• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada keadaan oksigen terbatas atau tanpa oksigen. Biochar merupakan bahan organik yang memiliki sifat stabil dapat dijadikan pembenah tanah lahan kering. Penggunaan biochar sebagai suatu pilihan selain sumber bahan organik segar dalam pengelolaan tanah untuk tujuan pemulihan dan peningkatan kualitas kesuburan tanah terdegradasi atau tanah lahan pertanian kritis semakin berkembang dan sekarang ini mendapatkan fokus perhatian penting para ilmuan tanah dan lingkungan. Fokus perhatian internasional dalam pemanfaatan biochar sebagai pembenah tanah pertanian berkembang dari hasil pengamatan di Amazon, Brazil (Glaser, 2001).

Biochar adalah produk kaya akan karbon (C) yang dihasilkan oleh dekomposisi termal dari biomassa pada suhu relatif di bawah 700 °C dan dengan sedikit oksigen, dalam proses yang disebut pirolisis. Selama proses pemanasan, gas-gas yang mudah terbakar dan cairan diproduksi bersama dengan residu padatan, biochar. Proses pembuatan biochar bisa dilakukan secara tradisional,

dimana hasil biocharnya dapat digunakan sebagai amandemen tanah (Lehmann et al., 2009).

Di beberapa negara telah ditetapkan suatu kebijakan untuk mengembangkan bio-char dalam skala industri guna meningkatkan simpanankarbon di dalam tanah. Teknologi pemanfaatan (pengolahan) bio-char merupakan salah satu solusi cepat untuk mengurangi pengaruh pemanasan global yang berasal dari lahan pertanian dan juga merupakan salah satu alternatif untuk

mengelola limbah pertanian dan perkebunan (Goenadi, 2008). Bio-char dapat memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pencucian pupuk N dapat dikurangi secara signifikan dengan pemberian bio-char tersebut ke dalam media tanam (Steiner, 2007).

Aplikasi Biochar dalam Usahatani Padi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam bekerjasama dengan peneliti dari Balai Penelitian Tanah dan Balai Besar Penelitian Padi dengan dukungan dari Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) telah melaksanakan pengkajian di salah satu lokasi lahan penelitian di Kabupaten Aceh Besar yakni pengkajian pemanfaatan biochar dari sekam padi pada lahan sawah. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian biochar pada lahan sawah untuk pertanaman padi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, sehingga jumlah kebutuhan pupuk dapat dihemat dengan tetap mempertahankan produktifitas padi yang tinggi. Biochar dapat menghemat kebutuhan pupuk dengan produktifitas padi tetap tinggi (BPTP Aceh, 2011).

Hasil penelitian Prasetyo (2015) menunjukan bahwa interaksi bahan baku dan dosis biochar memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan sifat fisika tanah pasiran pada berat volume, porositas, distribusi pori makro, dan distribusi pori meso sedangkan panjang akar tanaman jagung erat kaitannya dengan pertumbuhan akar yang semakin banyak didalam tanah yang berperanguh terhadap berat basah akar sehingga berdampak pada berat basah brankasan yang meningkat pula pada perlakuan pemberian dosis 150 g biochar untuk pertumbuhan tanaman jagung.

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Aplikasi biochar mampu meningkatkan jumlah mikrobia, seiring dengan penambahan dosis, serta mikrobia tersebut mampu mendekomposisi bahan-bahan organik pada tanah (Domene et al., 2014),

Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, aerobik, maupun anaerobik (Isroi, 2003). Proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi disebut dengan pengomposan (Manurung, 2011). Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami pembusukan atau pelapukan dengan bahan mikroorganisme seperti daun-daun, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur serta kotoran hewan. Bahan-bahan ini sudah hancur atau lapuk disebut pupuk organik (kompos). Di lingkungan alam terbuka kompos bisa terjadi dengan sendirinya lewat proses alami (Wibawati, 2013).

Vermikompos adalah pupuk organik yang mengandung sekresi cacing, humus, cacing hidup, dan organisme lainnya. Bahan sekresi mengandung senyawa organik dengan ukuran partikel relatif seragam, kaya unsur hara makro dan mikro

yang segera tersedia untuk tanaman, vitamin, enzim, dan mikroorganisme (Sutanto, 2002).

