewasa) membutuhkan vitamin B12, untuk mikroba rumen dan jaringan tubuh dalam bentuk koenzim untuk mengkonversi propionat menjadi metal malonil Co-A sebagai prekursor utama glukosa bagi ruminansia (Parakkasi,1999). Kebutuhan vitamin B12 ruminansia dewasa cukup disuplai melalui penyediaan mineral Co yang cukup dalam ransum. Kebutuhan vitamin B12 untuk anak sapi misalnya dalam produksi veal diperkirakan sebanyak 0,54 mg/kg BB. Sehubungan dengan salah satu bahan pembentuk vitamin B12 adalah Co, maka suplai Co pada sapi yang rumennya telah berfungsi perlu disediakan dalam pakan. Walaupun pengaruh pakan terhadap kadar vitamin B12 dalam rumen bervariasi, namun aktivitas vitamin B12 paling banyak terdapat pada sapi yang diberi silase, kemudian disusul dengan pemberian hay tercacah (chopped hay) atau bentuk pellet dan biji-bijian.

MATERI DAN METODE

Dokumen terkait