• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumput Laut➇ ➈➉➉➈➉ ➊yu➌➈➍v➈➎ ➏➐➑➑

Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta) yang banyak dibudidayakan. Rumput laut jenis ini dikenal juga dengan namaEucheuma cotonii(Atmadjaet al. 1996; Lewmanomont dan Ogawa 1995; Trono dan Ganzonfortes 1988; Wei dan Chin 1983) dan nama dagangnya adalah cotonii. Berdasarkan pada karakter biokimia, dimana kandungan kappa karaginan yang lebih dominan dari pada iota dan beta karaginan yang ditemukan oleh seorang ahli dari Filipina bernama alvares, maka nama ilmiah dariE. cottonii berubah menjadi Kappaphycus alvarezii(Atmadja et al. 1996; Silva et al. 1996). Atmadjaet al. (1996) mengklasifikasikan rumput laut ini sebagai berikut:

Kingdom : Thalophyta Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solierace Genus : Kappaphycus

Spesies :Kappaphycus alvarezii

Kappaphycus alvarezii memiliki talus silindris, permukaan licin, berduri tidak teratur dan melingkari talus, duri-duri talus runcing dan agak memanjang (Doty 1973). Talus bersifatcartilagenous, warna hijau, hijau kekuningan, abu-abu atau merah. Penampakan talus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada talus terdapat juga sama seperti halnya dengan E. denticulatumtetapi tidak bersusun melingkari talus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal. Tumbuh melekat ke substrat dengan alat pelekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk (Atmadjaet al. 1996).

Perkembangbiakan K. alvarezii secara alami melalui proses pergantian generasi antara seksual dan aseksual. Reproduksi (perkembangbiakan) seksual berlangsung melalui perkawinan antara sel betina (karpogonia) dari gametofit betina dan sel jantan (spermatia) dari gametofit jantan yang kemudian tumbuh menjadi tumbuhan karpospora (fase karposporofit) yang masih menempel pada tumbuhan induknya. Reproduksi aseksual berlangsung dengan cara penyebar- luasan spora yang dihasilkan oleh karposporofit yang kemudian tumbuh menjadi sporofit (fase tetrasporofit) yang akan memproduksi spora sebagai cikal-bakal gametofit jantan dan betina. Demikianlah terus berulang-ulang membentuk suatu siklus perkembangbiakan silih berganti antara gametofit, karposporofit dan tetrasporofit (Atmadja et al. 1996). Siklus perkembangbiakan rumput laut K. alvareziidisajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Siklus hidup rumput laut Kappaphycus alvarezii. Siklus hidup K. alvarezii meliputi fase gametofit, karposporofit dan tetrasporofit (Atmadjaet al. 1996).

Proses perbanyakan yang umum dilakukan dalam budidaya berlangsung tanpa melalui perkawinan. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi rumput laut muda yang mempunyai sifat seperti induknya. Perkembangan dengan vegetatif lebih umum dilakukan dengan cara stek dari cabang-cabang talus yang muda, masih segar, warna cerah, dan memiliki percabangan yang rimbun serta terbebas dari penyakit (Parenrengi dan Sulaeman 2007).

Metabolit primer berupa senyawa hidrokoloid yang dihasilkan oleh K. alvarezii disebut karaginan (carrageenan) sehingga disebut pula rumput laut carrageenophyte (karaginofit). Didasarkan pada stereotipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam yaitu: iota- karaginan, kappa-karaginan dan lambda-karaginan, ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein (Rajamuddin 2010). Karaginan yang terdapat pada K. alvarezii termasuk dalam kelompok kappa-karaginan (Spagnoulo et al. 2005).

Terdapat tiga strain pada K. alvarezii berdasarkan warnanya, yaitu strain hijau, merah dan coklat. Masing-masing strain memiliki kandungan karaginan yang berbeda. Kandungan karaginan tertinggi ditemukan pada strain hijau (40,7±3,6%), selanjutnya strain coklat (37,5 ± 1,1 %), dan terendah pada strain merah (32,7 ± 3,9%) (Munoz et al. 2004). Selain sebagai penghasil karaginan, rumput laut ini juga kaya nutrisi, antara lain vitamin, mineral, protein dan asam amino esensial, serta rendah lemak (Kotiyaet al. 2011).