Kandungan bahan organik tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesuburan tanah. Tanah-tanah di daerah tropik basah, memiliki bahan organik yang rendah, hal ini disebabkan tingginya suhu tanah dan laju dekomposisi. Pemberian pupuk organik seperti kompos bertujuan untuk meningkatkan bahan organik yang memberikan banyak manfaat bagi tanah, antara lain mensuplai nitrogen, dan sulfur, meningkatkan serapan P oleh tanaman, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan pengikatan air yang tersedia bagi tanaman (Lahuddin et al., 2010).

Manfaat kompos jerami padi tidak hanya dilihat dari sisi kandungan hara saja. Kompos juga memiliki kandungan C organik yang tinggi. Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan dapat menaikkan kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah (Nurbani dan Bahrian, 2011).

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah (Atmojo, 2003).

Tanah Ultisol

Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan

organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi (Hardjowigeno, 1993).

Kandungan bahan organik dalam tanah-tanah mineral pada umumnya hanya menunjukkan kadar presentase yang rendah sekitar 5% saja, namun demikian peranannya tetap besar dalam mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Sumber utama bahan organik tanah ialah jaringan tanaman dan organisme tanah, baik berupa serasah atau sisa-sisa tanaman, yang setiap tahunnya dapat tersedia dalam jumlah yang besar sekali (Sutedjo danKartasapoetra, 2002).

Ultisol memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1 – 4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm), umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah disemua lapisan termasuk rendah, dapat disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah. Ultisol di daerah Aceh dan Sumatera Utara dicirikan dengan kandungan Al-dd 4,2 me/100 g, KTK 3-7 me/100 g, pH H2O 4,1-5,5% C-organik 1,9% N 0,2 (Susila dan Juang, 2008).

Menurut Walhi (2008), tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada

pada tanah ultisol sehingga dapat menjadi yang siap dimanfaatkan untuk budidaya tanaman apabila iklimnya mendukung. Tanah ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5. Upaya meningkatkan produktivitas ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, dan penambahan bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Sifat Biologi Tanah

Menurut Sumarsih (2003), jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Ukuran mikroba biasanya

dinyatakan dalam mikron (μ), 1 mikron adalah 0,001 mm.

Mikroorganisme ditemukan dalam jumlah besar di tanah, biasanya antara satu hingga sepuluh juta mikroorganisme yang hadir per gram tanah dengan bakteri dan jamur yang paling umum. Namun ketersediaan nutrisi sering membatasi pertumbuhan mikroba dalam tanah dan sebagian besar ketersedian nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme berupa air, sumber nitrogen, mineral dan sumber energi. Jika ketersediaan ini mengalami keterhambatan aktivitas mikroorganisme dalam tanah akan tidak aktif secara fisiologis sampai kebutuhan akan nutrisi dapat terpenuhi (Sinaga, 2015).

Pupuk organik dapat memperbaiki sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mikroflora, dan mikro fauna tanah lainnya (Sutanto, 2002).

Biota tanah mempunyai kemampuan untuk menstimulasi pertumbuhan tanaman sebesar kemampuan mereka menghambat pertumbuhan tanaman itu sendiri. Pengaruh yang merugikan dari biota tanah (terutama mikrobia) adalah penyebab berbagai macam penyakit. Sedangkan pengaruh yang menguntungkan dari biota tanah adalah dalam pembentukan tanah, siklus hara, dan mempertahankan kehidupan di bumi ini dengan berperan dalam berbagai proses biologi di dalam tanah misalnya proses dekomposisi bahan organik, transformasi unsur hara, mengatasi polusi, digunakan sebagai pupuk biologi, degradasi senyawa toksik, transformasi molekul anorganik, asosiasi menguntungkan dengan tanaman, pencegahan penyakit (sebagai biopestisida) (Hanafiah, et al., 2009).

Respirasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan produk sisa berupa CO2 dan H2O dan pelepasan energi. Metabolisme ini merupakan proses dekomposisi bahan organik yang secara umum mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon yang merupakan sumber utama bagi pembentukan material-material baru (Alexander, 1977). Selanjutnya hasil proses dekomposisi sebagian digunakan organisme untuk membangun tubuh, akan tetapi terutama digunakan sebagai sumber energi atau sumber karbon utama, dimana proses dekomposisi dapat berlangsung dengan mediasi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme merupakan tenaga penggerak dalam respirasi tanah (Azizah et al., 2007).

Jumlah CO2 yang dihasilkan dan O2 yang dikonsumsi tergantung pada tipe dari substrat, faktor lingkungan, dan mikroorganisme yang terlibat. Pengukuran respirasi mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti kandungan bahan organik,

transformasi nitrogen atau fosfor, pH, dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas, 1989).

Kapasitas Menyimpan Air

Tanah memiliki nilai kapasitas menyimpan air yang berbeda-beda. Tanah bertekstur kasar memiliki kapasitas lapang yang lebih rendah karena mereka kaya pori-pori makro yang mengalami drainase bebas. Tanah bertekstur halus memiliki lebih banyak mengandung pori mikro yang mampu menahan air untuk melawan drainase bebas, sehingga mempunyai kapasitas lapang lebih tinggi (besar). Namun demikian, kalau dibandingkan dengan tanah-tanah lempung dan lempung berdebu yang agregasinya bagus, kapasitas air tersedia pada liat tanah cenderung lebih rendah karena tanah liat ini memiliki titik layu permanen yang tinggi (USDA, 2008).

Bahan organik merupakan sumber unsur hara yang dapat didekomposisi, dan berfungsi mempertahan kan jalannya siklus hara. Bahan organik berfungsi sebagai sumber energi kabon dan mineral untuk mikrobia dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan karena kemampuan bahan organik menahan air (Hanafiah et al., 2009).

Bahan organik tanah meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air , baik langsung maupun tidak langsung. Ketika tanah pada keadaan kapasitas lapang, bahan organik memiliki kapasitas memegang air yang lebih tinggi daripada tanah mineral . Air yang dapat ditahan oleh bahan organik pada titik layu permanen juga lebih tinggi, secara keseluruhan, peningkatan bahan organik tanah meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air tersedia bagi tanaman (USDA, 2008).

Air merupakan faktor ekologi yang paling berpengaruh. Air secara langsung berperan terhadap senyawa-senyawa penting yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Secara tidak langsung air mempengaruhi pertukaran gas sambil mengangkut secara vertikal atau horizon senyawa seperti substrat energi yang larut dalam air (seperti asam amino dan karbohidrat dari serasah), dan sel-sel mirkobia (Hanafiah et al., 2009). Hubungan dasar antara air tanah dengan sifat fisik kimia dan aktifitas biota tanah dapat digambarkan sebagai berikut.

Aktifitas fisika- kima tanah

Gambar 1. Pengaruh air tanah terhadap sifat-sifat dan proses fisika kimia yang menentukan aktivitas biologi tanah (van Elsas et al. 2006).

Biota tanah berperan sangat penting pada fungsi tanah dan berpengaruh terhadap kepentingan ekosistem. Terdapat interaksi antara biochar dengan biota tanah, bila digunakan sebagai amandemen tanah. Seperti sebagai tempat tinggal jamur mikoriza serta pengaruhnya pada kapasitas menahan air, yang mengarah kepada hasil pertanian (Verheijen et al., 2010).

Kapasitas menahan air dalam tanah sebagian ditentukan oleh kandungan bahan organik, dan amandemen bahan organik yang umumnya meningkatkan kapasitas memegang air pada tanah. Zat humat yang berasal dari biochar telah

air tanah

Difusi unsur hara dan aliran massa

mobilitas Suhu& aerasi pH & Eh

air tanah, serta meningkatkan stabilitas agregat tanah terdegradasi (Piccolo et al., 1996).

Ok-Youn et al, (2013) menyatakan bahwa penggunaan biochar dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air tanah lempung berpasir hingga 1,7% dengan peningkatan dosis biochar hingga 10%. Pengaruh biochar terhadap air ketika dicampur dengan tanah sangat penting untuk dipahami karena aktivitas mikrobia, pertumbuhan tanaman dan kebutuhan nutrisi sangat ditentukan oleh keadaan ini.

PENDAHULUAN

Dokumen terkait