GenLisozim

Lisozim termasuk kelompok ubiquitous dan merupakan enzim antibakteri yang menghidrolisis ikatan -1,4 glikosida dari peptidoglikan penyusun dinding sel bakteri Gram positif (Li et al. 2008). Lisozim merupakan enzim yang terdistribusi secara luas, ditemukan pada serum, mukus dan beberapa jaringan vertebrata tingkat tinggi (Yazawa et al. 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa lisozim juga mampu membunuh bakteri Gram negatif, yang ditemukan pada bivalvia dan udang. Aktivitas anti protozoa dan anti fungi dari lisozim disebabkan karena pemecahan N-asetil glukosamin pada khitin. Lizosim mampu membunuh bakteri dengan aktivitas enzimatis. Sehingga, lisozim disebut sebagai komponen penting dalam pertahanan imun terhadap serangan infeksi mikrobia (Li et al. 2008).

Terdapat beberapa tipe lisozimyang telah berhasil dimurnikan, di antaranya adalahchicken-type (c-type), goose-type (g-type)daninvertebrate-type (i-type)(Li et al. 2008). Thammasiriraket al. (2006) mengklasifikasikanlisozimmenjadi tiga, yaituchicken-type (c-type), goose-type (g-type)danT4-type. Hikimaet al. (2003) membagilisozim menjadi 6 tipe, yaitu chicken-type (c-type), goose-type (g-type), invertebrate-type (i-type), plant, bacterial, T4 phage lysozyme (phage-type). Lisozim tipe c (chicken lysozyme) merupakan tipe lisozim yang paling banyak digunakan pada biota budidaya (Li et al. 2008). Lisozim tipe c disintesis oleh saluran telur ayam (Nguyen-Huuet al. 1979).

Aktivitas litik darilisozimpada F2 ikan salmon transgenik adalah 40% lebih besar daripada ikan salmon bukan transgenik (Fletcher et al. 2011). Aktivitas lisozim pada ikan zebra transgenik menunjukkan bahwa 65% generasi F2 ikan zebra transgenik tahan terhadap infeksiFlavobacterium columnaredan 60% tahan terhadap infeksi Edwardseilla tarda, sedangkan ikan zebra kontrol (non- transgenik) 100% tidak tahan terhadap infeksi bakteri tersebut (Yazawa et al. 2006). Aktivitas gen lisozim dalam merusak dinding sel bakteri bervariasi pada spesies yang berbeda dan variasi aktivitas setiap spesies kemungkinan berpengaruh terhadap ketahanan inang (Yazawa et al. 2006). Lisozim merupakan enzim antimikrobia yang diduga berperan penting pada imunitas ikan (Fletcher et al. 2011).

Lisozim yang diisolasi dari telur ayam (hen egg white lysozyme) menunjukkan aktivitas litik yang kuat terhadap E. tarda dan Streptococcus sp. Aktivitas lisozim pada ikan flounder sangat lemah pada E. tarda dan Streptococcus sp. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas bakterial dari lisozim sangat bervariasi pada spesies yang berbeda. Variasi tersebut diduga dipengaruhi oleh hubungan antara inang dan patogen dalam pertahanan bawaan pada inang (Yazawa et al. 2006). Lisozim merupakan enzim antimikrobia yang diyakini memainkan peran penting dalam imunitas bawaan (innate immunity) (Fletcher et al. 2011).

Transgenesis

Transgenesis merupakan proses transfer gen-gen asing ke inang yang baru (Lutz 2001), dengan memasukkan DNA asing ke dalam nukleus suatu sel target

dan menggabungkannya ke genom inang. Teknik ini digunakan untuk mengintroduksi karakter-karakter genetik yang baru atau over-ekspresi ke suatu individu dan diharapkan dapat diwariskan ke keturunannya.

Analisis organisme transgenik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain, visual, histokimia dan molekuler. Pengamatan secara visual antara lain dilakukan jika T-DNA yang terintegrasi memiliki gen pelopor seperti GFP (green fluorencense protein). Dengan menggunakan gen pelopor, pengamatan dapat dilakukan tanpa merusak jaringan atau sel. Sedangkan analisis molekuler dapat dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction). Keuntungan analisis dengan PCR antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi DNA sederhana (Ananda 2004; Wulandari 2005). Teknik PCR ini dapat digunakan untuk mengetahui integrasi dan ekspresi gen sisipan pada organisme hasil transformasi.

Integrasi gen sisipan pada organisme hasil transformasi dapat dilakukan dengan teknik isolasi DNA (Ananda 2004; Wulandari 2005). Analisis ekspresi gen sisipan dapat dilakukan dengan isolasi RNA dan dilanjutkan dengan sintesis cDNA (Lubis 2008). Gen yang disisipkan ke dalam genom tanaman harus dapat diekspresikan sehingga menghasilkan protein yang diinginkan serta harus stabil diwariskan ke generasi berikutnya. Gen-gen yang diekspresikan pada tanaman pada awalnya adalah gen-gen asli dari sumbernya: bakteri, jamur, hewan, tetapi kebanyakan ekspresi dari gen tersebut di dalam tanaman sangat rendah. Penambahan enhancer dikombinasikan dengan penggunaan promoter kuat atau promoter spesifik dapat meningkatkan ekspresi gen pada tanaman (Rajamuddin 2010).

Salah satu penentu keberhasilan transgenesis adalah kemampuan promoter yang digunakan untuk mengendalikan ekspresi gen yang diintroduksikan. Promoter yang umum digunakan dalam produksi rumput laut transgenik adalah promoter 35S CaMV (cauliflower mosaicvirus), seperti pada Gracilaria gracilis (Huddy et al. 2012), Kappaphycus alvarezii (Rajamuddin 2010), Laminaria japonica(Qinet al. 2005) danPorphyra yezoensis (Takahashiet al. 2010).

Konstruksi DNA Rekombinan

Teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetika) pada prinsipnya adalah proses kloning gen. Kloning gen memungkinkan sejumlah gen dari sumber berbeda disatukan dan membentuk DNA rekombinan. Kegiatan ini meliputi beberapa tahap, yaitu penyisipan fragmen DNA yang mengandung gen target ke dalam molekul DNA vektor (pembentukan DNA rekombinan), vektor rekombinan dimasukkan ke dalam sel inang, perbanyakan DNA rekombinan di dalam sel inang melalui pembelahan sel inang. Pembelahan sel inang ini berlangsung terus menerus sehingga akan membentuk koloni yang masing-masing sel penyusunnya membawa DNA rekombinan (Brown 1996).

Rekombinasi DNA plasmid meliputi lima langkah kegiatan. Langkah pertama ialah mengkultur bakteri yang mengandung plasmid vektor dan plasmid yang membawa DNA sisipan. Kultur dilakukan secara terpisah dan menggunakan antibiotik yang sesuai sebagai penyeleksi (Brown 1996). Isolasi DNA dilakukan

terhadap kedua jenis kultur. Prinsip isolasi ialah melakukan lisis sel dan memisahkan bagian plasmid dari RNA dan protein (Mullis 1990).

Langkah kedua ialah memotong kedua plasmid dengan enzim restriksi yang sama. Penggunaan enzim restriksi yang sama bertujuan untuk memudahkan ligasi DNA vektor dengan DNA sisipan melalui proses ligasi. Enzim yang mampu memotong utas DNA secara tepat dan konsisten digolongkan ke dalam tipe II endonuklease restriksi. Enzim ini mendegradasi DNA dengan memecah ikatan fosfodiester yang menghubungkan satu nukleotida dengan nukleotida lainnya pada untaian DNA. Hasil pemotongan DNA dengan menggunakan enzim ini ada dua yaitu ujung tumpul (blund end) dan ujung lekat (sticky end). Ujung tumpul terjadi karena enzim membuat potongan untai ganda sederhana pada pertengahan urutan pengenal. Ujung lekat terjadi karena enzim restriksi menghasilkan potongan berbentuk zig-zag atau dengan belok tajam melampaui dua atau empat nukleotida. Fragmen DNA yang dihasilkan mempunyai tonjolan untai tunggal pendek pada tiap ujung (Brown 1996).

Langkah ketiga ialah rekombinasi DNA yaitu menggabungkan DNA vektor dengan DNA sisipan melalui proses ligasi menggunakan enzim T4 DNA ligase. Proses ligasi ini dipengaruhi oleh suhu, kemurnian dan konsentrasi DNA. Hasil ligasi berupa vektor yang telah membawa gen sisipan. Ligasi utas DNA berujung lekat jauh lebih efisien dibandingkan ligasi ujung tumpul. Hal ini disebabkan karena pada kedua ujung lekat terdapat pasangan basa yang sesuai. Kedua ujung dapat menyatu melalui ikatan hidrogen sehingga membentuk struktur yang lebih stabil. Pada DNA ujung tumpul enzim ligasi tidak mudah menyatukan keduanya. Untuk mendapatkan kemungkinan terjadinya penyambungan, jumlah DNA yang diligasi perlu diperbanyak (Brown 1996).

Langkah keempat ialah transformasi (memasukkan) DNA rekombinan ke dalam inang. Tujuan transformasi ini ialah untuk memperbanyak DNA plasmid rekombinan. Sel inang yang umum digunakan adalah Escherichia coli. Alasan penggunaanE. coli antara lain proses pembelahan selnya sangat cepat (setiap 22 menit) sehingga pada waktu kurang dari 11 jam akan dihasilkan milyaran sel bakteri, dan pada setiap sel dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan copy DNA plasmid rekombinan (Mullis 1990).

Langkah kelima adalah seleksi terhadap sel inang hasil transformasi padaE. coli. Seleksi ini berdasarkan pada keberadaan gen-gen penyeleksi dalam plasmid (Mullis 1990). Gen penyeleksi pada plasmid pMSH1 ialah npt II (neomycin phosphotransferase II) adalah gen marka seleksi terhadap antibiotik kanamisin dan hpt (hygromycin phosphotransferase) adalah gen marka seleksi terhadap antibiotik higromisin (Hannum 2013).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transfer gen yaitu konstruksi gen dan bagaimana gen yang ditransformasikan dapat terintegrasi dan terekspresi pada jaringan target yang diinginkan, kemampuan jaringan target untuk menerima gen asing dan kemampuan beregenerasi dari jaringan target. Keberhasilan transformasi genetik tanaman ditandai dengan terintegrasinya gen yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman dan terekspresi serta tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi tanaman. Untuk pembuktian terintegrasinya gen asing, umumnya digunakan penanda dan dapat dilakukan dengan menggunakan marka seleksi, yang paling banyak dipakai yaitu seleksi terhadap antibiotik dan herbisida (Hiei et al. 1997). Selain menggunakan

seleksi terhadap antibiotik dan herbisida, integrasi gen sisipan pada tanaman hasil transformasi dapat dianalisis secara molekuler menggunakan teknik PCR. Keuntungan analisis dengan PCR antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi sederhana (Brown 1996).

Tansfer dengan sistem Agrobacterium ini biasanya menggunakan vektor ganda (binary-vector). Sistem ini menggunakan 2 plasmid yaitu plasmid pertama mengandung bagian virulen dari plasmid Ti dari Agrobacterium tetapi tanpa T- DNA dan plasmid kedua yang lebih kecil mengandung T-DNA dan gen yang disisipkan. Alasan penggunaan vektor ganda adalah sulitnya menemukan sisi pemotongan yang unik dengan enzim restriksi pada plasmid Ti yang berukuran sangat besar (Loedin 1994).

Transformasi Gen Melalui➒ ➓➔ → ➣↔ ↕t➙➔ ➛u tu➜➙➝↔↕➛ ➙➞➟

Agrobacteriumadalah bakteri Gram negatif yang hidup bebas dalam tanah. Bakteri ini hidup optimum pada suhu 28-30oC, bakteri ini tidak dapat membentuk spora (endospora) (Buchanan dan Gibbons 1974), dan dapat menimbulkan penyakit pada tumbuhan yang terinfeksi. Dalam budidaya pertanian, penyakit ini tergolong penting dan sebagian besar terjadi pada tanaman dikotil (Draper et al. 1993). Menurut Miller dan Bassler (2001) terdapat dua spesies Agrobacterium yang bersifat patogen yaitu A. tumefaciens sebagai penyebab penyakit tumor (crown gall) dan A. rhizogenes sebagai penyebab penyakit akar rambut (hairy root) pada berbagai tanaman dikotil yang peka. Escobar dan Dandekar (2003) menyebutkan ada beberapa spesies Agrobacterium yang menyebabkan penyakit pada tanaman, antara lain: A. tumefaciens (crown gall disease), A. rhizogenes (hairy root disease),A. rubi(cane gall disease) danA. vitis(crown gall of grape).

Sistem transformasi yang paling umum digunakan pada tanaman adalah transformasi menggunakan A. tumefaciens. Bakteri ini merupakan bakteri tanah yang bersifat patogen dan dapat melakukan transformasi genetik ke sel inangnya, hingga menyebabkan tumor (crown gall). Selama ini interaksi antara Agrobacterium dengan sel tanaman yang diketahui merupakan suatu fenomena alami transpor T-DNA dari Agrobacterium tipe liar ke dalam inti sel tanaman (Songstad et al. 1995). Ketika Agrobacterium menginfeksi tanaman, bagian dari molekul DNAnya yang disebut T-DNA terintegrasi pada DNA kromosom tanaman (Loedin 1994).

Transformasi menggunakan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan antara lain relatif lebih murah, jumlah salinan gen sedikit dan teknik pengulangan percobaan memberikan hasil serupa (reproducible) (Hiei et al. 1997). Terdapat tiga komponen utama pada Agrobacteriumyang berperan dalam transfer DNA ke dalam sel tanaman (Sheng dan Citovsky 1996). Ketiga komponen tersebut adalah T-DNA, virulence (Vir: A, B, C, D, E, G,H) dan gen chromosomal virulence (chv), yang terdiri atas chvA, chvB, pscA dan att (Broek dan Vanderleyden 1995, Tzfira dan Citovsky 2003).

Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan adanya plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam Agrobacterium. (Sheng dan Citovsky 1996; Gelvin 2000). Interaksi antara Agrobacterium dan sel tanaman didahului dengan mekanisme secara kimiawi

dimana sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan sebagai isyarat bagi Agrobacterium. Metabolit tersebut dapat berupa senyawa gula, asam, asam amino atau senyawa fenol (Winans 1992). Adanya senyawa tersebut menginduksi Agrobacteriumuntuk bergerak aktif menuju ke sel sasaran. Gerakan yang bersifat kemotaksis ini dipandu oleh senyawa yang disekresikan oleh sel tanaman rentan yang luka. Interaksi dilanjutkan dengan adanya kontak antara Agrobacterium dengan sel tanaman sasaran. Untuk memperkuat kontak tersebut Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit yaitu -1-2-glukan. Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB, dan exoC. Gen lain pada kromosom yang berperan seperti ketiga gen tersebut adalah cel, produk cel berperan penting dalam sintesis senyawa selulosa fibril (Douglaset al. 1985; Gelvin 2000).

Induksi faktor virulensi (vir) yang akan mengatur proses pemotongan dan transfer T-DNA ke sel tanaman. Beberapa metabolit yang disekresi oleh tanaman, akan menginduksi faktor virulensi. Metabolit tersebut adalah asetosiringon, hidroksi asetosiringon, koniferil alkohol dan etil piruvat (Winans 1992). Aktivasi gen vir dimulai dengan penerimaan sinyal oleh VirA. VirA merupakan protein sensor trans-membran yang berfungsi mendeteksi molekul sinyal berupa senyawa fenolik seperti asetosiringon. Selain itu, beberapa jenis monosakarida juga berfungsi sebagai sinyal. Deteksi monosakarida dimungkinkan oleh adanya interaksi dan asosiasi antara protein VirA dengan ChvE yang berfungsi sebagai protein pengikat gula (glukosa/galaktosa) pada periplasma (de la Riva et al. 1998). Protein dari VirA ini akan menginduksi VirG melalui fosforilasi, yang selanjutnya VirG akan mengaktifkan ekspresi berbagai Vir lainnya (Winans 1992). Induksi protein-protein Vir dikontrol oleh dua komponen sistem yaitu VirA/G (Rosen & Ron 2011). Proses transformasi genetik menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciensdijelaskan pada Gambar 2.

Protein yang dihasilkan oleh gen Vir berperan untuk memotong dan mentransfer T-DNA ke inang. Proses perpindahan T-DNA ke sel tanaman diawali dengan pemotongan utas T-DNA dari plasmid Ti. Protein VirD1 dan VirD2 yang memiliki aktivitas endonuklease akan mengenali sekuen batas T-DNA dan memotong utas DNA pada posisi tersebut dan melepaskan utas tunggal T-DNA. Setelah pemotongan, protein VirD2 tetap terikat secara kovalen pada ujung 5 utas T-DNA (batas kanan). Asosiasi VirD2 melindungi T-DNA dari aktivitas eksonuklease pada ujung 5 T-DNA dan juga berfungsi membedakan ujung 5 T- DNA (batas kanan) sebagai ujung yang akan ditransfer terlebih dahulu ke sel tanaman. Sintesis utas T-DNA dimulai dari batas kanan T-DNA dan berlangsung dalam arah 5 ke 3 . Kompleks utas tunggal T-DNA-VirD2 diselubungi oleh VirE2. Asosiasi protein ini mencegah serangan nuklease dan berfungsi membentangkan utas kompleks T-DNA sehingga bentuknya menjadi lebih ramping dan mudah melintasi kanal membran (de la Rivaet al. 1998).

Transpor kompleks T-DNA dan protein Vir lainnya (VirE2 dan VirF), dari bakteri menuju ke sel inang melalui sistem sekresi tipe IV. Sistem sekresi tipe IV adalah kanal penghubung bakteri-inang yang tersusun atas protein VirD4 dan 11 jenis protein VirB (Tzfira & Citovsky 2002; Judd et al. 2005). Protein-protein VirB membentuk kanal membran dan juga berfungsi sebagai ATPase yang menyediakan energi untuk pembentukan kanal maupun proses ekspor T-DNA.

VirD4 berperan menunjang interaksi kompleks T-DNA-VirD2 dengan komponen sekresi VirB (Gelvin 2003). VirD2 pada kompleks T-DNA akan mengarahkan pergerakan kompleks menuju ke protein VirD4 pada kanal sekresi dan akhirnya menuju ke sitoplasma sel inang.

Gambar 2. Proses transformasi genetik menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens (Tzfira & Citovsky 2002), terdiri 8 tahap utama: (1) pengenalan dan pelekatan Agrobacterium pada sel inang, (2) pengindraan sinyal tanaman yang spesifik oleh dua komponen sistem transduksi sinyal pada Agrobacterium yaitu VirA/VirG, (3) aktivasi gen vir yang memulai proses transfer T-DNA, (4) salinan T DNA yang akan dipindahkan ke inang diproduksi oleh kerja protein VirD1/D2, (5) T-DNA dihantarkan dalam bentuk kompleks VirD2- DNA, bersama-sama dengan beberapa protein vir lainnya ke dalam sitoplasma sel inang, (6) Vir E2 berasosiasi dengan utas T-DNA dan bergerak menuju sitoplasma sel inang, (7) kompleks T-DNA dimasukkan ke dalam inti sel inang melalui proses impor aktif dan (8) di dalam inti, T-DNA dibawa menuju ke titik tempat integrasi DNA pada kromoson, kemudian protein-protein pengawal T-DNA terlepas dan DNA akhirnya terintegrasi ke dalam genom inang.

Kompleks T-DNA ditargetkan menuju ke nukleus melintasi membran inti. Sinyal lokasi inti ataunuclear location signals (NLS) yang terdapat pada protein VirD2 dan VirE2 mengarahkan kompleks menuju ke inti sel. Protein VirF juga diduga berperan dalam penargetan T-DNA ke nukleus (de la Riva et al. 1998).

Penghantaran kompleks T-DNA menuju nukleus dibantu oleh perangkat transpor intraseluler yang dimiliki oleh sel inang. Dynein dan mikrotubula pada sel tanaman target diduga memfasilitasi transpor T-DNA melintasi sitoplasma. Kompleks T-DNA masuk ke dalam inti sel melalui kompleks pori nukleus atau nuclear-pore complex(NPC) (Tzfira & Citovsky 2006). Proses masuknya T-DNA ke dalam inti sel melibatkan kerja sama antara faktor-faktor inang seperti karyopherin (KAP ) dan protein interaksi VirE2 1 atau VirE2-interacting protein1 (VIP1); dengan faktor-faktor asal bakteri seperti VirD2, VirE2 dan VirE3 (Tzfiraet al. 2002).

Integrasi T-DNA ke dalam genom inang merupakan tahap paling menentukan dalam transformasi genetik. Mekanisme molekuler yang mendasari integrasi T-DNA masih belum jelas. Integrasi T-DNA diduga terjadi melalui rekombinasi yang difasilitasi oleh perangkat perbaikan DNA sel inang. Utas tunggal T-DNA diubah menjadi molekul intermediat berutas ganda. Molekul intermediat tersebut akan dikenali sebagai fragmen DNA yang putus, dan kemudian akan digabungkan kembali ke dalam genom inang (Tzfira & Citovsky 2006).

Hal penting dalam proses transformasi melalui A. tumefaciens ini adalah transfer T-DNA ke inti tanaman target yang diinduksi oleh ekspresi gen-gen vir serta ekspresi gen-gen yang tertransformasi (Liu et al. 1992). Selain itu, integrasi T-DNA yang membawa transgen ke dalam genom resipien, akan mengalami sedikit pengaturan kembali secara intra dan intermolekuler, untuk memulihkan sistem transkripsi dan translasi genom tanaman resipiennya. Transformasi melalui Agrobacterium lebih menjamin kestabilan genom tanaman resipien (Sheng dan Citovsky 1996).

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan serta Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the Netherland) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Rumput Laut dan Bakteri

Talus K. alvarezii warna hijau dipotong sekitar 3 cm, disterilisasi menggunakan larutan iodin 1% dan detergen, kemudian dikultur dalam media Prevasoli s Enriched Seawater (PES) (Lampiran 1) cair hingga siap untuk ditransformasi. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli DH5 yang membawa plasmid pMSH1 (Gambar 3), E. coli DH5 yang membawa plasmid pJfKer-Lis (Gambar 4),E. coliDH1 (pRK2013) danA. tumefaciensLBA4404.

Gambar 3. Peta daerah T-DNA plasmid pMSH1 (NAIST, Japan). NPT II adalah gen marka seleksi neomycin phosphotransferase II, HPT adalah gen marka seleksi hygromycin phosphotransferase, MCS adalah daerah penyisipan gen target yang dikontrol oleh promoter cauliflower mosaic virus 35S (CaMV 35S) dan terminator (T) nopaline synthase (Nos), menyandikanXbaI,XhoI,SacI,SmaI,KpnI,SpeI,NotI,BamHI.

Gambar 4. Peta plasmid pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005). Gen lisozim ayam dikontrol oleh promoter keratin (Keratin) ikan flounder Jepang (Paralichthys olivaceus). SV40 adalah terminator simian virus 40. NPT II = neomycin phosphotransferase, GFP = green flourescent protein.

Konstruksi Vektor Biner

Gen lisozim diamplifikasi dari pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005) menggunakan PCR dengan primer F: 5 -GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT

Dokumen terkait